1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan masyarakat dewasa ini memungkinkan setiap orang dapat mengalami kerugian yang disebabkan dari peristiwa-peristiwa yang tidak terduga
dari rencana sebelumnya, misalnya seperti seorang pengusaha yang mengalami kerugian hancurnya tempat usaha dikarenakan adanya bencana alam yang tak
terduga. Seseorang mengalami luka ringan, berat, maupun kematian akibat dari kecelakaan pada kendaraan umum yang ditumpanginya. Apabila kerugian-
kerugian ini bersifat ringan, maka kerugian-kerugian yang tidak terduga ini dapat ditanggung dengan uang simpanan seseorang, karena masih mencukupi untuk
menutupinya. Tetapi apabila seseorang mengalami kerugian yang berat, maka uang simpanannya tidak akan mencukupi untuk menutupi kerugiannya. Untuk
itulah, diperlukannya jaminan perlindungan untuk dapat menanggulangi kemungkinan seseorang mengalami kerugian tersebut.
Kemungkinan seseorang akan kehilangan harta kekayaannya berbanding lurus dengan harta kekayaan yang dimilikinya. Semakin makmur atau berlipat
ganda harta kekayaan seseorang sebagai hasil dari kemajuan atau perkembangan kehidupan modern semakin dapat pula dibayangkan atau dirasakan bahwa
“kemungkinan” akan kehilangan tersebut akan bertambah. Ini berlaku bukan hanya terhadap kehilangan atas barangharta kekayaan tetapi juga atas jiwa
manusia. Kita lihat saja, dengan makin berkembangnya kemajuan teknis alat-alat
Universitas Sumatera Utara
perhubungan atau lalu lintas, maka kemungkinan akan kecelakaan juga akan lebih banyak dibanding dengan lalu lintas pada tempat atau daerah yang tidak mengenal
atau memakai alat-alat modern itu. Kemungkinan akan kehilangan ini kita sebut sebagai risiko. Jadi, manusia menghadapi suatu risiko.
1
Risiko tentu merupakan suatu hal yang tidak diinginkan, dan oleh sebab itu juga menjadi suatu hal yang selalu diusahakan tidak terjadi. Maka dari itu
seseorang haruslah mengupayakan agar kerugian itu tidak terjadi. Tindakan mencegah kerugian tersebut dapat dilakukan dengan banyak cara, sampai orang
tersebut dapat merasa aman bahwa kerugian itu dapat diatasi. Risiko tidak lain adalah beban kerugian yang diakibatkan karena suatu
peristiwa di luar kesalahannya, misalkan : rumah seseorang terbakar sehingga pemiliknya mengalami kerugian.
2
Risiko dapat berupa ketidakpastian, sehingga untuk mengatasinya diperlukan suatu bentuk pengalihan risiko pada perusahaan
asuransi. Pengalihan risiko ini diimbangi dalam bentuk pembayaran premi pada perusahaan asuransi kerugian penanggung setiap bulan atau tahun, bergantung
pada perjanjian yang tertuang dalam polis. Manfaat peralihan risiko inilah yang dapat diperoleh konsumen tertanggung.
3
Dewasa ini perkembangan dunia membawa dampak yang cukup besar pada perkembangan perekonomian di Indonesia. Perkembangan perekonomian di
Indonesia sangat pesat, khususnya di bidang perdagangan yang diiringi oleh
1
Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia Jakarta: PT. Ahdi Mahasatya, 2004, hlm. 14.
2
H. M. N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia : Hukum Pertanggungan Jakarta: Djambatan, 1990, hlm. 47.
3
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 179.
Universitas Sumatera Utara
tingginya tingkat pertumbuhan penduduk yang ada di Indonesia, mengakibatkan tingginya persaingan usaha di berbagai bidang. Disisi lain, risiko usaha juga tidak
dapat terelakkan, sehingga para pelaku usaha sangat membutuhkan asuransi sebagai suatu bentuk pengalihan risiko.
Asuransi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha Perasuransian selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian adalah perjanjian
antara 2 pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
4
Beberapa syarat agar risiko yang diasuransikan dapat terlaksana, yaitu:
5
1. Jumlah exposures yang dipertanggungkan harus besar dan homogeneous.
Homogeneous maksudnya ialah bahwa untuk masing-masing exposures tersebut misal jiwaproperti tidak banyak perbedaan sifat-sifatnya satu sama
lainnya. Dalam asuransi jiwa perbedaan terdapat pada waktu pembayaran premi.
2. Cost atau biaya-biaya guna menanggung risiko tidak boleh terlalu tinggi.
3. Pembayaran premi rendah, sehingga orang berpendapat bahwa ia lebih baik
mengasuransikan daripada menyimpan uangnya di bank.
4
Republik Indonesia, Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
5
Yusuf Shofie, Op.Cit., hlm. 38.
Universitas Sumatera Utara
4. Keugian-kerugian yang timbul tidak boleh mengandung unsur disengaja,
karena ini bertentangan dengan Morale hazard kerugian yang ditimbulkan oleh kekurang hati-hatian.
Premi merupakan syarat agar perjanjian asuransi dapat berjalan dengan lancar. Dengan membayarkan premi, tertanggung menyerahkan risiko kepada
penanggung. Tetapi apabila premi tidak dibayar maka perjanjian asuransi itu dapat dibatalkan sesuai dengan isi kontrak perjanjian yang telah disepakati
bersama. Premi tidak hanya semata-mata digunakan untuk keuntungan perusahaan
asuransi. Melalui premi asuransi, juga dapat disalurkan lagi kepada sektor-sektor yang produktif. Hal ini dapat terjadi misalnya dana yang diperoleh dari premi itu
dalam beberapa lama di dalam perusahaan dapat dipergunakan oleh perusahaan tersebut untuk membiayai suatu usaha yang mendatangkan keuntungan baginya.
Di samping itu juga dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan usaha- usaha dengan memberikan modal atau kredit untuk jangka waktu pendek maupun
panjang yang dapat membantu pembangunan ekonomi negara kita yang kemudian dapat dinikmati hasilnya oleh anggota masyarakat.
6
Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang selanjutnya disebut KUHD
berbunyi, “Apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seseorang, yang untuknya telah diadakan suatu
pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka penanggung
6
Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi Bandung: PT. Alumni, 1997, hlm. 66.
Universitas Sumatera Utara
tidaklah diwajibkan memberikan ganti kerugian”. Ketentuan diatas dikenal sebagai penjabaran asas kepentingan yang dapat diasuransikan insurable
interest. Apabila kepentingan dimaksud tidak dimiliki oleh pihak penutup asuransi pada saat asuransi ditutup, mengakibatkan penanggung tidak diwajibkan
memberikan ganti kerugian. Atau dengan perkataan lain sesuai dengan syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tentang selanjutnya disebut KUHPerdataberakibat asuransi batal.
7
Perusahaan asuransi menawarkan jaminan berupa perjanjian asuransi yang dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut dengan polis. Polis
berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Sebagai alat bukti tertulis,
isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi, sehingga mempersulit
tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi.
8
Ketika seseorang membeli polis asuransi, ia pada dasarnya membeli kompensasi finansial yang akan dibayarkan kepadanya oleh perusahaan asuransi
menyusul sebuah peristiwa yang memenuhi syarat. Ketika ia membeli asuransi kesehatan, misalnya, asuransinya diharapkan untuk membayar biaya perawatan
kesehatan yang layak. Keadaan dimana seorang pemegang polis akan atau tidak akan menerima cakupan diuraikan dalam polis asuransi, atau kontrak yang
menentukan kewajiban perusahaan asuransi yang tepat kepadanya.
7
Ibid., hlm. 141.
8
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 59.
Universitas Sumatera Utara
Polis merupakan satu-satunya alat bukti tertulis bahwa telah terjadi pertanggungan antara tertanggung dengan penanggung, Pasal 258 ayat 1 KUHD
yang berbunyi “Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa pertanggungan telah terjadi”. Dalam polis dicantumkan
semua ketentuan dan syarat mengenai pertanggungan yang telah dibuat. Begitu pula pada polis asuransi jiwa yang didalam akta polis yang dipertanggungkan
adalah jiwa si tertanggung. Dengan demikian asuransi terutama asuransi jiwa mempunyai
tujuan memberikan jaminan proteksi
kepada nasabahnya tertanggung apabila si tertanggung mengalami hal-hal yang tidak diharapkan.
Sedangkan klaim asuransi adalah pembayaran ganti rugi kepada pihak tertanggung bila mengalami kerugian yang tidak dapat dihindari. Sehingga
pembayarannya sesuai dengan tingkat masalah atau kerugian yang dihadapi, yang disesuaikan pula dengan nilai barang yang diasuransikan pada waktu itu.
Sedangkan pada asuransi jiwa pembayaran klaim asuransi sesuai dengan keterangan diagnosa dokter yang merawatnya dan tingkat risiko yang dialaminya.
Masalah yang sering terjadi dalam perjanjian asuransi adalah kepailitan perusahaan asuransi.
Kepailitan ini merupakan hal yang sangat ditakuti bagi perusahaan asuransi maupun pemegang polis asuransi, Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen, pemegang polis tertanggung sebagai
konsumen dalam usaha perasuransian sudah seharusnya mendapatkan perlindungan sebagaimana kesepakatan perjanjian asuransi yang telah dituangkan
Universitas Sumatera Utara
dalam polis serta perlindungan atas hak-hak pemegang polis dari kemungkinan risiko kepailitan perusahaan asuransi.
Penjelasan atas UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa faktor utama yang menjadikelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen
akan haknya masih rendah. Konsumen cenderung belum memiliki pengetahuan tentang haknya. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan
konsumen. Oleh karena itu, UU Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
9
Pentingnya perlindungan hukum bagi konsumen disebabkan posisi tawar konsumen yang lemah. Perlindungan hukum terhadap konsumen mensyaratkan
adanya pemihakan kepada posisi tawar yang lemah konsumen. Perlindungan hukum bagi konsumen adalah suatu masalah yang besar. Perlindungan hukum
sangat dibutuhkan dalam persaingan dan banyaknya produk serta layanan yang menempatkan konsumen dalam posisi tawar yang lemah. Perlindungan hukum
bagi konsumen dalam bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Negara.
10
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diperlukan lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan pengawasan di sektor jasa keuangan yang
mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan jasa keuangan lainnya.
9
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
10
Abdul Hakim Barkatullah, Hak hak Konsumen Bandung: Nusa Media, 2010, hlm. 23.
Universitas Sumatera Utara
Lembaga Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya disebut OJK di dalam perkembangannya juga memberikan perlindungan terhadap pemegang polis
asuransi. Pengawasan lembaga jasa keuangan di Indonesia telah berubah, yang
pada awalnya dilakukan oleh beberapa lembaga, pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia, pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan lainnya oleh
Bapepam menjadi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tunggal, yaitu OJK. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa: “Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut OJK, adalah lembaga
yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana di maksud dalam Undang- undang ini
”. Otoritas Jasa Keuangan memiliki fungsi, tugas dan wewenang
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian dalam skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Setelah
Berlaku Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
”.
Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah