xi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Bahwa anak
adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa. Agar anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu
mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia. Anak sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai lahir mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan
baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu tidak ada setiap manusia atau pihak lain yang boleh
merampas hak atas hidup dan merdeka tersebut. Karena hak asasi anak tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia yang mendapat jaminan dan
perlindungan hukum baik hukum internasional maupun nasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam deklarasi sedunia tentang hak-hak asasi manusia,
dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas semua hak kebebasan yang dinyatakan di dalamnya, tanpa perbedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin,
bangsa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, kebangsaan atau asal- usul sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya.
Permasalahan buruh atau pekerja anak merupakan salah satu dimensi penelantaran hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.
Interpretasinya, bukan berarti anak tidak boleh bekerja sama sekali. Dalam rangka mendidik dan melatih anak untuk mandiri, harus dilakukan pembiasaan
dengan melakukan pekerjaan di rumah membantu orang tua di samping tugas sebagai pelajar. Namun ketika terjadi eksploitasi secara ekonomi pada anak, tentu
saja sangat bertentangan dengan hukum dan hak anak. Anak yang bekerja merupakan salah satu gambaran betapa rumit dan
kompleksnya permasalahan anak. Anak yang bekerja adalah bentuk penelantaran hak anak, karena pada saat bersamaan akan terjadi pengabaian hak yang harus
diterima mereka. Seperti hak memperoleh pendidikan, bermain, akses kesehatan, dan lain-lain. Keadaan ini menjadikan pekerja anak masuk kategori yang
xii memerlukan perlindungan khusus children in need of special protection yang
menuntut penanganan serius dari orangtua, keluarga, masyarakat dan kelompok terkait serta pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Peran pemerintah,
masyarakat dan lembaga terkait akan semakin signifikan dalam menangani permasalahan pekerja anak ketika orang tua dalam kemiskinan akut.
1
Banyak alasan yang dikemukakan sebagai pembenaran terhadap keberadaan pekerja anak tersebut. Dari berbagai alasan yang dikemukakan, faktor
kemiskinan dan kondisi ekonomi dianggap sebagai faktor utama yang mendorong keberadaan pekerja anak. Mempekerjakan anak pada dasarnya merupakan sesuatu
hal yang buruk di Indonesia, namun demikian keadaan seperti itu sudah ada sejak Indonesia masih dijajah oleh Pemerintah Belanda.
Menurut Sudaryono dan Kelik Wardiono
2
, sejarah perlindungan bagi anak yang bekerja dimulai sejak jaman Pemerintahan Belanda yang ditandai dengan
dikeluarkannya beberapa peraturan perundang-undangan lebih menitikberatkan kepada perlindungan bagi anak yang bekerja dan bukan khusus ditujukan untuk
menghapus secara keseluruhan pekerja anak. Peraturan tersebut adalah Ordonansi Tahun 1925 tentang Maatregelen ter Beperking van de Kinderbeid en de
Nachtarbeid van de Vrouwen Peraturan tentang Pembatasan Pekerjaan Anak dan Pekerja Wanita pada Malam Hari, sebagaimana tercantum di dalam Staatsblaad
Tahun 1925 Nomor 647 dan Ordonansi Tahun 1926 tentang Bepalingen Betreffende de Arbeid van Konderen en Jeugdigde Personen aan Boord van
Schepen Peraturan tentang Pekerjaan Anak dan Orang Muda di Kapal sebagaimana tercantum di dalam Staatsblaad Tahun 1926 Nomor 87.
Pada tataran sosiologis empiris, di sebagian masyarakat sendiri, munculnya pekerja anak seringkali tidak menimbulkan reaksi sosial yang negatif.
Hal ini antara lain disebabkan adanya suatu aksioma kultural yang memandang bahwa mempekerjakan anak pada usia dini bukanlah semata-mata merupakan
suatu bentuk eksploitasi pada anak, akan tetapi justru merupakan suatu rangkaian proses yang memang harus dilalui oleh seorang anak untuk belajar bertanggung
1
http:www.freelists.orgpostppippiindia - Menguak Tabir Permasalahan Pekerja Anak
2
Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama, Bandung, 2009.
xiii jawab, menimba pengalaman sebagai persiapan mereka, agar mempunyai bekal
untuk kehidupannya kelak.
3
Faktor yang menyebabkan anak bekerja antara lain : Pertama; karena berasal dari keluarga miskin, awalnya hanya membantu orang tua namun pada
akhirnya anak menjadi tumpuan mencari nafkah dan Kedua; dari keluarga bermasalah, anak berasal dari keluarga broken home sehingga kurang mendapat
perhatian orang tua sehingga anak akan mencari kehidupannya sendiri. Sejumlah temuan penelitian menunjukkan bahwa munculnya pekerja anak
ini disebabkan karena adanya tekanan ekonomi yang memaksa mereka untuk terlibat secara aktif di dalam kegiatan ekonomi, baik untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sendiri, maupun sebagai suatu bentuk partisipasi dari anak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan bagi kelangsungan hidup keluarganya, karena
mereka dianggap telah ikut bertanggungjawab terhadap ekonomi keluarga.
4
Sebagian orang tua mengirimkan anaknya untuk bekerja, dalam kenyataannya tidak menghendaki anak mereka untuk bekerja dalam usia dini.
Keikutsertaan anak dalam lingkungan pendidikan dipandang sebagai hal yang relatif lebih penting dan sebagai hal yang penting untuk hidup lebih baik
bagi anak-anak mereka daripada bekerja.
5
Sebagaimana dikemukakan oleh I. Tjandraningsih, dan B. White,
6
berdasarkan penelitiannya terhadap pekerja anak pada sektor manufaktur di Jawa Barat, dapatlah diketahui bahwa yang
menyebabkan munculnya pekerja anak adalah kebutuhan akan pekerja anak, yang bagi para pengusaha dipandang mempunyai produktivitas tinggi dan upah rendah
serta mudah diatur, dalam pekerjaan-pekerjaan yang didominasi oleh pekerja dewasa, merupakan daya tarik yang luar biasa bagi anak untuk terjun ke dalam
pasaran tenaga kerja.
3
Irwanto, dkk., 1995, Pekerja Anak di Tiga Kota Besar : Jakarta, Surabaya, Medan, Unicef dan Unika Atma Jaya, Jakarta.
4
Rilantoro, dkk., 1984, Survei BuruhPekerja Anak Sektor Formal dan Informal 1984. Laporan II : Buruh Anak Sektor Formal, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia dan Federasi Buruh Seluruh
Indonesia, Jakarta.
5
Rilantoro, Soedijar, Irwanto, dkk., Penelitian Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia, Jakarta, 1989.
6
I.Tjandraningsih, dan B. White, , 1991, Anak-anak Desa dalam Kerja Upahan, Jawa Barat : Pengantar Studi Lapangan. Prisma No. XX 1991, “Pekerja Anak dan Remaja di Pedesaan Jawa Barat
: Pengantar Studi Lapangan”. Makalah pada Loka Karya Masalah Pekerja Anak dan Remaja : Hasil Penelitian di Pedesaan Jawa Barat.
xiv Anak perlu dilindungi karena anak adalah pewaris generasi bangsa dan
tumbuh kembang anak secara sehat dan wajar baik jasmani rohani maupun sosial intelektual merupakan kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi. Masa kanak-
kanak adalah masa yang sangat penting karena dalam masa ini pribadi dan sikap anak dibentuk sehingga bila masa penting ini seorang anak salah bentuk akibatnya
bisa fatal. Dunia internasional telah melakukan pelarangan dan tindakan segera
penghapusan bentuk- bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, hal tersebut tercetus dalam Konvensi International Labour Organization ILO Nomor 182 yang telah
diratifikasi dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2000.
7
Bagi negara-negara yang telah melakukan ratifikasi atas konvensi tersebut maka diamanatkan untuk menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional
RAN Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan RAN tersebut, pemerintah Indonesia melalui
Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 telah menetapkan Rencana Aksi Nasional RAN Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
Sejalan dengan itu dan sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 tersebut, maka pemerintah daerah baik provinsi
maupun kabupatenkota membentuk komite aksi yang sama yang pelaksanaannya adalah merupakan keharusan.
8
Kabupaten Sragen merupakan Kabupaten yang sedang berkembang dengan keanekaragaman budaya dan merupakan kabupaten yang stabil dan
terkendali. Jumlah penduduk kurang lebih dari 865.417 jiwa dengan rata-rata kepadatan penduduk 919 per km
2
serta memiliki tingkat pendidikan dan ketrampilan beragam. Dikarenakan Visi dan Misi yang digalakkan oleh
pemerintah terkait dengan perdagangan dan jasa serta industri menyebabkan Kabupaten Sragen pada tahun 2005 menunjukkan perkembangan pesat di bidang
ekonomi dan perindustrian.
9
7
http:www.munfw.orgarchive50thilc2.htm
,
Draft Guiding Principles for Policing and
Enforcement of Child Labor Laws
8
http:labuhanbatunews.wordpress.com20080604labuhanbatu-menghapus-bentuk-bentuk pekerjaan-terburuk-untuk-anak
9
http:sragen.go.id
xv Sampai dengan saat ini jumlah pekerja anak di Kabupaten Sragen masih
belum terdata secara pasti. Pekerja anak tersebar baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Pekerja anak di daerah perdesaan lebih banyak melakukan
pekerjaan di bidang pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan maupun kegiatan ekonomi di lingkungan keluarga. Pekerja anak di daerah perkotaan dapat
ditemukan di perusahaan, rumah makan, pertokoan, rumah tangga sebagai pembantu rumah tangga atau pekerja industri rumahan atau industri keluarga
maupun di jalanan seperti penjual koran, penyemir sepatu atau pemulung. Beberapa di antara pekerjaan yang dilakukan anak tersebut dapat dikategorikan
sebagai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
10
Pekerja anak merupakan masalah bagi semua pihak dan bersifat multi sektoral, sehingga kebijakan penanggulangan pekerja anak merupakan kebijakan
lintas sektor. Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk terus menerus mengurangi jumlah pekerja anak, namun demikian dengan kondisi perekonomian yang belum
kondusif upaya tersebut belum mencapai hasil yang menggembirakan. Bahkan perkembangan masalah sosial yang semakin kompleks, mendorong pekerja anak
terpuruk pada jenis-jenis pekerjaan terburuk.
11
Sebagai pelaksanaan Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pekerjaan Terburuk bagi Anak, maka berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 59
Tahun 2002 disusun Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
12
Di tingkat Kabupaten ditindaklanjuti dengan Rencana Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk
Anak Kabupaten Sragen yang disusun dengan melibatkan berbagai komponen yang tergabung dalam Komite Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak Kabupaten Sragen yang dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Sragen Nomor 30 Tahun 2008.
Penelitian ini berusaha memberikan gambaran yang nyata mengenai Implementasi Peraturan Bupati Sragen Nomor 30 Tahun 2008 tentang Komite
10
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sragen pada Lokakarya Komite Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak Kabupaten Sragen di Wisma BIP
Tawangmangu pada tanggal 5 – 6 Desember 2008.
11
httpwww.faqs.orgchildhoodBo-ChChild-Labor-in-Developing Countries,html.
12
http:www.ilo.intglobalAbout_the_ILOMedia_and_public_informationPress_releaseslangen WCMS_007917index.htm
, ILO worst forms of child labour Convention comes into force.
xvi Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak
Kabupaten Sragen. Dengan berbagai keadaan dan pertimbangan tersebut diatas, untuk
mengetahui implementasi Peraturan Bupati Sragen Nomor 30 Tahun 2008 tentang Komite Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak
Kabupaten Sragen, maka penulis sangat tertarik untuk mengajukan usulan
penelitian dengan judul : “Implementasi Peraturan Bupati Sragen Nomor 30 Tahun 2008 tentang Komite Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak Kabupaten Sragen”. B.
PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah ini dimaksudkan untuk menegaskan masalah-masalah yang akan diteliti sehingga memudahkan dalam pengerjaannya serta mencapai
sasaran yang diinginkan. Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Implementasi Peraturan Bupati Sragen Nomor 30 Tahun 2008 tentang Komite Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak Kabupaten Sragen di Kabupaten Sragen? 2. Hambatan apa sajakah yang dihadapi dalam implementasi Peraturan Bupati
Sragen Nomor 30 Tahun 2008 tentang Komite Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak Kabupaten Sragen tersebut ?
3. Bagaimanakah solusi yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut ?
C. TUJUAN PENELITIAN