4. Faktor penghambat terhadap hubungan antara anak dengan orang tua
Hambatan ini sama halnya hubungan antar anak-anak mereka, antar saudara kandung maupun antar saudara tiri. Kebanyakan ketidak
cocokan atau ketidak rukunan di antara mereka diawali dari orang tuanya yang tidak rukun, terutama antara isteri tua dengan isteri muda dan sikap
dari suami yang tidak adil dan kurang arif. Kejadian yang kurang baik ini diturunkan kepada anaknya, baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh masing-masing isteri misalnya adanya perasaan jengkel seorang isteri kepada suami atau madunya,
yang kemudian diceritakan kepada anak-anaknya yang seolah-olah minta pembelaan dari anaknya dan bila si anak kurang dapat berpikir lebih
dalam dan bertindak emosional maka secara langsung si anak akan terpengaruh dengan ucapan ibunya. Apalagi adanya perasaan right or
wrong is my mother benar ataukan salah, adalah ibu saya. Apabila keadaan ini berlanjut, maka si anak hanya mau hormat kepada
ibunya masing-masing. Tetapi kurang hormat kepada ayahnya, kurang simpatik kepada ayahnya yang dianggapnya pilih kasih, apalagi kepada
ibu tiri mereka tidak mau hormat karena mereka menganggap ibu tirinya adalah penyebab kesusahan ibunya.
Sehubungan dengan empat hambatan dari uraian di atas, dapat ditambahkan faktor penyebab yang lain yaitu:
a. Faktor poligami yang tidak sehat
Poligami yang tidak sehat disebabkan karena antara lain : - Kebutuhan biologis suami
- Tidak memperoleh restu orang tua - Belum cukup umur
- Tidak mendapat ijin dari isteri untuk dapat menikah lagi Sehingga yang dapat dilakukan adalah poligami di bawah tangan nikah
siri, hal ini akan membawa akibat yang kurang baik terhadap isteri dan anak-anaknya. Karena isteri yang dinikah di bawah tangan tidak memiliki
kekuatan hukum begitu juga anak-anak yang dilahirkan digolongkan anak luar nikah yang hanya mempunyai hubungan perdata terhadap ibunya dan
keluarga ibunya, seperti diatur dalam pasal 43 ayat 1 UU no 1 Tahun 1974.
b. Faktor tidak diajukan gugat nafkah anak Dengan tidak mampunya suami memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya, maka terpaksa perlindungan terhadap anak dipikul oleh isterinya, isterilah yang menanggung biaya hidup dirinya dan anak-
anaknya. Untuk itu dengan keadaan yang terpaksa isteri mencari penghasilan sendiri, dengan melakukan usaha-usaha seperti berdagang,
menjahit pakaian orang lain, dan usaha-usaha lain yang menghasilkan uang.
Sebenarnya undang-undang perkawinan memberi hak kepada isteri untuk menggugat suaminya yang melalaikan tanggung jawab
terhadap keluarganya. Isteri-isteri dapat mengajukan gugatan nafkah
hidup anak ke pengadilan agama, atas dasar suami melalaikan kewajibannya. Untuk memperkuat dasar gugatan dapat dilampirkan
kembali surat pernyataan suami yang sanggup memenuhi nafkah hidup keluarganya pada saat ia melakukan poligami. Dengan dasar gugatan itu
kiranya dapat diupayakan agar suami memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
113
Akan tetapi kenyataannya isteri yang dipoligami tidak pernah mengajukan gugatan nafkah, baik untuk dirinya maupun untuk anak-
anaknya, padahal ini merupakan haknya sebagai isteri yang dapat melindungi anak-anaknya.
Tidak diajukan gugatan nafkah karena mereka umumnya tidak mengerti tentang prosedur berperkara di pengadilan, kesadaran mereka
yang masih kurang dalam mempertahankan haknya dan adanya rasa enggan untuk membawa masalah itu ke pengadilan, karena poligaminya
di bawah tangan. Apabila isteri tidak mampu menahan beban hidup yang
dikarenakan suami melalaikan kewajiban, biasanya isteri akan mengajukan perceraian, namun perceraian yang dimaksud tentunya tidak
seperti perceraian yang ada dalam perkawinan yang diatur dalam UU no 1 Tahun 1974, karena perkawinan di bawah tangan tidak dicatat dan tidak
melalui prosedur perundang-undangan maka model percerainnyapun
113
Hasil wawancara dengan Wakil Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Wonosobo, HM. Hidayat tanggal 15 Oktober 2005
dengan bubar begitu saja, hal ini sangat berakibat buruk terhadap perlindungan dan pemeliharaan anak.
Anak-anak yang orang tuanya bercerai,nasibnya lebih buruk lagi dari pada anak-anak dalam keluarga poligami, karena hampir tidak
mungkin untuk mengumpulkan ayah dan ibunya dalam suatu rumah tangga.
Disamping hal-hal yang telah disebutkan di atas, faktor-faktor penghambat pelaksanaan perlindungan anak oleh orang tua tidak terlepas
dari kadar pengetahuan dan keimanan orang tua itu sendiri. Orang tua yang beriman tentu tidak akan melalaikan kewajiban terhadap anak-
anaknya, karena mereka sadar bahwa anak adalah amanah Tuhan yang harus dirawat dan dididik dengan sebaik-baiknya.
Akan tetapi bagi orang tua yang kurang menyadari tanggung jawab terhadap anak, sering mereka melalikan kewajibannya dengan
mengabaikan hak-hak anaknya. Hal ini disebabkan karena faktor pendidikan dan pengetahuan agama orang tua yang rendah.
D. Upaya Penanggulangan Terhadap Hambatan Yang Terjadi Dalam Poligami