Faktor Penciri Kekumuhan HASIL DAN PEMBAHASAN

37 a. b. Gambar 27. a Jenis Pekerjaan Dan B Total Pendapatan di Permukiman Kumuh di Daerah Penelitian Kirmanto 2001 menyatakan bahwa sebagian besar pekerjaan penghuni lingkungan permukiman kumuh adalah sektor informal yang tidak memerlukan keahlian tertentu, misalnya sebagai buruh kasar atau kuli bangunan. Oleh karena itu, tingkat penghasilan pemukim sangat terbatas dan tidak mampu menyisihkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan permukiman. Akibatnya terjadi degradasi kualitas lingkungan yang pada gilirannya memperluas area permukiman kumuh. Pendapatan masyarakat di permukiman kumuh yang tertinggi adalah sebesar Rp 25.970.000 per tahun, dihasilkan oleh penduduk yang berprofesi sebagai supir, sedangkan pendapatan paling rendah sebesar Rp. 10.100.000 per tahun dihasilkan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung Gambar 27b. Rata-rata ibu rumah tangga pada permukiman kumuh bekerja sebagai buruh cuci dan buruh setrika. Lokasi pekerjaan mereka berada di sekitar lingkungan tempat tinggal.

5.3. Faktor Penciri Kekumuhan

Identifikasi penciri kekumuhan ditelaah dengan menggunakan sembilan peubah yaitu: asal, pendidikan, pekerjaan, lokasi rumah, cara buang sampah, skor kualitas rumah, skor polusi, luas rumah, dan lebar jalan terdekat dengan rumah, hasil analisis faktor penciri kekumuhan dapat dilihat pada Lampiran 3. Peubah tersebut dipilih sesuai dengan penciri kekumuhan yang dirumuskan oleh Dinas Perumahan DKI Jakarta. Untuk mengetahui faktor penciri pemukiman kumuh tersebut digunakan metode analisis Kuantifikasi Hayashi II. Dari proses analisis didapatkan hasil bahwa peubah yang memiliki nilai yang nyata adalah peubah asal, lokasi rumah, luas rumah, dan lebar jalan terdekat dengan rumah dengan eta-square yang diperoleh sebesar 0,805 pada selang kepercayaan 95. Berikut adalah ringkasan hasil analisis faktor penciri kekumuhan yang disajikan pada Tabel 10. 38 Tabel 10. Ringkasan Hasil Analisis Kuantifikasi Hayasi II Peubah Koefisien Skor Kategori Positif Negatif Asal Jabodetabek Banten Luar Jawa Jawa Yogyakarta Lokasi Rumah Dekat Pasar Dekat Sungai Dekat Jalan Raya Luas Rumah 26-52 m2 0-26 m2 52 m2 Lebar Jalan 1 0-1 Berdasarkan nilai skor kategori peubah asal daerah, diketahui bahwa orang yang berasal dari Banten, Jawa, dan Yogyakarta berada di kawasan kumuh berat, dan orang yang berasal dari luar Jawa seperti dari Sumatera tinggal di kawasan kumuh sedang. Hasil identifikasi lapang menunjukkan bahwa rata- rata masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh adalah pendatang yang sudah tinggal di permukiman tersebut selama kurang lebih 24 tahun. Berdasarkan nilai korelasi parsial yang terlihat pada Lampiran 3, peubah lokasi rumah adalah peubah yang paling berpengaruh terhadap faktor penciri kekumuhan. Lokasi kumuh berat berasosiasi dengan kedekatan terhadap sungai. Kondisi rumah yang berada di dekat sungai umumnya rumah bersifat semi permanen. Sedangkan kondisi rumah yang lebih baik berada di dekat jalan raya. Kategori luas rumah juga berpengaruh nyata terhadap tingkat kekumuhan. Dari sebaran nilai skor kategori, terindikasi bahwa semakin sempit luas rumah maka kecenderungan berada di kawasan permukiman kategori kumuh berat. Ukuran rumah yang terkecil yang ditempati oleh masyarakat di permukiman kumuh adalah rumah dengan ukuran 3x3 m 2 yang berupa rumah petakan. Kategori lebar jalan sebagaimana dihipotesiskan teruji terkait erat dengan tingkat kekumuhan. Semakin kecil lebar jalan lingkungan dimana satu rumah berada, maka semakin besar peluang rumah tersebut berada di kawasan berkategori kumuh berat. Dalam hal ini lebar tersempit adalah sekitar 0-1 meter. Sebaliknya di kawasan kumuh ringan sampai dengan sedang kondisi jalan terdekat dengan rumah sudah cukup baik yaitu lebih dari 1 m.

5.4. Mobilitas Masyarakat di Permukiman Kumuh