Kenyamanan termal
3.2.1 Kenyamanan termal
Kenyamanan termal atau fisik lingkungan rumah dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban relatif, kecepatan angin, pencahayaan dan kebisingan.
Temperatur ruangan berkisar 24 o C - 31
C, hal ini mendekati temperatur yang disyaratkan
bahwa batas kenyamanan di daerah khatulistiwa berkisar antara temperatur 22,5 o C – 29,5 C
(Lippsmeier, 1994), dengan rentang 21,37 o C – 28,37 C (AsHrAE), dan rentang 22,8 C – 30,2 C (sujatmiko, 2007).
Kelembaban atau Relative Humidity (rH), dalam dan luar ruangan hampir sama, dan sangat tinggi (di atas 60%). Untuk kenyamanan, rH sebaiknya berada di atas 20% sepanjang tahun, di bawah 60% pada musim panas, dan di bawah 80% pada musim dingin (Lechner, 2007). Kelembaban tinggi, di atas 80%, dapat menyebabkan pembentukan uap air pada kulit manusia yang membuat badan kurang nyaman ( satwiko 2009, rahman 2010), dan terganggunya kesehatan penghuni seperti: tumbuhnya jamur pada kulit.
Kecepatan angin dalam ruangan pada siang hari berkisar 0,1 sampai dengan 0,3 m/detik, sedangkan pada malam hari kecepatan angin dalam ruangan 0 m/detik, karena jendela dan ventilasi ditutup. gerakan udara dapat mempengaruhi kecepatan panas yang hilang baik dengan cara konveksi maupun penguapan. oleh karenanya kecepatan angin yang berkisar antara 0,1 – 0,3 m/detik memenuhi persyaratan kenyamanan (Lechner, 2007 dan Mangunwijaya, 1981), dan tidak boleh lebih dari 0,2 m/detik (Kroemer dan grandjean, 2000). dengan adanya gerakan udara sesuai dengan yang disyaratkan oleh beberapa ahli tersebut di atas, maka sirkulasi udara dalam ruangan berlangsung sangat baik, yang berdampak pada peningkatan kesehatan penghuni, kepengatan ataupun iritasi mata menurun. Peningkatan kecepatan udara dalam ruangan disebabkan oleh adanya pemasangan jendela pada dinding depan dan ventilasi pada dinding belakang sehingga terjadi sirkulasi silang. Hal ini didukung oleh hasil penelitian nitiyasa (2009) yang menyatakan bahwa sirkulasi udara secara silang dapat meningkatkan kenyamanan penghuni perumahan sederhana di kawasan Cemara giri dalung Bali.
Kuta, 15 - 16 Desember 2017 | 175
Pencahayaan alami dalam ruangan pada pagi, siang dan sore hari berkisar atara 140 Lux sampai dengan 253 Lux, yaitu lebih besar dari pada 115 Lux yang disyaratkan untuk pencahayaan alami dalam ruangan (Wibisono, 2010). Terpenuhinya pencahayaan alami ini karena adanya jendela, ventilasi dan pintu. Pencahayaan alami tidak hanya berpengaruh pada kemudahan aktivitas dan aksesibilitas penghuni di dalam ruangan, tetapi juga akan berpengaruh pada peningkatan efisiensi penggunaan tenaga listrik, karena pada siang hari penghuni tidak perlu lagi menghidupkan lampu. demikian juga Parwata (2008) membuktikan intensitas cahaya alami dalam ruangan sangat dipengaruhi oleh luas dan jenis bukaan jendela dan ventilasi. dalam redesain rumah di desa Pengotan, jendela dipasang pada dinding depan dengan sistem bukaan ke samping kiri dan kanan, ventilasi dipasang pada dinding sisi belakang sehingga terjadi aliran udara segar dari depan dan udara kotor keluar melalui ventilasi belakang.. Hindarto (2011) menyebutkan jendela untuk pencahayaan alami lebih merata dan ventilasi silang untuk sirkulasi udara yang dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya, serta penghematan penggunaan energi listrik . Penggunaan cahaya alami secara optimal tidak hanya berpengaruh positif terhadap kesehatan penghuni, tetapi juga menurunkan penggunaan energi listrik, yang mana sebelum redesain listrik selalu menyala bila ada kegiatan dalam ruangan. Pencahayaan alami yang baik membuat ruangan lebih terang dan lebih sehat. indra (2011) menjelaskan penetrasi sinar matahari yang maksimal ke dalam rumah membuat penggunaan lampu berkurang akhirnya menghemat biaya hidup rumah yang harus dikeluarkan. sinar matahari juga terbukti membunuh kuman atau bakteri yang biasa tumbuh subur di lingkungan yang lembab. Vitamin
d yang terkandung dalam sinar matahari pagi pun sangat baik untuk tulang dan kulit (Wibisono, 2010). Kebisingan maksimum dalam ruangan pada siang hari adalah 46 dBA dan pada malam hari kebisingan maksimum adalah 38 dBA. Kebisingan ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan pemerintah Provinsi Bali, yaitu maksimun 50 dBA pada siang hari dan 45 dBA pada malam hari. Kebisingan yang terjadi di lingkungan permukiman ini lebih banyak dipengaruhi oleh lalu lintas kendaraan di jalan raya dan suara traktor dan alat pertanian yang beroperasi di sawah sekitar rumah. Faktor kenyamanan secara akustik, seperti kebisingan sebenarnya juga terkait dengan kesehatan penghuni, namun efek yang ditimbulkan tidak seketika terasa, sehingga sampai saat ini masih sering diabaikan. Penghuni di dalam rumah bukan hanya merasa tidak nyaman, namun secara tidak langsung juga akan menurunkan kesehatannya. Misalnya, karena sedemikian bising, penghuni rumah tidak dapat beristirahat dengan baik, dan karena tidak cukup istirahat maka akan merasa cepat lelah, mudah marah, kurang dapat berkonsentrasi, dan lain sebagainya. Bila hal ini dihadapi sepanjang hari dan berlangsung terus-menerus, bukan tidak mungkin tingkat kesehatan penghuni rumah akan berangsur- angsur menurun (Anonim, 2011).