Sebab-sebab terjadinya perkawinan poligami.

4. Sebab-sebab terjadinya perkawinan poligami.

a. Sebelumnya telah terjadi perselingkuhan dengan calon isteri poligami Berdasarkan data dari hasil penelitian diketahui bahwa 26,67 8 orang responden dan 16,67 5 orang informen mengatakan bahwa perkawinan dilakukan secara resmi sebagai perkawinan poligami di KUA Kecamatan, tetapi urusannya berbelit-belit, bilamana isteri yang pertama tidak memberi ijin dan tidak setuju untuk dimadu, disamping itu juga telah terlanjur berselingkuh dan mencintai perempuan lain, maka secara diam-diam upaya tertentu supaya tujuannya tercapai dan pernikahannya sah, karena itu dilakukanlah manipulasi administrasi di Kelurahan, artinya mereka membuat surat keterangan jati diri dari kelurahan dengan mencantumkan status jejaka dan kemudian mereka menikah di daerah lain. Untuk selanjutnya isteri kedua tetap tinggal satu rumah dengan orang tuanya atau dicarikan rumah sewa sebagai tempat tinggal mereka, supaya isteri pertama tidak mengetahuinya. Sehubungan dengan pendapat diatas, maka menurut hemat penulis bahwa : - Perkawinan poligami yang dilakukan pada penghulu di KUA Kecamatan atau pembantu petugas pencatat nikah P3N dikelurahan, memang harus segera dilakukan, sebab faktor sebelumnya telah terjadi perzinahan dengan calon isteri poligami dan diijinkan padahal calon isteri kedua sudah terlanjur mengandung, maka untuk menutup aib atau malu keluarga sehingga dengan terpaksa suami melakukan manipulasi administrasi di kelurahan, kemudian dia melakukan pernikahan di luar daerahnya agar tidak diketahui oleh isteri pertamanya. Menurut hasil wawancara dengan Wakil Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Wonosobo. H. M. Hidayat : Ba’da dzuhul koblat nikah, Ba’da nikah koblat dzuhul. Artinya : Apabila kandungan sudah terlanjur berumur 7 sampai 9 bulan, maka perempuan tersebut tidak boleh dinikahkan, tetapi harus menunggu sampai dia melahirkan. - Atau dikarenakan si suami telah jatuh hati pada perempuan lain. Sehingga dia nekat untuk menikahi perempuan lain dengan memanipulasi administrasi di kelurahan agar calon isteri tidak mengetahui bahwa dia sudah beristeri. 111 b. Pendidikan anak Pada mulanya, memang perkawinan poligami waktu melangsungkan pernikahan sangat dirahasiakan dan status perkawinannya pun monogami, setelah isteri kedua mempunyai anak, rahasia tadi terbuka dan diketahui oleh semua pihak. Dan isteri pertama mulai pasrah dengan pertimbangan kepada anak-anaknya. Karena itu 111 Hasil wawancara dengan wakil ketua Pengadilan Agama Wonosobo HM. Hidayat SH, MH tgl 15 Okt 2005 suamipun tidak mau menceraikan isteri pertamanya, dengan pertimbangan pendidikan anaknya dan hak-hak lain. Sehingga oleh isteri sangat jarang mempermasalahkan poligami ke Pengadilan Agama Kabupaten Wonosobo. Dari 30 orang responden, maka 10 orang 33,33 menjawab bahwa mengingat dari masa depan anak-anak yang membutuhkan kasih sayang orang tua, bahkan melihat keadaan anak-anak merasa kasihan, tetapi mengingat tingkah laku suaminya, rasanya ingin bercerai, tetapi atas nasehat dari kedua orang tua atau para orang- orang yang dituakan akan membutuhkan perlindungan anak, maka tetap diterima sebagai suaminya dan ayah dari anak-anaknya. Dengan demikian, akibat dari poligami sangat mempengaruhi perkembangan anak-anak terhadap jasmani dan rohani serta sosial. Dimana anak-anak pada umumnya mengharapkan untuk menyelesikan masalah anak, maka kedua orang tua harus bersatu dan rukun. Meskipun mereka harus dimadu, karena hal tersebut merupakan jalan yang terbaik bagi masa depan anak-anaknya. c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan Berdasarkan dari hasil penelitian yang dijawab oleh 3 orang responden 10,00 bahwa tidak semua orang telah berkeluarga bisa membuahkan hasil yaitu anak, akan tetapi ada yang telah 10 tahun membina rumah tangga tetapi belum mendapatkan keturunan, bahkan telah berusaha berobat ke dokter spesialis dan juga kepada pengobatan alternatif, namun belum juga berhasil. Rencana mereka akan mengambil anak angkat tetapi orang tuanya melarang dan menganjurkan untuk menikah lagi. Atas desakan orang tua dan keinginannya untuk mempunyai anak, maka hal ini disampaikan kepada isterinya, bahwa dia tidak akan diceraikan, dan bila punya anak maka anak dari isteri kedua harus diambil dan diasuh oleh isteri pertama, bahkan isterinya memberikan ijin dalam bentuk surat yang dikirim langsung ke instansi suaminya bekerja, supaya suaminya selamat dari ancaman instansi tempat suaminya bekerja, karena itu keinginan untuk mempunyai anak merupakan hal yang utama, sebagai pelanjut keturunan atau human investment. Berdasarkan kesepakatan dan hasil musyawarah dari kedua belah pihak, maka terlaksanalah pernikahan suami dengan seorang perempuan di KUA Kecamatan, kemudian pertimbangan oleh isteri kedua, bahwa mengingat umurnya yang telah lanjut dan belum tentu mendapat suami yang perjaka atau duda, maka lamarannya diterima dengan syarat isteri pertama jangan diceraikan.

B. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Keluarga Polgami