Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

(1)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

Oleh :

Gusmaini

A14051081

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

Oleh :

GUSMAINI

A14051081

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

SUMMARY

GUSMAINI, Slum Area Characterization (Case of Jatinegara, East Jakarta).

Supervised by DYAH RETNO PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO,

and ASDAR ISWATI

Housing expansion in urban areas has a direct link to increasing population. In many regions, boosting inhabitants are determined by rising birth rate and urbanization. Since the land is generally limited, soaring inhabitants coupled with ineffective planning result to increasing the number of slum areas. In Jakarta, slum area is manifested as small, low maintenance cost housing. Frequently, the housing is subject to be sold or lent to the squatters.

Jakarta’s slum areas were studied previously. Nonetheless, very limited

reports, if any, construct a better understanding on their spatial distribution and

inhabitant’s activities (movement). This research fills the gaps through offering a

method of slum mapping. The other goals include slum area characterization and factors affecting slum development and to assess mobility of the squatters.

Using the high-resolution QuickBird data, it shown that primary identifier for slum area was its pattern. Jakarta’s slum can be recognized straightforwardly through its disorder pattern with less (or even no) passages between houses. Asbestos or zincalume roofs were another identification key suitable to detect the area from space. These types of roof were generally observed in the study area, in addition to clay (genteng). Both roofs are shown in white using natural colour scheme. In order to assess factors determining slum areas, the Hayashi Quantification II was employed. The analysis used to identifies factors affecting dwellers mobility of people in the slums was the Hayashi Quantification I.

It is shown that slum area was mainly developed along rivers and local road. Field surveys were conducted to determine housing characteristics such as floor and roof types, and ventilation. Brick houses were commonly observed, however about 28% of the houses were built semi-permanently (half-bricks with particle board or triplek). Some of the houses were found detrimental, i.e. without sufficient ventilation. The survey discovered that average alley was about 1 meter. Most of the dwellers took low-level jobs such as daily-based workers or informal traders. These were due to insufficient education where about 42% of them were primary school (SD) graduates.

It was revealed that factors determining slum areas included origins, location of the house, its size and alley width. Using Hayashi Quantification I, the research successfully identifies factors affecting dwellers mobility; those were number and location of activities, primary and secondary jobs and dweller’s origin.

As seen from the Spatial Plan of East Jakarta 2010, there was about 11,14 Ha slums area located at housing areas and approximately 14,34 Ha at greenery open spaces.


(4)

RINGKASAN

GUSMAINI. Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur). Di bawah bimbingan DYAH RETNO PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO, dan ASDAR ISWATI

Perkembangan lingkungan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk baik karena faktor pertumbuhan penduduk secara alami serta proses urbanisasi. Pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan di daerah perkotaan menyebabkan semakin berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada para pendatang.

Rumah-rumahpetak kecil tersebut kemudian berkembang menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan kumuh (slum area). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh, mempelajari karakteristik permukiman kumuh, mengetahui faktor penciri yang menentukan kawasan kumuh, dan mempelajari mobilitas masyarakat di permukiman kumuh.

Analisis yang digunakan pertama dalam penelitian ini adalah analisis citra. Kunci interpretasi untuk identifikasi permukiman pada citra Quickbird adalah pola dari bentuk permukiman. Ciri-ciri permukiman kumuh yang tampak pada citra adalah mempunyai pola tidak teratur, rapat tidak ada jarak antar rumah, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng. Pada citra tersebut, atap asbes terlihat sebagai warna putih, sedangkan rumah yang beratapkan genteng terlihat berwarna oranye. Untuk mengetahui faktor penciri permukiman kumuh digunakan metode Kuantifikasi Hayashi II. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh adalah metode Kuantifikasi Hayashi I.

Dari hasil penelitian, permukiman kumuh di Jakarta Timur banyak dijumpai di sekitar sungai dan berada di jalan lokal. Kondisi rumah pemukiman kumuh umumnya berlantai keramik dan sebagian berlantaikan tanah. Kondisi atap rumah permukiman kumuh umumnya menggunakan asbes atau seng. Jenis dinding rumah umumnya tembok namun terdapat kurang lebih 28 % dinding rumah semi permanen yaitu ½ tembok, ½ triplek. Sebagian rumah (21%) di permukiman kumuh tidak memiliki ventilasi. Berdasarkan survei lapang, lebar rata-rata jalan terdekat dengan rumah adalah sekitar 1 m. Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya bekerja sebagai buruh harian dan pedagang informal. Sekitar 42% masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh hanya berpendidikan SD.

Pada penelitian ini dijumpai bahwa faktor penciri permukiman kumuh adalah asal daerah, lokasi rumah, luas rumah, dan lebar jalan. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh menghasilkan beberapa faktor penting antara lain: jumlah kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan, pekerjaan lain, dan asal daerah.

Jika dilihat dari Rencana Tata Ruang wilayah Jakarta Timur 2010 terdapat 11,14 Ha permukiman kumuh berada pada peruntukkan lahan untuk perumahan, dan sekitar 14,34 Ha lahan berada pada peruntukkan ruang terbuka hijau.


(5)

JUDUL : Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

PENULIS : GUSMAINI NRP : A14051081

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I

Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si NIP. 19710412 199702 2001

Dosen Pembimbing II

Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc NIP. 19700903 200812 1001

Dosen Pembimbing III

Dr. Ir. Asdar Iswati, M.S NIP. 19600410 198503 2001

Mengetahui : Ketua Departemen Tanah

Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP.1962 11131987031 003


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 16 Agustus 1986 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Sudirman Tanjung dan Murni Chaniago.

Penulis memulai pendidikan formal di SD Kartika X-6 pada tahun 1992 di Jakarta lulus pada tahun 1999. Kemudian pada tahun yang sama

penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 164 hingga lulus tahun 2002, dan pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Ketika menyandang predikat sebagai mahasiswa penulis bergabung dengan BEM FAPERTA Kabinet Matahari sebagai staf Departemen Pertanian. Selain itu penulis juga aktif berpartisipasi sebagai penyelenggara pada kegiatan dalam kampus. Dalam bidang akademis penulis berperan aktif sebagai asisten praktikum Perencanaan Tata Ruang dan Penggunaan Lahan. Selain itu penulis juga pernah berkesempatan menjadi asisten peneliti pada kajian perubahan penggunaan lahan di sekitar jalan tol, kerjasama P4W-IPB dengan Asdep Data dan Informasi Lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 2009.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW atas rahmat, karunia serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesai skripsi yang bertajuk ”Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada program studi Manajemen Sumber Daya Lahan, IPB.

Melalui lembaran ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ibu Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si, selaku dosen pembimbing yang selama ini telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi kepada penulis terutama dalam hal penulisan dan pengerjaan analisis statistik hingga terselesaikannya skripsi ini, kepada Bapak Bambang H. Trisasongko, M.Sc, selaku dosen pembimbing atas kesabaran, bimbingan, masukan serta nasehat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini, serta kepada Ibu Dr. Asdar Iswati selaku dosen pembimbing yang telah senantiasa memberikan nasehat, perhatian, serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Kemudian kepada Bapak Dr. Boedi Tjahjono selaku dosen penguji, penulis ucapakan terima kasih atas segala saran dan masukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

They are the best lecturers in my life.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:

1. Amak, Apa, Ita, Cani, Inet, Ajo Napis serta seluruh keluarga besar Enyta Jaya atas segala doa tulus yang dipanjatkan, kasih sayang, perhatian serta perjuangan yang tiada henti hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada jenjang S1.

2. Keponakan-keponakan tercinta Nadya, Nada, Sera, Vina, Roihan, dan Rima atas segala gelak tawa kalian yang telah memberikan motivasi untuk menjadi tauladan yang baik bagi kalian semua.

3. Adik Bagus Sriana dan keluarga yang telah memberikan motivasi, perhatian serta kasih sayangnya.

4. Para sahabat Tia, Windy, Ulfah, Rizky, Novia atas segala waktu serta canda tawa kalian saat suka dan duka. Serta kepada warga Nabila Anggrek K’Tilla, Dilla, Lola, Ana, Nia atas kebersamaannya.


(8)

5. Rekan-rekan seperjuangan di laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah atas segala bantuannya Nana, Suwi, Puput, Novem, Eka, Fifi, Topan, especially Ava dan Widya Together to be Better.

6. Staf Laboratorium Perencanaan Pengembangan wilayah especially mba Dian dan mba Emma, terima kasih atas bantuannya selama ini.

7. Rekan-rekan Soiler’ 42 atas kebersamaannya, especially Ayu dan Ican, Viva Soil

8. Para Responden yang berada di permukiman kumuh, terima kasih atas waktu yang telah diberikan.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian semoga segala sesuatu yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang... 1

1.2. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Permukiman Kumuh ... 4

2.2. Urbanisasi ... 7

2.3. Aplikasi Geospasial dalam Pemukiman Kumuh ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 11

3.1. Lokasi Penelitian... 11

3.2. Bahan dan Alat... 11

3.3. Tahap Kegiatan Penelitian ... 11

3.3.1. Penetapan Lokasi Contoh ... 11

3.3.2. Inventarisasi Karakteristik Tempat Tinggal dan Aktifitas Masyarakat Permukiman Kumuh ... 12

3.3.3. Identifikasi Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh ... 13

3.3.4. Teknik Analisis Data ... 13

3.3.4.1.Analisis Identifikasi Permukiman Kumuh Secara Spasial 13 3.3.4.2.Analisis Penentuan Faktor Penciri Pemukiman Kumuh .. 14

3.3.4.3.Analisis Penentuan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas ... 15

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI ... 17

4.1. Geografi dan Lingkungan ... 17

4.2. Administrasi dan Luas Lahan ... 17

4.3. Kependudukan ... 19

4.5. Perekonomian ... 20

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22 5.1. Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur 22


(10)

5.1.1. Distribusi Spasial Permukiman Kumuh ... 24

5.2. Karakterisasi Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur ... 26

5.2.1. Karakteristik Lokasi ... 26

5.2.2. Deskripsi Rumah Masyarakat di Permukiman Kumuh ... 30

5.2.3. Karakteristik Pendidikan dan Jenis Pekerjaan ... 36

5.3. Faktor Penciri Kekumuhan ... 37

5.4. Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh ... 38

5.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas ... 39

5.4.1.1.Keterkaitan Karakteristik Pelaku Dengan MobilitasMasyarakat Permukiman Kumuh... 40

5.4.1.2.Aktivitas Masyarakat Permukiman Kumuh dan Moda Transportasi ... 42

5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman Kumuh ... 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 49

6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(11)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

Oleh :

Gusmaini

A14051081

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

Oleh :

GUSMAINI

A14051081

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

SUMMARY

GUSMAINI, Slum Area Characterization (Case of Jatinegara, East Jakarta).

Supervised by DYAH RETNO PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO,

and ASDAR ISWATI

Housing expansion in urban areas has a direct link to increasing population. In many regions, boosting inhabitants are determined by rising birth rate and urbanization. Since the land is generally limited, soaring inhabitants coupled with ineffective planning result to increasing the number of slum areas. In Jakarta, slum area is manifested as small, low maintenance cost housing. Frequently, the housing is subject to be sold or lent to the squatters.

Jakarta’s slum areas were studied previously. Nonetheless, very limited

reports, if any, construct a better understanding on their spatial distribution and

inhabitant’s activities (movement). This research fills the gaps through offering a

method of slum mapping. The other goals include slum area characterization and factors affecting slum development and to assess mobility of the squatters.

Using the high-resolution QuickBird data, it shown that primary identifier for slum area was its pattern. Jakarta’s slum can be recognized straightforwardly through its disorder pattern with less (or even no) passages between houses. Asbestos or zincalume roofs were another identification key suitable to detect the area from space. These types of roof were generally observed in the study area, in addition to clay (genteng). Both roofs are shown in white using natural colour scheme. In order to assess factors determining slum areas, the Hayashi Quantification II was employed. The analysis used to identifies factors affecting dwellers mobility of people in the slums was the Hayashi Quantification I.

It is shown that slum area was mainly developed along rivers and local road. Field surveys were conducted to determine housing characteristics such as floor and roof types, and ventilation. Brick houses were commonly observed, however about 28% of the houses were built semi-permanently (half-bricks with particle board or triplek). Some of the houses were found detrimental, i.e. without sufficient ventilation. The survey discovered that average alley was about 1 meter. Most of the dwellers took low-level jobs such as daily-based workers or informal traders. These were due to insufficient education where about 42% of them were primary school (SD) graduates.

It was revealed that factors determining slum areas included origins, location of the house, its size and alley width. Using Hayashi Quantification I, the research successfully identifies factors affecting dwellers mobility; those were number and location of activities, primary and secondary jobs and dweller’s origin.

As seen from the Spatial Plan of East Jakarta 2010, there was about 11,14 Ha slums area located at housing areas and approximately 14,34 Ha at greenery open spaces.


(14)

RINGKASAN

GUSMAINI. Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur). Di bawah bimbingan DYAH RETNO PANUJU, BAMBANG H. TRISASONGKO, dan ASDAR ISWATI

Perkembangan lingkungan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk baik karena faktor pertumbuhan penduduk secara alami serta proses urbanisasi. Pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan di daerah perkotaan menyebabkan semakin berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada para pendatang.

Rumah-rumahpetak kecil tersebut kemudian berkembang menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan kumuh (slum area). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh, mempelajari karakteristik permukiman kumuh, mengetahui faktor penciri yang menentukan kawasan kumuh, dan mempelajari mobilitas masyarakat di permukiman kumuh.

Analisis yang digunakan pertama dalam penelitian ini adalah analisis citra. Kunci interpretasi untuk identifikasi permukiman pada citra Quickbird adalah pola dari bentuk permukiman. Ciri-ciri permukiman kumuh yang tampak pada citra adalah mempunyai pola tidak teratur, rapat tidak ada jarak antar rumah, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng. Pada citra tersebut, atap asbes terlihat sebagai warna putih, sedangkan rumah yang beratapkan genteng terlihat berwarna oranye. Untuk mengetahui faktor penciri permukiman kumuh digunakan metode Kuantifikasi Hayashi II. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh adalah metode Kuantifikasi Hayashi I.

Dari hasil penelitian, permukiman kumuh di Jakarta Timur banyak dijumpai di sekitar sungai dan berada di jalan lokal. Kondisi rumah pemukiman kumuh umumnya berlantai keramik dan sebagian berlantaikan tanah. Kondisi atap rumah permukiman kumuh umumnya menggunakan asbes atau seng. Jenis dinding rumah umumnya tembok namun terdapat kurang lebih 28 % dinding rumah semi permanen yaitu ½ tembok, ½ triplek. Sebagian rumah (21%) di permukiman kumuh tidak memiliki ventilasi. Berdasarkan survei lapang, lebar rata-rata jalan terdekat dengan rumah adalah sekitar 1 m. Masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh umumnya bekerja sebagai buruh harian dan pedagang informal. Sekitar 42% masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh hanya berpendidikan SD.

Pada penelitian ini dijumpai bahwa faktor penciri permukiman kumuh adalah asal daerah, lokasi rumah, luas rumah, dan lebar jalan. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh menghasilkan beberapa faktor penting antara lain: jumlah kegiatan, pendidikan, alat transportasi, tujuan kegiatan, lokasi kegiatan, pekerjaan, pekerjaan lain, dan asal daerah.

Jika dilihat dari Rencana Tata Ruang wilayah Jakarta Timur 2010 terdapat 11,14 Ha permukiman kumuh berada pada peruntukkan lahan untuk perumahan, dan sekitar 14,34 Ha lahan berada pada peruntukkan ruang terbuka hijau.


(15)

JUDUL : Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur)

PENULIS : GUSMAINI NRP : A14051081

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I

Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si NIP. 19710412 199702 2001

Dosen Pembimbing II

Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc NIP. 19700903 200812 1001

Dosen Pembimbing III

Dr. Ir. Asdar Iswati, M.S NIP. 19600410 198503 2001

Mengetahui : Ketua Departemen Tanah

Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP.1962 11131987031 003


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 16 Agustus 1986 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Sudirman Tanjung dan Murni Chaniago.

Penulis memulai pendidikan formal di SD Kartika X-6 pada tahun 1992 di Jakarta lulus pada tahun 1999. Kemudian pada tahun yang sama

penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 164 hingga lulus tahun 2002, dan pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Ketika menyandang predikat sebagai mahasiswa penulis bergabung dengan BEM FAPERTA Kabinet Matahari sebagai staf Departemen Pertanian. Selain itu penulis juga aktif berpartisipasi sebagai penyelenggara pada kegiatan dalam kampus. Dalam bidang akademis penulis berperan aktif sebagai asisten praktikum Perencanaan Tata Ruang dan Penggunaan Lahan. Selain itu penulis juga pernah berkesempatan menjadi asisten peneliti pada kajian perubahan penggunaan lahan di sekitar jalan tol, kerjasama P4W-IPB dengan Asdep Data dan Informasi Lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 2009.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW atas rahmat, karunia serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesai skripsi yang bertajuk ”Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh (Studi Kasus Kecamatan Jatinegara) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada program studi Manajemen Sumber Daya Lahan, IPB.

Melalui lembaran ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ibu Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si, selaku dosen pembimbing yang selama ini telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi kepada penulis terutama dalam hal penulisan dan pengerjaan analisis statistik hingga terselesaikannya skripsi ini, kepada Bapak Bambang H. Trisasongko, M.Sc, selaku dosen pembimbing atas kesabaran, bimbingan, masukan serta nasehat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini, serta kepada Ibu Dr. Asdar Iswati selaku dosen pembimbing yang telah senantiasa memberikan nasehat, perhatian, serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Kemudian kepada Bapak Dr. Boedi Tjahjono selaku dosen penguji, penulis ucapakan terima kasih atas segala saran dan masukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

They are the best lecturers in my life.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:

1. Amak, Apa, Ita, Cani, Inet, Ajo Napis serta seluruh keluarga besar Enyta Jaya atas segala doa tulus yang dipanjatkan, kasih sayang, perhatian serta perjuangan yang tiada henti hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada jenjang S1.

2. Keponakan-keponakan tercinta Nadya, Nada, Sera, Vina, Roihan, dan Rima atas segala gelak tawa kalian yang telah memberikan motivasi untuk menjadi tauladan yang baik bagi kalian semua.

3. Adik Bagus Sriana dan keluarga yang telah memberikan motivasi, perhatian serta kasih sayangnya.

4. Para sahabat Tia, Windy, Ulfah, Rizky, Novia atas segala waktu serta canda tawa kalian saat suka dan duka. Serta kepada warga Nabila Anggrek K’Tilla, Dilla, Lola, Ana, Nia atas kebersamaannya.


(18)

5. Rekan-rekan seperjuangan di laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah atas segala bantuannya Nana, Suwi, Puput, Novem, Eka, Fifi, Topan, especially Ava dan Widya Together to be Better.

6. Staf Laboratorium Perencanaan Pengembangan wilayah especially mba Dian dan mba Emma, terima kasih atas bantuannya selama ini.

7. Rekan-rekan Soiler’ 42 atas kebersamaannya, especially Ayu dan Ican, Viva Soil

8. Para Responden yang berada di permukiman kumuh, terima kasih atas waktu yang telah diberikan.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian semoga segala sesuatu yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2010 Penulis


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang... 1

1.2. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Permukiman Kumuh ... 4

2.2. Urbanisasi ... 7

2.3. Aplikasi Geospasial dalam Pemukiman Kumuh ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 11

3.1. Lokasi Penelitian... 11

3.2. Bahan dan Alat... 11

3.3. Tahap Kegiatan Penelitian ... 11

3.3.1. Penetapan Lokasi Contoh ... 11

3.3.2. Inventarisasi Karakteristik Tempat Tinggal dan Aktifitas Masyarakat Permukiman Kumuh ... 12

3.3.3. Identifikasi Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh ... 13

3.3.4. Teknik Analisis Data ... 13

3.3.4.1.Analisis Identifikasi Permukiman Kumuh Secara Spasial 13 3.3.4.2.Analisis Penentuan Faktor Penciri Pemukiman Kumuh .. 14

3.3.4.3.Analisis Penentuan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas ... 15

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI ... 17

4.1. Geografi dan Lingkungan ... 17

4.2. Administrasi dan Luas Lahan ... 17

4.3. Kependudukan ... 19

4.5. Perekonomian ... 20

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22 5.1. Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur 22


(20)

5.1.1. Distribusi Spasial Permukiman Kumuh ... 24

5.2. Karakterisasi Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur ... 26

5.2.1. Karakteristik Lokasi ... 26

5.2.2. Deskripsi Rumah Masyarakat di Permukiman Kumuh ... 30

5.2.3. Karakteristik Pendidikan dan Jenis Pekerjaan ... 36

5.3. Faktor Penciri Kekumuhan ... 37

5.4. Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh ... 38

5.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas ... 39

5.4.1.1.Keterkaitan Karakteristik Pelaku Dengan MobilitasMasyarakat Permukiman Kumuh... 40

5.4.1.2.Aktivitas Masyarakat Permukiman Kumuh dan Moda Transportasi ... 42

5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Permukiman Kumuh ... 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 49

6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Poligon Merah Menunjukkan (A) Kelurahan Bukit Duri, (B)

Kelurahan Kampung Melayu Yang Letaknya Pada Citra Quickbird

Terlihat Berdekatan ... 13

2. Diagram Alir Penelitian ... 15

3. Peta Administrasi Kotamadya Jakarta Timur ... 18

4. Pertumbuhan Penduduk ... 20

5. Grafik PDRB Berdasarkan Harga Konstan ... 21

6. Sebaran Lokasi Kumuh di Jakarta Timur ... 22

7. Sebaran Lokasi Kumuh di Kecamatan Jatinegara Berdasaran Data Evaluasi RW Kumuh DKI 2008 ... 24

8. Pola Pemukiman Tidak Teratur Yang Merupakan Daerah Kumuh: Atap Seng(A), Atap Genteng (B), dan Atap Asbes(C): Kenampakan Citra Quickbird Pada Daerah Kumuh Yang Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara ... 25

9. Pola Permukiman Teratur di Kelurahan Cipinang Besar Selatan Pada Citra Quickbird: Pola Teratur dan Tampak Rapi Antara Rumah dan Jalan Dapat di Bedakan ... 25

10. (a) Permukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung, Dekat Pasar Mester Atau Pasar Jatinegara, (B) Pemukiman Kumuh Yang Terletak di Dekat Sungai Ciliwung ... 26

11. Frekuensi Jumlah Permukiman Kumuh Terhadap Lokasi Permukiman di Jakarta Timur ... 26

12. Peta Sebaran Permukiman Kumuh di Jakarta Timur ... 28

13. (a) Penampakan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalan Tol,(b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Tol ... 29

14. (a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalan Arteri, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalan Arteri ... 29

15. (a) Penampakkan Obyek Permukiman Kumuh Yang Terlihat Dari Citra Berada di Sekitar Jalur Kereta Api, (b) Penampakan Obyek Foto Lokasi Permukiman Kumuh di Sekitar Jalur Kereta Api ... 29

16. Lokasi Permukiman Kumuh Reponden di Kecamatan Jatinegara ... 30


(22)

18. Jenis Atap di Pemukiman Kumuh ... 32 19. Foto Jenis Atap di Permukiman Kumuh (a) Atap Genteng di

Kelurahan Rawa Bunga, dan (b) Atap Seng di Kelurahan Cipinang Besar Utara ... 32 20. Jenis Lantai di Pemukiman Kumuh ... 33 21. (a) Jenis Rumah Kumuh Berlantai 2 Yang Rata-Rata Terletak di Dekat

Sungai, (b) Jenis Rumah Kumuh Yang Berlantai Tanah, Lokasi Terletak di Kelurahan Cipinang Besar Utara ... 33 22. Jenis Dinding di Pemukiman Kumuh ... 34 23. Lokasi Rumah Yang Dimanfaatkan Sebagai Warung di Kelurahan

Cipinang Besar Utara ... 34 24. MCK Umum (a) Terletak di Kelurahan Kampung Melayu, (b)

Terletak di Kelurahan Rawa Bunga ... 35 25. Jenis Ventilasi Yang Terletak di Lokasi Kelurahan Cipinang Besar

Utara ... 36 26. Tingkat Pendidikan Responden di Permukiman Kumuh di Daerah

Penelitian ... 36 27. (a) Jenis Pekerjaan Dan (B) Total Pendapatan di Permukiman Kumuh 28. di Daerah Penelitian ... 37

29. Peta Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh Kecamatan

Jatinegara ... 39 30. Hubungan Antara Kategori (A) Tingkat Pendidikan, (B) Jenis

Pekerjaan, (C) Pekerjaan Lain, (D) Asal Daerah Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan ... 41 31. Hubungan Antara (a) Jumlah Kegiatan, (b) Tujuan Kegiatan, (c)

Lokasi Kegiatan, (d) Alat Transportasi Dengan Rataan Frekuensi Kegiatan ... 43 32. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Timur 2010 Dan Lokasi

Permukiman Kumuh Pada Peruntukan Lahan Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah ... 48


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Jumlah Sebaran Responden Pada Setiap Kelurahan Berdasarkan Kedekatannya Terhadap Obyek Penting ... 12 2. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor Penciri Tingkat

Kekumuhan ... 14 3. Data, Sumber Data, Variabel Serta Teknik Analisis Yang Digunakan

Dalam Penelitian Ini Adalah ... 16

4. Jumlah RW, RW kumuh, Jumlah RT dan RT Kumuh Kecamatan

Jakarta Timur 2008 ... 19 5. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan,

2006-2007 ... 19 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur ... 20 7. Jumlah KK Kumuh di Kecamatan Jatinegara ... 23 8. Luas Sebaran Permukiman Kumuh Hasil Klasifikasi Citra Quickbird .. 27 9. Rata-Rata Luas Rumah dan Lebar Jalan di Setiap Kategori Kumuh... 34 10. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi II ... 38 11. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi I ... 40

12. Luas Permukiman Kumuh Pada Berbagai Peruntukan Lahan Rencana


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Tabel Peubah Yang Digunakan pada Analisis Hayashi I ... 54 2. Tabel Jumlah Perjalanan Masyarakat Permukiman Kumuh Kecamatan

Jatinegara berdasarkan Kegiatan serta Lokasi Tujuan ... 56 3. Tabel Hasil Analisis Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan... 57 4. Tabel Hasil Analisis Identifikasi Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas

Masyarakat di Permukiman Kumuh... 58 5. Tabel Data Evaluasi Rukun Warga (RW) Kumuh DKI Jakarta 2008 ... 60


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota menyebabkan permintaan kebutuhan lahan semakin meningkat dibandingkan ketersediaan lahan yang strategis. Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang relatif tinggi menyebabkan besarnya peluang lapangan usaha dibandingkan dengan di daerah lain. DKI Jakarta sebagai pusat aktifitas pemerintahan dan perekonomian menjadi kota metropolitan terbesar di Indonesia dan memiliki daya tarik kuat bagi penduduk Indonesia untuk bermigrasi. Menurut data Dinas Kependudukan, hingga Juni 2007 jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 7.552.444 jiwa dengan tingkat persebaran 20,8% di Jakarta Barat, 15,7% di Jakarta Utara, 11,6% di Jakarta Pusat, 0,3% di Kepulauan Seribu, 28,6% di Jakarta Timur, dan 23,0% di Jakarta Selatan. Berdasarkan data bulan Februari 2008 jumlah penduduk yang datang ke Jakarta Barat sebesar 220 jiwa, ke Jakarta Utara sebesar 216 jiwa, ke Jakarta Pusat sebesar 212 jiwa, ke Jakarta Timur 1726 jiwa, dan ke Jakarta Selatan sebesar 757 jiwa (Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya, 2008).

Pertumbuhan perekonomian menyebabkan Jakarta menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi sebagian penduduk di wilayah lain, pada akhirnya menjadi salah satu penyebab utama fenomena urbanisasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Urbanisasi yang terjadi di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang untuk mencari nafkah di daerah pedesaan dan perkotaan sehingga memperkuat daya tarik kota karena dianggap mampu memberikan masa depan lebih baik bagi masyarakat perdesaan. Pada tahun 2007, untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia penduduk perkotaan akan melebihi penduduk pedesaan (UN-Habitat, 2007).

Pelaku urbanisasi terdiri dari tenaga terdidik serta tidak terdidik. Salah satu dampak negatif urbanisasi khususnya terkait dengan kaum pendatang yang tidak terdidik adalah berkembangnya sektor informal serta munculnya lingkungan kumuh. Upaya pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana permukiman yang terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat memenuhi besarnya permintaan hunian layak tersebut. Pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan menyebabkan semakin berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada para pendatang. Rumah petak-petak kecil tersebut kemudian berkembang menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan


(26)

kumuh (Slum Area). Permukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuh tersebut masyarakat miskin tinggal di wilayah perkotaan.

Permukiman kumuh dapat ditemui di berbagai belahan dunia. Di negara maju seperti Amerika Serikat, berbagai wilayah permukiman kumuh telah ada lebih dari satu abad yang lalu, seperti yang terjadi pada kawasan ghetto di Los Angeles (de Graaf, 1970). Negara berkembang seperti Kenya juga menghadapi masalah lingkungan dari pemukiman kumuh ini, terutama pada aspek kesehatan (Kimani-Murage and Ngindu 2007). Di negara miskin seperti Uganda, masalah permukiman kaum miskin diketahui berasosiasi dengan penyakit HIV/AIDS (Nyanzi, 2009).

Di Indonesia, kawasan permukiman kumuh telah teridentifikasi di berbagai tingkat perkotaan, baik pada perkotaan dengan penduduk tinggi maupun sedang. Pada daerah Bandung kondisi masyarakat di permukiman kumuh ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan kepala keluarga, yaitu antara berkisar SD dan SMP. Kondisi ini menyebabkan mereka sulit untuk memiliki pekerjaan tetap, sehingga umumnya bekerja pada sektor informal (Lestari, 2006). Kota Surakarta yang merupakan salah satu di antara sepuluh kota besar di Indonesia yang sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, juga mempunyai masalah permukiman kumuh karena arus urbanisasi ke daerah ini semakin besar, sehingga terbentuk lingkungan perumahan yang berpendapatan rendah (Prasetyo, 2009). Kondisi seperti ini juga terjadi di kota Medan (Zulkarnain, 2004).

Sebagai kota terbesar di Indonesia, Jakarta juga menghadapi masalah permukiman kumuh. Lokasi yang cenderung tersebar menjadikannya sulit dikelola, sehingga hampir setiap administratif kota di Jakarta memiliki wilayah kumuh. Salah satu wilayah penting dari Provinsi DKI Jakarta dengan permasalahan tersebut adalah Kota Jakarta Timur. Kota ini didesain menjadi daerah pengembangan untuk permukiman penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi terutama industri pengolahan dan pariwisata (BPS, 2007). Menurut data Dinas Kependudukan DKI Jakarta dan Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya, persebaran penduduk yang paling padat dan jumlah pendatang yang terbanyak adalah menuju ke Jakarta Timur. Adanya kawasan industri merupakan salah satu alasan besarnya arus migrasi ke wilayah tersebut.


(27)

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur, (2) Mempelajari karakteristik permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur, (3) Mengetahui faktor penciri yang menentukan kawasan kumuh, dan (4) Mempelajari mobilitas masyarakat di permukiman kumuh.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Permukiman Kumuh

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 4 tahun 1992, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan, misalnya pendidikan, pasar, transportasi, pelayanan kesehatan, pelayanan keuangan, dan administrasi. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Sementara itu, Undang - undang No 4 tahun 1999 mendefinisikan bahwa satuan lingkungan permukiman merupakan kawasan perumahan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk tertentu, yang dilengkapi dengan sistem prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas dengan penataan ruang yang terencana dan teratur sehingga memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. UU tersebut menyatakan bahwa perumahan dan permukiman merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Perumahan, lingkungan permukiman serta prasarana dan sarana pendukungnya diperlukan dalam kawasan permukiman untuk memenuhi fungsinya sebagai kebutuhan dasar manusia, pengembangan keluarga dan mendorong kegiatan ekonomi.

Dinas Tata kota DKI Jakarta (1997) mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang berpenghuni padat, kondisi sosial ekonomi umumnya rendah, jumlah rumah sangat padat, dan ukurannya di bawah standar, prasarana lingkungan hampir tidak ada, atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, umumnya dibangun di atas tanah Negara atau milik orang lain, tumbuh tidak terencana dan umumnya berada di lokasi yang strategis di pusat-pusat kota.

Aturan normatif lain terkait dengan permukiman kumuh dituangkan dalam bentuk kebijakan penanganan permukiman kumuh sesuai dengan Surat Edaran Menpera No. 04/SE/M/I/93 tahun 1993, yang menyatakan bahwa perumahan dan permukiman kumuh adalah lingkungan hunian dan usaha yang tidak layak huni yang keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, sosial, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan serta tidak memenuhi persyaratan ekologis dan legal administratif yang penanganannya dilaksanakan melalui pola perbaikan/pemugaran, peremajaan maupun relokasi sesuai dengan tingkat/ kondisi permasalahan yang ada.


(29)

Pendapat lain tentang definisi permukiman kumuh dinyatakan oleh Sadyohutomo (2008), yaitu tempat tinggal penduduk miskin di pusat kota dan permukiman padat tidak teratur di pinggiran kota yang penghuninya umumnya berasal dari para migran luar daerah. Sebagian dari permukiman ini merupakan permukiman yang ilegal pada tanah yang bukan miliknya, tanpa seijin pemegang hak tanah sehingga disebut sebagai permukiman liar (wild occupation atau squatter settlement). Tanah-tanah yang diduduki secara liar ini adalah tanah-tanah pemerintah atau negara, misalnya sempadan sungai, sempadan pantai, dan tanah instansi yang tidak terawat.

Penyebab munculnya permukiman kumuh adalah sebagai berikut (Sadyohutomo, 2008):

1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan yang cukup

2. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun prasarana (terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman baru. Seiring dengan kebutuhan perumahan yang meningkat maka masyarakat secara swadaya memecah bidang tanah dan membangun permukiman tanpa didasari perencanaan tapak (site plan) yang memadai. Akibatnya bentuk dan tata letak kaveling tanah menjadi tidak teratur dan tidak dilengkapi prasarana dasar permukiman.

Menurut Ooi dan Phua (2007) penghuni liar dan tempat tinggal kumuh terbentuk karena ketidakmampuan pemerintah kota dalam merencanakan dan penyediaan perumahan yang terjangkau bagi kalangan yang berpendapatan rendah di suatu populasi perkotaan. Oleh karena itu bangunan liar dan pemukiman kumuh adalah solusi dari perumahan bagi populasi perkotaan yang berpendapatan rendah. Pada daerah mega urban atau area metropolitan, sebagian dari masalah terkait dengan koordinasi antara kekuasaan yang berbeda dalam pengelolaan pembangunan ekonomi, perencanaan kota, dan alokasi lahan.

Menurut Avelar et al. (2008) karakteristik permukiman kumuh mempunyai kondisi perumahan dengan kepadatan tinggi dan ukuran unit perumahan relatif kecil, atap rumah di daerah kumuh biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan dinding. Karakteristik pemukiman kumuh yang paling menonjol adalah kualitas bangunan rumahnya yang tidak permanen, dengan kerapatan bangunan yang tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan yang sangat terbatas kalaupun ada berupa gang-gang sempit yang berliku-liku, tidak adanya saluran drainase dan tempat penampungan sampah, sehingga terlihat kotor. Tidak jarang pula pemukiman kumuh terdapat di daerah yang secara berkala mengalami banjir (Rebekka, 1991)


(30)

Menurut hasil penelitian Suparlan (2000), ciri-ciri dari pemukiman kumuh adalah:

1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

2. Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam pengunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

4. Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai:

a. Sebuah komunitas tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.

b. Satuan komunitas tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW.

c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah kelurahan, dan bukan hunian liar.

5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen. Warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat pendapatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

6. Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal.

Menurut Sueca (2004) rumah kumuh memberikan jawaban hidup bagi orang yang tinggal di dalamnya. Tanpa bantuan sedikitpun dari pemerintah, penduduk mampu membangun perekonomian secara mandiri, serta tidak memerlukan kredit perbankan. Penduduk mampu memanfaatkan sumber daya yang amat terbatas agar dapat bertahan hidup dan umumnya mampu mendaur ulang bahan-bahan yang tidak terpakai menjadi sesuatu yang berguna. Dengan demikian secara swadaya, kebutuhan dasar perumahan dapat dipenuhi. Secara ekonomi, permukiman ini juga memasok barang dan tenaga kerja yang murah, terutama dalam sektor informal.

Munculnya permukiman liar dan permukiman yang tidak layak huni sebenarnya merupakan kelemahan manajemen dalam mengelola tata ruang kota.


(31)

Upaya telah dilakukan untuk mengurangi persoalan permukiman kumuh yaitu dengan perbaikan kondisi lingkungan dan membuat rumah susun yang telah melibatkan partisipasi masyarakat (Bandiyono, 2004).

Menurut Dinas Tata Kota DKI Jakarta, kawasan kumuh dikelompokkan berdasarkan beberapa kriteria yaitu kepadatan penduduk eksisting, tata letak bangunan, keadaan konstruksi, ventilasi, kepadatan bangunan, keadaan jalan, drainase, pemakaian air bersih, pembuangan limbah manusia, dan pembuangan sampah. Stratifikasi kumuh berat, sedang, ringan dan sangat ringan ditentukan berdasarkan nilai indeks komposit dari 10 peubah tersebut.

2.2. Urbanisasi

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa atau daerah ke kota. Urbanisasi terjadi karena adanya anggapan bahwa kota adalah tempat untuk mengubah nasib, tempat untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan tempat untuk mencari kesenangan. Urbanisasi merupakan salah satu indikator dari tingkat kemajuan ekonomi suatu negara atau wilayah. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti

persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Beda dari keduanya adalah migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara atau tidak menetap. Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik (Wikipedia, 2009).

Faktor penyebab terjadinya urbanisasi adalah : 1. Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah 2. Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap 3. Banyak lapangan pekerjaan di kota


(32)

5. Pengaruh buruk sinetron Indonesia

6. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas Sedangkan faktor pendorong terjadinya urbanisasi adalah sebagai berikut : 1. Lahan pertanian yang semakin sempit

2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya

3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa 4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa

5. Diusir dari desa asal

6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya

Dalam rangka menemukan sebuah definisi atau konsepsi urbanisasi diperlukan beberapa pertimbangan, dimana pertimbangan ini didasarkan atas sifat yang dimiliki arti dan istilah urbanisasi, yaitu multi-sektoral dan kompleks, misalnya saja (Ningsih, 2002) :

1. Dari segi demografi, urbanisasi ini dilihat sebagai suatu proses yang ditunjukkan melalui perubahan penyebaran penduduk dalam suatu wilayah. Masalah-masalah mengenai kepadatan penduduk berakibat lanjut terhadap masalah perumahan dan masalah kelebihan tenaga kerja menjadi masalah yang sangat merisaukan karena dapat menghambat pembangunan. Pemerintah secara khusus menangani masalah perumahan dengan diadakannya Departemen Perumahan.

2. Dari segi ekonomi, urbanisasi adalah perubahan struktural dalam sektor mata pencaharian. Ini dapat dilihat dari banyaknya penduduk desa yang meninggalkan pekerjaannya di bidang pertanian, beralih bekerja menjadi buruh atau pekerja kasar yang sifatnya non agraris di kota. Masalah-masalah yang menyangkut mata pencaharian sektor informasi atau yang lebih dikenal dengan istilah pedagang kaki lima.

3. Dalam pengertian sosiologi maka urbanisasi dikaitkan dengan sikap hidup penduduk dalam lingkungan pedesaan yang mendapat pengaruh dari kehidupan kota. Dalam hal ini apakah mereka dapat bertahan pada cara hidup desa ataukah mereka mengikuti arus cara hidup orang kota yang belum mereka kenal secara mendalam, sehingga akan dapat menimbulkan masalah-masalah sosiologis yang baru. Dari segi sosiologi, urbanisasi dapat menimbulkan lapisan sosial yang baru dan menjadi beban kota, karena kebanyakan dari mereka yang tidak berhasil hidup layak di kota dan akan menjadi penggelandang membentuk daerah slum atau daerah hunian liar Menurut McGee (1990) proses perkembangan dan urbanisasi kota-kota di Indonesia (terutama di Pulau Jawa) ditandai oleh adanya restrukturisasi internal


(33)

kota-kota besarnya. Kota-kota-kota di Indonesia pada beberapa dekade mendatang cenderung akan terus berkembang baik secara demografis, fisik, maupun spasial. Fenomena menyusutnya penduduk perdesaan dalam dua dekade yang lalu akibat adanya migrasi besar-besaran penduduk perdesaan. Hal ini memberi indikasi bahwa kota-kota di Indonesia akan berkembang pesat baik secara demografis maupun spasial di masa mendatang.

Lipton (1977) menyatakan bahwa urbanisasi merupakan refleksi dari gejala kemandegan ekonomi di desa yang dicirikan oleh sulitnya mendapatkan pekerjaan dan fragmentasi lahan (sebagai faktor pendorong), serta daya tarik kota dengan penghasilan tinggi (sebagai faktor penarik). Faktor pendorong dan faktor penarik sama-sama menjadi determinan penting. Urbanisasi menjadi pilihan yang rasional bagi penduduk di dalam usaha mengejar pendapatan yang lebih baik ketimbang tetap bertahan di desa. Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan perkotaan, khususnya pembangunan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah.

Peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi positif dengan meningkatnya urbanisasi di suatu wilayah. Ada kecenderungan bahwa aktivitas perekonomian akan terpusat pada suatu area yang memilik tingkat konsentrasi penduduk yang cukup tinggi. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan. Di sini dapat dilihat adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Karena mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara lain biaya distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat.

2.3. Aplikasi Geospasial dalam Pemukiman Kumuh

Mengingat dampak yang ditimbulkan cukup signifikan pada aspek ekonomi dan kemanusiaan, pemukiman kumuh membutuhkan mekanisme pemantauan yang memadai. Pemantauan dapat dilakukan melalui pendekatan survei lapang yang saat ini banyak digunakan oleh dinas dan Badan Pusat Statistik. Mekanisme tersebut


(34)

cukup bermanfaat untuk meninjau masalah dalam ruang lingkup tertentu, namun sulit divalidasi melalui proses yang melibatkan informasi spasial seperti luasan atau lokasi geografisnya.

Dengan semakin berkembangnya teknologi geospasial terutama sensor penginderaan jauh, identifikasi atau pemetaan permukiman kumuh secara spasial dimungkinkan. Dengan pendekatan tersebut diharapkan ketimpangan informasi yang belum dapat dicakup oleh pendekatan pertama dapat dikurangi. Namun demikian, hasil studi literatur menunjukkan bahwa aplikasi penginderaan jauh dalam pemantauan permukiman kumuh cukup terbatas. Percobaan pendahuluan dilakukan oleh Raghavswamy et al. (1989) dalam memetakan lingkungan kumuh di Bombai, India menggunakan citra Landsat Thematic Mapper. Satelit generasi baru seperti ASTER juga telah dimanfaatkan untuk tujuan ini (Netzband and Rahman, 2009) pada metropolitan Delhi di India.

Perkembangan teknologi sensor saat ini mampu menghasilkan citra satelit dengan resolusi spasial yang tinggi, seperti Quickbird. Citra satelit Quickbird adalah citra satelit yang cocok untuk studi daerah perkotaan yang menunjukkan fitur yang cukup detail untuk analisis yang diperlukan. Citra satelit ini diluncurkan pada tanggal 28 Februari 2005. Resolusi spasial data citra Quickbird adalah 0.6 m untuk pankromatik dan 2.4 m untuk multispektral. Resolusi spasial yang sangat tinggi memungkinkan untuk membedakan konstruksi dalam ukuran kecil. Quickbird multispektral memiliki tiga band yaitu biru (0,45-0.52 mm), hijau (0,52-0,60 mm), merah (0,63-0,69 mm) dan satu band inframerah dekat (0,76-0,90 mm). Data citra ini terekam dalam skala warna 11 bit yang menghasilkan tingkat intensitas yang lebar (sampai 2048 tingkatan warna atau rona) (Avelar et al., 2008).


(35)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang Besar Utara, Cipinang Besar Selatan, Kampung Melayu, Rawa Bunga, Balimester, Cipinang Muara, Bidara Cina. Survei lapangan dan kuesioner dilakukan di 4 kelurahan yang berada di Kecamatan Jatinegara yaitu kelurahan Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, Rawa Bunga, dan Balimester dan 1 kelurahan yang berada di Kecamatan Tebet yaitu Kelurahan Bukit Duri yang berbatasan dengan kelurahan Kampung Melayu.

.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat kuesioner, data statistik BPS, data Direktori RW Kumuh 2008 serta citra digital QuickBird

tahun 2006. Peralatan yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System), seperangkat komputer, dan perangkat lunak yang terdiri dari Microsoft Office, Quick basic QB45, dan ArcView GIS 3.3.

3.3. Tahap Kegiatan Penelitian 3.3.1. Penetapan Lokasi Contoh

Penetapan lokasi permukiman kumuh didasarkan pada data tabular BPS DKI yaitu “Evaluasi RW Kumuh DKI 2008”. Dari data ini diperoleh informasi bahwa jumlah Kepala Keluarga (KK) kumuh paling banyak terdapat di Kecamatan Jatinegara. Sebagai tambahan dan perbandingan, Kelurahan Bukit Duri di Kecamatan Tebet juga ditetapkan sebagai salah lokasi contoh,kelurahan ini berbatasan langsung dengan Kelurahan Kampung Melayu (lihat Gambar 1).

Klasifikasi permukiman kumuh dilakukan berdasarkan data yang terdapat

pada “Evaluasi RW Kumuh DKI 2008”. Klasifikasi tersebut berdasarkan kategori permukiman kumuh yang digunakan oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta (1997) yaitu:

1. Kawasan permukiman kepadatan rendah (kumuh ringan) apabila jumlah penduduk < 300 jiwa / Ha.


(36)

penduduk 300-800 jiwa / Ha.

3. Kawasan permukiman kepadatan tinggi (kumuh berat) apabila jumlah penduduk >800 jiwa / Ha.

3.3.2. Inventarisasi Karakteristik Tempat Tinggal dan Aktifitas Masyarakat Permukiman Kumuh

Inventarisasi karakteristik tempat tinggal dan aktifitas masyarakat di permukiman kumuh dilakukan dengan cara survei lapangan di beberapa kawasan permukiman kumuh yang berada di Kecamatan Jatinegara dan Kelurahan Bukit Duri.

Cek lapang dilakukan untuk memperoleh data primer dan sekunder tentang keadaan lingkungan kawasan kumuh di daerah yang diteliti. Melalui wawancara, data kondisi lingkungan dan kegiatan penghuni di lingkungan kawasan kumuh tersebut dapat dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara lengkap dan detil tentang daerah yang diteliti. Pada setiap titik pengamatan lapang, koordinat lokasi yang diperoleh dari GPS dicatat dan selanjutnya dibandingkan dengan kenampakan citra Quickbird.

Informasi yang digali melalui kuesioner meliputi keberadaan lokasi dan situasi rumah, jenis penerangan yang digunakan di sekitar rumah, tempat pembuangan sampah yang biasa digunakan oleh masyarakat, tempat MCK yang digunakan setiap hari, sumber air bersih yang biasa digunakan oleh masyarakat, luas rumah yang ditempati, lebar jalan yang terdekat dengan rumah, status kepemilikan lahan, serta kondisi fisik rumah yang berupa jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, dan ventilasi. Tabel 1 menyajikan sebaran responden berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, sedangkan Gambar 1 menyajikan situasi lokasi penelitian.

Tabel 1. Jumlah Sebaran Responden Pada Setiap Kelurahan Berdasarkan Kedekatannya Terhadap Obyek Penting

Kecamatan Kelurahan Sungai Pasar Sungai,

Pasar

Jalan Raya

Rel Kereta

Jatinegara Balimester 0 5 0 0 0

Jatinegara Cipanang Besar Utara 24 0 0 10 0

Jatinegara Kampung Melayu 0 0 17 0 0

Jatinegara Rawa Bunga 5 1 0 0 0


(37)

Gambar 1. Poligon Merah Menunjukkan (A) Kelurahan Bukit Duri, (B) Kelurahan Kampung Melayu Yang Letaknya Pada Citra Quickbird Terlihat Berdekatan

Jumlah responden tersebut ditetapkan proporsional terhadap jumlah KK kumuh dari data Badan Pusat Statistik 2008. Direktori KK Kumuh terbitan BPS tersebut menyajikan jumlah KK kumuh di setiap RW di wilayah Jakarta Timur. Selain itu juga disesuaikan dengan lokasi dan kedekatannya dengan berbagai penciri lokasi (sungai, pasar, jalan raya dan jalan kereta) ditetapkan sebaran sebagaimana disampaikan pada Tabel 1 tersebut. Total jumlah responden adalah sebanyak 72 KK. Dari setiap responden KK tersebut digali informasi aktifitas seluruh anggota keluarga. Total individu yang menjadi responden aktifitas dengan demikian 312 orang.

3.3.3. Identifikasi Mobilitas Masyarakat Permukiman Kumuh

Mobilitas atau pergerakan masyarakat permukiman kumuh diidentifikasi melalui wawancara kepada penghuni permukiman kumuh. Wawancara ini berkaitan dengan perilaku sehari-hari dari penghuni permukiman kumuh. Selanjutnya informasi hasil wawancara terkait orientasi pemenuhan fasilitas digunakan untuk penentuan titik-titik koordinat lokasi yang sering digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

3.3.4. Teknik Analisis Data

3.3.4.1.Analisis Identifikasi Permukiman Kumuh Secara Spasial

Analisis spasial untuk mengidentifikasi permukiman kumuh diawali dengan koreksi geometri dan dilanjutkan dengan digitasi layar (on screen digitizing). Tiga unsur spasial yang dapat dibentuk melalui digitasi layar ini antara lain titik, garis, dan poligon. Proses interpretasi cakupan permukiman kumuh selanjutnya dilakukan berdasarkan titik yang sebelumnya telah direkam oleh perangkat GPS. Hasil proses dijitasi layar adalah sebaran pemukiman kumuh pada lokasi yang terpilih.


(38)

3.3.4.2.Analisis Penentuan Faktor Penciri Pemukiman Kumuh

Untuk menentukan faktor penciri permukiman kumuh digunakan metode Kuantifikasi Hayashi II. Analisis tersebut ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara peubah-peubah penjelas dengan satu peubah tujuan tertentu yang bersifat kategori kelompok (Grouping Variables). Selanjutnya, dari hasil pengujian terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan ini diperoleh peubah-peubah penjelas yang nyata kaitannya dengan tingkat kekumuhan suatu kawasan. Peubah yang ditelaah dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Peubah Untuk Mengidentifikasi Faktor-Faktor Penciri Tingkat Kekumuhan

Peubah X Kategori

Asal 1 = Jabodetabek

2 = Banten, Jawa,Yogyakarta 3 = Luar Jawa

Pendidikan 1 = Tidak Sekolah

2 = SD

3 = SMP,SMA,S1

Pekerjaan 1= Pegawai, Wiraswasta

= 2= Buruh, Pedagang Informal, Pemulung,Supir 3= Ibu rumah tangga, Pensiunan, Pengangguran

Lokasi Rumah 1= Dekat Sungai

2= Dekat Pasar 3= Dekat Jalan Raya

Buang Sampah 1= Sungai, Selokan

2= Dibakar

3= Dikumpulkan, Gerobak, Tempat Sampah Skor Kualitas Rumah 1= Rendah

2= Sedang

3= Baik

Skor Polusi 1= Rendah

2= Tinggi

Luas Rumah 1= 0-26

2= 26-52 3= >52

Lebar Jalan 1= 0-1

2= >1

Persamaan pengujian korelasi parsial peubah yang berperan nyata terhadap tingkat kekumuhan di suatu lokasi adalah sebagai berikut:

2 2 2    n t t


(39)

Nilai t tabel diidentifikasi dari tabel t-student pada tingkat kepercayaan (1-α) * 100% tertentu dengan derajat bebas (n-2). Dalam hal ini ditetapkan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Dari hasil persamaan tersebut diperoleh nilai batas kritis yang digunakan sebagai titik ambang korelasi yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% tersebut. Nilai korelasi parsial dinyatakan nyata pada tingkat kepercayaan 95% jika nilai korelasi parsial lebih besar dari nilai r hasil perhitungan.

3.3.4.3.Analisis Penentuan Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas

Untuk mengidentifikasi mobilitas masyarakat di permukiman kumuh, penelitian ini menggunakan pendekatan Kuantifikasi Hayashi I. Pada analisis ini peubah tujuan frekuensi kegiatan di ukur dalam skala kuantitatif dan peubah-peubah penjelas (Lampiran 1) diukur dalam skala kualitatif.

Struktur data dan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3, sedangkan keterkaitan antar sub komponen penelitian digambarkan pada diagram alir pada Gambar 2.


(40)

Tabel 3. Data, Sumber Data, Variabel Serta Teknik Analisis Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini Adalah

No Tujuan Data & alat yang

digunakan

Sumber Data Variabel yang digunakan Teknik Analisis

1 Identifikasi

Permukiman Kumuh

Peta Administrasi Jakarta Timur, Citra

Quickbird,

Data Direktori RW kumuh DKI 2008

Bappenas

Badan Pusat Statistik DKI Jakarta

Kenampakan visual (tekstur, rona,

hue, keteraturan pola/bentuk)

Koreksi Geometri, Digitasi

On Screen, Tumpang tindih

Peta (Overlay)

2 Karakteristik

Permukiman Kumuh

Kamera, kuesioner Badan Pusat Statistik,

Pemda Jakarta Timur

Jumlah Penduduk, pencemaran air dan udara, tempat pembuangan sampah, MCK, fasilitas

pendidikan dasar, fasilitas kesehatan, sumber air bersih

Deskriptif

3 Mobilitas

Masyarakat

Permukiman Kumuh

Pengisian Kuesioner, GPS

Badan Pusat Statistik, Pemda Jakarta Timur, Responden di kawasan Permukiman Kumuh

Jumlah penduduk, jumlah sarana dan prasarana yang digunakan, jarak, arah perjalanan, moda transportasi

Analisis Sosiogram,

deskriptif, Analisis Hayashi I

4 Faktor Penciri

Permukiman kumuh

Pengisian Kuesioner Responden di kawasan

Permukiman Kumuh

Asal, pendidikan, pekerjaan, skor kualitas rumuh,skor polusi, lokasi rumah, cara buang sampah,lebar jalan terdekat,luas rumah


(41)

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

4.1. Geografi dan Lingkungan

Jakarta Timur terletak pada wilayah bagian Timur ibukota Republik Indonesia, dengan letak geografis berada pada 1060 49' 35'' Bujur Timur dan 060 10' 37'' Lintang Selatan. Rata-rata ketinggian tempat daerah penelitian 50 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan lereng yang relatif landai, terdiri 95 % daratan dan selebihnya rawa atau pesawahan. Wilayah Jakarta Timur umumnya didominasi oleh kelas pemanfaatan lahan permukiman yang mencapai 80% pada wilayah administrasinya secara keseluruhan. Kota Jakarta Timur terdiri dari 10 kecamatan yang tersebar dengan batas-batas wilayah administrasi diantaranya:

 Sebelah Utara : Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Utara

 Sebelah Timur : Kota Bekasi – Jawa Barat

 Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor – Jawa Barat

 Sebelah Barat : Kota Jakarta Selatan

Kondisi iklim wilayah Jakarta Timur relatif panas, dengan suhu rata-rata berkisar antara 27-31 0C, kelembaban rata-rata berkisar antara 40%-60%, curah hujan rata-rata adalah 2.000 mm per tahun dengan curah hujan maksimum pada bulan Januari.

4.2. Administrasi dan Luas Lahan

Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan, 65 Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga. Berdasarkan data BPS, luas wilayah Jakarta Timur adalah 188,03 km2 atau sekitar 23,39% dari wilayah provinsi DKI Jakarta.

Setiap kecamatan mempunyai jumlah kelurahan yang berbeda. Kecamatan Matraman mempunyai jumlah 6 kelurahan. Sementara Kecamatan Jatinegara mempunyai 8 kelurahan. Gambar berikut menyajikan peta administrasi wilayah studi.


(42)

Cakung Pulogadung Matraman Jatinegara Duren Sawit Makasar Kramat Jati Pasar Rebo Ciracas Cipayung

6°20' 6°20'

6°15' 6°15'

6°10' 6°10'

106°50' 106°50'

106°55' 106°55'

JAKARTA SELATAN JAKARTA BARAT JAKARTA PUSAT JAKARTA UTARA KODYA BEKASI PETA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR U

2000 0 2000 4000 M

Batas Kelurahan Cakung Cipayung Ciracas Duren Sawit Jatinegara Kramat Jati Makasar Matraman Pasar Rebo Pulogadung LEGENDA

JAKART A BARAT JAKART A UT ARA

JAKART A PUSAT

JAKART A TI MU R JAKART A SELAT AN PETA ADMINISTRASI

DKI JAKARTA

Gambar 3. Peta Administrasi Kotamadya Jakarta Timur

Secara geografis, kesepuluh kecamatan tersebut dibagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah Selatan yang terdiri dari atas lima kecamatan yaitu Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Pasar Rebo, dan Kecamatan Makasar. Sedangkan yang termasuk wilayah utara adalah Kecamatan Matraman, Kecamatan Jatinegara, Kecamatan Pulogadung, Kecamatan Duren Sawit, dan Kecamatan Cakung. Masing-masing kecamatan mempunyai kondisi fisik yang berbeda. Dari sisi fisik kekumuhan jumlah RW yang kumuh masing-masing kecamatan juga berbeda. Secara terinci jumlah RW kumuh yang ada di Kotamadya Jakarta Timur berdasarkan data dari BPS tahun 2008 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 menunjukkan bahwa, kecamatan yang terdapat RW kumuh paling banyak adalah Kecamatan Jatinegara. Sementara yang jumlah RW kumuhnya paling sedikit adalah Kecamatan Ciracas dan Cipayung.


(43)

Tabel 4. Jumlah RW, RW kumuh, Jumlah RT dan RT Kumuh Kecamatan Jakarta Timur 2008

Kecamatan Jumlah

RW Jumlah RW Kumuh Jumlah RT Jumlah RT Kumuh

Ciracas 49 1 593 3

Cipayung 56 1 494 1

Makasar 53 9 569 14

Kramat Jati 65 9 652 50

Jatinegara 90 22 1141 137

Duren Sawit 95 9 1113 23

Cakung 84 7 935 34

Pulogadung 91 11 1021 40

Matraman 62 8 800 37

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2008

4.3. Kependudukan

Jumlah penduduk Jakarta Timur pada tahun 2007 tercatat sebanyak 2.168.601 jiwa tediri dari jumlah berjenis kelamin laki-laki sebesar 1.148.397 jiwa dan peduduk berjenis kelamin perempuan sebesar 1.020.204 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 601.847. Tabel 5 menyajikan jumlah rumah tangga dan penduduk menurut kecamatan, berdasarkan Tabel 5 jumlah penduduk yang paling banyak terdapat pada kecamatan Duren Sawit. Dinamika jumlah penduduk wilayah kajian disajikan pada Gambar 4.

Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan, 2006-2007

Kecamatan Rumah tangga Penduduk

Jumlah % Jumlah %

Pasar Rebo 32.030 5,32 162.747 7,5

Ciracas 51.469 8,55 202.815 9,35

Cipayung 32.704 5,43 125.716 5,8

Makasar 41.635 6,92 180.581 8,33

Kramat Jati 54.058 8,98 206.327 9,51

Jatinegara 76.501 12,71 263.949 12,17

Duren Sawit 90.976 15,12 320.925 14,8

Cakung 86.924 14,44 232.140 10,7

Pulo Gadung 74.582 12,39 280.147 12,92

Matraman 60.968 10,13 193.254 8,91

Jumlah 601.847 100 2.168.601 100


(44)

Gambar 4. Pertumbuhan Penduduk

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan penduduk di semua kecamatan di Jakarta Timur bersifat fluktuatif. Jumlah penduduk di Kecamatan Jatinegara dan Kecamatan Cipayung dari tahun 2004 sampai tahun 2006 meningkat, namun pada tahun 2007 mengalami penurunan. Di Kecamatan Pulo Gadung, Kecamatan Matraman, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Duren Sawit, dan Kecamatan Makasar, jumlah penduduk terlihat relatif konstan.

Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan golongan umur dengan asumsi bahwa penduduk usia produktif untuk bekerja yaitu mulai dari usia 15 - 49 yaitu sebesar 1.480.633 orang atau sekitar 61.15%.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Golongan Umur

Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

0-4 104.181 8,65 90.200 7,41 194.381 8,03

5-9 96.514 8,02 101.926 8,37 198.440 8,2

10-14 97.416 8,09 99.220 8,15 196.636 8,12

15-49 719.796 5.980 760.837 6.248 1.480.633 61,15

50-64 144.771 12,03 121.770 10 266.541 11,01

65+ 41.041 3,14 43.747 3,59 84.788 3,5

Sumber data : Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007 dalam Jakarta Timur Dalam Angka

4.5. Perekonomian

Wilayah Jakarta Timur merupakan salah satu wilayah perindustrian sedang/besar yang penting di DKI Jakarta. Sektor perekomonian yang paling berperan di Jakarta Timur berdasarkan harga konstan adalah sektor industri pengolahan. Sektor ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pertumbuhan


(45)

berbagai sektor di Kota Jakarta Timur pada periode tahun 2000 – 2007 disajikan pada gambar berikut.


(46)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh di Wilayah Jakarta Timur

Di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Timur merupakan salah satu wilayah yang mempunyai berbagai keunikan baik secara geografis, demografis serta hidrologis. Dari sisi geografis, Kota Jakarta Timur merupakan wilayah yang terluas dan terdiri dari beberapa perkampungan. Dari sisi demografisnya, Jakarta Timur memiliki jumlah penduduknya terbanyak dibandingkan dengan wilayah Jakarta lainnya. Sementara itu, dari sisi hidrologis, Jakarta Timur dilewati oleh beberapa sungai dan kanal antara lain: Cakung Drain, Kali Ciliwung, Kali Malang, Kali Sunter, dan Kali Cipinang.

Menurut BPS pada tahun 2000 dalam rangka pembangunan wilayah DKI Jakarta, Kota Jakarta Timur diarahkan menjadi daerah pengembangan untuk permukiman penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi terutama industri pengolahan dan pariwisata. Banyaknya lapangan pekerjaan di wilayah ini telah mendorong proses migrasi dan menetap, sehingga kebutuhan perumahan menjadi sangat tinggi. Untuk migran yang tidak terdidik dengan pekerjaan yang terbatas, maka wilayah permukiman kumuh menjadi pilihan. Gambar 6 menyajikan distribusi permukiman kumuh di tingkat kecamatan Jakarta Timur.

Gambar 6. Sebaran Lokasi Kumuh di Jakarta Timur

Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa wilayah yang memiliki KK kumuh paling banyak adalah Kecamatan Jatinegara dengan jumlah KK kumuh sebesar 8023 KK, sedangkan untuk wilayah yang mempunyai KK kumuh paling sedikit adalah Kecamatan Ciracas dengan jumlah sebesar 144 KK. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa ketimpangan perekonomian dan kondisi


(47)

lingkungan di Jakarta Timur sangat besar. Hal ini tentu saja membawa dampak yang serius dan membutuhkan mekanisme penataan ruang yang baik.

Berdasarkan informasi di atas, penelitian ini memfokuskan pada kawasan kumuh yang berada di Kecamatan Jatinegara karena kawasan ini mempunyai jumlah KK tertinggi secara relatif dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Kecamatan Jatinegara ini mempunyai 8 kelurahan yaitu Kelurahan Cipinang Muara, Cipinang Besar Selatan, Cipinang Besar Utara, Cipinang Cempedak, Rawa Bunga, Bidara Cina, Balimester, Kampung Melayu. Setiap kelurahan mempunyai KK kumuh yang berbeda-beda. Tabel 7 menyajikan data jumlah KK kumuh di Kecamatan Jatinegara. Seperti yang terlihat pada tabel tersebut bahwa jumlah KK kumuh paling banyak terdapat pada Kelurahan Kampung Melayu, sedangkan jumlah KK kumuh Kelurahan Balimester adalah 0. Namun demikian, berdasarkan data evaluasi RW Kumuh DKI 2004 dan data dari Kelurahan Balimester, kelurahan tersebut masih mempunyai KK kumuh.

Tabel 7. Jumlah KK Kumuh di Kecamatan Jatinegara

Kelurahan KK Kumuh

2008

KK Kumuh 2004

Bali Mester 0 869

Bidara Cina 209 1262

Cipinang Besar Selatan 215 2014

Cipinang Besar Utara 3027 4094

Cipinang Cempedak 300 64

Kampung Melayu 3233 1991

Rawa Bunga 1039 1544

Sumber Data : BPS dalam Evaluasi RW Kumuh DKI 2008

Lokasi kawasan kumuh di Kecamatan Jatinegara umumnya tersebar pada daerah bantaran sungai (Gambar 7). Hal ini cukup relevan mengingat bahwa Kecamatan Jatinegara dibatasi oleh sungai Ciliwung dan Kali Sunter, serta dilalui oleh Kali Cipinang. Disamping itu, terdapat juga sungai buatan yaitu Kali Malang yang digunakan sebagai pengendalian banjir dan irigasi serta untuk instalasi air minum.


(48)

Gambar 7. Sebaran Lokasi Kumuh di Kecamatan Jatinegara Berdasaran Data Evaluasi RW Kumuh DKI 2008

5.1.1. Distribusi Spasial Permukiman Kumuh

Kelemahan mendasar dari data BPS tentang permukiman kumuh adalah ketiadaan batas yang jelas pada masing-masing lokasi yang ditetapkan sebagai permukiman kumuh, sehingga penetapan luas serta analisis spasial lanjutan tidak dapat dilakukan. Hal ini dapat dimengerti mengingat data tersebut diperoleh dari hasil pendataan lapangan oleh dinas. Untuk mengurangi kelemahan tersebut, penelitian ini menggunakan citra resolusi tinggi Quickbird tahun pengamatan 2006.

Kunci interpretasi untuk menentukan kenampakan kawasan kumuh pada citra adalah dengan melihat pola dari permukiman. Pola pemukiman teratur menunjukkan kenampakan lebih rapi dan dapat diidentifikasinya jarak antar rumah serta dapat dibedakan jelas antara jalan dengan rumah. Menurut Kusumawati (2006) pola permukiman tidak teratur menunjukkan 2 kemungkinan yaitu permukiman kumuh atau bukan permukiman kumuh. Ciri-ciri pemukiman kumuh yang nampak pada citra adalah berpola tidak teratur, ukuran rumah kecil-kecil, rapat tidak ada jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya, sebagian besar rumah beratapkan asbes atau seng dan sebagian kecil beratapkan genteng (Gambar 8). Atap seng pada citra

Quickbird umumnya terlihat berwarna hitam (pada Citra ditandai dengan huruf a), untuk asbes berwarna putih keabu-abuan (pada citra dengan huruf c) sedangkan untuk genteng umumnya berwarna oranye (pada citra terlihat dengan huruf b). Kenampakan pada citra tersebut sangat berbeda dengan kenampakan pada perumahan teratur seperti tersaji pada Gambar 9.


(1)

Lampiran 4. Tabel Hasil Analisis Identifikasi Faktor Yang Mempengaruhi

Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh

No Peubah Kategori Frekuensi

Nilai

Kategori Rentang

korelasi Parsial 1 Jumlah Kegiatan 1 36 -225.739 810 0.645 **

2 90 -94.422

3 102 30.504

4 58 143.679

5 17 270.328

6 1 584.139

2 Usia 0-15 98 -22.114 63 0.147

16-30 84 -23.294

31-45 92 40.172

>45 30 14.269

3 Status di RT Ayah 66 -40.865 73 0.163

Ibu 70 -38.482

Anak 160 32.279

Anggota Lainya 8 28.270

4 Pendidikan Tidak Sekolah 35 -57.187 90 0.330 **

SD 112 31.869

SMP 60 32.359

SMA 94 -38.239

S1 3 28.396

5 Alat Transport Mobil Pribadi 1 342.789 377 0.244 **

Motor Pribadi 8 -7.873 Angkutan Umum 32 -34.132

Kereta 7 -13.026

Bis 30 11.154

Sepeda 3 141.694

Jalan Kaki 223 0.645

6 Biaya Transport 0-150000 252 7.783 110 0.163 150001-300000 48 -32.304

>300000 4 -102.698

7 Lokasi Asal Cipinang Besar Utara 144 5.638 58 0.157 Kampung Melayu 70 9.653

Bali Mester 20 15.730 Rawa Bunga 29 -2.089 Bukit Duri 41 -42.480

8 Asal Daerah Jakarta 98 -0.013 277 0.237 *

Bekasi 3 -44.456

Bogor 8 75.098

Depok 1 -28.844


(2)

No Peubah Kategori Frekuensi Nilai

Kategori Rentang

korelasi Parsial Jawa Timur 2 232.823

Jawa Tengah 87 -18.585 Yogyakarta 10 12.880

Sumatera 6 27.853

9 Tujuan Kegiatan Belanja 1 181.393 255 0.498 **

Bekerja 27 156.429

Pendidikan Formal 2 34.529 Pendidikan Informal 10 93.223

Berobat 12 137.469

Silaturrahmi 67 34.616 Rekreasi 150 -73.159 Kegiatan Lainya 35 45.675

10 Lokasi Kegiatan Jatinegara 42 19.400 180 0.330 **

Bukit Duri 0 19.400 Jakarta Timur Lainya 16 -2.097 Jakarta Selatan 61 61.380 Jakarta Pusat 3 121.988 Jakarta Utara 9 36.013 Jakarta Barat 3 -58.164 Bodetabek 33 -51.570

Jawa 139 -23.744

11 Pekerjaan Pengangguran 8 1.455 390 0.532 **

Pensiunan 1 190.373

Ibu Rt 65 -186.719

Supir 5 3.282

Pemulung 1 -199.422

Buruh 35 16.875

Pedagang Informal 32 35.339

Pegawai 7 25.615

Wiraswasta 8 20.828

Karyawan 37 70.607

Main 18 89.306

Sekolah 85 68.559

12 Pekerjaan Lain Ada 56 85.961 105 0.286 **

Tidak Ada 248 -19.410

R- Square 0.621 R

0.788 Keterangan

*Nyata pada α= 0.1 **Nyata pada α= 0.05


(3)

Lampiran 5. Tabel Data Evaluasi Rukun Warga (RW) Kumuh DKI Jakarta 2008

Kecamatan Kelurahan RW Klasifikasi Luas

RW (Ha)

Jumlah RT

Jumlah KK

Jumlah Penduduk

Luas RW Kumuh (Ha)

Jumlah RT Kumuh

Jumlah KK Kumuh

Jumlah Penduduk kumuh

Ciracas Rambutan 1 Kumuh Sedang 26.5 12 1250 2356 0.3 3 144 864

Cipayung Ceger 1 Kumuh Sedang 67.6 8 1004 3968 1.5 1 200 759

Makasar Pinang Ranti 4 Kumuh Sangat Ringan 34 8 784 2099 1 1 101 257

Makasar Makasar 1 Kumuh Sangat Ringan 5.7 15 1183 4118 0.05 3 400 1500

Makasar Kebon Pala 1 Kumuh Sangat Ringan 2.5 14 1800 3500 0.1 1 25 60

Makasar Kebon Pala 6 Kumuh Sangat Ringan 6 7 582 2685 2.5 1 230 952

Makasar Kebon Pala 9 Kumuh Sedang 7.8 16 2900 5200 1.5 1 80 350

Makasar Cipinang Melayu 1 Kumuh Sedang 5.5 12 606 2306 1.1 2 63 217

Makasar Cipinang Melayu 2 Kumuh Sangat Ringan 8 11 828 3251 0.3 2 26 96

Makasar Cipinang Melayu 4 Kumuh Sedang 11.6 9 863 2831 2.2 2 159 531

Makasar Cipinang Melayu 9 Kumuh Ringan 5 9 725 3115 0.3 1 48 221

Kramat Jati Bale Kambang 5 Kumuh Sedang 17.1 9 999 3977 10.9 3 653 4189

Kramat Jati Batu Ampar 1 Kumuh Sedang 15.6 10 587 2169 7.2 5 306 1392

Kramat Jati Kampung Tengah 4 Kumuh Sedang 20.1 12 1776 6679 19 11 1654 5938

Kramat Jati Kampung Tengah 7 Kumuh Sedang 21.3 11 1127 4654 12.5 4 586 2344

Kramat Jati Kramat Jati 6 Tidak Kumuh 12.7 13 882 3446 0 0 0 0

Kramat Jati Cililitan 9 Tidak Kumuh 11.4 9 680 2524 0 0 0 0


(4)

Kecamatan Kelurahan RW Klasifikasi Luas RW (Ha)

Jumlah RT

Jumlah KK

Jumlah Penduduk

Luas RW Kumuh (Ha)

Jumlah RT Kumuh

Jumlah KK Kumuh

Jumlah Penduduk kumuh

Kramat Jati Cililitan 14 Tidak Kumuh 9.1 6 326 1145 0 0 0 0

Kramat Jati Cililitan 15 Kumuh Sedang 8.9 9 1007 3138 6.5 7 196 967

Kramat Jati Cawang 1 Kumuh Sedang 10.6 5 465 1863 10.6 5 465 1863

Kramat Jati Cawang 2 Kumuh Berat 8.2 12 515 3207 4.5 6 324 1296

Kramat Jati Cawang 3 Kumuh Ringan 11.6 15 772 3059 2 3 272 1045

Kramat Jati Cawang 4 Tidak Kumuh 10 10 442 2462 0 0 0 0

Kramat Jati Cawang 11 Kumuh Sedang 16.5 10 643 2251 4.6 6 331 1326

Jatinegara Bidara Cina 6 Kumuh Sedang 8.5 15 800 2799 1.5 4 209 836

Jatinegara Cipinang Cempedak 15 Kumuh Sangat Ringan 2.5 10 640 2560 1.3 5 300 762

Jatinegara

Cipinang Besar

Selatan 6 Kumuh Sangat Ringan 19.1 14 804 2412 7.2 4 215 860

Jatinegara Cipinang Besar Utara 2 Kumuh Sedang 13.5 15 1279 3620 2.2 3 259 802

Jatinegara Cipinang Besar Utara 2 Kumuh Sangat Ringan 7.4 12 825 3780 3.2 5 453 1904

Jatinegara Cipinang Besar Utara 3 Kumuh Sedang 15.2 17 900 3504 5.2 4 288 1200

Jatinegara Cipinang Besar Utara 4 Kumuh Sedang 6.3 15 1837 4683 2.2 8 528 1848

Jatinegara Cipinang Besar Utara 5 Kumuh Sedang 10.2 11 735 3240 3 4 366 1464

Jatinegara Cipinang Besar Utara 7 Kumuh Sedang 3.6 15 683 2587 1.5 6 258 920

Jatinegara Cipinang Besar Utara 10 Tidak Kumuh 3.6 14 699 2753 0 0 0 0

Jatinegara Cipinang Besar Utara 11 Kumuh Ringan 10 15 904 3444 1.2 5 348 901

Jatinegara Cipinang Besar Utara 12 Kumuh Sedang 6.7 15 1042 4139 2.5 12 527 2100

Jatinegara Rawa Bunga 1 Kumuh Sedang 4.8 10 600 2160 0.5 6 190 678

Jatinegara Rawa Bunga 4 Kumuh Sedang 4.6 18 524 2214 0.8 5 140 493

Jatinegara Rawa Bunga 5 Kumuh Ringan 6.2 10 589 1921 1 4 207 631


(5)

Kecamatan Kelurahan RW Klasifikasi Luas RW (Ha)

Jumlah RT

Jumlah KK

Jumlah Penduduk

Luas RW Kumuh (Ha)

Jumlah RT Kumuh

Jumlah KK Kumuh

Jumlah Penduduk kumuh

Jatinegara Rawa Bunga 7 Kumuh Sedang 4 13 639 2133 1 3 197 639

Jatinegara Rawa Bunga 8 Tidak Kumuh 2 8 368 2173 0 0 0 0

Jatinegara Bali Mester 1 Tidak Kumuh 2.1 14 675 3244 0 0 0 0

Jatinegara Kampung Melayu 1 Kumuh Ringan 4 8 585 2102 1 4 212 1117

Jatinegara Kampung Melayu 2 Kumuh Ringan 4.5 17 1113 4252 4.2 16 1048 3982

Jatinegara Kampung Melayu 3 Kumuh Sedang 5.2 16 1122 4588 2.5 7 533 2132

Jatinegara Kampung Melayu 4 Kumuh Sedang 6 14 862 2946 4 9 631 2104

Jatinegara Kampung Melayu 7 Kumuh Sedang 2.8 18 1103 4583 2.1 12 749 3371

Jatinegara Kampung Melayu 8 Kumuh Sedang 3.6 16 976 3647 0.7 4 60 210

Duren Sawit Pondok Bambu 4 Kumuh Sedang 4.2 12 950 4650 0.5 1 90 370

Duren Sawit Duren Sawit 13 Kumuh Ringan 8 10 609 2479 0.9 2 144 560

Duren Sawit Pondok Kelapa 6 Kumuh Sedang 6 12 755 3583 1 1 90 745

Duren Sawit Pondok Kelapa 7 Kumuh Sedang 7.6 15 1320 6708 1 1 95 384

Duren Sawit Pondok Kopi 2 Kumuh Sedang 6 7 400 1753 0.6 1 125 528

Duren Sawit Klender 1 Kumuh Sedang 2.5 12 1004 3465 1.7 7 719 2361

Duren Sawit Klender 2 Kumuh Berat 6 15 560 2228 0.8 2 157 577

Duren Sawit Klender 3 Kumuh Sedang 6.3 15 972 3649 0.8 2 153 657

Duren Sawit Klender 4 Kumuh Ringan 18.2 18 383 3250 3.4 6 441 1815

Cakung Jatinegara 5 Kumuh Sedang 6.5 11 1265 8047 2 3 89 487

Cakung Jatinegara 14 Kumuh Sedang 30.8 13 1020 6984 12.1 5 466 2418

Cakung Pulo Gebang 5 Kumuh Sedang 12.1 15 3672 12576 0.5 4 136 678

Cakung Cakung Barat 7 Kumuh Sedang 57.4 18 7254 16556 2.4 8 382 1879


(6)

Kecamatan Kelurahan RW Klasifikasi Luas RW (Ha)

Jumlah RT

Jumlah KK

Jumlah Penduduk

Luas RW Kumuh (Ha)

Jumlah RT Kumuh

Jumlah KK Kumuh

Jumlah Penduduk kumuh

Cakung Rawa Terate 6 Kumuh Sedang 25.3 13 1974 6768 1 4 120 492

Cakung Rawa Terate 2 Kumuh Sedang 1.8 6 814 3256 0.5 3 155 736

Pulo Gadung Pisangan Timur 5 Kumuh Ringan 8.3 11 758 3346 0.4 3 76 228

Pulo Gadung Cipinang 4 Kumuh Sedang 6.5 12 918 3907 3.6 9 529 1587

Pulo Gadung Cipinang 10 Kumuh Sangat Ringan 3 8 701 1826 0.4 3 266 601

Pulo Gadung Cipinang 16 Kumuh Sangat Ringan 5.2 8 634 2626 0.7 4 221 817

Pulo Gadung Rawamangun 5 Kumuh Ringan 3 9 724 3163 0.6 2 206 436

Pulo Gadung Kayu Putih 11 Kumuh Ringan 4.6 12 647 2588 0.6 3 206 531

Pulo Gadung Kayu Putih 15 Kumuh Sedang 6.2 7 1041 4356 1 3 2126 2965

Pulo Gadung Kayu Putih 16 Kumuh Ringan 9.3 10 1033 3114 13 3 215 564

Pulo Gadung Pulo Gadung 1 Kumuh Sedang 6.7 12 1366 4352 2 5 388 1552

Pulo Gadung Pulo Gadung 3 Kumuh Sedang 6.3 12 1637 5018 1 4 459 1101

Pulo Gadung Pulo Gadung 4 Kumuh Sedang 2.2 12 877 1834 0.1 1 90 277

Matraman Kebon Manggis 1 Kumuh Sedang 12 15 771 3344 6 8 364 1257

Matraman Pal Meriem 9 Kumuh Sedang 7.5 10 499 1775 2.8 3 150 529

Matraman Pisangan Baru 5 Kumuh Sedang 4.6 14 528 2087 2.2 7 297 1189

Matraman Pisangan Baru 9 Kumuh Ringan 4.3 8 415 1564 1.1 2 120 490

Matraman Kayu Manis 1 Kumuh Sedang 6.1 15 796 2932 2.1 5 289 1174

Matraman Kayu Manis 5 Kumuh Ringan 4 11 433 1987 7.4 2 78 363

Matraman Kayu Manis 6 Kumuh Sedang 5.4 14 447 1697 2.7 7 247 927