Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut
7
4. 2. Ethiologi Megalocytivirus
Infeksi Megalocytivirus dicirikan dengan formasi sel-sel membesar dan sel-sel nekrotik. Di bawah electron mikroskopi, sel-sel membesar merupakan
IBCs inclusion body bearing cell yang kemungkinan merupakan sel makrofage yang terinfeksi virus, dan sel tersebut membesar seiring
perkembangan badan inklusi inclusion body yang secara halus dibatasi oleh membrane halus dengan inti dan sitoplasma sel inangnya Chinchar et
al., 2005. Sel-sel membesar pertama ditemukan di jaringan limpa dan ginjal, yang selanjutnya sel-sel tersebut menyebar ke beberapa organ dalam
seperti hati, jantung, lambung, usus dan ginjal belakang melalui peredaran darah Chao et al., 2004; Mastuti dan Mahardika, 2010.
Mahardika et al. 2004a dan 2009a melaporkan bahwa kumpulan sel- sel membesar terbentuk akibat reaksi dari protein antivirus yang terdapat
dalam sistem pertahanan tubuh ikan secara alami. Akan tetapi kapan mulai terbentuknya sel-sel membesar tersebut pada jaringan limpa dan ginjal
organ target belum dilaporkan. Pada Mikroskop electron terlihat inclusi body yang mengandung banyak virus di dalamnya gambar 2.
Keterangan : Detail virus. Virus berbentuk hexagonal
dan diameter yang berukuran 140-150 nm.
Gambar 2. Mikroskop Elektron, inclusion
body-bearing cells
IBCs dari Dwarf Gourami yang Terinfeksi Megalocytivirus.
Sumber : Sudthongkonget al., 2002a.
Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut
8
Virus dari genus Megalocytivirus menginfeksi sel-sel target melalui proses endocytosis reseptor-mediated endocytosis. DNA virus masuk ke
dalam inti sel dan berkembangbiak perkembangbiakan virus tahap pertama. DNA virus selanjutnya keluar dari inti sel ke dalam sitoplasma
melalui membran inti yang rusak atau pecah rupture dan berkembangbiak di dalam VAS virtual assembly site perkembangbiakan virus tahap kedua.
Di dalam sitoplasma sel tersebut, DNA virus akan membentuk partikel virus viral-concatemer Chinchar et al., 2005; Chao et al., 2004; Mahardika dan
Miyazaki, 2008.
4. 3. Pathogenitas dan Epidemiologi Megalocytivirus
Virus anggota
Irridovirus dapat
menginfeksi invertebrata
dan vertebrata poikilothermal, termasuk hewan yang dapat terinfeksi adalah
insekta, ikan, amfibia dan Reptil She et al., 2010. Genus Megalocytivirus diketahui sebagai penyebab penyakit yang signifikan, mortalitas dan
kerugian ekonomi pada ikan, khususnya ikan hias Rimmer et al., 2012b. Megalocytivirus adalah virus dsDNA yang menyebabkan infeksi sistemik
pada ikan budidaya air tawar maupun ikan budidaya air laut. Wabah Megalocytivirus bersifat epizootic yang dapat menyebabkan kematian
massal ikan budidaya dalam waktu yang relative singkat 1-2 minggu dari awal kejadian sehingga menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar
bagi pembudidaya.
Secara patologi
anatomi, ikan
yang terinfeksi
Megalocytivirus menunjukkan gejala anemia, radang dan pembengkakan pada limpa dan ginjal, pada sel-sel yang diserang terbentuk inclusion body-
bearing cell IBC serta mengalami nekrosis jaringan Mahardika et al., 2008. Di Indonesia, infeksi iridovirus pertama kali dilaporkan menginfeksi dan
menyebabkan kematian massal pada ikan kerapu lumpur Epinephelus tauvina di Sumatera Owen, 1993; Koesharyani et al., 2001. Selanjutnya,
iridovirus dilaporkan dapat menginfeksi ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides dan E. bleekery Mahardika et al., 2001; Koeshariyani et al., 2001,
induk kerapu lumpur Mahardika et al., 2003 kerapu macan E. fuscoguttatus
Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut
9
dan kerapu batik E. polyphekadion Mahardika et al., 2004b, kerapu sunu Plectropomus indicus Mahardika et al., 2009b, dan kakap putih Lates
calcarifer Mahardika dan Mastuti, 2010. Infeksi iridovirus pada ikan kerapu dikenal dengan sebutan grouper
sleepy disease iridovirus GSDIV karena gejala klinis yang ditimbulkan yaitu ikan tidur dengan satu sisi tubuh di dasar bak Sudthongkong et al., 2002;
Mahardika et
al., 2004a.
Megalocytivirus juga
pernah dilaporkan
menginfeksi ikan African Lampeye dan Dwarf Gourami yang dipelihara di Sumatera dan diekspor ke Jepang melalui Singapore Sudthongkong et al.,
2002.
4. 4. Kondisi Terkini Megalocytivirus
Epizootic Haematopoetic Necrosis Virus EHNV, famili Iridoviridae dan genus Ranavirus, Bohle iridovirus dan lymphocystis virus adalah tiga genera
Irridovirus yang endemik di Australia Rimmer et al., 2012a. Karantina ikan Australia melaporkan 5 species ikan yang mengalami kematian lebih dari
25 pada pasca karantina dan diketahui memiliki gejala Megalocytivirus-like inclusion
bodies pada pengamatan histopatologi serta positif pada
pengamatan PCR. Ikan dengan gejala tersebut diimpor dari Singapora, Malaysia dan Sri Lanka. Sebanyak 97 dari 111 ikan dari bak terinfeksi telah
diuji positiv Megalocytivirus melalui pemeriksaaan dengan PCR Tidaklan et al., 2014.
Teknik diagnosis berbasis molekuler telah dikembangkan untuk keperluan deteksi Megalocytivirus. Salah satunya adalah secara Polymerase
Chain Reaction PCR, karena dengan teknik ini diagnosis dapat dilakukan dengan cepat terutama untuk perdagangan ikan hias lintas negara Rimmer
et al., 2012. Aplikasi PCR sebagai perangkat deteksi Megalocytivirus dipilih karena PCR mempunyai spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi. Primer telah
dibuat untuk PCR didisain untuk deteksi daerah target gen dari berbagai genotipe virus sehingga mampu deteksi baik ISKNV-like dan RSIV-like
Megalocytivirus genotypes Rimmer et al., 2012.
Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut
10
4. 5. Surveilan
Surveilan adalah kegiatan koleksi data yang dilakukan secara sistematik, penyusunan dan analisis terhadap informasi terkait dengan
kesehatan hewan, selanjutnya melakukan diseminasi terhadap hasil informasi yang diperoleh kepada pihak yang memerlukannya agar dapat dilakukan
tindakan pengendalian Corsin et al., 2009. Surveilan merupakan bagian dari kajian epidemiologi yang bertujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai penyakit di suatu wilayah, termasuk di dalamnya aras, distribusi dan faktor penyebab. Target kegiatan tersebut adalah melakukan
pencegahan, pengendalian, pengobatan dan eradikasi sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Tujuan dilakukan surveilan adalah 1 membuktikan bahwa penyakit tertentu tidak terdapat disuatu area, 2 keperluan untuk melakukan
notifikasi, 3 menentukan keberadaan atau disitribusi penyakit endemik termasuk perubahan dalam hal insidensi dan prevalensi. Laporan surveilan
sangat diperlukan untuk keperluan pengendalian penyakit maupun sebagai bahan informasi secara internasional bagi negara partner dagang.
Berdasarkan cara memperoleh data, surveilan dapat dibedakan menjadi surveilan pasif dan aktif. Survellan secara pasif melakukan
pengumpulan data dilakukan secara non-random, seperti berdasarkan laporan
pembudidaya, laboratorium
yang menerima
sampel untuk
dilakukan diagnosis. Surveilan aktif memperoleh data melalui cara terstruktur, pengambilan sampel dilakukan secara random maupun secar sistematik.
4. 6. Aspek Legalitas Pelaksanaan Surveilan di Indonesia
Kegiatan surveilan adalah mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.13MEN2007 tentang Sistem Pemantauan Hama
dan Penyakit
Ikan Karantina,
yang menjadi
payung hukum
bagi pelaksanaan kegiatan surveilan dan monitoring penyakit ikan. Berdasarkan
payung hukum
tersebut kemudian
dapat dikembangkan
peraturan peraturan yang menjadi produk hukum turunannya, antara lain adalah
Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut
11
pelaksanaan kegiatan surveilan, penanganan masalah darurat terkait munculnya wabah, hingga pemberian bantuan apabila terjadi wabah
kepada pembudidaya.
4. 7. Unsur Surveilan
Beberapa istilah dipergunakan terkait dengan pelaksanaan surveillan, yaitu populasi, unit epidemiologi dan klastering. Surveilan harusnya dilakukan
dengan mempertimbangkan seluruh individu dalam populasi yang peka terhadap infeksi patogen target dari suatu negara, zona atau kompartemen.
Estimasi Population At Risk total setiap spesies yang peka terhadap suatu jenis patogen sangat diperlukan.
Kegiatan surveillan harus menetapkan unit epidemiologi, termasuk didalamnya adalah karier, reservoir, vektor, status kekebalan, status usia dan
resistensi genetik, sex dll. Unit epidemiologi tersebut perlu dipertimbangkan dan dimasukkan dalam laporan.
Jarang terjadi suatu jenis penyakit tersebar secara merata. Pada umumnya, penyebaran penyakit terjadi di lingkup klaster, terbatas pada
suatu area tertentu farm, kompartemen atau zona yang dibatasi oleh aliran air, waktu dan kelompok umur. Informasi klaster ini sangat penting bagi
interpretasi data yang diperoleh.
Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut
12
BAB III METODELOGI SURVEILAN MEGALOCYTIVIRUS
3.1. Disain Program Surveilan untuk Penentuan Area Bebas Patogen
Tertentu
Penghitungan jumlah
sampel untuk
program surveillan
dibuat berdasarkan hipotesis nol, bahwa prevalensi patogen ada di area yang
disurveilan pada batas serendah mungkin, umumnya ditentukan 2. Dasar penentuan hipotesis nol tersebut adalah sebagai pertimbangkan bahwa,
hampir tidak mungkin area 100 bebas dari penyakit.
3.2. Infrasutruktur Surveilan
3.2. 1. Laboratorium
Ada dua tipe laboratorium terkait dengan program surveilan, yaitu laboratorium rujukan reference laboratory dan laboratorium uji testing
laboratory. Penentuan
laboratorium adalah
berdasarkan fungsi
laboratorium terkait dengan kegiatan diagnosis. Laboratorium rujukan adalah laboratorium yang ditunjuk sebagai
laboratorium tempat melakukan kegiatan validasi metode uji, melakukan pelatihan, dan menjalankan kerjasamanya dengan laboratorium rujukan
yang telah ditunjuk oleh OIE. Laboratorium rujukan harus berstatus terakreditasi ISO 17025 oleh KAN atau badan akreditasi internasional lainnya.
Laboratorium uji adalah laboratorium yang bertugas untuk melakukan pengujian sampel. Laboratorium uji berada di bawah kendali laboratorium
rujukan dalam pemilihan metode uji, dan pelatihan SDM oleh laboratorium rujukan. Penetapan laboratorium rujukan dan laboratorium uji untuk kegiatan
surveilan Megalocytivirus pada ikan hias ini lebih jauh ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Badan
Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu
dan Keamanan Hasil Perikanan.
Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut
13
3.2. 2. Metode Uji
Metode uji untuk pengujian Megalocytivirus adalah Real-Time PCR qPCR, sesuai permintaan Australia dan PCR Konvensional Nested PCR
sesuai dengan metode standar OIE. Metode uji sudah dilakukan validasi dan koordinasi laboratorium rujukan.
3.2. 3. Petugas Pengambil Contoh Uji PPC
Pengambilan contoh uji dilakukan oleh petugas pengambil contoh uji PPC. Petugas Pengambil harus petugas yang terlatih, dibuktikan dengan
sertifikat. Tenaga PPC harus sudah dilakukan pelatihan dengan materi, pengenalan penyakit terkait dengan Megalocytivirus, termasuk didalamnya
gejala klinis penyakit, dasar populasi, pola penyebaran penyakit, metode pengambilan contoh, Teknik pembedahan dan preservasi, serta pengiriman
sampel.
3.2. 4. Alur Data
Alur data, dimulai dari Petugas Pengambilan Contoh Uji. Setelah mengambil contoh uji berupa ikan dan data kuesioner, selanjutnya dikirim ke
Laboratorium UPT KIPM atau Laboratorium UPT DJPB yang ditunjuk berdasarkan
SK Kepala
Badan KIPM,
untuk selanjutnya
dilakukan pemeriksaan terhadap contoh uji. Data hasil analisa contoh uji beserta data
kuesioner selanjutnya dikirim ke Pusat Data Pusat Karantina dan Keamanan Hayati Ikan untuk dilakukan verifikasi, penggolongan collation, selanjutnya
setelah semua data terkumpul dilakukan analisa untuk menentukan prevalensi dan faktor risiko.
Analisa data menggunakan perangkat lunak software seperti Statistix, atau GenStat atau SPS. Langkah terakhir adalah pelaporan dan
diseminasi hasil. Keluaran output berupa prevalensi, faktor risiko, rasio ganjil Odd Ratio, OR, dll.
Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut
14
Gambar 3. Alur Informasi dari Farm ke Pusat Data
3.3. Disain Surveilan
3.3.1. Alat dan Bahan
Peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan surveilan adalah berupa alat pemeriksaan kualitas air, peralatan pengambilan sampel
berupa jala dan seser, botol sampel volume 200 ml. Peralatan untuk pembedahan dan preservasi sampel berupa dissecting set serta peralatan
pengujian di laboratorium. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian adalah bahan preservasi
sampel berupa alkohol 80, preservative Bouin untuk tujuan pembuatan preparat histologi.
Pusat Karantina dan Keamanan
Hayati Ikan Direktorat
Kesehatan Ikan dan Lingkungan
UPT KIPM UPT DJPB
PPC PPC
Farm Farm