Surat Al Baqarah ayat 275

29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI

1. Ayat-ayat dalam AL-Quran

a. Surat Al Baqarah ayat 275

”Orang-orang yang makan mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata berpendapat, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang- orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum ada larangan dan urusannya terserah kepada Allah, orang yang mengulangi mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. Dalam ayat di atas dikatakan bahwa orang-orang yang makan, yakni bertransaksi dengan riba, baik dalam bentuk memberi ataupun mengambil, tidak dapat berdiri, yakni melakukan aktivitas, melainkan seperti berdirinya orang yang dibingungkan oleh setan, sehingga ia tidak tahu arah disebabkan oleh sentuhannya. Ini menurut banyak ulama terjadi di hari Kemudian nanti, yakni mereka akan dibangkitkan dari kubur dalam keadaan sempoyongan, tidak tahu arah yang harus mereka tuju. Sebenarnya tidak tertutup kemungkinan memahaminya sekarang dalam kehidupan dunia. Mereka yang melakukan praktek riba, hidup dalam situasi gelisah tidak tentram, selalu bingung dan berada dalam ketidakpastian, disebabkan karena pikiran mereka yang tertuju kepada materi dan penambahannya. Dalam 30 situasi dewasa ini, kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi sedemikian pesatnya, tetapi lihat juga kehidupan masyarakat, lebih- lebih yang mempraktekan riba. Di sana mereka hidup dalam kegelisahan, tidak tahu arah, bahkan aktivitas yang tidak rasional mereka lakukan. Banyak orang, lebih-lebih yang melakukan praktek riba, menjadikan hidupnya hanya untuk mengumpulkan materi, dan saat itu mereka hidup tak mengenal arah Shihab, 2002: 588-589. Riba dari segi bahasa adalah penambahan. Sementara para ahli hukum mengemukakan kaidah, bahkan ada yang menilainya hadits walau pada hakikatnya ia adalah hadits dha‟if, bahwa kullu qardhin jarra manfa‟ah fahuwa haram piutang yang mengandung manfaat melebihi jumlah hutang, maka itu adalah haram riba yang terlarang. Pandangan atau kaidah ini tidak sepenuhnya benar, karena Nabi Muhammad saw. pernah membenarkan pembayaran yang melebihi apa yang dipinjam. Sahabat Nabi, Jbir Ibn Abdillah, memberitakan bahwa ”ia pernah mengutangi Nabi dan setelah berselang beberapa waktu ia mendatangi Nabi, beliau membayar dan melebihkannya” HR. Bukhari dan Muslim; walau harus digarisbawahi, bahwa penambahan itu tidak disyaratkan sewaktu melakukan akad pinjam meminjam Shihab, 2002: 591.

b. Surat Al ‘Ankabut ayat 45