Analisis Pengaruh Curah Hujan Di Kota Medan

(1)

ANALISIS PENGARUH CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

NUR SURI PRADIPTA

110823022

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ANALISIS PENGARUH CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NUR SURI PRADIPTA 110823022

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

Judul : ANALISIS PENGARUH CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN Kategori : SKRIPSI

Nama : NUR SURI PRADIPTA Nim : 110823022

Program Studi : SARJANA S1 MATEMATIKA STATISTIK Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM ( FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Pengarapen Bangun, M.Si Drs. Pasukat Sembiring, M. Si NIP. 19560815 198503 1 005 NIP. 19531113 198503 1 002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua

Prof. Drs. Tulus, Vordipl.Math., M.Si., Ph.D. NIP. 196209011988031002


(4)

PERNYATAAN

ANALISIS PENGARUH CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2013

NUR SURI PRADIPTA 110823022


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidahyah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Pengaruh Curah Hujan di Kota Medan dengan tepat pada waktunya.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Bapak Dr. Sutarman, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Drs. Pasukat Sembiring, M.Si dan Drs. Pengarapen Bangun, M.Si selaku dosen pembimbing yang membimbing saya dengan baik dan sabar. Drs. Djakaria Sebayang dan Drs. Gim Tarigan selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.kepada Bapak Prof. Drs. Tulus, Vordipl.Math., M.Si.,Ph.D. selaku Ketua Departemen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ibu Dra. Mardiningsih, M.Si selaku sekretaris Departemen Matematika. Para Dosen FMIPA USU, Bang Subandi dan para pegawai FMIPA USU. Kepada BMKG Medan yang telah memberikan saya kesempatan untuk riset. Kepada Ayahanda Paidi Mujadi dan Ibunda Sujiane Ak yang telah memberikan saya motivasi luar biasa. Kepada Kakak saya,Nur Suci Pradipta dan ketiga adik saya, Nur Indah Pradipta, Hazratul Husna, dan M. Hazraldy Husna atas dukungannya. Terimakasih juga saya ucapakan kepada teman seperjuangan, Lisna Astria, Yuni Masdayani Hrp., Yuliana, Mimmy Sari Syahputri, Puspa Linda, Nini Sulaini dan para sahabat yang saya sayangi. Dan terimakasih kepada kekasih saya,Nano Eka Yudha yang juga memberikan dukungan dan motivasi agar terselesainya skripsi saya ini. Mohon maaf jika dalam penyelesaian skripsi ini,ada terjadi kesalahan.


(6)

ABSTRAK

Regresi linier berganda bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan udara(atm), kelembaban udara (kg/m3), kecepatan angin (knot) dan suhu udara (oC) terhadap curah hujan (mm) di kota Medan. Didalam penelitian ini juga ingin mengetahui bagaimana mengatasi curah hujan yang tinggi dan mengatasi daerah kekeringan. Software yang digunakan adalah SPSS 17. Berdasarkan hasil analisis maka diperoleh kesimpulan bahwa variabel kelembaban udara dan kecepatan angin yang dapat mempengaruhu curah hujan di kota Medan. Penghijauan, Kolam konservasi dan sosio-hidraulik untuk mengatasi curah hujan tinggi. Pembuatan resapan air termasuk cara mengatasi daerah kekeringan.


(7)

Multiple linear regression suppose to know influence air pressure (atm), air humidity (kg/m3), velocity wind (knot) and air temperature (oC) of rainfall (mm) in Medan. In this study also wants to know how to cope with high rainfall and drought. Software used was SPSS 17. Based on results of the analysis it could be concluded that the variable humidity and velocity wind which can influence of rainfall in Medan. Greening, conservation and socio hydraulic pool to cope with high rainfall. making water catchment including how to cope with drought.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar isi vii

Daftar tabel viii

Daftar gambar ix

BAB 1 : PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Batasan Masalah 3

1.4 Tinjauan Pustaka 4

1.5 Tujuan Penelitian 6

1.6. Kontribusi Penelitian 6

1.7. Metodologi Penelitian 7

BAB 2 : LANDASAN TEORI 8

2.1 Pengertian-pengertian 8

2.1.1 Pengertian tekanan udara 8

2.1.2 Pengertian kelembaban udara 8

2.1.3 Pengertian kecepatan angin 9

2.1.4 Pengertian suhu udara 9

2.1.5 Pengertian curah hujan 10


(9)

2.3 Mengantisipasi Curah Hujan yang Mengakibatkan Banjir 11

2.4. Mengatasi Daerah Kekeringan 12

2.5. Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk Mengantisipasi

Curah Hujan yang Tinggi 12

2.6 Persepsi tentang “Laser” Pemecah Awan 14

2.7 Sejarah Singkat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 15

2.8 Metode Analisis Data 16

2.8.1. Analisis Regresi 16

2.8.2. Analisis Korelasi 18

2.8.3. Koefisien Determinasi 19

2.8.4. Uji Asumsi Klasik 20

2.9. Uji F (Uji serentak) 22

2.6. Uji t 23

BAB 3 : ANALISIS DAN PEMBAHASAN 25

3.1 Data Penelitian 25

3.2. Metode Analisis dengan SPSS for Windows 17.0 27

3.2.1. Analisis Regresi 27

3.5.2. Analisis Korelasi 28

3.5.3. Koefisien Determinasi 29

3.5.4. Uji Asumsi Klasik 30

3.6 Uji F (Uji serentak) 34

3.7 Uji t 35

BAB 4 : KESIMPULAN DAN SARAN 38

4.1. Kesimpulan 38

4.2 Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN A : HASIL OUTPUT SPSS FOR WINDOWS 17.0 LAMPIRAN B : TABEL NILAI DURBIN WATSON


(10)

Halaman

Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r 19

Tabel 3.1 Data Tekanan udara (X1), Kelembaban udara (X2),

Kecepatan angin (X3) dan Suhu udara (X4) terhadap Curah hujan (Y) 26

Tabel 3.2 Analisis Regresi Linier Berganda 27

Tabel 3.3 Uji Korelasi 28

Tabel 3.4 Hasil Uji Determinasi(R2) 29

Tabel 3.5 Hasil Uji Multikolinearitas 33

Tabel 3.6 Hasil Autokorelasi 33

Tabel 3.7 Hasil Uji F 34

Tabel 3.8 Hasil Uji t 36


(11)

Halaman Gambar 2.1 Alat Pantau Cuaca 14

Gambar 3.1 Hasil Uji Normalitas 31

Gambar 3.2 Hasil Uji Normalitas 31


(12)

ABSTRAK

Regresi linier berganda bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan udara(atm), kelembaban udara (kg/m3), kecepatan angin (knot) dan suhu udara (oC) terhadap curah hujan (mm) di kota Medan. Didalam penelitian ini juga ingin mengetahui bagaimana mengatasi curah hujan yang tinggi dan mengatasi daerah kekeringan. Software yang digunakan adalah SPSS 17. Berdasarkan hasil analisis maka diperoleh kesimpulan bahwa variabel kelembaban udara dan kecepatan angin yang dapat mempengaruhu curah hujan di kota Medan. Penghijauan, Kolam konservasi dan sosio-hidraulik untuk mengatasi curah hujan tinggi. Pembuatan resapan air termasuk cara mengatasi daerah kekeringan.


(13)

Multiple linear regression suppose to know influence air pressure (atm), air humidity (kg/m3), velocity wind (knot) and air temperature (oC) of rainfall (mm) in Medan. In this study also wants to know how to cope with high rainfall and drought. Software used was SPSS 17. Based on results of the analysis it could be concluded that the variable humidity and velocity wind which can influence of rainfall in Medan. Greening, conservation and socio hydraulic pool to cope with high rainfall. making water catchment including how to cope with drought.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim pegunungan. Variasi suhu udara di Kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat. Suhu udara akan semakin rendah pada tempat yang semakin tinggi. Pola curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan Samudera Pasifik di sebelah timur laut dan Samudera Indonesia di sebelah barat daya. Keberadaan dua benua yang mengapit Kepulauan Indonesia, yakni Benua Asia dan Benua Australia akan mempengaruhi pola pergerakan angin di wilayah Indonesia. Pola curah hujan di Indonesia juga dipengaruhi oleh keberadaan deretan pegunungan. Tujuan stasiun klimatologis ialah mendapatkan data klimatologis yang pengukurannya dilakukan secara kontinu dan meliputi periode waktu yang lama, paling sedikit sepuluh tahun. Bagi stasiun klimatologis utama pengamatan meliputi unsur curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, arah serta laju angin, dan penyinaran matahari.

Curah hujan yang tinggi menyebabkan air meluap di beberapa sungai. Penyebab terjadinya banjir adalah karena curah hujan yang cukup tinggi atau cuaca ekstrim, dan drainase kota yang belum sepenuhnya berfungsi. Terlebih di inti kota seluruh drainase tertutup, serta minimnya bangunan infrastruktur sungai. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai dalam menjaga lingkungan. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah mengenai larangan mendirikan bangunan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS), juga ditenggarai sebagai penyebab banjir tersebut. Hujan deras disertai angin kencang yang terjadi disebabkan adanya tekanan udara dan pertemuan arus udara. Hujan deras yang mengguyur juga dikarenakan adanya semacam tekanan udara.

Hujan pada bulan September, Oktober dan awal November 2003 yang intensitas dan tingkat keseringannya tinggi menyebabkan terjadinya mekanisme penjenuhan di daerah hulu.


(15)

Penjenuhan ini merupakan penyebab longsor-longsor tebing di berbagai tempat. Korban banjir bandang Bohorok yang sangat besar ini, disebabkan juga karena kesalahan fatal penempatan lokasi wisata di daerah bantaran sungai bahkan di badan sungai Bohorok. Hujan pun juga terjadi di Medan telah menyebabkan banjir di kota Medan. Hujan yang mengguyur dengan durasi hujan yang cukup tinggi, sejak pukul 20:00 WIB hingga 05:00 WIB, menyebabkan banjir. Menurut data hidrologi dan geofisika hujan yang turun di Medan Sumatera Utara memang merata. Tiga hulu sungai di Medan yaitu, hulu Sungai Belawan, hulu Sungai Deli dan hulu Sungai Percut adalah penyebab terjadinya banjir kiriman dari hulu sungai tersebut. Curah hujan yang tinggi ini menyebabkan air meluap di beberapa sungai di Medan diantaranya adalah Sungai Belawan yang terletak di sebelah barat kota Medan. Sungai Deli yang terletak di tengah-tengah kota Medan dan yang terakhir dari ketiga sungai itu adalah Sungai Percut yang juga berada di tengah-tengah kota Medan. Penyebab terjadinya banjir Medan adalah karena curah hujan yang cukup tinggi atau cuaca ekstrim, drainase kota yang belum sepenuhnya berfungsi. Terlebih di inti kota seluruh drainase tertutup, serta minimnya bangunan infrastruktur sungai. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai dalam menjaga lingkungan. Kurangnya sosialisasi dari Pemerintah mengenai larangan mendirikan bangunan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS), juga ditengarai sebagai penyebab banjir tersebut. Untuk kondisi pada setiap sungai sangat memprihatinkan, meskipun tidak ada korban jiwa, namun banyak tangan-tangan usil seperti yang terjadi di Sungai Deli ada daun pintu atau sliding gate yang hilang diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Karena kondisi yang masih belum tentu ini, maka kerugian masih belum bisa di tafsir saat ini, ujarnya. Contoh lain adalah curah hujan luar biasa yang menghantam ibukota Jakarta membuat pihak pemerintah DKI Jakarta dan pemerintah pusat mencari cara paling ampuh untuk menekan masuknya jutaan kubik air yang menyebabkan banjir di berbagai wilayah ini. Melakukan modifikasi cuaca, atau penyemaian awan menjadi pilihan yang dilakukan oleh pemerintah DKI bersama berbagai pihak terkait, yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam sebuah upaya bernama operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).

Di daerah tropis, termasuk Indonesia, istilah curah hujan dapat dipertukarkan dengan curahan karena pada umumnya salju tidak dijumpai pada daerah ini. Curahan adalah endapan atau deposit air dalam bentuk cair maupun padat yang berasal dari atmosfer. Curah hujan diukur dalam mm/inci. Curah hujan 1 mm artinya air hujan yang jatuh setelah 1 mm tidak mengalir, tidak meresap dan tidak menguap. Intensifikasi hujan adalah banyaknya curah


(16)

hujan per satuan jangka waktu tertentu. Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan faktor yang dapat menstimulasi curah hujan. Di Indonesia, kelembaban udara tertinggi dicapai pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau. Adapun faktor-faktor yang sangat mempengaruhi curah hujan adalah tekanan udara, kelembaban udara dan kecepatan angin. Dari pembahasan di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN”.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas,maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Bagaimanakah pengaruh tekanan udara(atm), kelembaban udara (kg/m3), kecepatan angin(knot) dan suhu udara (oC) terhadap curah hujan (mm) di kota Medan.

b) Bagaimanakah mengantisipasi curah hujan yang tinggi. c) Bagaimanakah mengatasi daerah kekeringan.

1.3 BATASAN MASALAH

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah meminimalisir curah hujan yang tinggi dengan modifikasi cuaca dan mengatasi daerah kekeringan.

1.4. TINJAUAN PUSTAKA

penulis menggunakan buku-buku dan informasi dari internet yang berkaitan dengan penelitian ini.


(17)

(Syafrizal Helmi, Analisis Data, 2010) menyatakan bahwa istilah Regresi yang berarti ramalan atau taksiran untuk mengetahui sampai sejauh mana satu variabel berhubungan dengan variabel lainnya pertama kali diperkenalkan oleh Sir Francis Galton pada tahun 1877. Regresi linier adalah metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen; Y) dengan satu atau lebih variabel bebas (independen, X). Regresi linier terbagi atas dua, yaitu :

a) Regresi Linier Sederhana

Regresi linier sederhana menjelaskan hubungan antara satu variabel terikat (dependen; Y) dengan satu atau lebih variabel bebas (independen, X). Model regresi linier

sederhana sebagai berikut :

Y = bo + b1 X + e (untuk sampel)

Y = βo+ β1 X + ε (untuk populasi)

rumus regresi penaksir sebagai berikut :

Ŷ = bo + b1 X (untuk sampel penaksir) Ŷ = βo+ β1 X (untuk populasi penaksir)

b) Regresi Linier Berganda

(Soelistyo, Dasar-Dasar Ekonometrika, 2000) menyatakan bahwa regresi linier berganda yaitu suatu tekhnik analisis data yang membahas hubungan antar variabel terikat dengan dua atau lebih variabel bebas lain. Secara umum, model regresi linier ganda atas X1, X2, …, Xk.

adalah :

Y = bo + b1X1 + b2X2 +...+ bkXk + e (untuk sampel)

Y = βo+ β1X1 + β2 X2 + ...+ βkXk+ε (untuk populasi)

rumus regresi penaksir sebagai berikut :

Ŷ= bo + b1X1 + b2X2 +...+ bkXk (untuk sampel penaksir) Ŷ = βo+ β1X1 + β2 X2 + ...+ βk Xk (untuk populasi penaksir)


(18)

Dimana :

Y = variabel dependen

Ŷ= nilai taksiran Y X = variabel independen bo = intercept untuk sampe

b1...bk = slope untuk sampel

e = variabel gangguan untuk sampel

βo = tetapan untuk populasi

β1...βk = koefisien regresi untuk populasi

ε = variabel gangguan untuk populasi

(Guslim,Agroklimatologi,2007) menyatakan bahwa tekanan udara didefinisikan sebagai berat dari suatu kolom udara sebenarnya pengaruh langsung perubahan tekanan udara terhadap kehidupan. Pengaruh tekanan udara lebih berpengaruh terhadap pergerakan angin dan angin dan sebagai pengendali iklim secara langsung.

(Guslim,Agroklimatologi,2007) Kelembaban merupakan istilah yang umum yang kadang-kadang termasuk air dalam fase cair didalam tanah atau atmosfer (awan atau prespitasi).

(Guslim,Agroklimatologi,2007) suhu merupakan ukuran energi kinetis rata-rata pergerakan molekul. Suhu yang dipergunakan adalah suhu udara atau suhu tanah sedangkan suhu yang benar-benar mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu tanaman itu sendiri.

(Benyamin Lakitan, Dasar-Dasar Klimatologi,1994) menyatakan bahwa intensitas curah hujan merupakan ukuran jumlah hujan per satuan waktu tertentu selama hujan berlangsung.

(Benyamin Lakitan, Dasar-Dasar Klimatologi,1994) menyatakan bahwa massa udara yang bergerak disebut angin. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan yang bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis.


(19)

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka diperoleh tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

a) Untuk mengetahui manakah faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap curah hujan. b) Untuk mengantisipasi curah hujan yang tinggi.

c) Untuk mengatasi daerah kekeringan.

1.6. KONTRIBUSI PENELITIAN

Adapaun kontribusi penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai penerapan ilmu dari mata kuliah yang diperoleh 2. Sebagai menambah pengetahuan tentang iklim dan curah hujan

3. Sebagai refrensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian di masa akan datang.


(20)

1.7. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini adalah sebagai berikut :

DATA

VARIABEL EL

CURAH HUJAN

(Y)

S. UDARA (X4)

K. ANGIN (X3)

K. UDARA (X2)

T. UDARA (X1)

MASALAH

X1,X2,X3, DAN X4

TERHADAP Y

CURAH HUJAN TINGGI

KEKERINGAN

ANALISA DATA

KORELASI

UJI ASUMSI KLASIK PERS. REGRESI

DETERMINASI


(21)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian - Pengertian

2.1.1 Pengertian Tekanan Udara

Tekanan udara merupakan unsur dan pengendali iklim yang sangat penting bagi kehidupan makhluk di bumi, karena peranannya sebagai penentu dalam penyebaran curah hujan. Perubahan tekanan udara akan menyebabkan perubahan kecepatan dan arah angin perubahan ini akan membawa pula pada perubahan suhu dan curah hujan. Angin yang bergerak dari arah-arah yang berlawanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap iklim karena perbedaan suhu yang disebabkan; dan angin laut yang berasal dari lautan atau melewati lautan pada sebagian besar perjalanannya akan lebih banyak mendatangkan hujan karena uap air yang dibawanya. Dengan demikian penyebaran curah hujan di seluruh permukaan bumi berhubungan sangat erat dengan sistem tekanan udara dan angin. Tekanan udara berkurang dengan bertambahnya ketinggian tempat. Tekanan udara dipengaruhi suhu. Alat pengukur tekanan udara adalah barometer.

2.1.2. Pengertian Kelembaban Udara

Kelembaban merupakan istilah yang umum kadang-kadang termasuk air dalam fase cair di dalam tanah atau atmosfer. Digunakan untuk menunjukkan uap air di dalam atmosfer. Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam udara, umumnya dinyatakan dalam satuan kg/m3. Pada siang hari, kelembaban lebih tinggi pada udara dekat permukaan itu pengaruh angin menjadi lebih besar ; sebaliknya pada malam hari, kelembaban lebih rendah pada udara dekat permukaan. Pengukuran kelembaban udara menggunakan Psikrometer bola basah-bola kering. Alat ini atas 2 termometer. Termometer


(22)

bola basah- termometer bola kering. Termometer bola kering adalah yang ujung sensornya dibalut dengan kain kasa yang dijaga agar selalu lembab.

2.1.3. Pengertian Kecepatan Angin

Massa udara yang bergerak disebut angin. Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah perbedaan tekanan udara antara satu tempat ke tempat yang lain. Angin selalu bertiup dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pada siang hari udara di atas daratan akan lebih panas di atas lautan, maka tekanan udara di daratan lebih rendah dan ini mengakibatkan angin berhembus dari arah laut ke daratan, disebut angin laut. Sebaliknya pada malam hari daratan akan lebih dingin, maka tekanan udara di daratan lebih tinggi dan ini mengakibatkan angin berhembus dari arah darat ke lautan, disebut angin darat. Jika angin berhembus melintasi pegunungan, maka udara yang dibawa angin setelah melintasi pegunungan tersebut akan menerima tekanan (karena turun dari elevasi tinggi ke elevasi rendah) sehingga meningkat suhunya.

2.1.4. Pengertian Suhu Udara

Suhu merupakan ukuran energi kinetis rata-rata pergerakan molekul. Alat ukur suhu udara adalah termometer. Suhu maksimum tertinggi umumnya tercapai pada sekitar bulan Oktober (pada akhir musim kemarau) dan suhu minimum terendah tercapai pada sekitar bulan Juli dan Agustus. Suhu maksimum rata-rata di Indonesia umumnya tidak melebihi 32oC. Hal ini terjadi karena wilayah Indonesia sebagian besar merupakan wilayah lautan. Permukaan air yang luas akan berperan penting dalam memperkecil fluktuasi suhu, karena sebagian besar energi radiasi matahari terpakai untuk penguapan air (evaporasi). Adanya tajuk pohon – pohon, presentase terbesar radiasi matahari dipantulkan kembali. Hanya 1% radiasi matahari yang mampu masuk kedalam hutan. Akibatnya suhu didalam hutan tetap lebih rendah. 2.1.5. Pengertian Curah Hujan

Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang dialihragamkan menjadi aliran sungai. Curah hujan diukur dengan menggunakan alat ukur curah hujan yang berbentuk silinder


(23)

dengan bagian atas terbuka. Alat ini dipasang di tempat terbuka dipasang pada ketinggian 20 cm di atas permukaan tanah yang ditanami rumput untuk menghindari masuknya air percikan dari permukaan tanah. Satuan yang digunakan adalah milimeter (mm). Pembacaan dilakukan sekali sehari pada pukul 09.00 pagi. Arah angin sangat penting peranannya dalam mempengaruhi pola curah hujan. Jika angin berhembus dari arah Samudera Pasifik atau Samudera Indonesia, maka angin tersebut akan membawa udara lembab ke wilayah Indonesia yang mengakibatkan curah hujan di wilayah Indonesia menjadi tinggi. Siklus hidrologi meliputi beberapa tahap utama, yakni :

a. penguapan air dari permukaan bumi,baik berasal dari permukaan air,tanah, atau dari jaringan tumbuhan;

b. kondensasi uap air pada lapisan troposfer, sehingga terbentuk awan; c. perpindahan awan mengikuti arah angin;

d. prespitasi dalam bentuk cair (hujan) atau padat (salju) e. mengalirnya air mengikuti gaya gravitasi.

Untuk mendapatkan perkiraan besar banjir yang terjadi di suatu penampang sungai tertentu, maka kedalaman hujan yang terjadi pun harus diketahui pula. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa yang diperlukan adalah besaran kedalam hujan yang terjadi di seluruh DAS, lama hujan, dan frekuensi terjadinya hujan angin.

2.2. Penyebab Banjir Di Indonesia

1. Faktor Hujan

Hujan bukanlah penyebab utama banjir dan tidak selamanya hujan lebat akan menimbulkan banjir. Begitu pula sebaliknya.

2. Faktor DAS

Kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu. Perubahan tata guna lahan, misalnya dari hutan menjadi perumahan, perkebunan atau lapangan golf akan menyebabkan retensi DAS berkurang secara drastis.

3. Faktor Kesalahan Pembangunan Alur Sungai

Pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul, pembetonan dinding dan pengerasan tampang sungai. Pola pelurusan dan sudetan mengakibatkan percepatan aliran air menuju ke hilir. Di bagian hilir akan menanggung volume aliran air yang jauh lebih besar.


(24)

4. Faktor Pendangkalan

Pendangkalan sungai berarti terjadinya pengecilan tampang sungai, hingga sungai tidak mampu mengalirkan air yang melewatinya dan akhirnya meluap (banjir).

5. Faktor Tata Wilayah dan Pembangunan Sarana-Sarana

Penetapan kawasan pemukiman atau pusat perkembangan justru di daerah-di daerah rawan banjir. Banyak sekali perumahan baru dibangun di daerah bantaran sungai yang rawan banjir dan longsor.

2.3 Mengantisipasi Curah Hujan yang Mengakibatkan Banjir

Ada empat cara utama pengendalian banjir,yaitu :

a) Penghijauan yang tidak bisa ditunda karena pengurangan hutan di berbagai tempat di tanah air dan stop penebangan hutan.

b) Membuat banjir bisa tersebar sepanjang sungai dari hulu sampai hilir sehingga yang terjadi bukan banjir besar di suatu titik tertentu, namun banjir kecil-kecil.

c) Kolam konservasi merupakan kolam yang dapat mencegah terjadinya banjir di bagian hilir.

d) Pembentukan karakter sosio-hidraulik. Sosio-hidraulik adalah pendekatan penyelesaian masalah keairan, lingkungan dan banjir dengan membangun kesadaran masyarakat.

2.4 Mengatasi Daerah Kekeringan

Hampir sama dengan banjir, Iklim ekstrim dapat menyebabkan kekeringan yang tak terkendali. Jika hancurnya daya dukung DAS, maka akan disusul dengan kekeringan pada musim kemarau berikutnya. Hal ini dikarenakan seluruh air pada musim penghujan dengan cepat mengalir ke hilir, sehingga simpanan air di hulu menjadi berkurang. Akibatnya pada musim kemarau tidak ada lagi aliran air menuju ke hilir yang mengakibatkan terjadinya kekeringan. Hal ini biasanya ditandai dengan surut atau keringnya sungai-sungai kecil terlebih dulu,disusul sungai menengah dan kemudian sungai besar. Daerah aliran sungai adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke sungai yang bersangkutan. Perubahan yang terjadi pada DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir. Mengantisipasi kekeringan juga adalah melalui program


(25)

penghijauan,pembuatan resapan air dan memperbaiki DAS. Kekeringan dapat disebabkan oleh pola pembangunan sungai dengan normalisasi, pembuatan tanggul, dan pembetonan tebing.

2.5 Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk Mengantisipasi Curah Hujan yang Tinggi

Sejarah Hujan buatan di dunia dimulai pada tahun 1946 oleh penemunya Vincent Schaefer dan Irving Langmuir. Uji coba pertama kali dilakukan oleh Prof. Dr. Ing. B.J Habibie pada 1970. Tahun 1980, penerapan teknologi ini berhasil meningkatkan curah hujan. Saat itu tujuannya adalah untuk menjaga ketersediaan air pada waduk sebagai sumber air untuk irigasi dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Hujan buatan dibuat dengan cara menyemai awan dengan menggunakan bahan yang bersifathigroskopik (menyerap air) sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan di dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan. Awan yang digunakan untuk membuat hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang bentuknya seperti bunga kol. Setelah lokasi awan diketahui, pesawat terbang yang membawa bubuk khusus untuk menurunkan hujan diterbangkan menuju awan.

Bahan untuk “mempengaruhi” proses yang terjadi di awan terdiri dari dua jenis yaitu: 1. Bahan untuk “membentuk” es, dikenal dengan glasiogenik, berupa Perak Iodida (AgI). 2. Bahan untuk“menggabungkan” butir-butir atmosphere di awan, dikenal dengan

higroskopis, berupa garam dapur atau Natrium Chlorida (NaCl), atau CaCl2

3. Penyebaran bubuk urea dilakukan beberapa jam setelah penyebaran garam-garaman tadi atau setelah tumbuh awan-awan kecil secara berkelompok pada beberapa beberapa tempat.

Bubuk urea selain dapat membentuk awan lebih lanjut, juga bersifat endotermi (menyerap panas) yang sangat baik bila bereaksi dengan atmosfer atau uap air. Penyebaran bubuk urea di siang hari dapat mendinginkan lingkungan sekitarnya sehingga kelompok-kelompok kecil awan segera bergabung menjadi kelompok-kelompok-kelompok-kelompok besar. Kelompok awan besar biasanya segera terlihat agak kehitam-hitaman artinya awan hujan telah terbentuk. Selain dengan modifikasi cuaca, BPPT juga mengoperasikan alat pemecah pembentukan awan hujan. Alat ini dipasang pada menara berketinggian sekitar 50 meter dan sudah


(26)

dioperasikan lima unit di sekitar Puncak dan 20 unit tersebar di Jakarta. Alat ini bekerja berdasarkan pantauan radar cuaca BPPT. Pelaksanaan TMC di Jakarta dilakukan dengan mengerahkan empat pesawat terbang, yaitu 1 Hercules C-130 TNI AU dan 3 pesawat CASA 212-200. Pesawat Hercules yang bisa mengangkut 5 ton-6 ton garam disiapkan di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Gambar 2.1 Alat Pantau Cuaca

Berdasarkan kajian yang dilakukan BPPT, lokasi paling tepat untuk pemasangan alat modifikasi cuaca adalah di sekitar area Monumen Nasional (Monas). Alat tersebut bekerja sebagai radar yang mampu "mengendus" potensi hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Setelah diketahui adanya potensi hujan tinggi, BPPT akan segera melakukan stimulasi dengan teknik liquid, flare, atau powder guna memecah hujan tersebut. Hujan dengan intensitas tinggi akan diturunkan di laut, atau di balik gunung. Tetapi, kalau awan hitamnya sudah masuk ke Jakarta, awannya akan dipecah supaya tidak turun di satu titik. Alat tersebut mampu memantau pergerakan curah hujan ekstrem dengan resolusi 500 meter (ukuran sel terkecil yang dapat dideteksi). Data dapat disediakan setiap 6 menit. Proses modifikasi cuaca ini akan memakan waktu selama dua sampai tiga jam. Pesawat Hercules juga mampu menampung banyak zat semai sehingga bisa digunakan untuk 5-10 awan. BPPT belum bisa memastikan biaya yang diperlukan untuk memodifikasi cuaca. Tergantung berapa lama kegiatan ini berlangsung. Dananya akan ditanggung BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

2.6 Persepsi tentang “Laser” Pemecah Awan


(27)

Lampu sorot yang biasa digunakan sebagai mitos penjegal awan bukanlah laser. Laser adalah instrument yang dapat memancarkan spectrum elektromagnetik dalam panjang gelombang tertentu. Laser memiliki energi tertentu. Laser dengan kekuatan 100-3000 watt dapat memotong logam, biasanya digunakan di pabrik mobil.

2. Perhitungan Efek Radiasi Lampu Sorot terhadap perubahan suhu awan sangat kecil.

Energi panas yang dipancarkan per waktu dari sebuah permukaan dinamakan flux radiant. Dalam rerajahannya, mengandung sebuah konstantan yang disebut konstanta Stefan-Boltzman.Selanjutnya, cahaya lampu sorot kita sebut sebagai sumber dan awan kita sebut sebagai penerima radiasi panas.Hasilnya, jika saja permukaan lampu sorot itu bersuhu sebut saja 100 derajat Celcius,. Memancarkan cahaya ke awan yang tingginya 90 meter. Suhu panas yang dari lampu sorot itu hanya akan tersisa 5 derajat celcius. Cukupkah untuk memanaskan awan? Panas dari lampu sorot itu akan tidak ngefek lagi dalam jangkauan kurang dari 100 meter. Sedangkan awan di wilayah Denpasar sendiri tingginya mencapai 600-900 meter.

3. Dinamika Awan, awan selalu bergerak dan berubah bentuk

Sekumpulan sel awan akan selalu berdinamika. Coba perhatikan, sebuah awan bergerak dari arah tenggara. Semenit yang lalu berupa gumpalan kecil, setengah jam kemudian menjadi gumpalan besar mirip kapas, lalau sejam kemudian berubah lagi menjadi bentuk-bentuk kecil. Awan adalah sekumpulan titik-titik air yang terkondensasi, bergerak dalam fluida di udara.

2.7 Sejarah Singkat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai pada tahun 1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh Dr. Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil pengamatan cuaca dan geofisika. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (disingkat BMKG), sebelumnya bernama Badan Meteorologi dan Geofisika (disingkat BMG) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. BMKG mempunyai status sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), dipimpin oleh


(28)

seorang Kepala Badan. BMKG mempunyai tugas : melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2.8 Metode Analisis Data

2.8.1. Analisis Regresi

Untuk menentukan hubungan antara beberapa variabel bebas yaitu X1, X2, …, Xk. dengan

variabel terikat yang disebut Y mempunyai hubungan atau tidak. (Syafrizal Helmi).

a. Regresi Linier Sederhana

Istilah regresi diperkenalkan oleh Francis Galton. Penafsiran regresi saat ini berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Antara korelasi dan regresi keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Analisis regresi digunkan bila ingin mengetahui bagaimana variabel dependen/kriteria dapat diprediksikan melalui variabel independen atau prediktor.

Model regresi sederhana adalah : Y = bo + b1 X + e (untuk sampel)

Y = βo+ β1 X + ε (untuk populasi) (2.1)

Rumus regresi penaksir sebagai berikut :

Ŷ = bo + b1 X (untuk sampel penaksir)

Ŷ= βo+ β1 X (untuk populasi penaksir) (2.2) b. Regresi Linier Berganda

Metode ini merupakan perluasan dari regresi sederhana. Regresi linier berganda ditujukan untuk menentukan hubungan linier antar beberapa variabel bebas yang disebut X1, X2,X3 dan

seterusnya dengan variabel terikat yang disebut Y. Analisis regresi linier berganda memerlukan pengujian secara serempak dengan menggunakan F hitung. Signifikansi


(29)

ditentukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel atau melihat signifikansi pada output SPSS. Dalam Analisis regresi linier berganda memerlukan pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heterokedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi.

Model regresi linier berganda dengan k buah variabel bebas :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 ...+ bkXk+εi (2.3)

Untuk menghitung koefisien regresinya digunakan persamaan sebanyak k + 1 buah, yaitu : ∑ = + b1∑ + b2∑ + b3∑ + b4∑

∑X1 = ∑ + b1∑ + b2∑X + b3∑ + b4∑

∑X2 = ∑ + b1∑ + b2∑ + b3∑ + b4∑

∑X3 = ∑ + b1∑ + b2∑X + b3∑ + b4∑

∑X4 = ∑ + b1∑ + b2∑X + b3∑ + b4∑ (2.4)

Sedangkan nilai b0 dapat diperoleh dengan persamaan :

b0 = Ŷ - b1X1 – b2X2 – b3X3 – b4X4 (2.5)

Selanjutnya dengan menggunakan model regrsi linier berganda di atas, maka dapat melakukan perhitungan Ŷ untuk setiap X1, X2, X3 dan X4. Selanjutnya dengan

memperhitungkan nilai simpangan masing- masing Ŷ (Y taksiran) akan dapat dihitung besarnya variansi taksiran. Akan memberi gambaran tentang akuratnya persamaan regresi ganda sebagai alat prediksi dengan rumus sebagai berikut :

. .. = ∑( ) (2.6)

Keterangan :

k : adalah banyaknya variabel bebas 2.8.2. Analisis Korelasi


(30)

Hubungan yang dimiliki dua variabel atau lebih untuk mengukur kekuatan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya, untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya (Syafrizal Helmi).

Menghitung nilai koefisien korelasi Pearson dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

= ∑ (∑ ) (∑ )

∑ (∑ ) { ∑ (∑ ) }

(2.7)

Keterangan :

n = banyak data atau anggota X = anggota pada variabel bebas Y = anggota pada variabel terikat

Koefisien korelasi adalah suatu angka indeks yang melukiskan hubungan antara dua rangkaian data yang dihubungkan. Dengan kata lain, koefisien korelasi adalah ukuran atau indeks dari hubungan antara dua variabel. Koefisien korelasi besarnya antara -1 sampai +1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arti atau arah dari hubungan koefisien korelasi tersebut. Korelasi positif nilainya berada antara 0 sampai +1, nilai menjelaskan bahwa apabila suatu variabel naik maka akan menyebabkan kenaikan pada variabel lainnya dan sebaliknya. Korelasi negatif nilainya berada antara -1 sampai 0, nilai tersebut menjelaskan bahwa apabila suatu variabel naik maka variabel lainnya akan turun, dan sebaliknya.

Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,80 – 1,000 0,60 – 0,799 0,40 – 0,599 0,20 – 0,399 0,00 – 0,199

Sangat Kuat Kuat

Cukup Kuat Rendah

Sangat Rendah

Sumber : Helmi, 2010.


(31)

Menurut Syafrizal Helmi Situmorang (2012, hal : 162), R2 pada intinya mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel bebas yaitu variabel tekanan udara (X1), kelembaban

udara (X2), kecepatan angin (X3) dan suhu udara (X4) terhadap variasi naik turunnya variabel

terikat atau curah hujan (Y) secara bersama-sama dimana 0≤ R2 ≤1. Jika R2 semakin besar (mendekati satu) maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas yaitu variabel tekanan udara (X1), kelembaban udara (X2), kecepatan angin (X3), dan suhu udara (X4) terhadap

variabel terikat atau curah hujan (Y) adalah besar. Berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas (X1,X2, X3dan X4) terhadap variabel

terikat (Y). Sebaliknya jika R2 semakin kecil (mendekati nol) maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas (X1,X2, X3dan X4) terhadap variabel terikat (Y) adalah semakin

kecil. Berarti model yang digunakan tidak kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas tekanan udara (X1), kelembaban udara (X2), kecepatan angin (X3) dan suhu udara (X4)

terhadap variasi naik turunnya variabel terikat atau curah hujan (Y). Semakin mendekati nol berarti model tidak baik atau variasi model dalam menjelaskan amat terbatas, sebaliknya mendekati satu model semakin baik. R2 dapat dihitung dengan perumusan sebagai berikut :

= ∑ ∑ ∑ ∑

= 1−( ) . ..

( ) (2.8)

2.8.4. Uji Asumsi Klasik

a) Uji Normalitas

Ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola distribusi normal, yakni distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau menceng ke kanan.


(32)

Untuk melihat seberapa besar peranan variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam setiap persamaan regresi pasti memunculkan residu. Residu, yaitu variabel-variabel lain yang terlibat akan tetapi tidak termuat di dalam model sehingga residu adalah variabel tidak diketahui. Ada dua cara mendeteksi heterokedastisitas, yaitu : Metode grafik, Park Test, Glejser Test, Sperman’s Rank Correlatioan Test.

c) Multikolinieritas

Menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linier yang sempurna. Koefisien-koefisien regresi biasanya diinterprentasikan sebagai ukuran perubahan variabel terikat jika salah satu variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan seluruh variabel bebas lainnya dianggap tetap. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas adalah dengan menggunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih kecil dari 10, maka dalam model tidak terdapat multikolinieritas.

VIF =

(2.9)

keterangan :

= Koefisien determinasi (R2) berganda ketika Xk diregresikan dengan variabel- variabel X

lainnya.

d) Autokorelasi

Korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurutkan waktu atau ruang. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Pengujian ini dapat dilakukan dengan Uji Durbin Watson.

Hipotesis

Ho : Tidak ada autokorelasi positif atau negatif H1 : Terdapat autokorelasi positif atau negatif


(33)

d = ∑

ê ê )

(

∑ ê (2.10)

Keterangan : d = nilai d

et = nilai residu dari persamaan regresi periode t

et-1 = nilai residu dari persamaan regresi periode t-1

Tolak Ho apabila nilai d hitung atau nilai Durbin Watson lebih besar daripada nilai Durbin Watson tabel batas bawah (dL), yang berarti terdapat masalah autokorelasi positif (d<dL), atau nilai d hitung terletak diantara nilai (4 - dL < d< 4). Terima Ho apabila nilai d hitung lebih besar daripada nilai d tabel batas atas (dU) dan lebih besar daripada (4 – dU).

2.9 Uji F (Uji serentak)

Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama. Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat diuji dengan tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05. Kriteria pengujian hipotesis untuk uji serentak:

a) Uji Hipotesa

H0 : b1,b2,b3,b4 = 0; tekanan udara,kelembaban udara,kecepatan angin dan suhu udara

tidak berpengaruh signifikan terhadap curah hujan

H1 : b1,b2,b3,b4 ≠ 0; tekanan udara,kelembaban udara,kecepatan angin dan suhu udara ada

berpengaruh signifikan terhadap curah hujan

b) Menentukan taraf nyata (α) dan Ftabel

Taraf nyata α = 5% ; dk pembilang = k = banyak variabel ; dk penyebut = n-k-1. Jadi, Ftabel = Fα;k’n-k-1

c) Kriteria Pengujian

Dalam hal ini, Fhitung dibandingkan dengan Ftabel dengan tingkat kepercayaan 95% atau α =

5% dengan ketentuan sebagai berikut :


(34)

Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima

d) Menentukan Nilai Uji Statistik Rumus:

F = /

( )

(2.11)

Keterangan :

k = jumlah variabel n = jumlah sampel

JK reg = jumlah kuadrat regresi JK res = jumlah kuadrat residu

2.10 Uji t

Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak digunakan statistik t (uji t). Pengambilan keputusan menggunakan angka pembanding ttabel dan dk = (n-2). Kriteria

pengujian hipotesis untuk uji serentak:

a) Pengujian Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara tekanan udara, kelembaban udara,

kecepatan angin dan suhu udara terhadap curah hujan.

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara tekanan udara, kelembaban udara, kece patan

angin dan suhu udara terhadap curah hujan.

b) Menentukan taraf nyata (α) dan ttabel

Taraf nyata α = 5% ; dk = n-k-1, jadi ttabel = tα/2;n-k-1

c) Kriteria Pengujian

Dalam hal ini, thitung dibandingkan dengan ttabel dengan tingkat kepercayaan 95% atau α =

5% dengan ketentuan sebagai berikut :

Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak


(35)

d) Menentukan Nilai Uji Statistik Rumus:

= (2.12) Keterangan :

= koefisien regresi untuk variabel independen ke k

Sb

k = simpangan baku koefisien regresi untuk variabel independen ke k = nilai t hitung untuk variabel independen ke k

Simpangan baku koefisien regresi dapat dihitung dengan rumus : =

∑ (2.13)

Keterangan :

= simpangan baku koefisien regresi untuk variabel independen ke k = standar eror estimasi


(36)

BAB 3

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Penelitian

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang penulis peroleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jln. Ngumban Surbakti No. 15 Medan.Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi atau media lain. Data terdiri dari data tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara terhadap curah hujan dari Januari 2010 s/d Desember 2012. Tekanan udara diukur berdasarkan dengan gaya pada permukaan dengan luas tertentu, diukur dengan barometer. Kelembaban udara diukur dengan membaca suhu yang ada pada termometer bola basah-bola kering Kecepatan angin dikukur dengananemometer mangkok dengan poros atau sumbu putar harus berada pada posisi tegak lurus. Suhu udara harian rata-rata dihitung berdasarkan rata-rata pada suhu setiap periode 24 jam. Dilakukan sebanyak 8 kali, setiap 3 jam sekali dimulai pada tengah malam. Curah hujan diukur dengan menggunakan alat ukur yang berbentuk silinder dengan bagian atas terbuka, sehingga air hujan akan diterima langsung oleh alat ini. Diukur pada pukul 09.00 pagi.


(37)

Tabel 3.1 Data Tekanan udara(X1), Kelembaban udara(X2), Kecepatan angin(X3) dan Suhu udara(X4) terhadap Curah hujan(Y)

No. T.UDARA K.UDARA KEC. ANGIN S.UDARA C.HUJAN

1 1011,3 81 5,4 26,9 166,1

2 1010,6 77 5,5 28,1 30,2

3 1010,7 77 5,7 28 142,8

4 1009,8 77 6 28,6 65,4

5 1008,1 78 5,6 28,7 129

6 1010,1 80 5,8 27,9 156,4

7 1009,5 79 5,8 27,5 219,5

8 1009,5 78 6,1 27,5 381,3

9 1009,9 79 5,6 27,3 89,4

10 1009,2 78 6 27,5 161,3

11 1009,2 82 6 26,7 246,4

12 1008,7 81 5,5 26,4 159,2

13 1009,5 80 5,4 26,4 155,9

14 1009,7 79 5,8 27 81,1

15 1009,2 80 5,7 27 289,2

16 1009,7 81 5,6 27,2 215,1

17 1009,6 80 5,7 27,9 217,3

18 1008,9 79 6,4 27,9 128

19 1009,1 78 5,7 27,9 138,5

20 1009,8 82 5,7 27 283,3

21 1010,4 80 5,6 27,2 262,7

22 1009,8 81 5,8 26,9 419,7

23 1009,6 83 5,3 26,7 215,8

24 1009,6 84 5,6 26,4 169,3

25 1009,7 80 5,8 27,2 61,6

26 1008,9 78 6,1 27,6 92,9

27 1009,3 77 6 27,7 202,4

28 1009,8 81 6,3 27,5 206,2

29 1008,7 82 6,3 27,7 515,2

30 1008,8 78 6,3 28,4 56,5

31 1008,8 78 6,5 27,5 278,8

32 1009,9 79 6,3 27,5 160,9

33 1010,3 80 6,3 27,5 254,3

34 1010,1 82 5,9 26,9 337,9

35 1009,6 80 6 27,3 243,5

36 1009,2 82 5,6 27,2 270,2


(38)

3.2. Metode Analisis

3.2.1 Analisis Regresi Linier Berganda

Hasil regresi dari tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara terhadap curah hujan melalui SPSS 17 :

Tabel 3.2 Analisis Regresi Linier Berganda Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1966.814 26294.784 .075 .941

T.udara -4.405 25.732 -.027 -.171 .865

K.udara 29.451 12.208 .509 2.412 .022

Kec.angin 118.191 55.774 .350 2.119 .042

S.udara -13.152 40.174 -.072 -.327 .746

a. Dependent Variable: C.Hujan

Dari tabel diatas, diperoleh persamaan regresi linier berganda yaitu : Y= 1966,814- 4,405X1+29,451X2+ 118,191X3- 13,152X4

Pada variabel tekanan udara (X1) berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap

curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,865) lebih besar dari (0,05). Nilai thitung

tersebut dibandingkandengan nilai ttabel pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 5%. Nilai ttabel

pada dk 31 dengan α = 5% adalah ±2,03 (uji 2 arah). Dan nilai thitung(-0,171) >ttabel (-2,03),

artinya jika ditingkatkan variabel tekanan udara sebesar 1 atm maka curah hujan tidak akan berkurang 4,405 mm. Kelembaban udara (X2) berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,022) lebih kecil dari (0,05), dan nilai thitung (2,412) > ttabel (2,03), artinya jika ditingkatkan variabel kelembaban udara sebesar

1 kg/m3 maka curah hujan akan meningkat sebesar 29,451 mm. Pada variabel kecepatan angin berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,042) lebih kecil dari (0,05), dan nilai t hitung (2,119) > ttabel (2,03), artinya


(39)

sebesar 118,191 mm. Pada variabel suhu udara berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,746) lebih besar dari 0,05, dan nilai t hitung (-0,327) > ttabel (-2,03), artinya jika ditingkatkan variabel suhu udara

sebesar 1oC maka curah hujan tidak akan berkurang 13,152 mm.

3.5.2. Korelasi

Tabel 3.3 Uji Korelasi Correlations

T.udara K.udara Kec.angin S.udara C.Hujan

T.udara Pearson Correlation 1 .068 -.303 -.159 -.087

Sig. (2-tailed) .696 .072 .355 .614

N 36 36 36 36 36

K.udara Pearson Correlation .068 1 -.276 -.714** .462**

Sig. (2-tailed) .696 .103 .000 .005

N 36 36 36 36 36

Kec.angin Pearson Correlation -.303 -.276 1 .379* .191

Sig. (2-tailed) .072 .103 .022 .266

N 36 36 36 36 36

S.udara Pearson Correlation -.159 -.714** .379* 1 -.299

Sig. (2-tailed) .355 .000 .022 .077

N 36 36 36 36 36

C.Hujan Pearson Correlation -.087 .462** .191 -.299 1

Sig. (2-tailed) .614 .005 .266 .077

N 36 36 36 36 36

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Keterangan :

1. Koefisien korelasi antara tekanan udara dan curah hujan sebesar -0,087 yang berarti hubungannya sangat rendah.Signifikansi koefisien korelasi tersebut ditandai dengan nilai signifikansi (Sig.(2-tailed)) lebih besar dari α (0,614 > 0,05).


(40)

2. Koefisien korelasi antara kelembaban udara dan curah hujan sebesar 0,462 yang berarti hubungannya cukup kuat.Signifikansi koefisien korelasi tersebut ditandai dengan nilai signifikansi (Sig.(2-tailed)) lebih kecil dari α(0,005< 0,05).

3. Koefisien korelasi antara kecepatan angin dan curah hujan sebesar 0,191 yang berarti hubungannya sangat rendah.Signifikansi koefisien korelasi tersebut ditandai dengan nilai signifikansi (Sig.(2-tailed))lebih besar dari α (0,266< 0,05).

4. Koefisien korelasi antara suhu udara dan curah hujan sebesar -0,299 yang berarti hubungannya rendah.Signifikansi koefisien korelasi tersebut ditandai dengan nilai signifikansi (Sig.(2-tailed))lebih besar dari α (0,077> 0,05).

3.5.3 Uji Determinasi (R2)

(R2) mengukur persentase variabel bebas yang terdiri dari 4 variabel X dan 1 variabel Y, yaitu tekanan udara (X1), kelembaban udara (X2), kecepatan angin (X3), suhu udara (X4) dan

curah hujan (Y) secara bersama – sama, dimana 0 ≤ R2≤ 1.

Tabel 3.4 Hasil Uji Determinasi(R2)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate


(41)

3.5.4 Pengujian Asumsi Klasik

a) Uji Normalitas

Uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan analisis pendekatan grafik dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 17.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a) Diperoleh nilai R sebesar 0,571. Hal ini berarti, hubungan antara tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara terhadap curah hujan di kota Medan sebesar 57,1%. Artinya hubungannya cukup erat.

b) Untuk nilai R2diperoleh sebesar 0,326 atau 32,6%. Hal ini berarti 32,6% faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan di kota Medan dapat dijelaskan oleh variabel tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara. Sedangkan sisanya sebesar 67,4% dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

c) Adjusted R Square sebesar 0,239 berarti 23,9 % faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan yang dapat dijelaskan oleh tekanan udara,

kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara. Sedangkan sisanya 76,1 % dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penelitian ini.


(42)

Gambar 3.1 Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa distribusi data normal hal ini ditunjukkan distribusi data tidak condong ke kiri ataupun condong ke kanan. Hasil uji normalitas dengan pp plot ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.2 Hasil Uji Normalitas

Pada gambar terlihat titik – titik yang mengikuti data di sepanjang garis diagonal, hal ini berarti data tersebut berdistribusi normal.


(43)

b)Heterokedastisitas

Melalui analisis grafik, suatu model regresi dianggap tidak terjadi heterokedastisitas jika titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y.

Gambar 3.3 Hasil Uji Heterokedastisitas

Dari gambar diatas terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heterokedastisitas.

c) Multikolinearitas

Variabel independen yang satu dengan yang lain dalam model regresi berganda tidak saling berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari besarnya nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) melalui program SPSS. Nilai umum yang biasa dipakai adalah nilai Tolerance > 0,1 atau nilai VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas.


(44)

Tabel 3.5 Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1966.814 26294.784 .075 .941

T.udara -4.405 25.732 -.027 -.171 .865 .901 1.110

K.udara 29.451 12.208 .509 2.412 .022 .487 2.052

Kec.angin 118.191 55.774 .350 2.119 .042 .795 1.258

S.udara -13.152 40.174 -.072 -.327 .746 .451 2.219

a. Dependent Variable: C.Hujan

Dari tabel diatas terlihat bahwa VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas dan Tolerance >0,1, maka tidak terjadi multikolinearitas.

d)Autokorelasi

Metode ini diperkenalkan oleh Geary sebagai uji nonparametrik dengan tanda positif & negatif.

Tabel 3.6 Hasil Autokorelasi

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea -3.30743

Cases < Test Value 18

Cases >= Test Value 18

Total Cases 36

Number of Runs 18

Z -.169

Asymp. Sig. (2-tailed) .866


(45)

Hasil output RunTest diperoleh nilai p-value sebesar 0,866 > 0,05. Berdasarkan nilai tersebut, untuk kasus ini, hasil Run Test memberikan kesimpulan bahwa tidak terjadi autokorelasi. Selain itu dapat dilihat melalui tabel output, nilai Durbin Watson hitung adalah 2,236. Sementara itu nilai Durbin Watson tabel dengan jumlah data n = 36 adalah dL = 1,236 dan dU = 1,724. Nilai Durbin Watson hitung (d= 2,236) berada didalam daerah antara dU = 1,724 dan (4 - 1,724 = 2,276). Pengambilan keputusannya adalah dU < d < 4-dU;

1,724 < 2,236 < 2,276, berarti keputusan tidak ada autokorelasi positif atau negatif

3.6 Uji F (uji serentak)

Tabel 3.7 Hasil Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 127210.387 4 31802.597 3.750 .013a

Residual 262897.620 31 8480.568

Total 390108.008 35

Pada tabel dapat dilihat bahwa nilai Fhitung adalah 3,750 dengan tingkat signifikansi 0,013.

Sedangkan Ftabel pada alpha 5 % adalah 2,68. Oleh karena Fhitung> daripada Ftabel dengan

tingkat signifikansi 0,013 < 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh variabel tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin , suhu udara secara serentak adalah positif dan signifikan terhadap curah hujan.

Hipotesis :

H : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara terhadap curah hujan.

H : Adanya pengaruh yang signifikan antara tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara terhadap curah hujan

1. Membandingkan Fhitung dengan Ftabel


(46)

a. Menghitung Fhitung

Fhitungdari SPSS yang diperoleh sebesar 3,750

b. Menghitung Ftabel dengan ketentuan sebagai berikut :

Taraf signifikansi 0.05 dan derajat kebebasan dengan ketentuan numerator :4 – 1 = 3; dan dumentor : 35 – 4 = 31. Dari ketentuan tersebut diperoleh Ftabel sebesar 2,68.

c. Menentukan kriteria uji hipotesis Kriteria pengujian :

Jika Fhitung< Ftabel, maka Ho diterima dan H1ditolak

Jika Fhitung> Ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima

d. Pengambilan keputusan

Dari hasil perhitungan diperoleh angka Fhitungsebesar 3,750> Ftabel sebesar 2,68 sehingga

H ditolak dan H diterima artinya adanya hubungan yang signifikan antara tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara terhadap curah hujanHal ini berarti apabila tekanan udara (X ), kelembaban udara(X ), kecepatan angin(X ) dan suhu udara(X )secara bersama-sama mengalami kenaikan maka akan berdampak terhadap curah hujan(Y). Dengan demikian model regresi diatas sudah layak dan benar.

2. Membandingkan angka taraf signifikansi (sig)

Hasil perhitungan dengan taraf signifikansi 0,05 (5%), kriterianya sebagai berikut : Jika sig penelitian ≤ 0,05 maka H ditolak dan H diterima.

Jika sig penelitian > 0,05 maka H diterima dan H ditolak.

Berdasarkan perhitungan angka signifikansi sebesar 0,013< 0,05, maka H ditolak dan H

diterima artinya adanya pengaruh signifikan antaratekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara terhadap curah hujan.


(47)

3.7 Uji t (secara parsial)

Dilakukan untuk menguji setiap variabel bebas (X1, X2, X3dan X4) apakah mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap variabel (Y) secara parsial.

Tabel 3.8 Hasil Uji t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1966.814 26294.784 .075 .941

T.udara -4.405 25.732 -.027 -.171 .865

K.udara 29.451 12.208 .509 2.412 .022

Kec.angin 118.191 55.774 .350 2.119 .042

S.udara -13.152 40.174 -.072 -.327 .746

a. Dependent Variable: C.Hujan

Berdasarkan tabel 3.8, maka hasil uji t pada penelitian ini dapat dijelaskansebagai berikut:

a. Variabel tekanan udara

Hipotesis variabel tekanan udara adalah :

H0 :Tidak ada hubungan yang signifikan antara tekanan udara dengan curah hujan.

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara tekanan udara dengan curah hujan.

Pada variabel tekanan udara berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,865) lebih besar dari 0,05, dan nilai thitung

(-0,171) > ttabel (-2,03), artinya jika ditingkatkan variabel tekanan udara sebesar 1 atm maka

curah hujan tidak akan berkurang 4,405 mm.

b. Variabel kelembaban udara

Hipotesis variabel kelembaban udara adalah :

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban udara dengan curah hujan.


(48)

Pada variabel kelembaban udara berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,022) lebih kecil dari 0,05, dan nilai thitung (2,412)

> ttabel (2,03), artinya jika ditingkatkan variabel kelembaban udara sebesar 1 kg/m3 curah

hujan akan meningkat sebesar 29,451 mm.

c. Variabel kecepatan angin

Hipotesis variabel kecepatan anginadalah :

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara kecepatan angin dengan curah hujan.

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara kecepatan angin dengan curah hujan.

Pada variabel kecepatan angin berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,042) lebih kecil dari 0,05, dan nilai thitung (2,119)

> ttabel (2,03), artinya jika ditingkatkan variabel kecepatan angin sebesar 1 m/det maka curah

hujan akan meningkat sebesar 118,191 mm.

d. Variabel suhu udara

Hipotesis variabel suhu udaraadalah :

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu udara dengan curah hujan.

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara suhu udara dengan curah hujan.

Pada variabel suhu udara berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,746) lebih besar dari 0,05, dan nilai thitung

(-0,327) > ttabel (-2,03), artinya jika ditingkatkan variabel suhu udara sebesar 1oC maka curah

hujan tidak akan berkurang 13,152 mm.

e. Konstanta sebesar 1966,814, artinya walaupun variabel bebas bernilai nol maka curah hujan tetap sebesar 1966,814.


(49)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Diperoleh nilai R sebesar 0,571. Hal ini berarti, hubungan antara tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara terhadap curah hujan di kota Medan sebesar 57,1%. Artinya hubungannya cukup erat.

b. Untuk nilai R2diperoleh sebesar 0,326 atau 32,6%. Hal ini berarti32,6% faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan di kota Medan dapat dijelaskan oleh variabel tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara. Sedangkan sisanya sebesar 67,4%dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

c. Adjusted R Square sebesar 0,239 berarti 23,9 % faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan yang dapat dijelaskan oleh tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara. Sedangkan sisanya 76,1 % dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penelitian ini.

d. Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis uji serentak (uji-F)diperoleh nilai Fhitung sebesar 3,750 sedangkan nilai Ftabel sebesar 2,68 padatingkat kepercayaan

95% atau α = 5%. Dengan demikian, nilai Fhitung > Ftabel(3,750 > 2,68), maka H0

ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwavariabel tekanan udara (X1),

kelembaban udara (X2), kecepatan angin (X3) dan suhu udara (X4) secara serempak

berpengaruhsignifikan terhadap curah hujan (Y) di kota Medan. Artinya dengan adanya perubahan tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan suhu udara akan mempengaruhi perubahan curah hujan di kota Medan.

e. Hasil uji hipotesis secara parsial diperoleh bahwa variabel kelembaban udara dan kecepatan angin berpengaruh positif dan signifikan terhadap curah hujan di kota Medan.


(50)

Y= 1966,814- 4,405X1+ 29,451X2+ 118,191X3- 13,152X4

Pada persamaan di atas, Kelembaban udara (X2) dan kecepatan angin (X3) mempunyai

koefisien regresi positif terhadap curah hujan (Y). Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan di kota Medan dipengaruhi oleh kelembaban udara dan kecepatan angin. Hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,022) lebih kecil dari 0,05, dan nilai thitung (2,412) > ttabel(2,03), artinya jika

ditingkatkan variabel kelembaban udara sebesar 1 kg/m3 maka curah hujan akan meningkat sebesar 29,451 mm. Variabel kecepatan angin berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai signifikan (0,042) lebih kecil dari 0,05, dan nilai thitung (2,119) > ttabel (2,03), artinya jika ditingkatkan variabel kecepatan angin sebesar

m/det maka curah hujan akan meningkat sebesar 118,191 mm. Pada variabel tekanan udara (X1) berpengaruh secara negatif terhadap curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai thitung(-0,171)

>ttabel (-2,03), artinya jika ditingkatkan variabel tekanan udara sebesar 1 atm maka curah

hujan tidak akan berkurang 4,405 mm. Pada variabel suhu udara berpengaruh secara negatif terhadap curah hujan. Hal ini terlihat dari nilai thitung (-0,327) > ttabel (-2,03), artinya jika

ditingkatkan variabel suhu udara sebesar 1oC maka curah hujan tidak akan berkurang 13,152 mm.

4.2 Saran

a. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi curah hujan

b. Dengan mengetahui bagaimana mengantisipasi kekeringan, diharapkan dapat memperbaiki DAS dan meningkatkan penghijauan di lingkungan


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Guslim. 2007. Agroklimatologi. Medan : USU Press.

Harto, Sri Br. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Helmi, Syafrizal. 2010. Analisis Data. Medan : USU Press

Irianto, Agus. 2004. Statistik Konsep Dasar & Aplikasinya. Jakarta Timur : Prenada Media Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta : Andi

Lakitan, Benyamin.1994. Dasar-dasar Klimatogi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Maryono, Agus. 2004.Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. Yogyakarta : Gajah

Mada University Press.

Hachrowi,Djalal dan Hardius Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. 2002. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada

Seyhan, Ersin. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Soelistyo. 2000. Dasar-Dasar Ekonometrika. Yogyakarta : BPFE

Yamin, Soefyan, Lien A. Rachmach dan Heri Kurniawan. Regresi dan Korelasi dalam Genggaman Anda. Jakarta : Salemba Empat.


(52)

LAMPIRAN :

No. T.UDARA K.UDARA

KEC.

ANGIN S.UDARA C.HUJAN 1 1011,3 81 5,4 26,9 166,1

2 1010,6 77 5,5 28,1 30,2

3 1010,7 77 5,7 28 142,8

4 1009,8 77 6 28,6 65,4

5 1008,1 78 5,6 28,7 129

6 1010,1 80 5,8 27,9 156,4

7 1009,5 79 5,8 27,5 219,5

8 1009,5 78 6,1 27,5 381,3

9 1009,9 79 5,6 27,3 89,4

10 1009,2 78 6 27,5 161,3

11 1009,2 82 6 26,7 246,4

12 1008,7 81 5,5 26,4 159,2

13 1009,5 80 5,4 26,4 155,9

14 1009,7 79 5,8 27 81,1

15 1009,2 80 5,7 27 289,2

16 1009,7 81 5,6 27,2 215,1

17 1009,6 80 5,7 27,9 217,3

18 1008,9 79 6,4 27,9 128

19 1009,1 78 5,7 27,9 138,5

20 1009,8 82 5,7 27 283,3

21 1010,4 80 5,6 27,2 262,7

22 1009,8 81 5,8 26,9 419,7

23 1009,6 83 5,3 26,7 215,8

24 1009,6 84 5,6 26,4 169,3

25 1009,7 80 5,8 27,2 61,6

26 1008,9 78 6,1 27,6 92,9

27 1009,3 77 6 27,7 202,4

28 1009,8 81 6,3 27,5 206,2

29 1008,7 82 6,3 27,7 515,2

30 1008,8 78 6,3 28,4 56,5

31 1008,8 78 6,5 27,5 278,8

32 1009,9 79 6,3 27,5 160,9

33 1010,3 80 6,3 27,5 254,3

34 1010,1 82 5,9 26,9 337,9

35 1009,6 80 6 27,3 243,5


(53)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1966.814 26294.784 .075 .941

T.udara -4.405 25.732 -.027 -.171 .865

K.udara 29.451 12.208 .509 2.412 .022

Kec.angin 118.191 55.774 .350 2.119 .042

S.udara -13.152 40.174 -.072 -.327 .746

a. Dependent Variable: C.Hujan

Correlations

T.udara K.udara Kec.angin S.udara C.Hujan

T.udara Pearson Correlation 1 .068 -.303 -.159 -.087

Sig. (2-tailed) .696 .072 .355 .614

N 36 36 36 36 36

K.udara Pearson Correlation .068 1 -.276 -.714** .462**

Sig. (2-tailed) .696 .103 .000 .005

N 36 36 36 36 36

Kec.angin Pearson Correlation -.303 -.276 1 .379* .191

Sig. (2-tailed) .072 .103 .022 .266

N 36 36 36 36 36

S.udara Pearson Correlation -.159 -.714** .379* 1 -.299

Sig. (2-tailed) .355 .000 .022 .077

N 36 36 36 36 36

C.Hujan Pearson Correlation -.087 .462** .191 -.299 1

Sig. (2-tailed) .614 .005 .266 .077

N 36 36 36 36 36

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(54)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate


(55)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1966.814 26294.784 .075 .941

T.udara -4.405 25.732 -.027 -.171 .865 .901 1.110

K.udara 29.451 12.208 .509 2.412 .022 .487 2.052

Kec.angin 118.191 55.774 .350 2.119 .042 .795 1.258

S.udara -13.152 40.174 -.072 -.327 .746 .451 2.219

a. Dependent Variable: C.Hujan

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea -3.30743

Cases < Test Value 18

Cases >= Test Value 18

Total Cases 36

Number of Runs 18

Z -.169

Asymp. Sig. (2-tailed) .866


(56)

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 127210.387 4 31802.597 3.750 .013a

Residual 262897.620 31 8480.568

Total 390108.008 35

Coefficients

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1966.814 26294.784 .075 .941

T.udara -4.405 25.732 -.027 -.171 .865

K.udara 29.451 12.208 .509 2.412 .022

Kec.angin 118.191 55.774 .350 2.119 .042

S.udara -13.152 40.174 -.072 -.327 .746


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Guslim. 2007.

Agroklimatologi.

Medan : USU Press.

Harto, Sri Br. 1993.

Analisis Hidrologi.

Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Helmi, Syafrizal. 2010.

Analisis Data.

Medan : USU Press

Irianto, Agus. 2004.

Statistik Konsep Dasar & Aplikasinya.

Jakarta Timur : Prenada Media

Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief. 2010.

Tata Ruang Air.

Yogyakarta : Andi

Lakitan, Benyamin.1994.

Dasar-dasar Klimatogi

.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Maryono, Agus. 2004.

Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan

. Yogyakarta : Gajah

Mada University Press.

Hachrowi,Djalal dan Hardius Usman. 2002.

Penggunaan Teknik Ekonometri.

2002. Jakarta :

PT. RajaGrafindo Persada

Seyhan, Ersin. 1990.

Dasar-Dasar Hidrologi.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Soelistyo. 2000.

Dasar-Dasar Ekonometrika.

Yogyakarta : BPFE

Yamin, Soefyan, Lien A. Rachmach dan Heri Kurniawan.

Regresi dan Korelasi dalam

Genggaman Anda.

Jakarta : Salemba Empat.


(2)

LAMPIRAN :

No. T.UDARA K.UDARA

KEC.

ANGIN

S.UDARA C.HUJAN

1

1011,3

81

5,4

26,9

166,1

2

1010,6

77

5,5

28,1

30,2

3

1010,7

77

5,7

28

142,8

4

1009,8

77

6

28,6

65,4

5

1008,1

78

5,6

28,7

129

6

1010,1

80

5,8

27,9

156,4

7

1009,5

79

5,8

27,5

219,5

8

1009,5

78

6,1

27,5

381,3

9

1009,9

79

5,6

27,3

89,4

10

1009,2

78

6

27,5

161,3

11

1009,2

82

6

26,7

246,4

12

1008,7

81

5,5

26,4

159,2

13

1009,5

80

5,4

26,4

155,9

14

1009,7

79

5,8

27

81,1

15

1009,2

80

5,7

27

289,2

16

1009,7

81

5,6

27,2

215,1

17

1009,6

80

5,7

27,9

217,3

18

1008,9

79

6,4

27,9

128

19

1009,1

78

5,7

27,9

138,5

20

1009,8

82

5,7

27

283,3

21

1010,4

80

5,6

27,2

262,7

22

1009,8

81

5,8

26,9

419,7

23

1009,6

83

5,3

26,7

215,8

24

1009,6

84

5,6

26,4

169,3

25

1009,7

80

5,8

27,2

61,6

26

1008,9

78

6,1

27,6

92,9

27

1009,3

77

6

27,7

202,4

28

1009,8

81

6,3

27,5

206,2

29

1008,7

82

6,3

27,7

515,2

30

1008,8

78

6,3

28,4

56,5

31

1008,8

78

6,5

27,5

278,8

32

1009,9

79

6,3

27,5

160,9

33

1010,3

80

6,3

27,5

254,3

34

1010,1

82

5,9

26,9

337,9

35

1009,6

80

6

27,3

243,5


(3)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1966.814 26294.784 .075 .941

T.udara -4.405 25.732 -.027 -.171 .865

K.udara 29.451 12.208 .509 2.412 .022

Kec.angin 118.191 55.774 .350 2.119 .042

S.udara -13.152 40.174 -.072 -.327 .746

a. Dependent Variable: C.Hujan

Correlations

T.udara K.udara Kec.angin S.udara C.Hujan

T.udara Pearson Correlation 1 .068 -.303 -.159 -.087

Sig. (2-tailed) .696 .072 .355 .614

N 36 36 36 36 36

K.udara Pearson Correlation .068 1 -.276 -.714** .462**

Sig. (2-tailed) .696 .103 .000 .005

N 36 36 36 36 36

Kec.angin Pearson Correlation -.303 -.276 1 .379* .191

Sig. (2-tailed) .072 .103 .022 .266

N 36 36 36 36 36

S.udara Pearson Correlation -.159 -.714** .379* 1 -.299

Sig. (2-tailed) .355 .000 .022 .077

N 36 36 36 36 36

C.Hujan Pearson Correlation -.087 .462** .191 -.299 1

Sig. (2-tailed) .614 .005 .266 .077

N 36 36 36 36 36

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(4)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate


(5)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1966.814 26294.784 .075 .941

T.udara -4.405 25.732 -.027 -.171 .865 .901 1.110

K.udara 29.451 12.208 .509 2.412 .022 .487 2.052

Kec.angin 118.191 55.774 .350 2.119 .042 .795 1.258

S.udara -13.152 40.174 -.072 -.327 .746 .451 2.219

a. Dependent Variable: C.Hujan

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea -3.30743

Cases < Test Value 18

Cases >= Test Value 18

Total Cases 36

Number of Runs 18

Z -.169

Asymp. Sig. (2-tailed) .866


(6)

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 127210.387 4 31802.597 3.750 .013a

Residual 262897.620 31 8480.568

Total 390108.008 35

Coefficients

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1966.814 26294.784 .075 .941

T.udara -4.405 25.732 -.027 -.171 .865

K.udara 29.451 12.208 .509 2.412 .022

Kec.angin 118.191 55.774 .350 2.119 .042

S.udara -13.152 40.174 -.072 -.327 .746