20
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi bahan tumbuhan, skrining fitokimia,
pembuatan ekstrak etanol umbi sarang semut EEUSS pengujian aktivitas antioksidan dari EEUSS dengan metode aktivitas pemerangkapan radikal bebas
DPPH 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visible. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi dan Laboratorium Biofarmasetika dan Farmakokinetika, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Bagan Penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 5, halaman 50.
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat-alat gelas laboratorium, lemari pengering, blender, rotary evaporator, freeze dryer,
mikroskop, neraca analitik Boeco Germany, seperangkat alat penetapan kadar air, cawan porselen, oven Memmert, penangas air, desikator, krus silikat, tanur
dan spektrofotometer UV-Visible UVmini-1240 Shimadzu. Gambar alat spektrofotometer UV-Visibel UVmini-1240 Shimadzu dapat dilihat pada
Lampiran 6, halaman 51.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah umbi dari tumbuhan sarang semut Myrmecodia tuberosa Jack. var versteegii. Bahan-bahan kimia
21 berkualitas pro analisis Sigma: 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl DPPH Aldrich;
vitamin c CSPC Welsheng Pharmaceutical CO., Ltd.; produksi E-Merck: amil alkohol, asam asetat anhidrida, asam klorida pekat, asam nitrat pekat, asam sulfat
pekat, benzen, besi III klorida, bismuth III nitrat, isopropanol, kloroform, metanol, n-heksana, natrium hidroksida, raksa II klorida, serbuk magnesium
Mg, timbal II asetat, kristal kloral hidrat, toluen, kalium iodida, α-naftol. Bahan kimia berkualitas teknis: etanol 96 dan air suling.
3.3 Penyiapan bahan tumbuhan
3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan
Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan dengan metode purposif yaitu tanpa membandingkan dengan bahan tumbuhan yang sama dari daerah lain.
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan sarang semut Myrmecodia tuberosa Jack. var versteegii dari Desa Fadoroyou Kecamatan Hiliduho
Kabupaten Nias, Sumatera Utara.
3.3.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense MEDA, Universitas Sumatera Utara.
3.3.3 Pengolahan bahan tumbuhan
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah umbi sarang semut yang segar, diiris menjadi beberapa bagian, dicuci dan dibersihkan semut-semut yang terdapat
di dalamnya, kemudian ditiriskan. Dipotong-potong dengan ukuran panjang 2-3 cm, lebar 1-2 cm dan tebal 0,3-0,4 cm. Dikeringkan dalam lemari pengering pada
temperatur ± 40°C sampai kering ditandai bila dipatahkan hancur, kemudian
22 ditimbang sebagai berat kering. Umbi yang telah kering diblender menjadi serbuk
dan disimpan dalam wadah kering tertutup rapat.
3.4 Pembuatan pereaksi
3.4.1 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat ditambahkan dengan air suling hingga diperoleh 100 ml Depkes RI, 1995.
3.4.2 Pereaksi natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.4.3 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling
hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1995.
3.4.4 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 g raksa II klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10
ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1995.
3.4.5 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 0,8 g bismut III nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan
dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan
air suling hingga volume larutan 100 ml Depkes RI, 1995.
23
3.4.6 Pereaksi besi III klorida 10
Sebanyak 10 g besi III klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1995.
3.4.7 Pereaksi Liebermann-Burchard
Campur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrida dengan 5 ml asam sulfat pekat tambahkan etanol hingga 50 ml Depkes RI, 1995.
3.4.8 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes RI, 1995.
3.4.9 Pereaksi timbal II asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam
air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml Depkes RI, 1995. 3.4.10
Larutan pereaksi asam sulfat 2 N
Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml Depkes RI, 1995.
3.4.11 Pereaksi kloralhidrat
Sebanyak 8 gram kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling Depkes RI, 1995.
3.5 Pemeriksaan karakteristik bahan tumbuhan
Pemeriksaan karakteristik bahan tumbuhan dilakukan terhadap tumbuhan segar meliputi pemeriksaan makroskopik dan terhadap simplisia meliputi
makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu
total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam WHO, 1998.
24
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada tumbuhan segar dan simplisia yang meliputi pemeriksaan bentuk, ukuran, warna, bau, dan rasa.
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia sarang semut. Serbuk simplisia ditaburkan pada dua kaca objek yang berbeda, yang telah
ditetesi larutan kloralhidrat dan aquadest, kemudian ditutup dengan kaca penutup lalu masing-masing diamati di bawah mikroskop.
3.5.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi destilasi toluen. Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, dan pendingin, tabung
penyambung dan penerima 10 ml. Cara kerja :
a. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2
jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.
b. Penetapan kadar air simplisia
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu yang berisi toluen jenuh tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama
15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi
dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam
25 pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian
tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua
volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen vb WHO, 1998.
3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air sampai 1
liter dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan
sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, dan sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.
3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil sesekali
dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai
kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.
3.5.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus
26 dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600°C
selama 3 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung Depkes RI, 1995.
3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung Depkes RI, 1995.
3.6 Skrining fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroidtriterpenoid.
3.6.1 Pemeriksaan alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloid. Ke dalam 3 tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat.
Pada masing-masing tabung reaksi : 1. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan berwarna putih
atau kuning. 2. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna
coklat atau jingga kecoklatan. 3. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna
coklat sampai kehitaman.
27 Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga pereaksi di
atas Depkes RI, 1995.
3.6.2 Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 1 g serbuk ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g
serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning
atau jingga pada lapisan amil alkohol Farnsworth, 1966.
3.6.3 Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 95 dengan air 7:3 dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks
selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu
disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform 2:3, dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada
temperatur tidak lebih dari 50°C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan metanol digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukan
dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan
2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula Depkes RI, 1995.
3.6.4 Pemeriksaan saponin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok
28 kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak
kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin Depkes RI, 1995.
3.6.5 Pemeriksaan tanin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, disari dengan 10 ml air suling selama 15 menit lalu disaring. Filtrat diencerkan dengan air suling sampai tidak
berwarna. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes peraksi besi III klorida 10, jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukan adanya tanin
Farnsworth, 1966.
3.6.6 Pemeriksaan steroidtriterpenoid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan
beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya warna biru hijau atau warna merah ungu menunjukkan adanya steroidtriterpenoid Farnsworth, 1966.
3.7 Pembuatan ekstrak etanol umbi sarang semut EEUSS
Pembuatan ekstrak etanol umbi sarang semut dilakukan dengan cara maserasi. Sebanyak 500 g serbuk simplisia 10 bagian dibasahi dengan 75 bagian
etanol 96, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk Ditjen POM, 1979. Pisahkan maserat dengan cara pengendapan.
Diulangi proses penyarian sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Dikumpulkan semua maserat kemudian diuapkan dengan alat
rotary evaporator dengan suhu ±40
o
C dan selanjutnya di freeze dryer hingga diperoleh ekstrak kental Depkes RI, 2008.
29
3.8 Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode pemerangkapan
radikal bebas DPPH
3.8.1
Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH
Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi radikal bebas DPPH dalam larutan metanol sehingga terjadi perubahan warna DPPH dari ungu
menjadi kuning dengan nilai IC
50
konsentrasi sampel uji yang mampu meredam radikal bebas 50 sebagai parameter menentukan aktivitas antioksidan sampel
Molyneux, 2004.
3.8.2 Pembuatan larutan blanko
Sebanyak 10 mg DPPH ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis tanda,
diperoleh larutan DPPH 0,5 mM konsentrasi 200 ppm. Larutan DPPH 0,5 mM konsentrasi 200 ppm dipipet sebanyak 5 ml,
kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, lalu dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda konsentrasi 40 ppm.
3.8.3 Pengukuran panjang gelombang serapan maksimum DPPH
Larutan DPPH konsentrasi 40 µgml dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm yang merupakan panjang
gelombang sinar tampak Gandjar dan Rohman, 2007. 3.8.4
Pembuatan larutan induk 3.8.4.1
Pembuatan larutan induk sampel uji
Sebanyak 25 mg ekstrak etanol umbi sarang semut ditimbang, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dilarutkan dengan metanol lalu volumenya
dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda konsentrasi 1000 ppm.
30
3.8.4.2 Pembuatan larutan induk vitamin c
Sebanyak 25 mg serbuk vitamin c ditimbang, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan
metanol sampai garis tanda konsentrasi 1000 ppm.
3.8.5 Pembuatan larutan uji
3.8.5.1 Pembuatan larutan uji ekstrak etanol umbi sarang semut EEUSS
Konsentrasi ditetapkan setelah dilakukan beberapa orientasi. Larutan induk dipipet sebanyak 0,625 ml; 1,25 ml; 1,875 ml; 2,5 ml ke dalam labu ukur 25
ml untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm kedalam masing-masing labu ukur ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM
konsentrasi 200 ppm lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda. Diamkan di tempat gelap selama 60 menit, lalu diukur serapannya
menggunakan spektrofotometer UV-visible pada panjang gelombang 516 nm.
3.8.5.2 Pembuatan larutan uji vitamin c
Larutan induk dipipet sebanyak 0,05 ml; 0,1 ml; 0,2 ml; 0,4 ml ke dalam labu ukur 25 ml untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 1 ppm, 2 ppm, 4 ppm,
8 ppm, kedalam masing-masing labu ukur ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM konsentrasi 40 ppm lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai
garis tanda. Diamkan selama 60 menit, lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-visible pada panjang gelombang 516 nm.
3.8.6 Analisis persen pemerangkapan radikal bebas DPPH
Menurut Molyneux 2004, penentuan persen pemerangkapan radikal bebas oleh sampel uji, ekstrak etanol umbi Sarang Semut EEUSS dengan
31 vitamin c sebagai kontrol positif, menggunakan metode pemerangkapan radikal
bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil DPPH, yaitu dihitung dengan rumus: inhibisi =
100 x
kontrol A
sampel A
- kontrol
A
Keterangan : A
kontrol
= Absorbansi tidak mengandung sampel
A
sampel
= Absorbansi sampel
3.8.7 Waktu pengukuran
Lama pengukuran metode DPPH menurut beberapa literatur yang direkomendasikan adalah selama 60 menit, tetapi dalam beberapa penelitian
waktu yang digunakan sangat bervariasi yaitu 5 menit, 10 menit, 20 menit, 30
menit dan 60 menit Molyneux, 2004; Rosidah, dkk., 2008. 3.8.8
Analisis nilai IC
50
Perhitungan yang digunakan dalam penentuan aktivitas pemerangkapan radikal bebas adalah nilai IC
50
Inhibitory Concentration. Nilai tersebut menggambarkan besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat memerangkap
radikal bebas sebesar 50. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan konsentrasi larutan uji ppm sebagai absis sumbu x dan nilai
inhibisi antioksidan sebagai ordinatnya sumbu y Molyneux, 2004.
32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil identifikasi tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanense MEDA, Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa tumbuhan termasuk
jenis Myrmecodia tuberosa Jack. var versteegii Sarang Semut, suku Rubiaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 45.
4.2 Hasil karakterisasi