GAMBARAN UMUM DAERAH
3.1.1.4 Hortikultura
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor dalam pertanian yang potensial untuk dikembangkan di DIY. Produksi hortikultura memiliki kecenderungan untuk meningkat dari tahun ke tahun. Tanaman unggulan hortikultura di DIY dan sentra produksinya masing-masing adalah bawang merah di Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul; salak di Sleman dan Kulonprogo; serta jamur di Sleman dan Bantul
Salah satu komoditas hortikultura unggulan berupa sayuran yang dihasilkan dari DIY adalah bawang merah varietas Tiron. Keunggulan bawang merah ini diantaranya tahan busuk ujung daun dan relatif tahan busuk umbi. Penanaman bawang merah Tiron berkembang luas hingga di kecamatan Sanden, Srandakan, Bambanglipuro dan Pundong. Bawang merah varietas Tiron dari Kabupaten Bantul ini juga telah dilepas sebagai varietas unggul oleh Kementerian Pertanian.
Salak Pondoh merupakan komoditas hortikultura buah-buahan dengan nilai ekonomi tinggi yang telah berkembang di DIY, khususnya Sleman. Salak Pondoh dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di
30 Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013
LKPJ Gubernur DIY Tahun 2012
dataran rendah sampai pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut yang berarti sesuai dengan agroekosistem di daerah Sleman. Saat ini Salak Pondoh dikembangkan di Kecamatan Turi, Tempel dan Pakem.
Pemasaran salak pondoh untuk memenuhi kebutuhan domestik di Yogyakarta maupun kota-kota besar lain di Indonesia umumnya dilakukan melalui pedagang pengumpul yang ada di masing-masing desa dengan kapasitas 6-8 ton perhari. Sedangkan sebagai komoditas ekspor, salak pondoh telah dipasarkan hingga ke China. Salak Pondoh yang diekspor sudah tersertifikasi Prima-3 sehingga memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan.
Tabel I.17 Produksi Hortikultura Unggulan DIY Tahun 2008-2012
Produksi
Jenis Tanaman
2011 2012* Salak (ton)
Bawang Merah (ton)
39.629 10.556 Sumber: Dinas Pertanian DIY, 2013
Jamur
Produksi hortikultura unggulan pada tahun 2008-2012 mempunyai kecenderungan meningkat kecuali pada tahun 2010 terjadi erupsi Merapi sehingga terjadi penurunan. Produksi pada tahun 2011 dan 2012 juga masih menuju perbaikan ke produksi normal sebelum erupsi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembalikan produksi hortikultura unggulan yang terdampak erupsi, namun masih terkendala iklim yang tidak menentu.
3.1.1.5 Perkebunan
Berdasarkan kondisi saat ini, lahan yang berpotensi untuk dikembangkan seluas 176.000 ha. Luas areal perkebunan sampai dengan tahun 2010 tercatat 81.462,02 ha dengan luas areal tanaman tahunan 73.188,18 ha dan areal tanaman semusim 8.273,84 ha yang keseluruhan terdiri atas 22 komoditas. Dengan sistem pengusahaan perkebunan yang hampir secara keseluruhan dilaksanakan oleh petani dalam bentuk perkebunan rakyat, memungkinkan dilaksanakannya pengembangan komoditas tanaman perkebunan, terutama untuk tanaman semusim melalui pola perguliran tanaman. Agribisnis perkebunan ini telah menumbuhkan sentra-sentra produksi komoditas perkebunan yang selanjutnya dikembangkan melalui penanaman dan atau pengutuhan populasi tanaman sesuai skala ekonomis usaha di tingkat lokasi melalui rehabilitasi
Operasionalisasinya dengan mengembangkan kebersamaan usaha perkebunan dalam satu wilayah Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 31
dan
intensifikasi.
Gubernur DIY Tahun 2012 LKPJ
secara kelompok atau koperasi dengan bermitra usaha dengan pihak lain yang lebih menguntungkan dalam pendekatan agribisnis utuh, berdaya saing dan berkelanjutan.
Komoditas unggulan perkebunan DIY adalah kelapa, kakao, kopi, jambu mete, dan tebu. Sentra produksi kelapa dan kakao berada di Kabupaten Kulon Progo dan jambu mete berada di Gunungkidul. Sedangkan sentra komoditas kopi berada di Kabupaten Sleman.
Tabel I.18 Produksi Komoditas Perkebunan DIY Tahun 2008-2012
Rata-rata No.
Produksi (ton)
Komoditas Pertumb.
793,02 28,14 3. Jambu mete
484,34 -3,06 4. Kakao
Ket : *Angka sementara Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, 2013 (diolah)
Produksi komoditas perkebunan unggulan di DIY untuk masing- masing komoditas cenderung meningkat, kecuali jambu mete yang pada tahun 2010 produksinya menurun karena dampak anomali iklim. Rata- rata pertumbuhan total dari komoditas unggulan tersebut dari tahun 2007 hingga 2010 terhitung sebesar 3,61%. Selain itu, jumlah petani yang telibat dalam usaha perkebunan juga cenderung meningkat.
3.1.1.6 Peternakan
Produksi peternakan secara konsisten mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan tercatat sejak tahun 2008 peningkatannya melampaui target peningkatan produksi per tahun yaitu 4,36%. Peningkatan produksi tahun 2008 hingga tahun 2011 berturut-turut adalah 4,58%, 5,24%, 0,15%, dan 6,64%. Khusus pada tahun 2010, peningkatan produksi peternakan yang kecil disebabkan terjadinya erupsi Merapi yang melanda hingga ke sentra sapi perah di Kabupaten Sleman yang mengakibatkan banyak ternak yang mati.
Kawasan sentra sapi potong berada di Kabupaten Gunungkidul yang memberikan kontribusi sebesar 43,46% dari total populasi sapi potong di DIY. Sedangkan Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kulon Progo berkontribusi masing-masing sekitar 19% terhadap total populasi di DIY. Sejalan dengan fakta tersebut dapat diuraikan lanjut bahwa Gunungkidul
32 Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013
LKPJ Gubernur DIY Tahun 2012
juga mempunyai potensi sebagai daerah pembibitan ternak dan penyediaan bakalan untuk penggemukan. Sedangkan Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kulon Progo dapat dijadikan sebagai daerah untuk peternakan penggemukan.
Peluang pengembangan peternakan sapi potong masih sangat terbuka terkait dengan kebijakan Kementerian Pertanian untuk swasembada daging sapi pada tahun 2014. Secara nasional DIY masuk dalam kelompok I Provinsi pendukung pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014. Hal ini didukung oleh letak geografis DIY yang strategis untuk memenuhi kebutuhan pasar Jawa Barat dan Jakarta.
Tabel I.19 Perbandingan Populasi Sapi Potong dengan Produksi Daging Sapi Potong DIY, 2008-2012
292.881 267.485 Sapi perah (ekor)
Sapi potong (ekor)
2.955 3.001 Sumber: Dinas Pertanian DIY, 2013
Hutan negara di DIY seluas 18.715,0640 ha atau hanya sekitar 5,87% dari total luas seluruh DIY yaitu 3.185,18 km 2 . Dari luasan tersebut, kawasan hutan yang dikelola oleh Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta sebagai UPTD Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY seluas 16.358,6 ha yang terdiri dari Hutan Produksi (HP) seluas 13.411,70 ha, Hutan Lindung (HL) seluas 2.312,80 ha, dan Hutan Konservasi (Taman Hutan Raya) seluas 634,10 ha.
Penutupan vegetasi pada wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta terdiri dari beberapa jenis antara lain jati, kayu putih, sonokeling, pinus, kenanga, mahoni, kemiri, gliricidea, akasia, murbei, dan bambu dengan luas yang bervariasi. Namun demikian diantara keseluruhan jenis yang ditanam, hanya jati dan kayu putih saja yang ditanam dalam luasan yang besar kerana jenis lain hanya dengan luasan kecil dan bersifat sporadis. Hal ini berarti hutan DIY memiliki potensi kayu dan non kayu yang cukup tinggi.
Produksi hasil hutan kayu berupa kayu bulat baik jenis jati maupun rimba belum semuanya dilakukan secara langsung dalam pengelolaan hutan. Produksi kayu bulat ini pada dasarnya dari tebangan tak tersangka akibat adanya kegiatan yang membutuhkan pembukaan lahan atau akibat adanya pencurian yang barang buktinya dapat
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 33
Gubernur DIY Tahun 2012 LKPJ
diselamatkan, kebakaran, dan bencana alam. Oleh karena itu, potensi unggulan dari sub sektor kehutanan justru berupa produksi hasil hutan bukan kayu, yaitu minyak kayu putih.
Potensi tanaman kayu putih seluas 4.603,72 ha atau 28% dari luas KPH Yogyakarta. Potensi tanaman kayu putih ini tersebar pada lima Bagian Daerah Hutan (BDH), yaitu BDH Karangmojo dengan luas 2.267,6
ha, BDH Playen dengan luas 1.616,37 ha, BDH Paliyan seluas 403,3 ha, BDH Kulon Progo-Bantul seluas 286,45 ha, dan BDH Panggang seluas 30
ha. Tanaman kayu putih dipungut daunnya untuk bahan baku lima
unit Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP), yaitu PMKP Sendangmole (BDH Playen), PMKP Gelaran (BDH Karangmojo), PMKP Dlingo, PMKP Kediwung, dan PMKP Sermo (BDH Kulon Progo-Bantul). Pada tahun 2011 kawasan hutan kayu putih di BDH Kulon Progo seluas 68 ha telah dialihkan menjadi Kawasan Konservasi dengan fungsi Suaka Margasatwa seluas 63 ha sehingga kayu putih pada Suaka Margasatwa ini tidak dapat dipungut. Hal ini juga berarti PMKP Sermo tidak memproduksi minyak kayu putih lagi sejak tahun 2011.
Pemanfaatan kayu putih ini telah lama dikelola secara kemitraan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan. Pemungutan daun kayu putih dilaksanakan oleh pesanggem penggarap tanah yang kemudian diberikan kompensasi berupa upah pungutan. Selain itu, masyarakat sekitar hutan juga diberi kesempatan untuk melakukan tumpangsari di hutan kayu putih. Pemungutan daun kayu putih ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah konservasi.
Produksi minyak kayu putih pada tahun 2010-2012 selengkapnya disajikan dalam tabel berikut:
Tabel I.20 Produksi Minyak Kayu Putih Tahun 2011-2012
Produksi (liter)
Tahun PAD (Rp) Gelaran Sendangmole Kediwung Dlingo Sermo Jumlah
46.321 7.581.090.000 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, 2011
Produksi minyak kayu putih pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 1.364 liter atau 3,03% dibandingkan pada tahun 2011. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari penjualan minyak kayu putih pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun
34 Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013
LKPJ Gubernur DIY Tahun 2012
2011 atau sebesar 24,07%. Sementara itu bila dibandingkan dengan tahun 2010, baik produksi maupun PAD minyak kayu putih tahun 2011 juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 3,7% dan 21,52%. Hal ini berarti baik produksi maupun PAD mengalami kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.
Hasil taksasi yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pohon kayu putih per satuan hektar sebanyak 1.000 pohon dengan rata ‐rata produksi per satuan pohon sebesar 1,2 kg atau dalam satu hektar dapat memproduksi 1,2 ton. Hal ini berarti realisasi pengolahan daun kayu putih sebesar 4.865 ton/tahun. Peningkatan produksi daun kayu putih hingga dapat memenuhi kapasitas produksi PMKP dapat dilakukan melalui rehabilitasi dan peremajaan hutan kayu putih dengan intensifikasi jumlah tanaman hingga 3.330 pohon per hektar. Dengan upaya optimalisasi potensi tersebut diharapkan produksi daun kayu putih dapat meningkat menjadi 3 ton per ha.
3.1.2 Sektor Industri Pengolahan
Perkembangan sektor Industri Kecil Menengah (IKM) DIY pada tahun 2012 sebanyak 82.334 unit usaha, bila dibandingkan dengan tahun 2011 sebanyak 80.056 unit usaha, mengalami peningkatan 2,86%. Unit usaha tersebut meliputi industri pangan, sandang dan kulit, kimia dan bahan bangunan, logam dan elektronika, dan industri kerajinan, dengan jumlah unit usaha terbanyak adalah industri pangan kemudian diikuti industri kerajinan. Sektor Industri di DIY mempunyai peranan yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2012 dapat terserap 301.385 orang dan pada tahun 2011 dapat menyerap tenaga kerja sejumlah 295.461 orang, atau mengalami peningkatan sejumlah 2,01%.
Tabel I.21 Perkembangan IKM di DIY, 2008-2012
80.056 82.344 (UU) Tenaga kerja
Unit usaha
295.461 301.385 (orang) Nilai investasi
1.003.678.054 1.151.820 (Rp 000) Nilai produksi
2.800.904.707 2.325.582.931 2.821.218.797 3.053.031.164 3.500.662 (Rp 000) Nilai bahan
1.258.224.448 1.321.234.176 1.358.293.612 1.352.479.088 1.369.114 (Rp 000)
Sumber : Disperindagkop UKM DIY
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 35
Gubernur DIY Tahun 2012 LKPJ
3.2 Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomiDIY selama 2008-2012cenderung mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012sebesar 5,32% mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2011 yang sebesar 5,16%.
Sumber: BPS DIY
Gambar I.11 Perkembangan Pertumbuhan ekonomi DIY, 2008-2012
Laju pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2012 menurut lapangan usaha menunjukkan bahwa sektor dengan laju pertumbuhan tertinggi pada tahun 2012 adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 9,95%. Sektor lain dengan laju pertumbuhan yang relatif cukup tinggi yaitu sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 7,13% dan sektor jasa- jasa sebesar 7,09%. Sementara itu, sektor dengan laju pertumbuhan terkecil pada tahun 2012 adalah sektor industri pengolahan dengan laju pertumbuhan minus 2,26%.
Tabel I.22 Pertumbuhan PDRB DIY Menurut Lapangan Usaha, 2012
Sektor
Pertumbuhan (%)
Pertanian 4,19 Pertambangan dan Penggalian
1,98 Industri Pengolahan
-2,26 Listrik, Gas dan Air Bersih
7,13 Bangunan
36 Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013
LKPJ Gubernur DIY Tahun 2012
Sektor
Pertumbuhan (%)
Perdagangan, Hotel-Restoran 6,69 Pengangkutan dan Komunikasi
6,21 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Sumber: BPS DIY
Nilai PDRB di DIY tahun 2012 mencapai Rp57,03 trilyun atas harga berlaku atau sebesar Rp23,30 trilyun atas harga konstan. Nilai tersebut meningkat sebesar Rp5,25 trilyun (atas harga berlaku) atau sebesar Rp1,17 trilyun (atas harga konstan). Empat sektor dengan kontribusi terbesar terhadap nilai PDRB DIY tahun 2012 adalah sektor jasa, perdagangan, pertanian dan sektor industri pengolahan.
Tabel I.23 Nilai PDRB DIY Menurut Lapangan Usaha, 2011-2012 (Miliar Rp)
ADH Konstan Lapangan Usaha
ADH Berlaku
3.557,86 3.706,92 Pertambangan dan Penggalian
156,71 159,81 Industri Pengolahan
2.983,17 2.915,72 Listrik, Gas dan Air Bersih
2.187,80 2.318,45 Perdagangan, Hotel-Restoran
4.611,40 4.920,05 Pengangkutan dan Komunikasi
2.430,70 2.581,62 Keuangan, Persewaan dan Jasa
2.185,22 2.402,72 Perusahaan Jasa-jasa
PDRB DIY
Sumber: BPS Provinsi DIY
Kontribusi sektor pembentuk PDRB tahun 2012 di DIY tidak mengalami perubahan signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2011. Meskipun kontribusi beberapa sektor mengalami perubahan, namun masih didominasi oleh sektor jasa-jasa, perdagangan, pertanian dan industri pengolahan. Pada tahun 2012 kontribusi sektor jasa masih menempati urutan tertinggi dengan nilai kontribusi sebesar 20,23%, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel-restoran 20,09%, sektor pertanian 14,65%, industri pengolahan 13,35%, sektor bangunan 10,85%, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 10,30%, sektor
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 37
Gubernur DIY Tahun 2012 LKPJ
pengangkutan dan komunikasi 8,60%, sektor listrik, gas dan air bersih 1,28% dan kontribusi paling kecil adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai kontribusi 0,67%.
Tabel I.24 Kontribusi Sektor Terhadap PDRB di DIY, 2009-
Lapangan Usaha
14,50 14,23 14,65 Pertambangan dan Penggalian
0,67 0,70 0,67 Industri Pengolahan
14,02 14,36 13,35 Listrik, Gas dan Air Bersih
10,59 10,78 10,85 Perdagangan, Hotel-Restoran
19,74 19,79 20,09 Pengangkutan dan Komunikasi
9,03 8,83 8,60 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
20,07 20,05 20,23 Sumber: BPS Provinsi DIY
Sementara itu, nilai dan laju pertumbuhan PDRB menurut penggunaan tahun 2012 menunjukkan kontribusi terbesar berasal dari konsumsi rumah tangga. Nilai PDRB dari konsumsi rumah tangga pada tahun 2012 sebesar Rp29.350,92 milyar atas dasar harga berlaku atau sebesar Rp11.281,01 milyar atas dasar harga konstan. Dengan nilai tersebut, kontribusi sektor rumah tangga terhadap PDRB DIY tahun 2012 sebesar 51,46%. Sementara itu konsumsi pemerintah sebesar Rp13.056,33 milyar atas dasar harga berlaku atau Rp4.437,72 milyar atas dasar harga konstan, atau tingkat kontribusinya sebesar 25,90%. Pembentukan Modal Tetap Bruto pada tahun 2012 berkontribusi sebesar 31,33% yaitu sebesar Rp17.868,28 milyar atas dasar harga berlaku atau Rp6.106,98 milyar atas dasar harga konstan.
Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2012 banyak disumbang oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 6,74% dan 5,26%.
38 Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013
LKPJ Gubernur DIY Tahun 2012
Tabel I.25 Nilai dan Laju Pertumbuhan PDRB DIY Menurut
Penggunaan, 2011-2012
Atas Dasar Harga
Konstan (Milyar Laju No
Atas Dasar Harga
Lapangan Usaha
Berlaku (Milyar Rp)
Rp) Pertumb. 2012 (%)
2012 1 Konsumsi Rumah
29.350,92 10.568,42 11.281,01 6,74 Tangga 2 Konsumsi
4.675,09 5,26 Pemerintah 3 Pembentukan Modal
6.106,98 4,96 Tetap Bruto (PMTB) 4 Lainnya *)
Sumber: BPS DIY *)termasuk ekspor, impor, konsumsi lembaga nirlaba, perubahan inventori dan diskrepansi statistik (residual)
Nilai PDRB per kapita di DIY tahun 2012sebesar Rp 15.905.082,-atas dasar harga berlaku atau Rp 6.500.202,- atas dasar harga konstan. Sementara itu, nilai PDRB per kapita tahun 2011 adalah Rp 14.613.135,- atas dasar harga berlaku atau sebesar Rp 6.245.315,- atas dasar harga konstan. Dengan demikian, nilai PDRB per kapita tahun 2012 mengalami peningkatan dari tahun 2011.
Tabel I.26 Nilai PDRB per Kapita DIY, 2009-2012 (Rupiah)
Tahun
Atas Dasar Harga Konstan 2009
Atas Dasar Harga Berlaku
6.500.202 Sumber: BPS DIY
Laju inflasi di DIY tahun 2012 sebesar 4,31%. Angka inflasi tahun 2011 ini lebih tinggi dibandingkan inflasi tahun 2011 sebesar 3,88% atau naik 0,43%. Laju inflasi yang relatif tinggi berasal dari kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dengan laju inflasi masing-masing sebesar 8,10% dan 6,90%. Laju inflasi kelompok sandang sebesar 3,56% sedangkan untuk kelompok perumahan sebesar 2,99%, selanjutnya untuk kelompok pengeluaran lainnya relatif rendah.
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 39
Gubernur DIY Tahun 2012 LKPJ
Tabel I.27 Laju Inflaasi Kota Yogyakarta Tahun 2012 Menurut
Kelompok Pengeluaran
No
Laju Inflasi (%) Umum
Kelompok Pengeluaran
1 Bahan Makanan 8,10 2 Makanan Jadi, Minuman,Rokok & Tembakau
1,93 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
1,43 7 Transpor dan Komunikasi
1,30 Sumber: Berita Resmi Statistik 2 Januari 2013, BPS DIY