rogram Pemberdayaan Small And Medium Enterprise Promotion (Smep) Oleh Swisscontact

(1)

PROGRAM PEMBERDAYAAN

SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP)

OLEH SWISSCONTACT

(Studi Kasus: Kelompok Usaha Kecil Jins di Cipulir,

Jakarta Selatan )

AL BRIHAM JARMAL

SKRIPSI

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

ABSTRACT

Al Briham Jarmal. Program Pemberdayaan Small And Medium Enterprise Promotion (SMEP) oleh Swisscontact (Di bawah bimbingan Murdianto)

This research purpose was to analyze the empowerment strategy in Small and Medium Enterprise (SMEP) program and to analyze the empowerment process in SMEP program. This program has operated by Swisscontact (one of the international NGO), and the beneficiaries is a denim cluster in Cipulir. This method research was qualitative method and sampling method was snowball sampling.

The result was empowering strategy that Swisscontact use is facilitation strategy. It means the denim cluster in Cipulir is already knows what they problem but they don’t know how to solve it. This strategy make Swisscontact has an agent of change in this SMEP program. The second result was, empowering process in this program split in two phases. First is primer process, in this process the denim cluster in Cipulir having a training to improve their productivity. Second is secondary process, in this process the denim cluster in Cipulir having a group discussion with Swisscontact and other players in this area. The discussion purpose is to encourage and motivated them during this program.


(3)

RINGKASAN

AL BRIHAM JARMAL. Program Pemberdayaan Small And Medium Enterprise Promotion (SMEP) oleh Swisscontact (Di bawah bimbingan MURDIANTO)

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan usaha yang dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997. Perkembangannya pun sangat pesat hingga sekarang. Secara umum UKM sendiri masih menghadapi dua permasalahan utama, yaitu masalah finansial dan masalah nonfinansial (organisasi manajemen). Dalam hal ini, Swisscontact sebagai salah satu lembaga asing yang beroperasi di Indonesia, berperan untuk mengembangkan UKM yang ada di Indonesia, khususnya di Jakarta. Dengan program yang diberi nama Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP), Swisscontact berupaya untuk mengembangkan UKM yang bergerak pada sektor garmen dengan hasil jadi jins, yang berada di Cipulir. Tujuan dari program SMEP itu sendiri adalah untuk memperbaiki keadaan kelompok usaha setelah terjadi bencana banjir dan untuk meningkatkan pendapatan usaha.

Keberadaan UKM di Cipulir sangat berpotensi untuk dikembangkan. Seperti kelompok usaha yang lain, UKM di Cipulir juga mempunyai permasalahan yang serupa dialami oleh kebanyakan UKM, permasalahan tersebut antara lain :

1. Tingkat produktivitas yang rendah. 2. Jaringan pemasaran yang rendah.

3. Akses yang rendah terhadap bahan baku.

4. Tidak adanya dukungan dari lembaga-lembaga terkait.

Swisscontact dengan program SMEP mulai menyusun strategi pemberdayaan dalam program SMEP tersebut, untuk mengatasi masalah tersebut. Strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Swisscontact dalam program (SMEP) kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir dalam upaya memberdayakan UKM yang mereka jalankan, menggunakan strategi fasilitasi. Maksudnya adalah para pelaku usaha kecil sudah mengetahui permasalahan yang mereka hadapi dan peran dari Swisscontact adalah hanya sebagai fasilitator atau agen peubah dalam program ini. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menjalankan strategi pemberdayaan adalah dengan mengidentifikasi kelompok sasaran yang dijadikan penerima program, yang menghasilkan bahwa penerima program SMEP ini adalah hanya kelompok usaha pada skala kecil saja. Langkah selanjutnya adalah menentukan masalah secara bersama dan dihasilkan masalah yang telah disebutkan di atas.

Proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Swisscontact dalam program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir adalah dengan menggunakan proses kecenderungan primer dan proses kecenderungan sekunder. Bentuk dari proses primer adalah dengan adanya pelatihan manajemen kerja dan manajemen keuangan pada para pelaku usaha kecil di Cipulir. Selain pelatihan tersebut, pada proses ini juga dilakukan penguatan koperasi, bantuan program CTC, dan melakukan mitra kerja dengan


(4)

usaha garmen skala besar. Pada proses sekunder, bentuknya adalah dengan mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan tiap bulan dan dihadiri oleh Swisscontact, pelaku usaha dan lembaga-lembaga terkait.

Perubahan yang terjadi pada pelaku usaha kecil di Cipulir antara lain meningkatnya tingkat produktivitas, jaringan pemasaran yang bertambah, biaya bahan baku yang semakin rendah, dan adanya dukungan dari lembaga-lembaga terkait.


(5)

PROGRAM PEMBERDAYAAN

SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP)

OLEH SWISSCONTACT

(Studi Kasus: Kelompok Usaha Kecil Jins di Cipulir,

Jakarta Selatan )

Oleh: Al Briham Jarmal

I34050504

SKRIPSI

Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada

Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(6)

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh : Nama : Al Briham Jarmal

NRP : I34050504

Judul Skripsi : Program Pemberdayaan Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) oleh Swisscontact

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Murdianto, MSi NIP. 19630729 1992 031 001

Mengetahui, Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PROGRAM PEMBERDAYAAN SMALL AND

MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP) OLEH

SWISSCONTACT” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA

YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI. TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK MANAPUN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH SAYA. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNG JAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2009

Al Briham Jarmal I34050504


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Program Pemberdayaan Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) oleh Swisscontact” ini berhasil diselesaikan.

Selesainya penyusunan skripsi ini atas masukan, arahan dan bimbingan dari Bapak Ir. Murdianto, MSi sebagai dosen pembimbing, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih. Juga kepada seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, teman-teman atas dukungannya, dan pihak-pihak lain yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Penulis sadar bahwa penyusunan skripsi ini belum dapat disusun secara sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca senantiasa mahasiswa harapkan, semoga penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2009


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 25 April 1987. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan suami isteri Nugget Feragetta Gunawi dan Nina Kirana. Pendidikan terakhir penulis adalah di Sekolah Menengah Umum (SMU) 78 Jakarta.

Penulis memiliki hobi berolah raga dan bermain musik. Pada saat Sekolah Menengah Pertama hingga Sekolah Menengah Umum, penulis aktif dalam ekstrakurikuler sepak bola.

Setelah lulus dari SMU 78 Jakarta, penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis mengambil jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia. Selama berada di IPB penulis aktif mengikuti berbagai keorganisasian seperti Himasiera sebagai anggota Divisi Public Relation, Commnex 2008, dan berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti FUTNAS, Masa Pekenalan Departemen, Malam Keakraban KPM, dan juga penulis aktif dalam acara-acara musik di IPB dan di kota Bogor sebagai pengisi acara.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 6

2.1 Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1 Pengertian Pengembangan Masyarakat (Community Development) ... 6

2.1.2 Ruang Lingkup Community Development ... 8

2.1.3 Pendekatan Community Development ... 8

2.1.4 Pemberdayaan Masyarakat ... 10

2.1.5 Proses Pemberdayaan dan Strategi Pemberdayaan ... 12

2.1.6 Ruang Lingkup Pemberdayaan Masyarakat ... 14

2.1.7 Evaluasi ... 14

2.1.8 Pengertian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ... 16

2.2 Kerangka Pemikiran ... 19

2.3 Hipotesa Pengarah ... 22


(11)

Halaman

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Metode Penelitian ... 24

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.3 Penentuan Unit Analisis ... 25

3.3.1 Penentuan Informan ... 25

3.3.2 Penentuan Responden ... 25

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.5 Teknik Analisis Data ... 26

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27

4.1 Profil Swisscontact ... 27

4.2 Misi Swisscontact di Indonesia ... 27

4.3 Profil Klaster UKM Cipulir ... 30

4.4 Gambaran Umum Program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) ... 31

BAB V STRATEGI PEMBERDAYAAN PROGRAM SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP)... 33

5.1 Strategi Pemberdayaan ... 33

5.2 Identifikasi Kelompok Sasaran ... 33

5.3 Penentuan Masalah dan Perencanaan Partisipatoris ... 35

5.3.1 Penguatan dan Peningkatan Kapasitas Pelaku ... 38

5.3.2 Promosi Klaster... 40

5.3.3 Replikasi dari pihak yang terkait untuk Pengembangan Klaster ... 42

BAB VI PROSES PEMBERDAYAAN PROGRAM SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP)... 44

6.1 Proses Pemberdayaan ... 44

6.1.1 Proses Pemberdayaan Sekunder ... 44

6.1.2 Proses Pemberdayaan Primer ... 45


(12)

Halaman BAB VII MANFAAT PROGRAM SMALL AND MEDIUM

ENTERPRISE PROMOTION (SMEP) PADA UKM DI

CIPULIR PERUBAHAN PADA UKM DI CIPULIR ... 54

7.1 Pengaruh Proses Pemberdayaan terhadap Perubahan Pelaku Usaha Kecil ... 54

7.2 Ikhtisar ... 58

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

8.1 Kesimpulan ... 61

8.2 Saran ... 61


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan

Besar (UMKM) tahun 2007-2008... 1 2. Area Intervensi pada Program SMEP ... 38 3. Perubahan keadaan usaha Bapak Nsr, sebelum dan sesudah

pemberdayaan ... 55 4. Perubahan keadaan usaha Bapak Asm, sebelum dan sesudah

pemberdayaan ... 57 5. Perubahan keadaan usaha Bapak Mht, sebelum dan sesudah


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Pemikiran ... 21

2. Strategi Penguatan dan Peningkatan Kapasitas Pelaku ... 40

3. Strategi Promosi Klaster ... 41

4. Proses Pemberdayaan pada Pelatihan IGTC ... 47

5. Proses Pemberdayaan pada Pelatihan Universitas Bina Nusantara ... 50

6. Proses Pemberdayaan pada Program CTC ... 52

7. Proses Pemberdayaan pada Pelatihan oleh PT Bali Nirwana... 53

8. Peran Swisscontact dalam Proses Pemberdayaan pada Program SMEP... 54


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Jadwal Penelitian ... 65

2. Teknik Pengumpulan Data ... 66

3. Panduan Pertanyaan ... 67

4. Catatan Harian ... 69


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997, telah meruntuhkan banyak usaha besar akan tetapi tidak dengan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Sebagian besar UMKM tetap bertahan, bahkan jumlahnya meningkat dengan pesat dan perhatian pada UMKM menjadi lebih besar. Kuatnya daya tahan UMKM juga didukung oleh struktur permodalannya yang lebih banyak tergantung pada dana sendiri. Jumlah UMKM sejak tahun 1997 sampai sekarang meningkat dengan cepat dibandingkan dengan usaha berskala besar. UMKM sendiri dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan usaha besar. Perkembangan UMKM dari tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 1 :

Tabel 1 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar (UMKM) tahun 2007-2008

No Indikator Satuan Tahun

2007 2008

1

Unit Usaha:

-Usaha Mikro

-Usaha Kecil (UK)

-Usaha

Menengah(UM)

-Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

-Usaha Besar (UB)

Unit Unit Unit Unit Unit Unit 49.828.586 49.287.276 498.565 38.282 49.824.123 4.463 51.261.909 50.697.659 520.221 39.657 51.257.537 4.372 2 Tenaga Kerja:

-Usaha Mikro

-Usaha Kecil (UK)

-Usaha

Menengah(UM)

-Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

-Usaha Besar (UB)

Orang Orang Orang Orang Orang Orang 91.528.262 81.732.430 3.864.995 3 142.319 88.739.744 2 .788.518 93.672.484 83.647.711 3.992.371 3256.188 90.896.270 2 .776.214


(17)

Melihat sumbangannya pada perekonomian yang semakin penting, UMKM seharusnya mendapat perhatian yang semakin besar dari para pengambil kebijakan, khususnya lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas perkembangan UMKM. Akan tetapi, upaya pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah belum bisa mengembangkan para pelaku UMKM. Pengembangan UMKM di Indonesia selama ini dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kementerian Negera KUMKM). Selain Kementrian Negara KUMKM, instansi yang lain seperti Depperindag, Depkeu, dan BI juga melaksanakan fungsi pengembangan UMKM sesuai dengan wewenang masing-masing, dimana Depperindag melaksanakan fungsi pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan menyusun Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah tahun 2002-2004.

Demikian juga Departemen Keuangan melalui SK Menteri Keuangan Menkeu No.316/KMK.016/1994 mewajibkan BUMN untuk menyisihkan 1-5 persen laba perusahaan bagi Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK), namun kebanyakan BUMN memilih persentase terkecil, yaitu 1 persen, sementara banyak UMKM yang mengaku kesulitan mengakses dana tersebut. Selain itu, kredit perbankan juga sulit untuk diakses oleh UMKM, diantaranya karena prosedur yang rumit serta banyaknya UMKM yang belum bankable. Apalagi Bank Indonesia tidak lagi membantu usaha kecil dalam bidang permodalan secara langsung dengan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Selain permasalahan yang sudah disebutkan sebelumnya, secara umum UMKM sendiri menghadapi dua permasalahan utama, yaitu masalah finansial dan masalah nonfinansial (organisasi manajemen). Masalah yang termasuk dalam masalah finansial diantaranya adalah :

Kurangnya kesesuaian antara dana yang tersedia yang dapat diakses oleh UMKM.

Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UMKM.

Biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh prosedur kredit yang cukup rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang dikucurkan kecil.


(18)

Kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai.

Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi.

Banyak UMKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan manajerial dan finansial.

Masalah yang termasuk dalam masalah organisasi manajemen (non-finansial) di antaranya adalah :

Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan.

Kurangnya pengetahuan pemasaran, yang disebabkan oleh terbatasnya informasi yang dapat dijangkau oleh UMKM mengenai pasar.

Keterbatasan sumber daya manusia.

Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi

Disamping dua permasalahan utama di atas, UMKM juga menghadapi permasalahan linkage dengan perusahaan dan ekspor. Permasalahan yang terkait dengan linkage antar perusahaan diantaranya industri pendukung yang lemah dan UMKM yang memanfaatkan/menggunakan sistem klaster dalam bisnis belum banyak.

Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi problema tersebut kepada UMKM, salah satunya adalah strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan untuk memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat, dan memperluas partisipasi masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar. Dalam hal ini, Swisscontact sebagai salah satu lembaga asing yang beroperasi di Indonesia, berperan untuk mengatasi problem kemiskinan dengan strategi pemberdayaan masyarakat melalui sektor ekonomi.

Upaya yang dilakukan oleh Swisscontact adalah dengan menerapkan program pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM


(19)

dipilih karena sebagian besar pelaku UMKM merupakan masyarakat miskin, diharapkan dengan meningkatnya potensi bisnis yang ada dapat memberikan dampak langsung terhadap pengurangan kemiskinan. Kegiatan ini bertempat di Cipulir, Jakarta Selatan terdapat UMKM yang bergerak di bidang tekstil. Proyek ditempatkan di Cipulir yang dimana ada sekitar 1.000 produsen, 1.500 pedagang dan beratus-ratus usaha dengan industri pendukung didalamnya, seperti: laundry, sulam-menyulam, para penyalur permesinan didalam kelompok ini, dengan mempekerjakan sekitar 10.000 pekerja tetap dan 5.000 pekerja paruh waktu. Bisnis garmen menyediakan kira-kira 65 persen aktivitas produksi di daerah ini, dimana daerah ini memiliki tingkat pengangguran dan kemiskinan yang tinggi, 90 persen produk didistribusikan melalui suatu pasar lokal dan dijual ke tempat lain di luar Jawa seperti halnya di Sumatra Selatan, Kalimantan dan Sulawesi yang secara langsung atau melalui tengkulak di Tanah Abang dan sekitar 10 persen diekspor sebagian besar ke Malaysia dan Afrika yang juga melalui tengkulak di Tanah Abang. Produk unggulan dari Cipulir adalah celana anak kecil berbahan jins, dan dihasilkan oleh lebih dari 60 persen produsen.

Situasi ekonomi dari usahawan kecil dan mikro di area ini berpotensi untuk dikembangkan. UMKM ini mulai berkembang pada awal tahun 2007. Akan tetapi, bencana banjir yang melanda Jakarta pada bulan Februari 2007 menghancurkan kelompok industri rumahan ini yang melahirkan suatu program Small Textile Enterprise Promotion (STEP) oleh Swisscontact. Program ini memfokuskan pada rehabilitasi dengan memberikan 800 mesin usaha kepada 400 kelompok usaha di Cipulir. Akan tetapi kelompok usaha yang telah mendapatkan bantuan dari program STEP ini tetap harus dikembangkan karena tingginya persaingan di sektor tekstil, karena bantuan hanya bersifat sementara saja. Beberapa permasalahan, seperti ketidaktahuan terhadap variasi dan disain inovatif yang mengakibatkan suatu kecenderungan untuk menghasilkan produk serupa, ketidaktahuan terhadap mutu produk, organisasi dan koordinasi yang lemah di dalam kelompok usaha yang mengakibatkan kompetisi yang tidak adil baik bagi produk maupun bagi karyawan, dan kemampuan tentang keuangan yang terbatas dan ketidaktahuan tentang manajemen bisnis dan kemampuan


(20)

administrasi (tata buku dan arus kas manajemen), menjadi permasalahan yang sering dialami oleh para pelaku UMKM di Cipulir.

Swisscontact merancang suatu program untuk mengatasi masalah tersebut, dalam rangka melanjutkan program sebelumnya, yang dinamakan Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta. Program ini bertujuan untuk memperbaiki keadaan kelompok usaha setelah terjadi bencana banjir dan untuk meningkatkan pendapatan usaha. Sejauh mana program SMEP telah memberdayakan kelompok usaha kecil di Cipulir inilah yang akan menjadi fokus permasalahan dari penelitian ini.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan topik masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan dikaji dari program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta adalah:

1. Bagaimana strategi pemberdayaan dari program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta telah memberdayakan UMKM di Cipulir?

2. Bagaimana proses pemberdayaan pada program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta telah memberdayakan UMKM di Cipulir?

3. Apa perubahan yang terjadi pada UMKM di Cipulir terhadap program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis :

1. Strategi pemberdayaan dari program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta telah memberdayakan UMKM di Cipulir.

2. Proses pemberdayaan pada program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta telah memberdayakan UMKM di Cipulir.

3. Perubahan yang terjadi pada UMKM di Cipulir terhadap program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta.


(21)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pemahaman, perubahan yang terjadi pada UMKM, dan penerapan program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta yang dilakukan oleh Swisscontact pada UMKM yang berlokasi di Cipulir. Disamping itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur penelitian mengenai analisis program pemberdayaan bagi para akademisi dan peneliti. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan evaluasi dan pertimbangan bagi Swisscontact dalam perencanaan program yang serupa.


(22)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Pengembangan Masyarakat (Community Development) Menurut Warren dan Cottrell (1990) dalam Budimanta (2003), komuniti adalah sekelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu dimana seluruh anggotanya berinteraksi satu sama lain, mempunyai pembagian peranan status yang jelas, mempunyai pembagian peran dan status yang jelas, mempunyai kemampuan untuk memberikan pengaturan terhadap anggota-anggotanya. Komuniti biasanya dikuatkan oleh hubungan kerabat, hubungan kerja, hubungan profesi.

Secara hakekat, community development merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap kehidupan komuniti-komuniti lokal. Sebagai salah satu elemen, berarti industri masuk dalam struktur sosial masyarakat setempat dan berfungsi terhadap elemen lainnya yang ada. Dengan kesadarannya, industri harus dapat membawa komuniti-komuniti lokal bergerak menuju kemandiriannya tanpa merusak tatanan sosial budaya yang sudah ada. Dengan kata lain masyarakat terdiri dari komuniti lokal, komuniti pendatang dan komuniti industri yang kesemua komuniti tersebut saling mempengaruhi, berinteraksi dan beradaptasi sebagai anggota masyarakat.

Secara umum community development adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya (Budimanta, 2003).

Definisi lain mengenai community development adalah sebagai metode yang memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya. Terkait dengan community development, pemberdayaan pada dasarnya memiliki unsur pokok, yaitu partisipasi. Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan.


(23)

Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang menjadi perhatian dan tidak dapat dipisahkan. Dalam organisasi, proses pemberdayaan akan berlangsung baik jika didukung partisipasi baik dari pihak manajemen maupun masyarakat. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Menurut Ife (1995), pemberdayaan memiliki dua pengertian kunci yaitu kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas: 1. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan

dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal dan pekerjaan.

2. Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.

3. Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. 4. Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan

mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan.

5. Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan.

6. Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran barang serta jasa.

7. Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi.

Kunci pengembangan masyarakat (community development) adalah selalu bersumber pada keswadayaan lokal. Pengembangan masyarakat mengandung unsur partisipasi sebagai konsep utama dari kemandirian dari para warga. Berkaitan dengan proses pelaksanaan pengembangan masyarakat, terdapat beberapa asas dalam pengembangan masyarakat, yaitu: (1) komunitas dilibatkan (partisipasi) dalam setiap proses pengambilan keputusan; (2) mensinergikan strategi komprehensif pemerintah, pihak-pihak terkait (related parties) dan partisipasi warga; (3) membuka akses warga atas bantuan


(24)

profesional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar meningkatkan partisipasi warga; dan (4) mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas.

2.1.2 Ruang Lingkup Community Development

Secara umum ruang lingkup program-program community development dapat dibagi berdasarkan kategori sebagai berikut (Budimanta,2003):

1. Community Service : merupakan pelayanan korporat untuk memenuhi kepentingan masyarakat ataupun kepentingan umum, seperti pembangunan fasilitas umum antara lain pembangunan ataupun peningkatan sarana transportasi/jalan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, peningkatan perbaikan sanitasi lingkungan, pengembangan kualitas pendidikan (penyediaan guru, operasional sekolah), kesehatan (bantuan tenaga paramedis, obat-obatan, penyuluhan peningkatan kualitas sanitasi lingkungan permukiman), keagamaan dan lain sebagainya.

2. Community Empowering : adalah program-program yang berkaitan dengan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Berkaitan dengan program ini adalah seperti pengembangan ataupun penguatan kelompok-kelompok swadaya masyarakat, komuniti lokal, organisasi profesi serta peningkatan kapasitas usaha masyarakat yang berbasiskan sumber daya setempat.

3. Community Relation : yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Seperti konsultasi publik, penyuluhan dan sebagainya.

2.1.3 Pendekatan Community Development

Sebagai suatu model alternatif pembangunan yang berpusat pada rakyat, community development memiliki beberapa pendekatan yang harus diterapkan. Pendekatan dalam pengembangan masyarakat menurut Long (1970) dalam Nasdian (2003) dibagi menjadi enam pendekatan, antara lain:


(25)

Dalam pendekatan ini, komunitas diartikan sebagai kumpulan individu yang masih memiliki tingkat kepedulian dan interaksi antar anggota masyarakat yang menempati suatu wilayah yang relatif kecil dengan batas yang jelas. Asumsi yang digunakan adalah perhatian warga komunitas pada upaya perubahan, keberhasilan pengembangan masyarakat berkorelasi dengan peluang warga untuk berpartisipasi, masalah dapat dipecahkan sesuai dengan kebutuhan warga, dan pendekatan holistik adalah penting.

2. Pendekatan Kemandirian Informasi

Komunitas dipandang sebagai suatu sistem dan arus. Sebagai suatu sistem, komunitas terdiri dari berbagai sub sistem yang saling berhubungan dan bergantung. Komunitas digambarkan sebagai suatu proses perubahan yang konstan dengan masa lalu.

3. Pendekatan Pemecahan Masalah

Asumsi yang digunakan dalam pendekatan ini adalah pendekatan pemecahan masalah memandang manusia sebagai makhluk rasional, manusia dan komunitasnya mampu menggabungkan masalah-masalah dan mencari solusi, keberhasilan tergantung ketersediaan dan kemampuan peneliti.

4. Pendekatan Demonstrasi

Asumsi yang digunakan adalah manusia itu rasional, manusia mampu belajar, tanpa kerjasama dan partisipasi, demonstrasi tidak akan berjalan, metode berdasar fakta ilmiah dapat didemonstrasikan, perilaku penting dipelajari melalui interaksi, warga komunitas mampu berinteraksi dan membentuk lingkungannya.

5. Pendekatan Eksperimen

Asumsi yang digunakan pengembangan masyarakat membutuhkan percobaan dan gagasan akan bernilai jika gagasan tersebut dapat dilaksanakan.

6. Pendekatan Konflik Kekuatan

Pendekatan ini menganggap komunitas sebagai suatu interaksi komponen yang kompleks dan antar komponen saling mempengaruhi dari sektor privat dan publik yang pada waktu dan situasi yang berbeda memiliki perbedaan kapasitas dalam kekuasaan.


(26)

Pendekatan lain dalam pengembangan masyarakat yang lebih sederhana dikemukakan oleh Batten (1967) dalam Adi (2003), yaitu pendekatan direktif (instruktif) dan non-direktif (partisipatif). Pendekatan direktif didasarkan pada asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh masyarakat. Prakarsa dan pengambilan keputusan pada pendekatan ini dipegang oleh pihak luar (community worker). Dalam prakteknya mungkin pihak luar menanyakan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat atau cara apa yang perlu dilakukan untuk menangani suatu masalah, tetapi jawaban yang muncul dari masyarakat selalu diukur dari segi „baik‟ dan „buruk‟ menurut pihak luar (community worker).

Pendekatan non-direktif didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Pendekatan ini menekankan bahwa pemeran utama dalam perubahan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membuat analisis dan mengambil keputusan yang berguna bagi mereka sendiri, serta mereka diberikan kesempatan penuh dalam penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

2.1.4 Pemberdayaan Masyarakat

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Menurut Webster dalam Siregar (2004) pemberdayaan mengandung dua pengertian yaitu:

1. To give ability or enable to, yakni upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan.

2. To give power or authority to, yang berarti memberi kewenangan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada masyarakat, agar masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungan secara mandiri.


(27)

Intinya pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya dengan mendorong (encourage), memotivasi, dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya, serta berupaya untuk mengembangkannya. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan „keharusan‟ untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.

Bertolak dari definisi di atas, menurut Kartasasmita (1996), pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga aspek pokok yaitu : 1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi

atau daya yang dimiliki masyarakat (enabling). Dalam hal ini perlu mengenali bahwa setiap manusia, baik individu, kelompok maupun organisasi kemasyarakatan memiliki potensi yang dapat dikembangkan.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering) melalui pemberian input berupa bantuan dana, pembangunan prasarana dan sarana, baik fisik (jalan, irigasi, listrik) maupun sosial (sekolah, kesehatan), serta pengembangan lembaga pendanaan, penelitian dan pemasaran dan pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya.

3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat yang lemah (protecting).

Berdasarkan uraian di atas, pemberdayaan masyarakat sebagai suatu alternatif strategi pengelolaan pembangunan mensyaratkan adanya keterlibatan langsung masyarakat (community based development) baik secara perorangan maupun dalam bentuk kelompok dan lembaga, dalam seluruh proses pengelolaan pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penyelesaian sampai tahap evaluasi hasil-hasil pembangunan.

Pemberdayaan masyarakat sendiri bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualistas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya. Untuk mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan


(28)

formal dan non-formal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat bertujuan untuk mendidik masyarakat agar mau mendidik diri mereka sendiri. Tujuan yang akan dicapai melalui usaha pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, dan mampu mengadopsi inovasi.

Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya kemandirian masyarakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri, untuk itu perlu selalu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya.

Dengan demikian upaya pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya menumbuhkan peran serta dan kemandirian sehingga masyarakat baik di tingkat individu, kelompok, kelembagaan, maupun komunitas memiliki tingkat kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses terhadap sumber daya, memiliki kesadaran kritis, mampu melakukan pengorganisasian dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan yang dilakukan lingkungannya.

2.1.5 Proses Pemberdayaan dan Strategi Pemberdayaan

Menurut Oakley dan Marsden (1984) dalam Pranarka dan Moeljarto (1996), proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, yaitu: (1) proses primer, yang menekankan pada pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat, agar menjadi lebih berdaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka; dan (2) proses sekunder, dengan menekankan pada menstimuli, mendorong, memotivasi masyarakat, agar mempunyai kemampuan/keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Kedua proses ini bukan klasifikasi kaku, tetapi saling terkait. Agar kecenderungan primer terwujud, seringkali harus melalui proses sekunder terlebih dahulu.

Berdasarkan pemikiran di atas maka secara operasional, pemberdayaan pada tahap ini bergerak dari pemahaman sisi dimensi generatif, yang merupakan suatu proses perubahan yang menekankan kreativitas dan prakarsa warga komunitas yang sadar diri dan terbina sebagai titik tolak. Dengan pengertian tersebut pemberdayaan mengandung dua pengertian, yakni kemandirian dan


(29)

partisipasi. Pemberdayaan warga komunitas merupakan tahap awal untuk menuju kepada partisipasi warga komunitas khususnya dalam proses pengambilan keputusan untuk menumbuhkan kemandirian komunitas.

Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Harper (1994) dalam Adi (2003) ada beberapa strategi yang dapat dipakai untuk melakukan pemberdayaan:

1. Strategi Fasilitasi

Strategi ini dipergunakan bila kelompok yang dijadikan target mengetahui ada masalah dan membutuhkan perubahan dan ada keterbukaan terhadap pihak luar dan keinginan pribadi untuk terlibat. Melalui strategi ini para agen perubah dapat bertindak sebagai fasilitator. Oleh karena itu, tugas dari fasilitator ini seringkali membuat kelompok target menjadi sadar terhadap pilihan-pilihan dan keberadaan sumber-sumber. Strategi ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen peubah bersama-sama kliennya mencari penyelesaian.

2. Strategi Edukatif

Strategi ini membutuhkan waktu, khususnya dalam membentuk pengetahuan dan keahlian. Pendekatan ini memberikan suatu pemahaman atau pengetahuan baru dalam mengadopsi suatu perubahan. Segmentasi menjadi faktor penting untuk membuat pesan mudah dimengerti atau diterima oleh kelompok yang berbeda. Karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, kondisi sosial, dan ekonomi) merupakan pengkategorian yang umum digunakan.

3. Strategi Persuasif

Strategi ini berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku, dimana pesan disusun dan dipresentasikan. Jadi pendekatan ini mengacu kepada tingkatan reduksi dimana agen perubah mempergunakan emosi dan hal-hal yang tidak rasional untuk melakukan perubahan. Persuasi lebih sering dipergunakan bila target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan.

4. Strategi Kekuasaan

Praktek strategi kekuasaan yang efektif membutuhkan agen yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk memonopoli akses. Strategi kekuasaan ini menjadi efektif


(30)

ketika komitmen terhadap perubahan rendah, waktu yang singkat dan perubahan yang dikehendaki lebih kepada perilaku dibandingkan dengan sikap (attitude).

2.1.6 Ruang Lingkup Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan harus dilakukan secara terus menerus, komprehensif, dan simultan sampai ambang tercapainya keseimbangan yang dinamis antara pemerintah dan yang diperintah. Menurut Ndraha dalam Adi (2003) diperlukan berbagai program pemberdayaan, antara lain :

1. Pemberdayaan Politik

Pemberdayaan politik bertujuan meningkatkan bargaining position yang diperintah terhadap pemerintah. Melalui bargaining tersebut, yang diperintah mendapatkan apa yang merupakan haknya dalam bentuk barang, jasa, layanan, dan kepedulian tanpa merugikan orang lain.

2. Pemberdayaan Ekonomi

Pemberdayaan ekonomi dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan yang diperintah sebagai konsumen untuk berfungsi sebagai penanggung dampak negatif pertumbuhan, pemikul beban pembangunan, dan penderita kerusakan lingkungan.

3. Pemberdayaan Sosial Budaya

Pemberdayaan sosial budaya bertujuan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui human investment guna meningkatkan nilai manusia dan perilaku seadil-adilnya terhadap manusia.

4. Pemberdayaan Lingkungan

Pemberdayaan lingkungan dimaksudkan sebagai program perawatan dan pelestarian lingkungan, supaya antara yang diperintah dan lingkungannya terdapat hubungan saling menguntungkan.

2.1.7 Evaluasi

Menurut Raudabough dalam Fauziah (2007), evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses penentuan nilai atau jumlah keberhasilan yang dicapai dari suatu tujuan program yang telah ditetapkan. Evaluasi mencakup beberapa tahapan, yaitu: formulasi tujuan, identifikasi kriteria yang tepat untuk digunakan


(31)

dalam mengukur keberhasilan. Kunci elemen konseptual dalam evaluasi adalah “nilai atau jumlah dari derajat keberhasilan”. Dengan demikian, dalam evaluasi terkandung didalamnya proses pemberian nilai kepada pencapaian tujuan program, dan kemudian menetapkan derajat keberhasilan pencapaian tujuan yang dinilai tersebut.

Departemen Pertanian (1990) mengemukakan jenis evaluasi lain untuk mengevaluasi program, yaitu:

1. Evaluasi Input

Evaluasi input adalah penilaian terhadap kesesuaian antara input-input program dengan tujuan program. Input adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya, yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan Output dan tujuan suatu proyek atau program.

2. Evaluasi Output

Evaluasi Output adalah penilaian terhadap Output-Output yang dihasilkan oleh program. Output adalah produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program. Contoh Output adalah perubahan pengetahuan (aras kognitif), perubahan sikap (aras afektif), kesediaan berprilaku (aras konatif) dan perubahan berprilaku (aras psikomotorik). Aras kognitif adalah tingkat pengetahuan seseorang. Aras afektif adalah kecenderungan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh perasaanya terhadap suatu hal. Aras konatif adalah kesediaan seseorang berprilaku tertentu yang dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu hal. Aras tindakan adalah perilaku seseorang yang secara nyata diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari sehingga dapat diwujudkan menjadi suatu pola.

3. Evaluasi Effect (efek)

Evaluasi efek adalah penilaian terhadap hasil yang di peroleh dari penggunaan Output-Output program. Sebagai contoh adalah efek yang dihasilkan dari perubahan perilaku peserta suatu penyuluhan. Efek biasanya sudah mulai muncul pada waktu pelaksanaan program namun efek penuhnya baru tampak setelah program selesai.


(32)

4. Evaluasi Impact (dampak)

Evaluasi Impact adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari efek proyek yang merupakan kenyataan sesungguhnya yang dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang lebih luas dan menjadikan proyek jangja panjang. Evaluasi dapat dipergunakan dengan penggunaan penilaian yang kualitatif.

2.1.8 Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Pengertian tentang UMKM tergantung pada konsep yang digunakan oleh setiap negara. Beberapa negara mengelompokkan UMKM berdasarkan kriteria tenaga kerja yang diserap. Misalnya, di United Kingdom mengelompokkan usaha dalan kriteria usaha kecil jika mempunyai karyawan 1 sampai dengan 200 orang; di Jepang antara 1 sampai dengan 300 orang; di USA antara 1 sampai dengan 500 orang. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah :

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang, perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur Undang-Undang ini.

Di Indonesia, kriteria yang digunakan untuk usaha kecil dan menengah lebih mengacu pada besar modal dan omset usaha yang dimiliki perusahaan atau


(33)

usaha kecil yang bersangkutan. Uniknya, masing-masing institusi menggunakan definisi yang berbeda.

Kriteria dari UKM dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

1. Kriteria Usaha Mikro

Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2. Kriteria Usaha Kecil

Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3. Kriteria Usaha Menengah

Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Adapun ciri-ciri dari usaha mikro, kecil, dan menengah adalah sebagai berikut :

1. Ciri-ciri usaha mikro

a. Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;

b. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;


(34)

tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;

d. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;

e. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;

f. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;

g. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

2. Ciri-ciri usaha kecil

a. Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;

b. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah; c. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih

sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;

d. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;

e. Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwirausaha;

f. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal;

g. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.

3. Ciri-ciri usaha menengah

a. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi; b. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem

akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;

c. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), pemeliharaan kesehatan dll; d. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin


(35)

usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll; e. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;

f. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.

2.2 Kerangka Pemikiran

Swisscontact sebagai salah satu organisasi internasional yang berada di Indonesia dan menitikberatkan program-programnya pada pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), telah melakukan program pemberdayaan UMKM dengan mengembangkan yang bergerak di bidang tekstil, di daerah Cipulir, Jakarta Selatan. Penelitian ini akan melihat bagaimanakah strategi pemberdayaan dan proses pemberdayaan pada tahap implementasi yang dilakukan oleh Swisscontact pada program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) Jakarta.

Strategi pemberdayaan menurut Harper (1994) dibagi menjadi empat, yaitu strategi fasilitasi, strategi edukatif, strategi persuasif, dan strategi kekuasaan. Peneliti akan melihat dan menganalisis strategi apa yang dipakai oleh Swisscontact dalam menjalankan programnya, apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan teori pemberdayaan Harper, serta apakah dalam pelaksanaanya penyusunan strategi dan langkah-langkah/intervensi yang akan dilaksanakan dalam program disusun secara bersama-sama dengan para pelaku usaha kecil atau tidak. Penyusunan strategi pemberdayaan program terkait dengan permasalahan yang terdapat pada para pelaku usaha kecil di Cipulir. Setelah proses ini selesai, akan berlanjut pada proses pelaksanaan program dimana di dalamnya terjadi proses pemberdayaan bagi pelaku usaha kecil di Cipulir.

Pada proses pemberdayaan, peneliti ingin melihat apakah proses pemberdayaan yang dilakukan sesuai dengan proses pemberdayaan menurut Oakley dan Marsden (1984) yang menyebutkan bahwa proses pemberdayaan mempunyai dua kecenderungan yaitu kecenderungan primer dan sekunder. Proses pemberdayaan primer adalah bagaimana Swisscontact dalam menjalankan programnya telah mentransfer sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada para pelaku usaha kecil dengan bentuk pelatihan dan bantuan berupa barang, sedangkan pada proses pemberdayaan sekunder, peneliti


(36)

ingin melihat bagaimana Swisscontact dalam menjalankan programnya telah mampu menstimuli, mendorong, dan memotivasi para pelaku usaha kecil dalam bentuk pertemuan rutin dengan para pelaku usaha kecil.

Adapun hasil yang ingin dicapai dari program SMEP adalah berbagai manfaat yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan sasarannya sehingga mereka menjadi individu yang lebih berdaya. Pada indikator manfaat program, peneliti melihat perubahan berdasarkan jenis evaluasi yang dikemukan oleh Departemen Pertanian (1990). Dengan menggunakan teori ini manfaat SMEP sebagai sebuah program pemberdayaan dapat dianalisis pada aspek ouput yang terdiri dari perubahan pengetahuan dan keterampilan. Analisis manfaat juga dapat dilakukan terhadap variabel efek yang terdiri dari aspek peningkatan pendapatan, adanya pasar baru, dan akses bahan baku yang lebih mudah yang diharapkan berpengaruh pada meningkatnya daya kompetitif dari pelaku usaha kecil di Cipulir. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(37)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Keterangan :

: Faktor yang mempengaruhi Swisscontac

Strategi Pemberdayaan Small and Medium Enterprise Promotion

(SMEP) Jakarta

Manfaat Program

1. Peningkatan pengetahuan 2. Peningkatan

keterampilan

1. Peningkatan pendapatan 2. Adanya pasar baru

3. Akses bahan baku lebih

Meningkatnya daya kompetitif usaha kecil di Cipulir Primer

Pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada

Sekunder

Menekankan pada menstimuli, mendorong, memotivasi masyarakat, agar mempunyai kemampuan /keberdayaan untuk menentukan pilihan Tahap Implementasi

Proses Pemberdayaan : 1. Primer


(38)

2.3 Hipotesa Pengarah

Jika strategi program dan implementasi program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) berbasis konsep pemberdayaan, maka penerima program (UMKM) akan menjadi berdaya.

2.4 Definisi Konseptual

1. Strategi pemberdayaan adalah perencanaan dan manajemen suatu program untuk mencapai tujuan yang dipakai oleh Swisscontact pada program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP)

2. Strategi Fasilitasi adalah strategi yang dipergunakan bila kelompok yang dijadikan target mengetahui ada masalah dan membutuhkan perubahan dan ada keterbukaan terhadap pihak luar dan keinginan pribadi untuk terlibat. 3. Strategi Edukatif strategi yang digunakan untuk membentuk pengetahuan dan

keahlian tertentu.

4. Strategi Persuasif adalah strategi yang berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku, dimana pesan disusun dan dipresentasikan. 5. Strategi Kekuasaan adalah strategi yang akan efektif jika mempunyai agen

peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk memonopoli akses.

6. Tahap implementasi adalah proses penerapan program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) oleh Swisscontact yang didalamnya terdapat proses pemberdayaan.

7. Proses pemberdayaan adalah proses dimana para penerima program mendapatkan perubahan dari program, dimana kecenderungan proses dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.

8. Proses Pemberdayaan Primer adalah proses yang menekankan pada pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat, agar menjadi lebih berdaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka.

9. Proses Pemberdayaan Sekunder adalah proses yang menekankan pada menstimuli, mendorong, memotivasi masyarakat, agar mempunyai kemampuan/keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.


(39)

10. Manfaat adalah perubahan yang dialami UMKM setelah menjalani program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP).


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana melalui pendekatan ini peneliti berusaha mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan strategi pemberdayaan dan proses pemberdayaan dari program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) yang dilaksanakan oleh Swisscontact. Penggunaan metode kualitatif ini juga berusaha untuk menganalisa manfaat yang diterima oleh penerima program (UMKM). Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus. Strategi studi kasus dipilih karena pada peneliti ini peneliti ingin memahami permasalahan penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh. Alasan pemilihan strategi studi kasus juga berdasarkan tipe pertanyaan penelitian, yaitu seputar “bagaimana” sehingga tujuan penelitiannya dapat memahami strategi pemberdayaan dan proses pemberdayaan pada program ini.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua lokasi, lokasi pertama yaitu di kantor Swisscontact yang berada di Jalan Terusan Hang Lekir nomor 15, Kebayoran, Jakarta Selatan. Lokasi kedua bertempat di Cipulir, Jakarta Selatan.

Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja. Lokasi pertama dipilih karena Swisscontact merupakan salah satu organisasi internasional yang berada di Indonesia, dan menitikberatkan program-programnya pada pengembangan UMKM selama 15 tahun beroperasi di Indonesia. Program pengembangan UMKM ini tersebar di lima kota besar di Indonesia, dan salah satunya berada di Jakarta. Untuk program pengembangan UMKM di Jakarta, Cipulir menjadi pilihan tempat pemberian dukungan terhadap pengembangan UMKM. Alasannya karena Cipulir merupakan salah satu pusat UMKM yang bergerak di bidang tekstil terbesar di Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2009 (terlampir pada lampiran 1).


(41)

3.3 Penentuan Unit Analisis 3.3.1 Penentuan Informan

Informan yang dipilih yaitu orang yang mengetahui tentang informasi secara keseluruhan mengenai program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP), yaitu karyawan Swisscontact itu sendiri. Informan diharapkan mampu memberikan informasi tentang keberlangsungan program SMEP ini mulai dari proses awal hingga program ini selesai. Informan juga berperan dalam membantu peneliti untuk melakukan pendekatan kepada para pelaku usaha kecil penerima program SMEP. Informan disini ialah Pak Ad (Ketua Program SMEP) dan Ibu Mr (Wakil Ketua Program SMEP).

3.3.2 Penentuan Responden

Responden merupakan para pelaku usaha kecil di Cipulir yang menerima program SMEP. Responden dipilih secara sengaja (purposive). Metode ini dipilih berdasar pada kepentingan hal, peristiwa, struktur masyarakat dan situasi yang berkaitan dengan tujuan atau masalah penelitian. Metode ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa peneliti ingin mendapatkan informasi dari para pelaku usaha yang mendapatkan bantuan program secara keseluruhan. Responden terdiri dari tiga orang dari tiap-tiap ketua kelompok usaha kecil yang ada di Cipulir. Mereka adalah Bapak Nsr (ketua kelompok usaha kecil daerah Padang), Bapak Asm (ketua kelompok usaha kecil daerah Karawang), dan Bapak Mht (ketua kelompok usaha kecil daerah Purworejo). Ketiga responden ini dipilih karena ketiganya merupakan pelaku usaha kecil di Cipulir yang mengikuti program SMEP dari tahap awal hingga selesai. Alasan lain karena ketiga responden ini memiliki informasi yang lengkap dan mencukupi mengenai strategi pemberdayaan, proses pemberdayaan, dan manfaat program SMEP.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh di lapangan melalui wawancara mendalam. Wawancara dilakukan kepada pihak perusahaan dan masyarakat penerima program. Data sekunder didapat dari analisis dokumen


(42)

mengenai laporan tentang program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP).

Teknik pengambilan data melalui wawancara mendalam maksudnya adalah temu muka berulang antara peneliti dan tineliti dalam rangka memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya, ataupun situasi sosial sebagaimana ia ungkapkan dalam bahasanya sendiri. Jenis wawancara mendalam yang dipakai adalah jenis wawancara untuk mempelajari kejadian dan kegiatan yang tak dapat dipahami secara langsung.

Untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data di lapangan, maka peneliti membuat tabel tentang kebutuhan informasi yang dibutuhkan pada saat penelitian (terlampir pada lampiran 2).

3.5 Teknik Analisis Data

Data hasil pengamatan dan wawancara disajikan dalam bentuk catatan harian. Analisis data tersebut dilakukan dengan tiga cara yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data yang dimaksudkan adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan harian. Proses ini berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung bahkan sebelum data benar-benar terkumpul. Data dapat disajikan dalam bentuk teks naratif, matriks, dan juga bagan apabila memungkinkan untuk menjelaskan tujuan penelitian.


(43)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Swisscontact

Swisscontact, sebuah organisasi nirlaba untuk kerjasama teknis yang didirikan pada tahun 1959 oleh perwakilan industriawan swasta dan universitas di Swiss dengan tujuan mendukung pembangunan sosial dan ekonomi di negara sampai negara mitra yang kurang berkembang. Sampai dengan saat ini, Swisscontact berada di kurang lebih 30 negara seperti Amerika Latin, Asia, Afrika, dan Eropa Timur dan dikenal sebagai organisasi terkemuka dalam bidang kerjasama pembangunan. Menyadari bahwa pembangunan ekonomi berkelanjutan dimulai dari landasan sektor swasta yang kuat dan dinamis, maka sejak awal Swisscontact menitikberatkan pada pembangunan sektor swasta melalui pendidikan profesional serta dukungan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), termasuk akses ke jasa keuangan maupun ekologi perkotaan.

4.2 Misi Swisscontact di Indonesia

Swisscontact adalah lembaga pembangunan internasional yang didirikan oleh sektor swasta Swiss, dengan pengalaman 30 tahun di Indonesia. Lembaga ini mempunyai reputasi baik dengan pendekatan-pendekatannya yang inovatif dan pragmatis dalam bidang pendidikan dan pelatihan, ekologi perkotaan, dan pengembangan UMKM.

Swisscontact ingin turut memberikan kontribusi dalam peningkatan taraf hidup di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan akses yang merata bagi seluruh unsur masyarakat untuk berpartisipasi dalam perekonomian melalui lingkungan yang memungkinkan pengembangan sektor swasta, serta mendorong praktek-praktek yang lebih peka ekologi di dalam lingkungan perkotaan. Untuk masalah-masalah lokal, Swisscontact selalu berusaha memfasilitasi solusi-solusi lokal yang tepat.

Swisscontact adalah organisasi yang fokus pada hasil akhir, dan bekerja dengan berbagai mitra dari kalangan pemerintah dan swasta, dengan berfungsi


(44)

sebagai stakeholders sosial dan ekonomi untuk menciptakan kesempatan-kesempatan bagi pembangunan di masa depan.

Di Indonesia, Swisscontact telah melaksanakan proyek-proyek pembangunan selama lebih dari 30 tahun, dengan pertama-tama menitikberatkan pada pendidikan dan pelatihan kejujuran melalui proyek-proyek seperti POLMAN di Bandung (sebelumnya dikenal sebagai Politeknik Mekanik Swiss) dan Vocational Education Development Center (VEDC) atau Pusat Pengembangan Pendidikan Kejuruan di Malang. Dalam 15 tahun terakhir, Swisscontact memusatkan perhatian pada promosi UMKM dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan, dan dikenal karena berpengalaman di bidang promosi UMKM dan Ekologi Perkotaan, yaitu :

Sebagai kontributor penting bagi praktek-praktek internasional yang baik di dalam pemberian jasa-jasa usaha dan akibat intervensi yang inovatif dan berorientasi pasar, Swisscontact bekerja dengan berbagai mitra sektor swasta untuk merangsang lebih banyak jasa yang cocok dan tepat untuk UMKM. Berbagai intervensi inovatif guna merangsang terciptanya lingkungan usaha yang lebih kondusif pada tingkat nasional dan lokal, antara lain telah membantu meningkatkan mekanisme untuk mewakili perusahaan di bidang dialog kebijakan, menyederhanakan peraturan dan prosedur untuk registrasi usaha, serta meningkatkan kapasitas dan praktek penilaian dampak dari peraturan perundang-undangan.

Membangun reputasi sebagai pelaku yang berpengaruh dalam program mengurangi emisi kendaraan bermotor yang membawa manfaat ekonomi dan sosial yang besar bagi masyarakat dan sektor swasta.

Pada bulan Januari tahun 2005, program Swisscontact di Indonesia mempunyai enam proyek di bidang promosi UMKM dan ekologi dengan anggaran sekitar US$3 juta per tahun. Berikut penjelasannya:

Di bidang promosi UMKM, Swisscontact menyoroti dua kendala utama UMKM di Indonesia yaitu, mengakses pasar dan mengakses keuangan. Kedua kendala ini dihadapi dengan mendukung organisasi-organisasi lokal dalam mengembangkan jasa-jasa usaha khusus untuk UMKM, seperti teknologi dan produksi, kemitraan usaha, pemasaran pengelolaan keuangan.


(45)

1. Proyek SPESI (Swiss Program for Small and Medium Enterprise in Indonesia) dipusatkan di Sumatra dengan kantor di Padang dan Medan. Tujuan utama proyek ini adalah mengembangkan jasa-jasa usaha profesional dalam bidang akses pasar (lokal dan ekspor), kemitraan usaha dan akses keuangan.

2. Proyek BUDBIN (Business Development Baden-Wurttemberg-Indonesia) dengan kantor di Bandung, mendukung mitra-mitra lokal untuk mendirikan Pusat Pengembangan Usaha untuk UMKM. Sama seperti SPESI, proyek BUDBIN menyediakan bantuan teknis dan keuangan bagi para mitra lokal untuk mengembangkan jasa-jasa usaha profesional di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jabotabek.

3. Proyek SELF (Small Enterprise Link to Finance Project) dengan kantor di Jakarta bertujuan mengembangkan pasar yang efisien untuk kredit usaha kecil dengan: a) menghubungkan UMKM, penyedia jasa dan lembaga keuangan, b) mengatasi kendala-kendala akibat berbagai peraturan yang berhubungan dengan kredit, c) meningkatkan kapasitas lembaga keuangan terpilih untuk memberi kredit kepada UMKM, serta d) meningkatkan informasi pasar untuk UMKM, penyedia jasa, dan lembaga keuangan.

4. Proyek LED-NTT (Local Economic Development Project in NTT) menerapkan pendekatan terpadu bagi upaya pengembangan sektor swasta dengan menciptakan lingkungan usaha yang memungkinkan dalam kerjasama dengan pemerintah daerah, mengembangkan jasa-jasa usaha untuk sektor-sektor yang sangat berpotensi untuk tumbuh (kacang mede, vanili, rumput laut, dan kepariwisataan), serta meningkatkan akses ke jasa keuangan untuk UMKM.

5. Proyek SPAN (Swiss Business Recovery Program for Aceh and North Sumatra) dengan kantor yang berlokasi di Medan, bertujuan memberikan dukungan untuk pengembangan dan pemulihan UMKM di wilayah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatra Utara pasca Tsunami. Proyek ini menawarkan akses modal melalui dana hibah padanan ekuiti, akses untuk jasa layanan usaha dan mendukung terciptanya hubungan-hubungan bisnis.


(46)

Di bidang ekologi perkotaan, Clean Air Project (CAP) di Jakarta bertujuan meningkatkan kualitas udara melalui peningkatan kesadaran semua stakeholders mengenai masalah yang berhubungan dengan polusi udara, mendukung pemerintah dalam menyusun kerangka kebijakan untuk udara bersih, maupun dengan melaksanakan proyek-proyek perintis untuk mengendalikan emisi gas buang dari kendaraan pribadi dan transportasi umum.

Peran Swisscontact dalam program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP) ini, adalah sesuai dengan program mereka yang berada di Jakarta yaitu Small Enterprise Link to Finance Project (SELF). Sesuai dengan ketentuan program SELF, pada program SMEP ini Swisscontact hanya berfokus pada menghubungkan UMKM, penyedia jasa dan lembaga keuangan, mengatasi kendala-kendala akibat berbagai peraturan yang berhubungan dengan kredit, meningkatkan kapasitas lembaga keuangan terpilih untuk memberi kredit kepada UMKM, serta meningkatkan informasi pasar untuk UMKM, penyedia jasa, dan lembaga keuangan.

4.3 Profil Klaster UMKM Cipulir

Kelurahan Cipulir, Kecamatan Kebayoran Selatan, Jakarta Selatan dikenal sebagai salah satu sentra industri konveksi di Jakarta, diantaranya adalah produk sampai produk celana anak berbahan baku jins. Sebagai sentra industri konveksi, salah satu keunggulannya adalah kedekatan geografisnya dengan Pasar Cipulir, yang juga dikenal sebagai pusat grosir TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) di Jakarta setelah Pasar Tanah Abang. Para pelaku usaha konveksi disana memiliki kios di Pasar Cipulir yang memudahkan mereka untuk menjual hasil produknya sekaligus memperpendek rantai pasok (supply chain) di lapis forward, dengan wilayah pemasaran hasil produknya tidak hanya Jakarta tetapi menjangkau seluruh wilayah kepulauan di Indonesia.

Proses produksi yang terjadi pada pelaku usaha konveksi di Cipulir bermula dari pembelian bahan baku utama dengan cara cash dan giro, selisih antara cash dan giro sebesar Rp 1.500,00 sampai dengan Rp 2.500,00 per yard. Setelah proses pembelian bahan baku, maka proses produksi selanjutnya adalah pembuatan gambar/pola dan pemotongan kain, pembuatan hiasan dari bordir,


(47)

obras dan jahit, pembuatan tres dan lubang, pencucian, pewarnaan, manequin dan setrika, buang benang, pasang kancing dan gesper, pemasangan merk, dan pengemasan.

Sebagian proses produksi yang dilakukan melibatkan penduduk lokal di wilayah sentra dengan sistem makloon. Hasil produksi yang telah dihasilkan seluruhnya dikirim ke Pasar Cipulir. Selain Pasar Cipulir, hasil produksi juga didistribusikan ke Tanah Abang serta ke wilayah lain ke seluruh Indonesia. Untuk sistem pembayaran yang digunakan pada distribusi barang di luar Pasar Cipulir menggunakan cara giro, dua sampai tiga bulan. Apabila barang yang diterima rusak, maka akan diganti dengan jumlah uang yang sebanding dengan cara memotong uang pembayaran, terkadang pembeli yang berasal dari luar kota diberikan fasilitas untuk menginap di Hotel Syari‟ah Al Marwah.

Pengembangan teknologi pada pelaku usaha Pasar Cipulir belum ada, pemakaian mesin hanya pada proses alat pemotongan kain, obras, dan jahit, selebihnya menggunakan manual dan komputer bagi jasa bordir. Sumber permodalan umumnya adalah modal pribadi dan pinjaman kerabat atau orang terdekat, belum memanfaatkan jasa lembaga pembiayaan. Pelaku usaha terkadang membayar upah pekerja dengan meminjam karena tidak ada dana cash kecuali jika giro telah cair. Tenaga kerja inti yang ada umumnya bukan berasal dari penduduk lokal, akan tetapi dari daerah asal pelaku usaha. Persentase pekerja pria lebih banyak dibandingkan dengan pekerja perempuan, tingginya persentase pekerja pria di industri konveksi jins ini karena untuk mengejar target volume produksi yang tinggi dibutuhkan stamina fisik yang kuat, sehingga umumnya operator mesin adalah pria, walaupun tidak tertutup kemungkinan pekerjanya perempuan. Sistem pembayaran upah tenaga kerja mingguan, dihitung dari volume hasil produksi (kodian), dengan upah rata-rata pekerja Rp 800.000,00 per bulan dengan biaya makan dan penginapan disediakan oleh pengusaha. Rekruitmen tenaga kerja bergantung pada volume pekerjaan dan siklus produksi. Bagi pelaku usaha dari Karawang, pada saat musim tanam padi dan puncak produksi sering kesulitan mendapat tenaga kerja.


(48)

4.4 Gambaran Umum Program Small and Medium Enterprise Promotion (SMEP)

Salah satu program dari Swisscontact dalam membantu pengembangan UMKM di Indonesia adalah dengan adanya program SMEP yang berlokasi di Jakarta, tepatnya di daerah Cipulir. Seperti dijelaskan sebelumnya, Cipulir merupakan tempat berkumpulnya industri garmen terbesar yang ada di Jakarta. Program SMEP telah berjalan dari tahun 2007 sampai sekarang. Banjir besar yang melanda pada kota Jakarta pada bulan Februari tahun 2007 dijadikan momentum yang tepat oleh Swisscontact dalam melaksanakan program sekaligus mempromosikannya kepada para pelaku usaha kecil di Cipulir. Dalam upaya mempromosikan programnya, Swisscontact mengambil perhatian para pelaku usaha kecil dengan memberikan bantuan berupa penggantian mesin jahit sebanyak 800 mesin kepada 400 pelaku usaha kecil. Sebelum program ini dilaksanakan, Swisscontact melakukan survei untuk mengklasifikasikan para pelaku UMKM secara keseluruhan yang berada di Cipulir. Hasil dari pengklasifikasian ini adalah dengan membagi kelompok usaha menjadi tiga, yaitu usaha skala mikro, skala kecil, dan skala menengah. Pada program ini, Swisscontact memfokuskan hanya pada usaha skala kecil saja, karena usaha kecil dianggap paling berpotensi untuk dikembangkan (dibahas dalam bab selanjutnya).

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan daya kompetitif dari para pelaku usaha kecil di Cipulir. Dimana target dari program ini adalah 200 usaha kecil jins, dan bertujuan untuk menambah 400 pekerja harian dan 200 pekerja paruh waktu didalamnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan-perusahaan dan keluarga pekerja sampai 25 persen. Pengaruh dari peningkatan daya kompetitif ini akan melebihi perbaikan mata pencaharian untuk 200 industri manufaktur dan diperkirakan akan meningkatkan pendapatan mereka.


(49)

BAB V

STRATEGI PEMBERDAYAAN PROGRAM

SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE PROMOTION (SMEP) 5.1 Strategi Pemberdayaan

Program Small and Medium Enterprie Promotion (SMEP) yang dilakukan oleh Swisscontact kepada para Usaha Kecil yang berada di Pasar Cipulir bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para pelaku Usaha Kecil. Usaha kecil menjadi sorotan utama dalam program ini, karena Swisscontact menganggap sektor ini yang mempunyai potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Usaha kecil di daerah Cipulir ini memproduksi celana jins khususnya untuk anak-anak. Permasalahan yang biasanya dihadapi oleh usaha kecil, khususnya pada bidang garmen adalah kemampuan tentang keuangan yang terbatas (kemampuan manajemen dan administrasi), ketidaktahuan terhadap mutu produk, desain yang tidak inovatif dan lemahnya akses pada bahan baku.

Dalam pelaksanaannya, Swisscontact mempunyai strategi pemberdayaan yaitu strategi fasilitasi. Strategi fasilitasi sendiri adalah strategi yang dipergunakan bila kelompok yang dijadikan target mengetahui ada masalah dan membutuhkan perubahan dan ada keterbukaan terhadap pihak luar dan keinginan pribadi untuk terlibat. Kasus yang terjadi di Pasar Cipulir adalah para pelaku usaha kecil telah mengetahui dan sadar akan permasalahan yang terjadi pada mereka, dan mereka membutuhkan adanya bantuan dan dukungan melalui program-program bantuan. Melalui strategi ini, Swisscontact dapat bertindak sebagai fasilitator. Oleh karena itu, tugas dari fasilitator ini seringkali membuat kelompok target menjadi sadar terhadap pilihan-pilihan dan keberadaan sumber-sumber. Strategi ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen peubah bersama-sama kliennya mencari penyelesaian yang terjadi di Pasar Cipulir.

5.2 Identifikasi Kelompok Sasaran

Langkah pertama yang dilakukan oleh Swisscontact dalam melakukan program SMEP adalah dengan mengidentifikasi kelompok sasaran yang akan dituju. Identifikasi kelompok sasaran sendiri adalah upaya untuk menemukan calon sasaran program yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.


(1)

Lampiran 4. Catatan Harian Hari/ tanggal : Jumat/5 Juni 2009

Jumat/19 Juni 2009 Pukul : 14.00-15.00 WIB Responden : Bapak Nsr

Wawancara ini pertama kali dilakukan pada hari Jumat, tanggal 5 Juni 2009, bertempat di kediaman Bapak Nsr. Kediaman beliau tidak jauh dari Pasar Cipulir. Rumah beliau terdiri dari dua lantai, dimana beliau dan keluarga menetap hanya pada lantai atas saja dan lantai bawah digunakan untuk memproduksi jins anak-anak, mulai dari proses pembuatan pola sampai dengan barang jadi. Wawancara ini berlangsung di lantai atas di tempat kediaman beliau tinggal.

Pada awalnya beliau dapat mengikuti program SMEP ini karena sebelum program ini datang, beliau telah menjadi anggota koperasi di Cipulir. Melalui koperasi tersebut beliau mendapatkan pengenalan mengenai program SMEP ini. Tepat pada tahun 2007, banjir besar melanda Cipulir dan membuat usaha Pak Nsr menjadi kacau, banyak alat-alat mesin yang hanyut terbawa banjir. Setelah banjir selesai, Swisscontact memberikan program penggantian mesin-meisn jahit kepada para pelaku usaha kecil, termasuk Pak Nsr. Mulai dari program awal ini, Pak Nsr menjadi terikat pada program Swisscontact selanjutnya yang dinamakan SMEP.

Langkah awal dari program ini adalah, Pak Nsr mengikuti rapat yang dihadiri oleh Pak Ad, Bu Mr, dan dihadiri oleh orang-orang dari Koperasi. Pada rapat ini Pak Nsr, mengaku suasana rapat sangat kondusif, dimana para peserta diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat mengenai masalah-masalah yang mereka hadapi sepanjang menjalankan usaha jins ini. Pak Nsr mengaku mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan oleh Swisscontact mulai dari awal hingga akhir, kecuali kegiatan pelatihan yang diadakan oleh PT. Bali Nirwana.

Pelatihan pertama yang diikuti oleh Pak Nsr adalah pelatihan yang diadakan oleh IGTC. Beliau mengaku puas pada pelatihan ini, karena pada


(2)

pelatihan ini beliau diberikan pengetahuan mengenai bagaimana pelaku usaha garmen, khususnya jins mengelola manajemen kerjanya. Pada pelatihan ini beliau juga mengadakan kunjungan ke industri garmen beskala besar yang terletak di Cibinong. Pelatihan kedua yang diikuti oleh beliau adalah dengan mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Universitas Bina Nusantara. Pada pelatihan ini, beliau mengaku diajarkan bagaimana cara mengelola pembukuan arus kas yang jelas. Namun pada akhirnya beliau mengakui bahwa sistem pembukuan yang diajarkan masih terasa sulit untuk diterapkan pada usaha beliau.

Pada wawancara yang kedua, yaitu pada Jumat tanggal 19 Juni 2009, wawancara masih bertempat di kediaman beliau yang letaknya tidak jauh dari Pasar Cipulir. Ketika saya datang, beliau sedang sibuk bolak-balik untuk membeli kebutuhan produksi, seperti kancing, resleting, dan sebagainya. Menurut pengakuan beliau, hal ini dikarenakan permintaan yang naik karena Hari Raya Idul Fitri sebentar lagi akan tiba.

Wawancara yang kedua saya lebih menanyakan mengenai manfaat yang didapat dari Pak Nsr setelah menikuti program SMEP ini. Perubahan yang terjadi pada usaha Bapak Nsr, yang pertama adalah meningkatnya tingkat produktivitas dari produksi celana jins per harinya. Pada awalnya usaha beliau dapat menghasilkan 150 sampai 200 potong celana jins per minggu per orang, namun setelah adanya program SMEP tingkat produktivitasnya bertambah hingga 300 sampai 350 potong celana jins per minggu per orang. Dengan meningkatnya jumlah produktivitas, maka pekerja juga mengalami penambahan dari 10 orang menjadi 20 orang. Namun, pada usaha beliau semua pekerja merupakan pekerja lepas. Alasan beliau memakai pekerja lepas adalah, jika terjadi situasi penurunan permintaan, beliau dapat melepas para pegawainya. Pegawai yang bekerja pada beliau semuanya berasal dari daerah yang sama yaitu suku Padang. Pegawai yang bekerja didominasi oleh laki-laki, perempuan hanya bekerja pada proses pengepakan barang jadi saja. Perubahan yang lain adalah beliau sekarang sudah mempunyai produk baru selain jins, yatu celana panjang berbahan katun untuk anak-anak. Seiring dengan pendapatan usaha yang terus meningkat, beliau sekarang sudah mempunyai kendaraan bermotor berupa mobil


(3)

dan motor yang diakuina didapat berkat hasil usaha yang beliau jalankan selama ini. Menurut pengakuannya, beliau mempunyai rencana untuk menjadikan lantai atas rumahnya untuk dijadikan tempat usaha juga dan menyewa rumah satu lagi untuk beliau tempati.

Hari/ tanggal : Jumat/5 Juni 2009 Jumat/19 Juni 2009 Pukul : 15.00-17.00 WIB Responden : Bapak Mht

Hampir sama dengan Pak Nsr, wawancara saya dengan Pak Mht juga berlansung dirumah beliau dimana beliau tinggal di lantai atas sedangkan lantai bawah dipergunakan untuk keperluan usahanya. Rumah dari Pak Mht terletak tidak jauh dari rumah Pak Nsr. Sama seperti yang dialami oleh Pak Nsr, Pak Mht mendapatkan program SMEP yang dilaksanakan oleh Swisscontact, karena beliau juga menjadi anggota koperasi di Cipulir. Ketika saya datang, beliau sedang sibuk memasukkan data tentang uang masuk dan keluar di komputernya. Kegiatan yang dilakukan oleh Pak Mht pertama kali adalah dengan mengikuti rapat yang diadakan oleh Swisscontact. Pada rapat ini beliau mengeluhkan tentang pemasaran yang buruk yang dialami oleh usahanya dan juga beliau menanyakan tentang bagaimana caranya mengembangkan usaha jins agar menjadi berkembang.

Pada pelatihan yang dilaksanakan oleh Universitas Bina Nusantara mengenai bagaimana mengelola pembukuan arus kas yang benar, beliau sangat senang dengan pelatihan ini karena menurutnya kelemahan para pelaku usaha kecil di Cipulir adalah mengenai pembukuan. Setelah pelatihan selesai, hanya Pak Mht yang masih menerapkan sistem pembukuan arus kas yang jelas. Beliau sudah membeli komputer dan sudah menggunakan program Microsoft Excel dalam melakukan sistem pembukuannya. Dengan sistem pembukuan yang sudah jelas, selain mendapatkan pinjaman dari Bank Rakyta Indonesia (salah satu mitra dalam program SMEP), beliau juga mendapatkan pinjaman modal usaha dari Bank Nasional Indonesia (BNI)


(4)

Wawancara yang kedua dilakukan pada hari Jumat tanggal 19 Juni 2009. Sama seperti Pak Nsr, pada wawancara kali ini saya lebih menanyakan apa saja manfaat yang didapat dari program SMEP ini. Perubahan terjadi pada tingkat produktivitas usaha beliau yang mengalami peningkatan dari 70 lusin per minggu menjadi kurang lebih 250 lusin per minggunya. Penambahan jumlah pekerja juga terjadi, dengan jumlah awal enam orang pekerja saja menjadi 30 orang pekerja. Namun ada perbedaan antara sistem pekerja yang dipakai oleh Pak Mht dengan Pak Nsr. Para pekerja yang bekerja oleh Pak Mht semuanya merupakan pekerja tetap, dengan gaji yang tetap tiap bulannya. Perubahan ini terjadi karena adanya pelatihan yang diberikan oleh IGTC tentang bagaimanaa mengatur manajemen kerja dalan berusaha di bidang garmen khususnya untuk produksi jins anak-anak.

Hari/ tanggal : Jumat/12 Juni 2009 Jumat/26 Juni 2009 Pukul : 14.00-16.00 WIB Responden : Bapak Asm

Wawancara berlangsung di rumah beliau, pada hari Jumat tanggal 12 Juni 2009. Rumah beliau terletak agak berjauhan dari kediaman kedua pelaku usaha yang lain. Berbeda dengan kedua pelaku usaha yang lain, Pak Asm bukan merupakan anggota koperasi yang ada di Cipulir namun pertama kali beliau terlibat dalam program ini karena adanya program penggatian mesin yang dilakukan oleh Swisscontact setelah banjir melanda Jakarta pada tahun 2007. Beliau mengikuti program ini karena beliau merupakan ketua perkumpulan pedagang dari Karawang, dan diajak oleh koperasi untuk ikut dalam program. Setelah mengikuti program ini, beliau terus mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Swisscontact dalam rangka mengembangkan usaha yang ia jalani. Kegiatan yang pertama dilakukan adalah dengan mengikuti rapat yang diadakan oleh Swisscontact. Pada rapat ini beliau memberikan keluhan-keluhannya tentang usaha yang beliau jalankan, seputar pemasaran dan juga pembukuan.


(5)

Pada pelatihan yang dilaksanakan oleh PT Bali Nirwana. Pak Asm mengirimkan 15 orang pegawainya untuk dilatih disana tentang bagaiman cara menjahit dengan satndar kualitas yang lebih bagus. Pelatihan ini hanya diikuti oleh Pak Asm saja, karena adanya perbedaan karateristik dari tiap-tiap pelaku usaha yang lain.

Wawancara yang kedua dilaksanakan pada haru Jumat tanggal 26 Juni 2009. Pada wawancara ini, saya menanyakan tentang manfaat yang dialami oleh Pak Asm setelah mengikuti program SMEP yang dilaksanakan oleh Swisscontact. Pada usaha yang dijalankan oleh Pak Asm, tingkat produktivitas bertambah dari 75 lusin per minggu menjadi 200 lusing per minggu. Bertambahnya tingkat produktivitas juga diikuti dengan bertambahnya jumlah pekerja yang bekerja pada beliau. Awalnya beliau hanya mempunyai delapan orang pekerja tetap dan empat orang pekerja lepas, menjadi 25 orang pekerja tetap dan lima orang pekerja lepas. Perbedaan perubahan antara Pak Asm dengan pelaku usaha yang lain adalah adanya penambahan jaringan pasar baru pada Pak Asm. Beliau tidak hanya mendapatkan pasar baru di daerah Mangga Dua tetapi beliau juga memsasarkan produknya ke daerah Jatinegara. Hal ini disebabkan selain adanya pengaruh dari hasil pelatihan yang diberikan oleh IGTC, beliau mengikuti pelatihan tambahan mengenai teknis proses menjahit mulai dari proses awal hingga proses akhir yang diberikan oleh PT Bali Nirwana. Dimana pelatihan ini tidak diikuti oleh pelaku usaha kecil yang lain.


(6)

Lampiran 5. Dokumentasi

1. Perubahan lingkungan kerja

2. Perubahan Teknik Menjahit

Sebelum Sesudah

Sebelum Sesudah