Tantangan dan Hambatan dalam Transformasi Budaya Kerja Dosen

B. Tantangan dan Hambatan dalam Transformasi Budaya Kerja Dosen

Belajar dari pengalaman Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam melakukan transformasi, termasuk dalam urusan budaya kerja dosen. Tentunya tidak akan jauh berbeda dengan pengalaman perguruan tinggi lainnya, yang pasti ada tantangan dan hambatan dalam transformasi di masing-masing perguruan tinggi dengan suasana dan kadar dinamika organisasi yang beragam. Karena transformasi budaya kerja dosen merupakan suatu proses perubahan karakter civitas akademika yang bersifat dinamis, berpotensi menimbulkan konflik dengan sistem dan nilai-nilai lama, serta mengandung Belajar dari pengalaman Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam melakukan transformasi, termasuk dalam urusan budaya kerja dosen. Tentunya tidak akan jauh berbeda dengan pengalaman perguruan tinggi lainnya, yang pasti ada tantangan dan hambatan dalam transformasi di masing-masing perguruan tinggi dengan suasana dan kadar dinamika organisasi yang beragam. Karena transformasi budaya kerja dosen merupakan suatu proses perubahan karakter civitas akademika yang bersifat dinamis, berpotensi menimbulkan konflik dengan sistem dan nilai-nilai lama, serta mengandung

1. Mengembangkan kepemimpinan transformasional yang mampu membangun kebersamaan dalam kesadaran akan urgency dan visi terhadap proses transformasi budaya kerja yang sedang dan akan dilaksanakan.

2. Membangun kep emimpinan kolektif yang ―strong‖ dan efektif, melibatkan semua unit kerja dari level pucuk pimpinan sampai pada pimpinan yang berada pada level terendah yakni Ketua jurusan dan Program studi, guna mereduksi penolakan maupun konflik yang relative tinggi dalam masa transisi.

3. Membangun kepercayaan (trust) di antara civitas akademika kampus termasuk stakeholder, user dan pemerintah setempat terhadap kesungguhan dan kejujuran pimpinan perguruan tinggi dalam melakukan transformasi budaya kerja dosen maupun institusional.

4. Menjaga kelangsungan kegiatan kampus selama proses transformasi budaya kerja dosen dilakukan terutama dalam memenuhi ekspektasi stakeholder terhadap lulusan dan layanan perguruan tinggi.

5. Mengelola proses transisi secara terorganisir sehingga tidak menghambat proses perubahan budaya kerja secara holistik

6. Menyelaraskan perubahan antar unit kerja dengan mengedepankan sinergitas, kebersamaan dan kolegial.

7. Menerapkan sistem perencanaan yang mengakomodasikan secara luas aspirasi dan partisipasi civitas kampus dalam transformasi budaya kerja sehingga membangun komitmen yang tinggi dari segenap warga kampus.

8. Memadukan segala niat dan usaha untuk menciptakan budaya kerja dosen professional.

Disamping tantangan yang ada di atas, merujuk pengalaman Kadiman (2003;8) dalam melakukan transformasi di perguruan tinggi ITB ada beberapa hal yang akan menghambat proses transformasi termasuk budaya kerja, antara lain

1. Konflik kepentingan Eksistensi individu di perguruan tinggi terutama yang berstatus negeri sungguh luar biasa. Otonomi individu terasa kuat, semakin banyak dosen yang bergelar guru besar dan sudah menempuh pendidikan pada strata doktoral (S3), dinamika kampusnya akan semakin tinggi. Kondisi dari semakin terpelajarnya SDM dosen perguruan tingg peluang benturan kepentingan antar individu atau kelompok, baik dalam tahap persiapan konsep transformasi, nilai-nilai yang ingin diintrodusir sampai teknis yang dilakukan. Polarisasi kekuatan biasanya akan terbentuk secara alamiah antara yang sedang berkuasa dengan yang berada di luar kekuasaan. Konflik kepentingan ini semakin kontras jika pimpinan puncak tidak melakukan rekonsiliasi pasca pemilihan pimpinan puncak (rektor, ketua, direktur), dekan sampai ketua jurusan/ program studi.

Konflik kepentingan diantara dosen berpotensi proses dan program transformasi budaya kerja tidak berjalan sukses, energi dosen banyak terkuras untuk berdebat karena masing-masing mereka memiliki persepsi yang berbeda, akhirnya berdampak pada ketidaklarasan dalam proses transformasi.

2. Sikap apriori atau curiga terhadap perubahan Kumpulan orang pintar di kampus bukan hanya memberikan peluang kampus untuk sukses, namun dibalik itu tersimpan sikap apriori atau saling curiga. Ini salah satu tanda masyarakat cerdas, selalu mempertanyakan setiap ada perubahan apakah perubahan itu sudah melalui suatu riset. Kembali merujuk pengalaman Kadiman melakukan transformasi di ITB. Sikap apriori dirasakan pada saat awal proses transformasi digulirkan. Pada saat itu diseminasi informasi tentang rencana transformasi beserta sasaran yang akan dicapai baru saja di mulai, keyakinan (trust) terhadap kesungguhan dan komitmen Pimpinan ITB dalam melakukan transformasi secara konsisten belum terbangun, dan hasil nyata dari proses transformasi belum bisa diwujudkan. Dalam kondisi itu, sikap sebagian besar warga ITB adalah menunggu dan belum terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam transformasi. Hal tersebut berdampak pada keterlambatan pembentukan “critical mass” yang diperlukan untuk segera mendorong proses transformasi budaya kerja dosen sesuai dengan harapan pimpinan dan lembaga.

3. Pengaruh budaya kerja dan sistem kerja lama yang menggurita Pada awal transformasi budaya kerja dosen, yang tidak bisa dihindarkan adalah munculnya pengaruh budaya kerja dan sistem kerja lama dalam implementasi dan pengembangan institusional perguruan tinggi.

4. Struktur organisasi Struktur organisasi merupakan kerangka kerja yang menggambarkan alokasi dan pengelolaan sumber daya, secara garis authority dan pengambilan keputusan dalam organisasi. Struktur organisasi dirancang untuk mendukung strategi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Dalam proses transformasi yang bersifat sangat dinamis, struktur organisasi dapat menjadi hambatan pada saat kemajuan proses transformasi memasuki tahapan baru dengan karakteristik permasalahan yang memerlukan strategi pengelolaan yang berbeda. Untuk itu diperlukan struktur organisasi yang fleksibel dan responsive terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi, baik di lingkungan internal maupun di lingkungan eksternal (Kadiman, 2005)