Pendidikan dalam Perspektif Hadits

Isi Kitab Ta’lîm al-Muta’allim

Kitab Ta‟lîm al - Muta‟allim berjumlah satu jilid yang relatif tidak tebal. Al-Zarnûjî menyusun karyanya didahului dengan basmalah , kemudian menyambungnya dengan pujian terhadap Allah SWT dan disempurnakan dengan salawat kepada Nabi Muhammad SAW. Penyusunan Kitab Ta‟lîm al - Muta‟allim ini dilatarbelakangi banyaknya pelajar yang giat dalam menuntut ilmu, akan tetapi tidak mendapatkan manfaat dan buah dari ilmu itu sendiri. Selanjutnya al-Zarnûjî mengadakan penelitian apa yang menyebabkan para pelajar tidak mendapat manfaat dari ilmu yang selama ini mereka cari. Dari hasil penelitian yang dilakukan al-Zarnûjî dapat disimpulkan bahwa: pertama , pelajar di kala itu banyak yang keliru jalannya dalam menuntut ilmu; kedua , para pelajar pada zaman itu tidak mencermati dan menganalisa permasalahan tersebut, maka al-Zarnûjî merasa prihatin dan tersentuh untuk menyusun sebuah risalah yang berhubungan dengan tatacara dalam menuntut ilmu (metodologi pembelajaran). Oleh karena itulah az- Zarnûjî menyusun karyanya dengan memberi nama “TA‟LîM AL-

79 MUTA‟ALLIM THARîQ AT- TA‟ALLUM” yang berarti “Pelajaran bagi Pelajar akan Jalannya Belajar”.

Dalam karyanya, al-Zarnûjî membagi menjadi 13 pasal yang terdiri dari: 1). Pengertian Ilmu dan Fikih serta Keutamaannya; 2). Niat dalam Belajar; 3). Memilih Ilmu, Guru, Teman, dan Ketabahan; 4). Mengagungkan Ilmu dan Ulama; 5). Tekun, Kontinuitas, dan Minat; 6). Permulaan, Ukuran, dan Tata

76 M. P lessner dan J.P. Berkey “az-Zarnûji”, dalam C.E. Bosworth, dkk. (ed), Encyclopaedia of Islam, WebCD Edition (Leiden: Brill Academic Publishers, 2003). 77

Haji Khalîfah, Kasyf azh- Zhunûn „An Asmâi al -Kutub wa al-Funûn , (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), Jilid 5, h. 15. Lihat juga „Umar Ridhâ Kahhâlah, Mu‟jam al - Mu‟allifîn: Tarâjim Mushannif al -Kutub al- „Arabiyyah (Beirut: Dâr Ihya‟ at-Turâts al-

„Arabî, 1957), Jilid 3, h. 43. Lihat juga M. Plessner dan J.P. Berkey “az-Zarnûji”, dalam C.E. Bosworth, dkk. (ed.), Encylopedia of Islam, WebCD Edition (Leiden: Brill Academic Publishers, 2003). 78

79 Haji Khalîfah, Kasyf azh- Zhunûn „An Asmâi al -Kutub wa al-Funûn , (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), Jilid 5, h. 15. Dalam manuskrip naskah asli, ditemukan judul kitab ini sedikit berbeda redaksi, yaitu

Ta‟lîm al - Muta‟allim Fî Tharîq at- Ta‟allum. Yusuf Sarkis dalam Mu‟jam al - Mathbu‟ât menyebut nama Ta‟lîm al - Muta‟allim Li at - Ta‟allum Tharîq al- „Ilm. Lihat Az-Zarnûji, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu , terj. Aliy As‟ad, (Kudus: Menara Kudus, 2007), h. 2.

Tertib Belajar; 7). Tawakkal; 8). Waktu Keberhasilan; 9). Kasih Sayang dan Nasihat; 10). Mencari Faedah; 11). Sifat Wara‟ saat Belajar; 12). Penyebab Hafal dan Lupa; 13). Mendatangkan dan Menolak Rezeki, Serta Memperpanjang dan Memperpendek Umur. Setelah az- Zarnûjî menutup mukadimahnya dengan ungkapan “ Hanya kepada Allah kami mohon pertolongan, dan hanya kepada -Nya kami berserah diri serta tempat kami kembali ”, kemudian az- Zarnûjî mulai membahas pasal demi pasal hingga selesai. Untuk melihat pembahasan kitab ini secara komprehensif, akan penulis paparkan sebagai berikut:

Ilmu dan Ulama serta kemuliaannya

Dalam pasal pertama al-Zarnûjî menyatakan bahwa kemuliaan ilmu itu tiada seorang pun yang meragukannya, karena ilmu itu khusus dimiliki manusia. Artinya, ilmu hanya dimiliki oleh manusia, binatang tidak memilikinya. Dengan ilmulah manusia mendapat kemuliaan dan kedudukan mulia di sisi Allah SWT. Di samping itu, ilmu merupakan wasîlah (sarana) terhadap kebaikan dan takwa. Dengan ilmu, Allah SWT memp erlihatkan keunggulan Nabi Ādam AS atas para malaikat dan memerintahkan mereka

agar sujud (hormat) kepada beliau. Hal ini terjadi karena Allah SWT telah mengajari Nabi Ādam AS tentang nama-nama sesuatu dan fungsinya. 80

Ilmu yang harus diprioritaskan untuk dipelajari terlebih dahulu adalah „ Ilmu al-Hâl (yaitu ilmu tingkah laku atau ilmu keadaan/kondisi). Yang dimaksud di sini adalah ilmu pengetahuan yang selalu

81 diperlukan dalam melaksanakan agama, yaitu Ilmu 82 Ushûluddîn dan Ilmu Fikih. Kedua ilmu ini tidak dapat diabaikan oleh setiap muslim dan muslimat, karena ilmu Ushûluddîn akan membimbing kehidupan

iman dan ruhaninya, sedangkan ilmu fikih akan membimbing perbuatan jasmani dalam melaksanakan tugas amanat agamanya. Al-Zarnûjî menganjurkan setelah mempelajari kedua ilmu tersebut untuk mempelajari juga ilmu yang berhubungan dengan akhlak, baik akhlak terpuji ( akhlâq al-karîmah ) maupun akhlak tercela ( akhlâq al-madzmûmah ). Dengan mengetahui akhlak terpuji diharapkan seseorang dapat melaksanakannya, sedangkan mengetahui akhlak tercela diharapkan seseorang mampu mengantisipasinya. Karena secara logis, seseorang tidak akan dapat menghindar dari akhlak tercela kecuali ia mengetahuinya.

Al-Zarnûjî mengklasifikasi hukum mempelajari ilmu dalam be berapa hukum. „ Ilmu al - Hâl dan akhlak hukum mempelajarinya adalah fardhu „ain, sedangkan ilmu yang bersifat temporer penggunaannya maka hukum mempelajarinya adalah fardhu kifâyah . Adapun yang dikategorikan ilmu fardhu kifâyah

antara lain, ilmu kedokteran. 83 Sedangkan ilmu nujum yang berarti meramal nasib seseorang atau meramal penyakit maka hukum mempelajarinya adalah haram. Karena implikasi dari ilmu ini dapat merusak iman

seseorang, karena seakan mendahului takdir Allah SWT. Lain halnya dengan ilmu nujum semacam ilmu falak atau astronomi modern, maka hukum mempelajarinya adalah mubâh . Karena ilmu ini didasarkan pada kesimpulan-kesimpulan empirik yang tersusun secara ilmiah akademik. Di samping itu, ilmu nujum ini memiliki manfaat yang berguna bagi kehidupan manusia, misalnya untuk mengetahui arah mata angin, mengetahui arah kiblat, dan memprediksi bakal terjadinya sesuatu berdasarkan fenomena alam seperti kapan akan turun hujan.

Niat dan Motivasi Belajar

Setelah seseorang memahami tentang ilmu, ulama dan kemuliaannya serta kewajiban bagi muslim untuk menuntut ilmu, maka selanjutnya dibutuhkan niat dan motivasi dalam menempuh jalan menjadi ahli

81 Lihat Q.S. Al-Baqarah/2: 30-34. Ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar agama yang meliputi ilmu tauhid, keyakinan-keyakinan, dan sabda Tuhan. Lihat Harun Nasution, 82 Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan , (Jakarta: UI Press, 1972), Cet. ke-2, h. iv.

Fikih secara bahasa artinya paham akan maksud pembicaraan. Sedangkan secara istilah artinya pengetahuan tentang hukum-hukum syariat Islam mengenai perbuatan manusia, yang diambil dari dalil-dalilnya secara terperinci. Lihat Abdul Wahhab Khallaf, 83 Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh) , (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), Cet, ke-8, h. 2. Fardhu „ain adalah ketetapan Allah SWT yang harus dilaksanakan oleh setiap orang mukallaf (dewasa dan sehat akal). Sedangkan fardhu kifâyah adalah ketetapan Allah SWT yang penting dan dan harus dilaksanakan dengan tanpa meninjau individu pelakunya. Substansi keduanya sama yaitu ketetapan yang harus dilaksanakan. Perbedaannya hanya terletak pada pelaku. Fardhu „ain melibatkan setiap individu umat Islam, sedangkan fardhu kifayah dapat dilaksanakan oleh sebagian umat Islam saja (keterwakilan). Menurut asy- Syihâb ibn „Imâd, bobot fardhu kifâyah setingkat lebih rendah di bawah fardhu „ain. Lihat Zakâriyâ al-Anshârî, Ghâyah al-Wusûl Syarh Lubb al-Ushûl , (t.tp.: Syirkah an-Nur Asia, t.t.), h. 10 dan 27.

ilmu. Karena niat adalah pondasi utama dalam meniti dunia keilmuan. Al-Zarnûjî berpesan pada pasal kedua dalam kitabnya, bahwa setiap pelajar harus mempunyai niat yang baik selama menuntut ilmu, sebab niat merupakan dasar atau pokok segala aktifitas. Al-Zarnûjî mengatakan bahwa selama menuntut ilmu hendaknya para pelajar berniat untuk mencari ridha Allah SWT, untuk bekal di akhirat, memberantas kebodohan diri maupun orang lain, mengembangkan dan menegakkan Islam, dan hendaknya menuntut ilmu itu diniatkan untuk mensyukuri nikmat akal dan badan yang sehat. Janganlah menuntut ilmu diniatkan untuk mencari popularitas, harta, dan lain sebagainya. Karena seseorang yang telah merasakan buahnya ilmu dan amal, maka akan semakin sedikit cintanya terhadap harta benda. Akan tetapi beliau mengatakan bahwa seseorang boleh meraih keagungan demi memperjuangkan kebenaran dan memuliakan agama ( amar ma‟rûf nahî munkar), dan bukan untuk kepentingan hawa nafsunya sendiri”.

Oleh karena itu di antara sikap yang harus diperhatikan oleh para pelajar, menurut al-Zarnûjî antara lain: 1). Janganlah ilmu (agama) yang telah diperolehnya hanya digunakan untuk mencari keuntungan dunia semata; 2). Janganlah mengharap pemberian orang lain (tamak) atau meminta-minta yang bukan pada tempatnya, sehingga menjadikan dirinya menjadi hina sebab perbuatan itu; 3). Para pelajar harus

memiliki sifat 84 taw âdhu‟ (rendah hati). Karena sesungguhnya tawâdhu‟ adalah bagian tanda orang yang takwa. Dengan tawâdhu‟derajatnya akan semakin tinggi; 4). Hendaknya seorang pelajar berpenampilan

dan bertindak dengan sesuatu yang dapat mengangkat derajat ilmu dan ahlinya, seperti membesarkan putaran surban dan melonggarkan lengan baju, sebagaimana yang dianjurkan oleh Imâm Abû Hanîfah, hal ini dimaksudkan agar ilmu dan orang alim tidak dipandang remeh. 85

Kriteria Ilmu, Guru, dan Teman

Menurut Al-Zarnûjî ilmu yang pertama sekali harus dipelajari adalah ilmu tauhid. Yang kedua hendaknya memilih ilmu yang lama (kuno) dan jangan memilih ilmu yang baru. Ilmu lama (kuno) maksudnya adalah ilmu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, tâbi‟în, dan tâbi‟ at-t âbi‟în. Sedangkan ilmu baru adalah ilmu-ilmu yang lahir setelah periode tersebut (khususnya masalah ilmu agama), seperti ilmu debat dan ilmu meramal nasib. Kedua ilmu tersebut harus dijauhi, karena menurut az-Zarnûjî, akan menjauhkan pelajar dari belajar ilmu fikih, membuang-buang umur, dan melahirkan sifat buas serta menimbulkan

permusuhan. 86

87 Dalam memilih guru pun al-Zarnûjî menyarankan agar memilih guru yang lebih 88 „alîm, wara‟, dan lebih tua usianya. Adapun cara memilih guru adalah dengan tidak langsung melibatkan diri dalam

halaqah ilmiah, melainkan dengan sabar menunggu sambil merenung dan bermusyawarah selama lebih kurang dua bulan guna memilih seorang guru yang sesuai dengan kemantapan hati. Setelah dianggap mantap berguru kepadanya, maka barulah menetap dalam menuntut ilmu padanya. Hal ini dimaksudkan

84 Tawâdhu‟ dalam bahasa Jawa sering diartikan “ andhap asor ” artinya rendah hati. Tawâdhu‟ dalam arti merendah dan tidak suka memamerkan prestasi kesalihan yang telah dicapainya.

85 Penampilan seperti ini, kata K.H. Tolchah Mansoer, ternyata dipraktikkan oleh dunia universitas sekarang, seperti para dosen/guru besar selalu memakai toga dan muts berwarna hitam sebagai pakaian kebesaran ketika upacara resmi keilmuan,

misalnya ketika wisuda sarjana, pidato pengukuhan guru besar, dan lain sebagainya. Begitu juga para mahasiswa yang telah tamat menempuh studi. Lihat al-Zarnuji, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu , terj. Aliy As‟ad, (Kudus: Menara Kudus, 2007), bagian Sambutan (Kata Pengantar), t.h. 86

Batasan seperti ini tentu dimaksudkan dalam konteks mempelajari agama. Karena dalam belajar ilmu agama memang diperlukan kemurnian/akurasi ilmu dan faliditas informasinya. Sedang akurasi dan faliditas ini dapat diperoleh dari sumber asalnya. yaitu Nabi SAW dan generasi terdekatnya (sahabat dan para tabi‟in). Belajar ilmu agama tidak boleh gegabah sebab akan berakibat nilai-nilai agama terdistorsi dengan pemaksaan logika, sehingga ajarannya tidak murni lagi. Ilmu juga dapat diklasifikasikan menjadi ilmu yang bersumber dari syariat dan ilmu yang bersumber dari filsafat. Termasuk ilmu yang bersumber dari syariat, antara lain: ilmu qira‟ah, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam, ilmu ushul fikih, ilmu akhlak, dan tasawuf. Selain dari itu semua dikelompokkan ke dalam ilmu yang bersumber dari filsafat. Lihat Haji Khalîfah, Kasyf azh-Zh unûn „An Asmâi al -Kutub

wa al-Funûn, 87 Jilid 1, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 11. „ Alîm adalah bahasa Arab yang berarti orang yang berilmu, karena akar katanya adalah „ ilm .„ Alim adalah orang yang

telah menguasai ilmu agama Islam dengan segala cabangnya. Ia juga telah melalui pendidikan agama Islam secara formal maupun non formal.. Lihat Armai Arief, 88 Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau , (Jakarta: Suara ADI, 2009), h. 92. Wara‟ adalah menjaga diri ( self protection ) dari hal yang haram, baik perbuatan, ucapan, sandang, pangan, dan papan. Wara‟ kâmil (wara‟ yang sempurna) adalah menjaga diri dari segala sesuatu yang tidak berguna menurut agama, baik sesuatu itu mubah, syubhat, makruh, apalagi haram. Adapun orang yang memiliki sifat wara‟ disebut wira‟i.

agar mendapat berkah dan manfaat sebanyak-banyaknya dari ilmu sang guru. Karena apabila seorang pelajar langsung belajar pada seorang guru tanpa berpikir dan musyawarah terlebih dahulu, maka dikhawatirkan ketika menemukan ketidakcocokan pada pelajaran maupun guru tersebut, maka akan berakibat meninggalkannya. Apabila hal ini terjadi pada seorang pelajar, maka berakibat tidak mendapatkan keberkahan dalam belajar.

Yang Harus Dilakukan oleh Penuntut Ilmu

Setelah pelajar mengetahui bahwa ilmu, guru, dan lingkungan pendidikan telah sesuai dengan kebutuhannya dan merasa mantap dalam hatinya, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh seorang pelajar adalah sebagai berikut:

Sabar dan Tabah Kesabaran dan ketabahan adalah modal dasar yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu. Banyak orang yang berlomba menuju kemuliaan, tetapi jarang yang mempunyai ketabahan. Demikian yang dikatakan al- Zarnûjî dengan mengutip sebuah syair yang berbunyi, “ Menuntut ilmu adalah jalan menuju kemuliaan,

tanpa kesabaran dan ketabahan berarti kesia-siaan .” Oleh karena itu, al-Zarnûjî berpesan kepada para pelajar agar selalu tabah dalam menempuh studinya, dengan cara: 1). Setelah mempelajari suatu kitab (buku) dilarang meninggalkannya dalam keadaan terbengkalai; 2). Dalam mempelajari suatu bidang studi

tidak beralih ke bidang studi lain kecuali bidang studi yang pertama telah dipahaminya; 89 3). Tidak berpindah-pindah dari institusi satu ke institusi lainnya kecuali karena terpaksa; 4). Sabar dalam melawan

kehendak hawa nafsunya; dan 5). Harus sabar dalam menerima segala ujian dan bencana saat menempuh studi.

Memilih teman Memilih teman dalam lingkungan belajar adalah hal yang sangat penting bagi pelajar yang sedang menuntut ilmu. Karena rajin atau malas, baik atau jelek, sukses atau gagalnya seorang pelajar dapat dipengaruhi oleh temannya. Keadaan teman dan karakternya adalah indikator dari seseorang. Dalam hal memilih teman, al-Zarnûjî menyarankan agar seorang pelajar memilih teman yang tekun, wira‟i, berwatak jujur dan mudah memahami permasalahan yang ada. Sedangkan teman pemalas, pengangguran, cerewet, pengacau, dan suka menfitnah; hendaklah dijauhi. Teman yang bersifat seperti itu akan menggagalkan cita-cita bahkan menyeret ke dalam neraka.

Mengagungkan ilmu dan ulama Bagi seorang pelajar mengagungkan ilmu dan ahlinya adalah sebuah keniscayaan. Karena ilmu dan keberkahannya hanya dapat diperoleh dengan rasa ta‟zhîm kepadanya. Oleh karena itu, al-Zarnûjî menjelaskan beberapa cara mengagungkan ilmu dan ahlinya, di antaranya adalah dengan menghormati guru dan memuliakan kitab, karena kitab adalah tempat di mana ilmu ditulis. Memuliakan kitab pada hakikatnya adalah mengagungkan ilmu itu sendiri. Menghormati guru antara lain tidak berjalan di depannya, tidak duduk di tempatnya, tidak mendahului berbicara kecuali dengan izinnya, tidak banyak bicara di sisinya, tidak bertanya sesuatu yang membosankannya, mengambil waktu yang tepat saat bertamu dan tidak mengetuk pintu rumahnya tetapi menunggu sampai ia keluar, menghormati puteranya dan siapapun yang berkaitan dengannya, dan lain sebagainya. Inti dari semua itu adalah mencari ridha sang guru, menghindari murkanya, dan melaksanakan perintahnya (selama tidak melanggar agama). Karena barangsiapa melukai hati gurunya, maka tertutuplah keberkahan ilmunya dan hanya sedikit manfaat ilmu yang dapat dipetiknya.

Sedangkan cara memuliakan kitab, antara lain tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci, tidak menjulurkan kaki ke arah kitab, meletakkan kitab yang lebih tinggi derajatnya di atas kitab yang lebih rendah (contoh meletakkan kitab tafsir Al-Qur'an di atas kitab hadits, dan seterusnya), tidak meletakkan barang apapun di atas kitab, menulisi dengan tulisan yang jelas dan indah, tidak mencorat-

89 Dalam istilah pendidikan sekarang dikenal dengan istilah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu nilai terendah yang dijadikan dasar sebagai indikator pencapaian kompetensi dasar siswa dalam memahami pelajaran.

coret di dalamnya dengan coretan yang tidak berguna, tidak menulisi dengan tinta warna merah, 90 dan format kitab hendaknya persegi empat.

Khidmat dalam mengikuti proses belajar Dianjurkan kepada penuntut ilmu agar memperhatikan seluruh pelajaran dengan penuh keseriusan serta rasa hormat. Keseriusan dalam memperhatikan pelajaran adalah mutlak harus dimiliki oleh pelajar, walaupun ia telah mendengar pelajaran yang sama sebanyak seribu kali. Karena serius dalam memperhatikan pelajaran adalah ciri-ciri ahli ilmu.

Menyerahkan pemilihan bidang studi kepada guru Dianjurkan kepada penuntut ilmu agar tidak memilih sendiri bidang studinya, tetapi menyerahkan kepada gurunya. Karena guru adalah orang yang lebih tahu tentang apa yang terbaik buat murid-muridnya, termasuk memilihkan bidang studi yang sesuai dengan bakat dan kompetensi muridnya.

Memilih posisi duduk yang tepat Saat belajar, penuntut ilmu hendaknya memilih tempat duduk yang tepat. Artinya, tidak terlalu dekat dengan guru atau terlalu jauh darinya. Duduk terlalu dekat menandakan kurangnya rasa hormat kepada guru. Sedangkan duduk terlalu jauh dari guru dikhawatirkan ilmu yang disampaikan kurang dapat diterima.

Menghindari akhlak tercela Akhlak tercela dalam hati seseorang ibarat anjing galak di dalam rumah. Apabila di dalam rumah terdapat anjing galak maka setiap orang akan takut memasukinya. Demikian pula akhlak tercela, apabila berada di hati seorang pelajar, ilmu dan hikmah akan sulit memasukinya.

Bersungguh-sungguh dan tekun belajar Keberhasilan dalam segala hal tak terlepas dari faktor usaha dan kesungguhan untuk meraihnya, begitu pula menuntut ilmu. Kesungguhan pelajar dalam meraih cita-cita dapat diwujudkan dengan tekun mengulangi pelajaran yang telah didapatkannya dan apabila telah jenuh terhadap suatu ilmu maka beralih ke bidang studi lain.

Menyantuni diri sendiri Maksudnya tidak menforsir diri sendiri walau dalam kebaikan karena hal itu tidak dianjurkan oleh agama. Karena setiap anggota tubuh juga mempunyai hak yang harus diberikan oleh setiap manusia. Tidak memberikan hak pada setiap anggota tubuh berarti kezaliman, sedangkan zalim merupakan perbuatan tercela. Oleh karena itu, penuntut ilmu harus pandai mengatur waktu dalam kesungguhan belajarnya agar tidak sampai berlarut-larut dalam kezaliman diri sendiri.

Memancangkan cita-cita luhur Penuntut ilmu harus bercita-cita tinggi dalam berilmu, karena manusia akan terbang dengan cita- citanya sebagaimana burung terbang dengan sayapnya. Cita-cita merupakan motivasi kuat untuk mewujudkan kesungguhan, sementara cita-cita dan kesungguhan adalah modal dasar dalam meraih kesuksesan dalam segala hal.

Terus menghayati keutamaan ilmu Agar semangat menuntut ilmu tidak hilang di tengah jalan, maka penuntut ilmu hendaknya selalu mengingat akan kemuliaan ilmu dibanding dengan yang lain. Hendaknya seorang pelajar tidak terperdaya dengan sesuatupun selain ilmu, dan tidak berpaling dari fikih.

Siap hidup prihatin

90 . Menurut penulis, warna adalah ekspresi dari citra dan rasa. Mungkin pada waktu itu, filosof selalu memilih warna merah untuk mengekspresikan citra rasanya, tapi lain halnya dengan para ulama salaf. Kenyataannya di Indonesia sendiri sampai

sekarang warna merah tidak dipakai untuk mengekspresikan citra rasa keagamaan dan pendidikan. Karena itu, penulis tidak pernah menemukan masjid, mushallâ , madrasah atau pesantren yang dicat dengan dominasi warna merah. Tetapi sepengetahuan penulis belum menemukan ayat Al-Qur'an atau hadits Nabi yang melarang penggunaan warna merah pada buku dan tulisan. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa larangan penggunaan warna merah pada tulisan semata karena faktor kenyamanan dan kesehatan mata, bukan karena larangan syara‟.

Perlu disadari bahwa perjalanan menuntut ilmu itu tidak lepas dari kesulitan dan keletihan, karena menuntut ilmu adalah merupakan urusan yang sangat agung. Barang siapa yang sabar menghadapi semua kesulitan tersebut, maka ia akan mendapatkan lezatnya ilmu yang melebihi semua kelezatan dunia.

Pranata Teknik Belajar

Metode belajar sangat penting demi keberhasilan siswa dalam menempuh studi. Al-Zarnûjî menyatakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pelajar dalam meraih suksesi studinya, antara lain:

Hari permulaan belajar Menurut az-Zarnûjî, hari yang tepat untuk memulai belajar adalah hari Rabu. Karena pada hari itu Allah SWT menciptakan cahaya, dan hari itu pula merupakan hari sial bagi orang kafir, maka berarti hari Rabu merupakan hari berkah bagi orang mukmin.

Kualitas dan Kuantitas pelajaran Seorang pelajar dalam menerima pelajaran, seharusnya sedikit demi sedikit sesuai dengan pola pikir dan daya nalar yang ia miliki. Pelajaran bagi pemula hendaknya tidak terlalu banyak sehingga sulit untuk dihafal. Di samping itu pelajaran bagi pemula juga berupa pelajaran yang mudah dipahami. Setelah semuanya dapat dihafal dan dipahami, baru boleh ditambah dengan pelajaran lebih lanjut dengan cara sedikit demi sedikit.

Membuat catatan Hendaknya seorang pelajar selalu membuat catatan ilmu yang telah diterima dengan jelas dan rapi. Janganlah tulisan tidak dapat dibaca oleh sang penulis sendiri, apalagi orang lain. Hal ini akan berakibat menumpulkan tabiat, menghilangkan kecerdasan, membuang-buang waktu, dan menimbulkan

penyesalan. 91

Orientasi pada pemahaman Penuntut ilmu hendaknya berorientasi pada pemahaman pelajaran, bukan pada banyaknya hafalan apalagi banyaknya catatan.

Berdoa Doa adalah pedang orang beriman. Oleh karena itu, seorang pelajar harus berdoa dan 92 tadharru‟

kepada Allah SWT untuk mendapatkannya, karena Allah SWT mengabulkan doa yang dipanjatkannya dan tidak mengecewakan orang yang berharap kepada-Nya.

Diskusi ilmiah

93 94 Pelajar harus melakukan diskusi dalam bentuk 95 mudzâkarah , munâdharah , dan muthârahah . Karena diskusi lebih besar manfaatnya dibanding sekedar mengulang-ulang pelajaran, karena diskusi

berarti juga mengulang-ulang pelajaran ditambah edded value (nilai lebih).

Pendalaman ilmu Al-Zarnûjî menyarankan setiap pelajar agar selalu melakukan penghayatan ilmiah secara mendalam pada setiap kesempatan, karena detil-detil ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari pendalaman tersebut.

Pembiayaan ilmu

91 Pada zaman maju seperti saat ini, membuat catatan dapat disesuaikan dengan perkembangan teknologi masa kini. artinya catatan tidak harus berupa tulisan tangan tetapi dapat berupa ketikan, baik dengan menggunakan mesin ketik maupun

komputer. Penggunaan alat tulis canggih dirasa lebih cocok dengan saran az-Zarnûji dalam masalah ini karena tulisan lebih rapi, asalkan dengan font dan format yang jelas.

92 Tadharru‟ dalam bahasa Jawa sering diartikan dengan “ dhépé- dhépé”, yaitu sikap merendahkan diri semacam meronta dan meratap kepada Allah SWT. 93

Adalah tukar pendapat untuk saling melengkapi pengetahuan masing-masing.

95 Adalah saling mengkritisi pendapat masing-masing. Adalah adu pendapat untuk diuji dan dicari mana yang benar.

Kemiskinan seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak menuntut ilmu, karena bisa jadi seorang pelajar bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sambil menuntut ilmu lebih sukses dibanding yang lain.

Bersyukur Pelajar tidak ada alasan untuk tidak bersyukur kepada Allah SWT akan kepahaman, ilmu dan taufik yang diberikan kepadanya. Dengan bersyukur semoga Allah SWT menambah ilmu pengetahuan yang lebih.

Target pencapaian Hendaknya seorang pelajar menentukan target yang pas untuk hafalan atau pemahamannya sendiri tentang pelajaran. Karena dengan mencanangkan target, seorang pelajar akan bersemangat untuk menuntaskannya.

Kontinuitas belajar Seyogyanya pelajar tidak terhenti dan bingung dalam belajar sehingga ada jeda waktu yang terbuang sia-sia. Hal ini merupakan gangguan bagi pelajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Andaikan harus terputus waktu belajar maka hendaknya digunakan untuk diskusi ilmiah.

Akhlak Pelajar

Akhlak adalah hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang pelajar, karena dengan akhlak mulia akan dibedakan antara orang terdidik dengan tidak terdidik. Oleh karena itu al-Zarnûjî berpesan kepada para pelajar agar selalu memperhatikan dan mengamalkan akhlak mulia, diantaranya: syukur,

tawakal, dermawan, ikhlas, zuhud, kasih saying, sabar, 96 husnudhan, w ara‟, t awâdhu‟; menghadap kiblat, memegang teguh agama dan sunah, dan menjaga lisan.

Sarana Pendukung Belajar

Seyogyanya para pelajar dapat memanfaatkan semua waktunya untuk terus belajar sampai tercapai cita-citanya. Salah satu caranya adalah selalu membawa alat tulis dan buku catatan, yang digunakan untuk mencatat segala hal yang bermanfaat, karena hafalan seseorang akan mudah lari sedangkan catatan tetap abadi. Di samping itu, al-Zarnûjî mengatakan agar pelajar tidak membuang-buang waktu dengan sia-sia dengan memanfaatkan waktu malam yang sunyi itu untuk belajar dan bermunajat pada Allah SWT. Di samping itu, seorang pelajar harus pandai memanfaatkan peluang untuk mendapatkan ilmu, terutama menuntutnya dari orang yang dipandang alim. Karena apabila tidak pandai memanfaatkan kesempatan tersebut, maka akan menyesal saat orang alim tersebut sudah tiada.

Termasuk sarana pendukung belajar adalah kesehatan, baik berupa kesehatan jasmani maupun rohani. Kesehatan jasmani dapat diperoleh dengan memperhatikan pola hidup sehat, seperti makan makanan yang halal dan baik. Sementara makanan yang halal dan baik didapat melalui jalan rejeki yang baik pula. Oleh karena itu, al-Zarnûjî menjelaskan beberapa cara meningkatkan rejeki dan penghambatnya. Di antara beberapa hal yang dapat meningkatkan rejeki, antara lain: 1). Bersedekah; 2). Silaturahmi; 3). Bangun pagi-pagi; 4). Menulis dengan bagus; 5). Wajahnya selalu berseri dan bertutur kata manis; 6). Menyapu lantai dan membersihkan peralatan dapur; 7). Melakukan salat dengan khusyuk dan memperhatikan tata tertibnya; 8). Salat dhuha; 9). Membaca surat Al- Waqi‟ah pada tengah malam, surat Al-Mulk, surat Al-Muzammil, surat Al-Lail, dan surat Al-Insyirah; 10). Selalu datang ke masjid sebelum azan dikumandangkan; 11). Selalu dalam keadaan suci; 12). Selalu melaksanakan salat qabliyah subuh; 13). Salat witir di rumah dan tidak membahas urusan dunia sesudah witir 14). Tidak suka bergaul dengan wanita, kecuali jika ada keperluan; dan 15). Membaca doa, puji-pujian, serta membaca salawat Nabi.

96 Husnudhan artinya berprasangka baik, lawan kata dari su‟udhan yang berarti prasangka buruk; atau dalam bahasa modern disebut positive thinking . Seorang pelajar hendaknya menghindari prasangka buruk karena sifat ini termasuk akhlak

tercela dan akan berakibat permusuhan.

Adapun yang mencegah datangnya rejeki, menurut az-Zarnûji adalah sebagai berikut: 1). Berbuat dosa terutama dusta; 2). Terlalu banyak tidur pagi; 3). Tidur dengan telanjang; 4). Kencing dengan telanjang; 5). Makan dalam keadaan junub; 6). Makan sambil tiduran; 7). Membiarkan sisa makanan yang berserakan; 8). Membakar kulit bawang merah dan putih; 9). Menyapu rumah dengan kain; 10). Menyapu rumah pada malam hari; 11). Membiarkan sampah yang berserakan di dalam rumah; 12). Berjalan di depan orang tua; 13). Memanggil orang tua dengan nama aslinya; 14). Membersihkan gigi dengan benda yang kasar; 15). Membasuh tangan dengan debu; 16). Duduk di beranda pintu; 17). Bersandar di salah satu tiang pintu; 18). Berwudhu di tempat buang air besar (kloset); 19). Menjahit pakaian yang sedang dipakai; 20). Mengeringkan wajah dengan kain; 21). Membiarkan sarang laba-laba di rumah; 22). Melalaikan salat; 23). Buru-buru keluar dari masjid setelah shalat subuh; 24). Berangkat ke pasar terlalu pagi dan pulangnya paling akhir; 25). Membeli roti atau makanan lainnya pada pengemis; 26). Mendoakan jelek kepada anak; 27). Tidak menutupi tempat makan; 28). Mematikan lampu dengan ditiup; 29). Menulis dengan pena rusak; 30). Menyisir rambut dengan sisir rusak; 31). Tidak mendoakan kebaikan pada orang tuanya; 32). Memakai serban sambil duduk; 33). Memakai celana dengan berdiri; 34). Kikir dan boros; dan 35). Menyepelekan suatu persoalan.

Sementara kesehatan rohani berupa kesehatan akal pikiran yang ditandai dengan mudah menghafal pelajaran dan kuatnya hafalan. Al-Zarnûjî menjelaskan beberapa penyebab mudah hafal dan penyebab mudah lupa, antara lain: 1). Kesungguhan dan kontinuitas; 2). Mengurangi makan; 3). Salat malam; 4). Membaca al- Qur‟an; 5). Berdoa ketika mengambil buku; 6). Memperbanyak doa dan membaca salawat Nabi; 7). Bersiwak; 8). Minum madu; 9). Makan getah kandar (kemenyan putih) dengan gula; 10). Menelan dua puluh satu kismis merah dalam kondisi lapar yang manfaatnya juga untuk kesehatan; dan 11). Mengurangi dahak atau lendir dengan tidak banyak minum.

Sedangkan hal-hal yang menyebabkan lupa antara lain: 1). Berbuat maksiat; 2). Banyak dosa; 3). Terlalu cinta dan memikirkan urusan dunia, serta terlalu sibuk dengan pekerjaan atau aktivitasnya; 4). Makan ketumbar yang masih basah; 5). Makan apel masam; 6). Melihat salib; 7). Membaca tulisan pada batu nisan (papan kuburan); 8). Berjalan di antara unta yang terikat; 9). Membuang kutu yang masih hidup ke tanah; 10). dan berbekam pada tengkuk belakang kepala.

Satu hal yang tidak kalah penting sebagai sarana belajar adalah panjang umur. Karena umur adalah anugerah terbesar dari Allah SWT yang harus dipergunakan untuk beribadah kepada-Nya, termasuk menuntut ilmu. Untuk itu, al-Zarnûjî menjelaskan hal-hal yang dapat menambah panjang umur, antara lain: 1). Selalu berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang membahayakan orang lain; 2). Menghormati orang tua; 3). Menyambung silaturahim; 4). Menyempurnakan wudhu dan salat; 5). Banyak berdoa; dan 6). Belajar ilmu kesehatan serta menerapkannya dalam kehidupan.