30 situasi dewasa ini, kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
sedemikian pesatnya, tetapi lihat juga kehidupan masyarakat, lebih- lebih yang mempraktekan riba. Di sana mereka hidup dalam
kegelisahan, tidak tahu arah, bahkan aktivitas yang tidak rasional mereka lakukan. Banyak orang, lebih-lebih yang melakukan praktek
riba, menjadikan hidupnya hanya untuk mengumpulkan materi, dan saat itu mereka hidup tak mengenal arah Shihab, 2002: 588-589.
Riba dari segi bahasa adalah penambahan. Sementara para ahli hukum mengemukakan kaidah, bahkan ada yang menilainya hadits
walau pada hakikatnya ia adalah hadits dha‟if, bahwa kullu qardhin
jarra manfa‟ah fahuwa haram piutang yang mengandung manfaat melebihi jumlah hutang, maka itu adalah haram riba yang
terlarang. Pandangan atau kaidah ini tidak sepenuhnya benar, karena Nabi Muhammad saw. pernah membenarkan pembayaran yang
melebihi apa yang dipinjam. Sahabat Nabi, Jbir Ibn Abdillah, memberitakan bahwa ”ia pernah mengutangi Nabi dan setelah
berselang beberapa waktu ia mendatangi Nabi, beliau membayar dan melebihkannya” HR. Bukhari dan Muslim; walau harus
digarisbawahi, bahwa penambahan itu tidak disyaratkan sewaktu melakukan akad pinjam meminjam Shihab, 2002: 591.
b. Surat Al ‘Ankabut ayat 45
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al- Kitab dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat melarang
kekejian dan kemungkaran, dsan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
31 Dalam ayat di atas, dikatakan bahwa Bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab dan laksanakanlah shalat secara bersinambung dan khusyu‟ sesuai dengan rukun syarat dan sunnah-
sunnahnya. Sesungguhnya shalat yang dilaksanakan sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya senantiasa melarang atau mencegah pelaku
– yang melakukannya secara bersinambung dan baik dari kejerumusan
dalam kekejian dan kemungkaran. Hal itu disebabkan karena substansi shalat adalah mengingat Allah. Siapa yang mengingat Allah dia
terpelihara dari kedurhakaan, dosa dan ketidakwajaran dan sesungguhnya mengingat Allah, yakni shalat adalah lebih besar
keutamannya dari ibadah-ibadah yang lain dan Allah mengingat apa yang kamu sekalian senantiasa kerjakan baik maupun buruk Shihab,
2002: 505-506. Tuntunan ayat ini merupakan tuntunan yang paling tepat untuk
menjauhkan seseorang dari kemusyrikan dan aneka kedurhakaan yang tersurat di dalamnya dengan adanya kisah-kisah, nasihat, tuntunan
serta janji baik dan ancaman sehingga akan lahir pencegahan bagi yang membacanya. Demikian juga dengan shalat yang merupakan amal
terbaik yang berfungsi menghalangi pelakunya dari kekejian dan kemungkaran.
Ayat ini manggarisbawahi bahwa perintah melaksanakan shalat dinyatakan sebabnya, yaitu karena
“Shalat melarang atau mencegah kemungkaran dan kekejian”. Ini berarti shalat adalah amal ibadah yang
pelaksanannya membuahkan sifat keruhanian dalam diri manusia yang
32 menjadikannya tercegah dari perbuatan keji dan mungkar, dan dengan
demikian, hati menjadi suci dari kekejian dan kemungkaran serta menjadi bersih dari kekotoran dosa dan pelanggaran. Dengan demikian
shalat adalah cara untuk memperoleh potensi keterhindaran dari keburukan dan tidak secara otomatis atau secara langsung dengan
shalat itu terjadi keterhindaran yang dimaksud Shihab, 2002: 508. Sehingga,
semakin seseorang
mengingat Allah
dan melaksanakan shalat maka akan semakin tebal dan kuat iman
seseorang serta menghindarkan diri dari perbuatan mungkar dan keburukan yang termasuk di dalamnya saat memilih dalam
menggunakan suatu lembaga keuangan yang sesuai dengan syariat Islam, yaitu yang tidak menerapkan sistem bunga dalam sistem
transaksinya.
2. Alasan-Alasan Yang Mendukung Bahwa Suku Bunga Bank