Intervensi Kebijakan Pimpinan Puncak terhadap Budaya Kerja Dosen

C. Intervensi Kebijakan Pimpinan Puncak terhadap Budaya Kerja Dosen

Gouilart dan Kelly dalam Liliku Agung (2005;1) memberikan penjelasan bahwa melakukan transformasi budaya kerja di semua organisasi termasuk di perguruan tinggi menggunakan empat framework, antara lain :

1) reframing- the company‟s conception to what it is, and what it can achieve,

2) restructuring-the corporate body to bring it to a competitive level of performance, 3) revitalizing- the company‟s relationship to the competitive environment, igniting growth in existing businesses and inventing new ones, 4) renewing-individuals and the organization, enabling them to become integral parts of a connected and responsible world community .

Pendapat di atas memberikan pemahaman bahwa transformasi itu bukan sekedar menjalankan downsizing, namun lebih menekankan pada perubahan secara fundamental akan pola kerja, nilai-nilai yang berlaku dan strategi yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan zaman serta stakeholdersnya.

Dalam proses awal transformasi budaya kerja dosen faktor kepemimpinan puncak, (rektor, ketua direktur) menjadi posisi yang sangat strategis dan menentukan. Bahkan kalau mau jujur faktor kepemimpinan puncak merupakan faktor yang paling Dalam proses awal transformasi budaya kerja dosen faktor kepemimpinan puncak, (rektor, ketua direktur) menjadi posisi yang sangat strategis dan menentukan. Bahkan kalau mau jujur faktor kepemimpinan puncak merupakan faktor yang paling

Lilik Agung (2005;2) menjelaskan keberhasilan GE yang dipimpin Jack Welch, IBM dipimpin oleh Lou Gerstner, Xerox dipimpim oleh Anne Maria Dolan, Jamu Nyonya Meneer dipimpin oleh Charles Saerang dan Group Wing dipimpin oleh Freddy Katuary. Semua ini menjadi contoh sebuah lembaga yang sukses menjalankan transformasi budaya kerja yang didukung oleh pimpinan yang visioner. Hal ini juga berlaku di perguruan tinggi. Tamin (2004;1) juga menjelaskan bahwa transformasi budaya kerja pegawai negeri sipil (PNS) termasuk dosen di perguruan tinggi dapat dilakukan bila nilai-nilai dasar budaya kerja diterapkan melalui proses sosialisasi, internalisasi dan institusionalisasi. Penerapan nilai-nilai budaya kerja untuk pengembangan jati diri, sikap dan perilaku kerja sebagai pelayanan stakeholders perguruan tinggi tempat bekerjanya. Penerapan nilai-nilai budaya kerja melalui pengembangan kerja sama dan dinamika kelompok. Penerapan nilai-nilai budaya kerja untuk memperbaiki kebijakan, penerapan nilai-nilai budaya kerja untuk memperbaiki pelaksanaan manajemen dan pelayanan kepada mahasiswa, penerapan nilai-nilai budaya kerja untuk memperbaiki pelaksanaan pengawasan, evaluasi kinerja dan penegakkan hukum secara konsisten.

Budaya kerja ini diharapkan tidak terhenti sebagai wacana melainkan benar- benar bisa diwujudkan sebagai standard operating procedure (SOP). Karena itu ada dua pendekatan yang dapat ditempuh secara strategis yaitu sosialisasi ke dalam diri sendiri dan dipadukan dengan sosialisasi kepada masyarakat setempat (stakeholder) lembaga tempat bekerjanya.

Sosialisasi kepada masyarakat (stakeholders) perguruan tinggi sangat strategis karena dapat membentuk opini publik yang diharapkan dapat berdampak positif

terhadap perubahan lingkungan sosial yang mampu ―memaksa‖ perubahan sikap dari perilaku setiap dosen yang ada di lembaga tersebut.

Sachari dan Sunarya (2001;79) menjelaskan bahwa proses transformasi budaya kerja dosen pada dasarnya perlu dipahami dengan seksama. Karena membutuhkan waktu yang panjang dan transparan dengan memperhatikan kejadian transformasi lainnya. Lebih lanjut HRD Indonesia menggambarkan proses pengembangan budaya kerja oleh pimpinan puncak di berbagai instansi kerja, sebagai berikut :

Gambar 7.1 : Proses Pengembangan Budaya Kerja dosen (Sumber HRD Indonesia, 2005;3)

Dengan demikian transformasi budaya kerja dosen di perguruan tinggi dapat diandalkan sebagai suatu proses pengalihan total dari suatu bentuk penampilan kerja baru yang akan mapan (diterima) semua pihak, dan dapat pula diandalkan sebagai tahap akhir suatu proses perubahan penampilan kerja yang menjadi tuntutan zaman atau peraturan yang sedang berlaku.