BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan. Bahan bakar yang digunakan selama ini berasal dari minyak mentah yang
diambil dari dalam bumi, sedangkan minyak bumi merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui. Kebutuhan energi dari bahan bakar minyak bumi BBM di
berbagai negara di dunia dalam tahun terakhir ini mengalami peningkatan tajam. Tidak hanya pada negara - negara maju, tetapi juga di negara berkembang seperti
Indonesia. Sehingga untuk beberapa tahun ke depan diperkirakan masyarakat akan mengalami kekurangan bahan bakar. Keadaan ini tidak dapat lagi dipertahankan pada
dasawarsa sembilan puluhan. Bahkan pada abad 21 sekarang ini Indonesia diperkirakan akan menjadi net importer bahan bakar fosil [10].
Melihat kondisi di atas, sudah saatnya Indonesia mengembangkan berbagai energi alternatif yang dapat diperbaharui. Kebutuhan energi fosil yang non-
renewable perlu digantikan dengan energi yang renewable. Untuk mengantisipasi
terjadinya krisis bahan bakar minyak bumi BBM pada masa yang akan datang, saat ini telah dikembangkan pemanfaatan etanol sebagai sumber energi terbarukan,
contohnya untuk pembuatan bioetanol. Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan
biomassa dengan cara fermentasi, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO
2
hingga 18 [17]. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi.
Buah salak termasuk jenis buah-buahan yang mengandung glukosa tinggi. Tingginya kandungan glukosa yang terdapat pada buah salak berpotensi untuk
dijadikan sebagai sumber pembuatan bioetanol. Selain dari pada itu, buah salak merupakan buah yang dapat tumbuh baik di Indonesia, sehingga ketersediaan bahan
baku terjamin. Di Sumatera Utara khususnya Kabupaten Tapanuli Selatan, buah salak banyak dijumpai. Buah salak yang berasal dari daerah Tapanuli Selatan
Universitas Sumatera Utara
tersebut mengandung kadar gula dan air yang tinggi sehingga buah tersebut mudah membusuk jika terluka.
Produksi buah salak Kabupaten Tapanuli Selatan mencapai 100 ton per hari, dan 5 – 10 dari buah salak yang dipanen merupakan buah salak yang tidak layak
jual karena kulitnya terbuka ataupun buahnya terluka [14]. Melihat kondisi ini, buah salak tidak layak jual tersebut berpotensi dijadikan sebagai bahan baku pembuatan
bioetanol. Dengan demikian buah salak yang tidak layak jual tersebut tidak terbuang sia-sia.
Dari 100 ton buah salak yang di produksi tiap harinya terdapat 10 buah yang tidak layak jual dan dapat diolah menjadi bioetanol. Dari 10 ton buah salak
yang diolah dapat menghasilkan 3,5 ton bioetanol dan produk lainnya. Harga bioetanol hingga saat ini mencapai Rp. 9.000,00 dan akan meningkat hingga
mencapai Rp. 12.000,00 [6]. Oleh karena itu pembuatan bioetanol dari buah salak perlu diteliti lebih lanjut lagi.
Telah banyak penelitian mengenai pembuatan bioetanol dari buah-buahan sebagai energi alternatif. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Fifi Nurfiana dkk
2009 menggunakan biji durian untuk pembuatan bioetanol dan menyimpulkan bahwa fermentasi terhenti setelah berlangsung selama 75 jam dengan kadar etanol
8,64 . Penelitian yang dilakukan oleh Retno 2011 dengan menggunakan kulit pisang sebagai bahan baku memperoleh waktu optimum fermentasi adalah 144 jam
dengan kadar etanol 13,5406. Pembuatan bioetanol dari buah salak pernah diteliti oleh Yurida Wijayanti
2011 dengan memvariasikan penambahan ragi, yaitu 1, 1,5, 3, 5, dan 7,5. Hasil yang diperoleh adalah kadar alkohol tertingi 54,16 dengan penambahan ragi
7,5. Kinetika reaksi merupakan hal penting dalam memproduksi produk yang
dihasilkan melalui suatu reaksi kimia. Dengan mengetahui kinetika reaksi, dapat ditentuka kondisi optimum dari suatu proses. Oleh karena itu perlu dikaji tentang
kinetika reaksi fermentasi alkohol dari buah salak.
Universitas Sumatera Utara
1.2 RUMUSAN MASALAH