Falsafah suku Karo Karakter Masyarakat Karo

16 istilah merga silima, tutur siwaluh, rakut sitelu perkaden-kaden sepuluh dua tambah sada. Menurut Tridah Bangun 2009 karakter dan tabiat Suku Karo secara umum sebagai orang yang jujur, tegas, berani, percaya diri, pemalu, tidak serakah, mudah tersinggung dan pendendam, berpendirian teguh, sopan, senantiasa menjaga nama baik keluarga, rasional dan kritis, mudah menyesuaikan diri, gigih mencari pengetahuan, juga ada pula sifat iri dan dengki yang dikenal dengan cian dan mementingkan prosedur. Sanjani Tarigan, 2009.

2.2.1. Falsafah suku Karo

Tertulis dalam buku Kata Sada Ginting 2014, berikut adalah falsafah Suku Karo: A. Mehamat man kalimbubu Kalimbubu merupakan kelompok yang memberikan istri kepada suku Karo. Suku Karo percaya kalimbubu merupakan sumber berkat, maka sering di sebut sebagai simupus takal piher pate geluh. Kalimbubu berasal dari kata mbubu yang artinya kepala. Di dalam nuria, yaitu zaman sebelum masuknya agama di Karo, Kalimbubu di sebut sebagai dibata ni idah atau Tuhan yang tidak kelihatan. Mehamat man kalimbubu diartikan sebagai menghormati kalimbubu. Orang Karo akan merasa senang dan berkecukupan jika menghargai Universitas Sumatera Utara 17 kalimbubunya Pepatah di orang Karo mengatakan jangan sampai berita tidak mengenai Kalimbubunya kepada orang lain. B. Metenget man senina Senina merupakan orang yang memiliki merga yang sama dengan dirinya dan dengan penuturan adat yang menjadikan ersenina. Metenget man senina dimana orang Karo peduli dengan senina. Orang Karo dimana senina merupakan tempat berbagi susah mau pun senang di dalam kehidupan. C. Metami man anak beru Anak beru merupakan adalah di mulai dari kakek buyutnya yang tertuan kepada kalimbubu. Anak beru adalah pihak yang mengambil menjadi istri,mau pun yang menitiskan dari pihak yang dari pihak perempuan. Metami man anak beru merupakan sikap sayang,cinta mau pun murah hati. Dimana tanggung jawab anak beru memiliki tanggung jawab yang berrat untuk menjaga nama baik kalimbubunya. D. Menyekolahkan anak Pada masyarakat Karo bukan anak yang ingin sekolah tapi orang tua yang sangat berminat untuk menyekolahkan anak. Universitas Sumatera Utara 18 E. Tabah dan rajin Berkat budaya tabah dan rajin masyarakat Karo dapat merambah hutan belantara membuat irigasi sederhana di bukit-bukit. Karena kerajinan mereka sebelum tahun delapan puluhan ladang mereka lebih bersih dari halaman rumah. F. Mehangke Budaya mehangke adalah budaya mendatangkan malu jika minta bantuan kepada orang lain atau pun keluarga.

2.2.2. Karakter Masyarakat Karo

Sifat dan perwatakan masyarakat Karo tampak pada perilaku atau perbuatan dan pola pikirnya. Masyarakat Karo pada umumnya memmiliki karakter sebagai berikut: jujur, tegas dan berani, percaya diri, malu, tidak serakah dan tahu akan hak, mudah tersinggung dan dendam, berpendirian tetap dan pragmatis, sopan, jaga nama keluarga dan harga diri, rasional dan kritis, mudah menyesuaikan diri, gigih mencari ilmu, tabah, beradat, suka membantu dan menolong, pengasih dan hemat, percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa Bangun, Teridah 1986. Pembahasan mengenai sifat-sifat orang Karo yang relatif baru adalah dalam buku Manusia Karo oleh Drs. Tridah Bangun 1986 yang mengemukakan 15 macam sifat dan watak orang Karo , yaitu : Universitas Sumatera Utara 19 1. Jujur Orang Karo umumnya hidup dengan kekeluargaan dan kebersamaan yang tinggi di lingkungan tradisional. Biasanya jika diketahui ada yang berbuat curang maka akan mendapat hukuman yang berat dari masyarakat. 2. Tegas Masyarakat Karo tidak begitu lembut menghadapi suatu masalah, apalagi masalah yang dianggap prinsipil, meski sebenarnya dapat memberi risiko bagi diri sendiri ataupun keluarganya. 3. Berani Sejak kecil masyarakat Karo diajari oleh orang tuanya atau neneknya bahwa setiap manusia sederajat. Yang berbeda hanyalah suratan tangan dan takdirnya. Mungkin hal ini lah yang menyebabkan masyarakat Karo tidak pernah ragu untuk berbuat atau pergi ke mana pun. Keberanian ini juga ditunjukkan ketika berkecamuk perang antara kerajaan Deli dan kerajaan Aceh pada abad XVII dan juga perjuangan melawan penjajahan Belanda. 4. Percaya Diri Orang Karo jarang menggantungkan nasib pada orang lain. Umumnya mereka percaya pada kekuatannya sendiri. Universitas Sumatera Utara 20 5. Malu Sifat malu dimiliki orang Karo kalau menggantungkan diri pada orang lain dan juga kalau berhubungan dengan harga diri dan nama baik keluarga yang tercoreng. 6. Tidak Serakah Secara umum orang Karo memang mendambakan hidup sejahtera namun bukan melalui cara serakah. Mereka gigih mempertahankan sesuatu kalau memang itu adalah haknya. 7. Mudah Tersinggung dan Pendendam Kebanyakan orang Karo cepat tersinggung jika dirinya atau keluarganya dikata-katai secara negatif oleh orang lain. Kalau sudah tersinggung orang tersebut segera menjumpai orang yang menghinanya dan menyelesaikan dengan segera. 8. Berpendirian Teguh Orang Karo umumnya bila memiliki suatu pendirian, sukar baginya untuk merubah pendiriannya tersebut, kecuali kalau dalam situasi terpaksa. Universitas Sumatera Utara 21 9. Sopan Sikap ini mungkin dilandasi pemikiran bahwa dalam bermasyarakat harus saling menghargai yakni berbuat sopan dan menghormati pihak lain, bukan dengan pura-pura. Gaya orang Karo berbicara menunjukkan sikap sopan dengan tutur kata yang halus dan tidak keras. 10. Selalu Menjaga Nama Baik Keluarga dan Harga Diri Pencemaran nama baik keluarga dianggap merupakan tamparan bagi seluruh anggota keluarga turun temurun dan pasti menimbulkan dendam kesumat, yang kadang-kadang nyawa sering jadi taruhannya. Menyangkut harga diri dan keluarga, sejak belasan tahun terakhir ini pada sebagian masyarakat Karo, telah berkembang upaya untuk tidak mau kalah dari orang lain dan menunjukkan bahwa dia juga berkemampuan seperti apa yang telah ditunjukkan. 11. Rasional dan Kritis Dalam menghadapi persoalan, orang Karo tidak begitu cepat emosional, tapi selalu dipikirkan dulu secara rasional dan kritis. Oleh karena itu mereka tidak begitu mudah terbuai oleh suatu rayuan. Sikap kritis ini sering membuat pihak lain kecewa karena dianggap bandel sehingga tidak mudah membawanya ke satu tujuan yang dimaksudkan. Universitas Sumatera Utara 22 12. Mudah Menyesuaikan Diri Karena sopan bergaul, selalu menghormati sesama anggota masyarakat, orang Karo secara mudah mampu menyesuaikan diri di tengah masyarakat baru, tempat mereka berdomisili. 13. Gigih Mencari Pengetahuan Orang Karo mencari ilmu pengetahuan dengan segala kegigihan ditiap kesempatan yang memungkinkan. Untuk mendapat ilmu pengetahuan, mereka rela menempuh dengan segala penderitaan. Rintangan diatasi dengan segala ketabahan. 14. Mudah Iri dan Dengki Sifat-sifat dengkicemburu masih bersemayam pada masyarakat Karo. Penyakit lain yang mirip yang masih ada dalam masyarakat Karo adalah kesukaan sebagian besar kaum ibu-ibu mengata-ngatai orang lain secara negatif. 15. Mementingkan Prosedur Orang Karo sejak zaman dulu ternyata mematuhi apa-apa yang telah menjadi kesepakatan bersama mengenai berbagai persoalan. Karena itu jika ada anggota masyarakat yang berbuat melangkahi aturan umum, biasanya terjadi keributan. Universitas Sumatera Utara 23 2.3. Gambaran Explanatory Style pada Penyintas erupsi Gunung Sinabung yang bersuku Karo di tempat pengungsian Bencana alam adalah kejadian yang tidak bisa dielakkan oleh siapapun. Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dikontrol, merupakan peristiwa yang sering terjadi dan tidak diragukan lagi akan terjadi Nickerson 2008. Orang-orang yang selamat dari bencana alam sering disebut sebagai penyintas, dan mereka yang tinggal di tempat pengungsian disebut sebagai pengungsi. Bencana alam erupsi Gunung Sinabung terjadi di Kabupaten Karo, dan sudah mulai nampak aktif dan meletus pertama kali pada tahun 2010 Surono, 2013. Dan keadaan yang tidak aman ini berlangsung terus-menerus hingga tahun 2016. Keadaan yang bertahun-tahun tinggal di tempat pengungsian bisa membentuk pola pikir baru atau persepsi baru terhadap keadaannya selama di pengungsian. Pola pikir atau persepsi yang dilakukan pengungsi disimpulkan peneliti sebagai explanatory style. karena menurut Seligman Seligman dalam Taylor, 2003 explanatory style digambarkan sebagai cara individu berfikir mengenai penyebab dari suatu kejadian. Menurut Ormrod dalam Bol, Hacker, Allen, 2005 menyebutkan bahwa explanatory style adalah cara individu menginterpretasikan kejadian yang dialaminya sehari-hari dan konsekuensinya. Sejalan dengan hal tersebut menurut Feldman 1999 persepsi adalah proses konstruktif stimulus yang diterima individu dan berusaha memahami situasi. Universitas Sumatera Utara 24 Menurut Miftah Toha 2003 ada 2 fator yang mempengaruhi persepsi, yaitu 1 internal yang merupakan perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan, perhatian, proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai, kebutuhan, minat, dan motivasi, serta 2 external yaitu latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar suatu objek. Masyarakat Karo yang tinggal di Kabupaten Karo, banyak ditemukan bekerja sebagai petani. Mereka yang sudah lama tinggal di bawah kaki gunung sudah memiliki identitas dan rasa persaudaraan kepada orang sekampungnya. Dan tinggal ditempat pengungsian memaksa masyarakat Karo untuk merubah pola pikir dan merubah kebiasaan mereka. Masyarakat Karo memiliki sistem kekerabatan dalikan sitelu Brahmana, 2001. Sistem kekerabatan ini dikenal dengan istilah merga silima, tutur siwaluh, rakut sitelu perkaden-kaden sepuluh dua tambah sada. Dari sistem kekerabatan itu orang Karo mengenal falsafah hidup mehamat man kalimbubu,metenget man senina dan metami man anak beru Ginting, 2014. Falsafah ini mengatur masyarakat Karo bagaimana berhubungan dengan orang lain yang tidak bermarga sama ataupun yang semarga. Sistem kekerabatan ini bisa membuat mereka saling tolong-menolong. Bagi masyarakat Karo yang memiliki marga yang sama, akan cenderung ingin menolong, karena dia merasa orang tersebut adalah keluarganya. Dan apabila tidak semarga akan dilihat dari marga yang sama dengan anggota keluarga lain. Keadaan seperti terlihat bahwa masyarakat Karo banyak yang Universitas Sumatera Utara 25 external dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga didukung dari sifat masyarakat Karo yang suka membantu dan menolong. Suku Karo memiliki falsafah hidup lain yang dianut dan bisa mempengaruhi pola pikir atau persepsinya, yaitu tabah dan rajin Ginting, 2014. Falsafah ini membuat mereka bisa membuka lahan untuk bertani dan mendapatkan hasil untuk dijual. Dan juga bisa bertahan dalam keadaan-keadaan yang sulit. Falsafah ini bisa menunjukkan bahwa masyarakat Karo stabale dalam mempersepsikan kesusahan yang dia alami. Serta falsafah mehangke Ginting, 2014, yang menyebutkan bahwa masyarakat karo akan menjadi malu jika minta bantuan kepada orang lain atau pun keluarga. falsafah ini bisa menunjukkan bahwa masyarakat Karo global dalam mempersepsikan dampak buruk dari perbuatan yang dianggap tidak baik. Dari uraian tersebut penelitian ini ingin melihat gambaran explanatory style penyintas erupsi Gunung Sinabung yang berada di pengungsian. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dikontrol, merupakan peristiwa yang sering terjadi dan tidak diragukan lagi akan terjadi Nickerson 2008, dan hal ini dapat mengancam kelangsungan hidup individu melalui kehancuran lingkungan fisik dan psikologis Rice, 1992. Bencana alam yang terjadi salah satunya bencana alam erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Gunung Sinabung pertama sekali meletus pada tahun 2010 setelah hampir 200 tahun tidak pernah menunjukkan aktivitas vulkanologi Surono,2013. Pada tahun 2013, gunung Sinabung kembali meletus dan terus meletus hingga saat ini Ginting, 2016 . Bencana alam erupsi Gunung Sinabung yang terjadi pada tahun 2013 mengakibatkan masyarakat di daerah sekitar gunung tersebut harus mengantisipasi kondisi terburuk yang akan terjadi. Letusan Gunung Sinabung naik hingga level 4 awas pada tanggal 3 Januari 2014, status ini menyebabkan para masyarakat di daerah berbahaya, dalam radius yang ditentukan para ahli bencana alam, harus diungsikan Wikipedia, 2015. Mereka harus merelakan sementara rumah mereka untuk tidak ditempati dan meninggalkan semua barang- barang yang ada dirumah mereka. Mereka membawa barang-barang yang mungkin mereka bawa ke pengungsian. Hasil observasi peneliti tahun 2015 melihat bahwa setelah 2 tahun dari erupsi pada tahun 2015 mereka terlihat Universitas Sumatera Utara