02. Juknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Tawar dan Laut

(1)

(2)

(3)

PUSAT KARANTINA BADAN KARANTINA DAN KEAMANAN H KEMENTERIAN KEL

Petunjuk Teknis Su

RANTINA DAN KEAMANAN HAYATI IKAN RANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU

ANAN HASIL PERIKANAN RIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

k Teknis Surveilan Megalocytivi

Ikan Hias Air Tawar d

2016

egalocytivirus pada

Air Tawar dan Laut


(4)

PETUNJUK TEKNIS

Surveilan

Megalocytivirus

pada Ikan Hias

Air Tawar dan Laut

Tim Penyusun:

Prof. Dr. Ir Slamet Budi Prayitno, M.Sc Prof. Bambang Sumiarto

Dr. Arief Taslihan Heri Yuwono, S.Pi, M.P Ir. Asep Dadang Koswara, M.Si

Ir. Muhammad Ridwan, M.P M. Ghufron Purnama, M.Si

Iwan Supriadi, S.P, M.P Usman Affandi, S.Pi Inda Wahyuni, S.St.Pi, M.Si

Nani Sri Rahayu, A.Pi Sri Supriyanti, S.Pi Bazar Ristiyawan, S.Pi


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya Petunjuk Teknis “Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut” dapat diselesaikan dengan baik.

Seiring pesatnya produksi komoditas perikanan dan meningkatnya lalu-lintas perdagangan ikan hias antar negara dewasa ini telah memunculkan kekhawatiran akan penyebaran penyakit eksotik lintas Negara. Salah yang menjadi satu isu penting saat ini adalah terkait penyebaran Megalocytivirus.

Oleh karena itu deteksi dini untuk mengetahui adanya infeksi Megalocytivirus

pada komoditas ikan di Indonesia sangat diperlukan untuk mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan. Ditambah lagi adanya potensi penularan virus ini, maka diperlukan upaya pencegahan dan kewaspadaan terhadap meluasnya penyebaran.

Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Pusat Karantina dan Keamanan Hayati Ikan telah menyusun petunjuk teknis pelaksanaan surveilan

Megalocytivirus, dengan harapan petunjuk teknis ini dapat menjadi acuan bagi tim surveilan agar pelaksanaan kegiatan surveilan dapat lebih terukur, terarah, dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Bersama ini tak lupa kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir Slamet Budi Prayitno, M.Sc; Prof. Bambang Sumiarto; Dr. Arief Taslihan; serta Ir. Asep Dadang Koswara, M.Si selaku narasumber dalam penyusunan petunjuk teknis ini;

2. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan petunjuk teknis ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunannya sehingga saran dan masukkan yang membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan di masa yang akan datang.

Jakarta, Januari 2016 Kepala Pusat Karantina dan

Keamanan Hayati Ikan


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan... 3

1.3. Dasar Hukum ... 3

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Megalocytivirus... 5

2.2. EthiologyMegalocytivirus... 7

2.3. Pathogenitas dan EpidemiologiMegalocytivirus ... 8

2.4. Kondisi TerkiniMegalocytivirus ... 9

2.5. Surveilan ... 10

2.6. Aspek Legalitas dalam Surveilan di Indonesia ... 10

2.7. Unsur Surveilan ... 11

BAB III. METODELOGI SURVEILANMEGALOCYTIVIRUS 3.1. Disain Program Surveilan untuk Penentuan Area Bebas Pathogen Tertentu...12

3.2. Infrastruktur Surveilan...12

3.2.1. Laboratorium ...12

3.2.2. Metode Uji...13

3.2.3. Petugas Pengambil Contoh Uji...13

3.2.4. Alur Data ...13


(7)

3.3.2. Penentuan Metoda Diagnosis, Sensistifitas dan Spesifitas

Pengujian ...15

3.3.3. Lokasi Pengambilan Contoh Uji...15

3.3.4. Penentuan Jumlah Contoh Uji...15

3.3.5. Metode Pengambilan Contoh Uji...16

BAB IV. EVALUASI DAN PELAPORAN SURVEILANMEGALOCITYVIRUS 4.1. Format Pelaporan...19

4.2. Mekanisme Pelaporan ...19

4.3. Waktu Pelaporan ...20

BAB V. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Skematik Penampang PartikelMegalocytivirus... 6

Gambar 2. Inclusion Body-bearing Cells (IBCs) dari Dwarf Gourami yang TerinfeksiMegalocytivirus... 7

Gambar 3. Alur Informasi dari Farm ke Pusat Data ... 14

Gambar 4. Diagram Sistem Pooling Contoh Uji untuk qPCR ... 18

Gambar 5. Pencatanan dan Pelabelan ... 25

Gambar 6. Kurva Standar ... 34


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Kaktail untuk qPCR ... 32 Tabel 2. Program Amplifikasi ... 33 Tabel 3. Keterangan Gambar Kurva Standar Hasil Amplifikasi Real Time ... 35 Tabel 4. Keterangan Gambar Pengujian Hasil Amplifikasi Real Time ... 37 Tabel 5. Pencatanan dan Pelabelan ... 25


(10)

Petunjuk Teknis

Surveilan

Megalocytivirus

pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut

Diterbitkan Oleh:

Pusat Karantina dan Keamanan Hayati Ikan

Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan

Jalan Medan Merdeka Timur No. 16

Gedung Mina Bahari II Lantai 6 Jakarta Pusat 10110 Telp. (021) 3513277, Fax. (021) 3513275


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan produksi komoditas perikanan dewasa ini sangat pesat, terlihat dengan grafik peningkatan produksi yang ditampilkan oleh negara produsen. Dibalik itu, kekhawatiran akan perkembangan jenis penyakit baru sangat menghawatirkan, yang dapat menjadi masalah besar bagi negara yang terkena wabah. Tercatat Koi Herpes Virus, Early Mortality Syndrome

dengan cepat menyebar tanpa batas wilayah negara. Penyebaran penyakit eksotik lintas negara antara lain adalah disebabkan peningkatan lalu lintas ikan global. Muncul dan berkembangnya penyakit baru dan menjadi wabah menakutkan menyebabkan kesadaran bagi setiap negara untuk melakukan perlindungan terhadap negaranya agar tidak tertular penyakit eksotik melalui prosedur sanitary and phytosanitary (OIE, Aquatic Code, 2014).

Pada perdagangan ikan hias antar negara kekhawatiran akan masuknya jenis virus baru adalah menjadi isu yang penting. Salah satu permasalahan terkait dengan perdagangan ikan hias adalah dikhawatirkan membawa Megalocytivirus, yang bagi negara tertentu merupakan isolat baru yang dapat mengancam perikanan di negara pengimpor. Perdagangan internasional ikan hias hidup merupakan rute utama masuknya

Megalocytivirus ke area geografis baru (Whitington Chong, 2007 dalam Rimmeret al., 2012.

Megalocytivirus termasuk famili Iridoviridae yang banyak menyerang organisme perairan baik ikan maupun amphibi. Laporan Sung et al. (2010) infeksi Megalocytvirus pada ornamental fish menyebabkan kematian antara 30 sampai 100%. Secara patologi anatomi ikan yang terinfeksi

Megalocytivirus menunjukkan gejala anemia, radang dan pembengkakan pada limpa dan ginjal, pada sel-sel yang diserang terbentuk inclusion body-bearing cell(IBC) serta mengalami nekrosis jaringan (Mahardika et al., 2008).


(12)

Di Indonesia, infeksi Megalocytivirus telah terdeteksi pada jenis ikan air tawar dan air laut (Abidin, 2013). Jenis ikan air tawar di Indonesia yang dilaporkan terinfeksi adalah ikan gurami hias, sedangkan pada ikan air laut yaitu ikan kerapu bebek, kerapu lumpur, kerapu macan, serta ikan capungan. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan Megalocytivirus sebagai salah satu kelompok Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) golongan I dengan daerah penyebaran Megalocytivirus di Indonesia saat ini adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Lampung dan Bali (Anonim, 2015).

Oleh karena itu deteksi dini untuk mengetahui adanya infeksi

Megalocytivirus pada komoditas ikan sangat diperlukan untuk mengurangi dampak kerugian yang disebabkan karena serangan Megalocytivirus. Ditambah lagi adanya potensi penularan virus ini, sehingga pemeriksaan dan pengawasan kesehatan ikan perlu dilakukan untuk mencegah meluasnya penyebaran. Selain itu, terdapat Biosecurity Advice 2014/11

tentang Quarantine Policy For Freshwater Ornamental Finfish From Approved Countries yang diterbitkan oleh Department of Agriculture Australia pada tanggal 8 September 2014 menyebutkan ketentuan karantina terkait bebas

Megalocytivirus untuk beberapa jenis ikan hias (Gouramies, Poeciliids, Betas, Paradise Fish, dan Cichlids) yang akan diimpor oleh Australia dari negara-negara yang telah disetujui untuk melakukan ekspor ke Australia, termasuk Indonesia.

Sebagai langkah lanjut, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan bekerjasama dengan Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan akan melaksanakan active targetted surveillance yang dilakukan di beberapa wilayah untuk membuktikan ada tidaknya

Megalocytivirus dan gejala klinis yang mencurigakan pada populasi sumber ikan selama kurun waktu minimal 2 (dua) tahun.


(13)

1.2. Tujuan

Petunjuk teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias ini disusun sebagai acuan bagi tim surveilan dalam:

- Mendeteksi, menentukan prevalensi dan faktor risiko Megalocytivirus pada ikan hias air tawar di wilayah sentra budidaya ikan hias Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara.

- Mendeteksi dan menentukan prevalensi dan faktor risiko

Megalocytivirus pada ikan hias air laut di wilayah sentra budidaya ikan hias Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali.

- Menentukan dan menetapkan area bebas infeksi Megalocytivirus pada farm ikan hias di sentra budidaya ikan hias Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali.

1.3. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan

Agreement Establishing The World Trade Organization khususnya tentangSPS Agreement(Sanitary and Phytosanitary).

3. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2002 tentang Karantina Ikan;

5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2005 tentang Tindakan Karantina untuk Pengeluaran Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina;

6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2007 tentang Sistem Pemantauan Hama dan Penyakit ikan Karantina


(14)

7. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 80/KEPMEN-KP/2015 tentang Penetapan Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Jenis Media Pembawa dan Sebarannya;

8. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 81/KEPMEN-KP/2015 tentang Penetapan Area yang Tidak Bebas Penyakit Ikan Karantina, Golongan dan Media Pembawanya di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.


(15)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

4. 1. Megalocytivirus

Megalocytivirus merupakan salah satu genus dalam famili iridoviridae. Famili Iridoviridae, beranggotakan lima genera, yaitu Irridovirus, Chloriridovirus, Ranavirus, Lymphocystivirus, dan Megalocytivirus, dan semua sudah disekuen lengkap (She et al., 2010, Wou et al., 2013). Megalocytivirus

adalah genus yang terakhir ditambahkan ke dalam family ini (Chinchar , et al., 2005).

Menurut Chao et al. (2004), genus Megalocytivirus awalnya diusulkan pada tahun 2003 yang kemudian diterima oleh International Committee on Taksonomi Virus (ICTV) dan ditambahkan dalam keluarga Iridoviridae. Taksonomi Megalocytivirus menurut Andrew et al, 2012 dalam International Committee on Taksonomi Virus(ICTV) adalah sebagai berikut:

Filum : Vira

Sub filum : Deoxyvira (DNA viruses).

Kelas : Deoxycubica (cubical symmetry) Ordo : Haploviridae (no envelope) Family : Iridoviridae (812 capsomeres) Genus :Megalocytivirus

Spesies :Infectious spleen and kidney necrosis virus

Megalocytivirus memiliki satu spesies yang terdaftar pada International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV), yaitu Infectious Spleen and Kidney Necrosis Virus (ISKNV). Beberapa varian virus yang termasuk kedalam genus Megalocytivirus tetapi belum dapat dimasukan dalam spesies antara lain: Red seabream iridovirus (RSIV), Sea bass iridovirus (SBIV), African lampeye iridovirus (ALIV), Grouper sleepy disease iridovirus (GSDIV), Dwarf


(16)

gourami iridovirus (DGIV), Taiwan grouper iridovirus (TGIV), Rock bream iridovirus (RBIV), Orange-spotted grouper iridovirus (OSGIV), Turbot iridovirus

(TBIV),Spotted knife jaw iridovirus(SKIV) (Andrewet al, 2012).

Subramaniam et al., 2013 membagi Megalocytivirus berdasarkan gen

major capsid protein (MCP) menjadi 3 genotipe, yaitu; Genotipe I (Infectious spleen and kidney necrosis virus, Dwarf gourami iridovirus, African lampeye iridovirus, dan Murray cod iridovirus) meliputi isolate dari berbagai spesies ikan laut di Jepang, Korea, Cina, dan Thailand. Genotipe II (Red Sea bream iridovirus, Grouper sleppy disease iridovirusdan Rock bream iridovirus) terdiri atas isolate dari spesies ikan air tawar di negara-negara Asia Tenggara termasuk China, Indonesia, dan Malaysia, dan ikan laut yang ditangkap di Laut Cina Selatan. Genotipe III (Turbot reddish body iridovirus dan Korean flounder iridovirus) terutama terdiri dari isolate dari spesies flatfish di Korea dan Cina.

Virus anggota Irridovirus adalah virus kategori besar, bentuk virion icosahedral, double-stranded DNA (dsDNA), terdiri dari filament nucleoprotein dikelilingi oleh membran lipid yang mengandung protein trans membran yang belum diketahui fungsinya (Gambar 1).

Gambar 1. Diagram skematik penampang dari partikel Megalocytivirus, menunjukkan capsomers, transmembran proteins dalam lapisan lipid, dan inti nucleoprotein (Andrewet al, 2012).


(17)

4. 2. EthiologiMegalocytivirus

Infeksi Megalocytivirus dicirikan dengan formasi sel-sel membesar dan sel-sel nekrotik. Di bawah electron mikroskopi, sel-sel membesar merupakan IBCs (inclusion body bearing cell) yang kemungkinan merupakan sel makrofage yang terinfeksi virus, dan sel tersebut membesar seiring perkembangan badan inklusi (inclusion body) yang secara halus dibatasi oleh membrane halus dengan inti dan sitoplasma sel inangnya (Chinchar et al., 2005). Sel-sel membesar pertama ditemukan di jaringan limpa dan ginjal, yang selanjutnya sel-sel tersebut menyebar ke beberapa organ dalam seperti hati, jantung, lambung, usus dan ginjal belakang melalui peredaran darah (Chao et al., 2004; Mastuti dan Mahardika, 2010).

Mahardika et al. (2004a dan 2009a) melaporkan bahwa kumpulan sel-sel membesar terbentuk akibat reaksi dari protein antivirus yang terdapat dalam sistem pertahanan tubuh ikan secara alami. Akan tetapi kapan mulai terbentuknya sel-sel membesar tersebut pada jaringan limpa dan ginjal (organ target) belum dilaporkan. Pada Mikroskop electron terlihat inclusi body yang mengandung banyak virus di dalamnya (gambar 2).

Keterangan :

Detail virus. Virus berbentuk hexagonal dan diameter yang berukuran 140-150 nm.

Gambar 2. Mikroskop Elektron, inclusion body-bearing cells

(IBCs) dari Dwarf Gourami yang TerinfeksiMegalocytivirus.


(18)

Virus dari genus Megalocytivirus menginfeksi sel-sel target melalui proses endocytosis (reseptor-mediated endocytosis). DNA virus masuk ke dalam inti sel dan berkembangbiak (perkembangbiakan virus tahap pertama). DNA virus selanjutnya keluar dari inti sel ke dalam sitoplasma melalui membran inti yang rusak atau pecah (rupture) dan berkembangbiak di dalam VAS (virtual assembly site) (perkembangbiakan virus tahap kedua). Di dalam sitoplasma sel tersebut, DNA virus akan membentuk partikel virus (viral-concatemer) (Chinchar et al., 2005; Chao et al., 2004; Mahardika dan Miyazaki, 2008).

4. 3. Pathogenitas dan EpidemiologiMegalocytivirus

Virus anggota Irridovirus dapat menginfeksi invertebrata dan vertebrata poikilothermal, termasuk hewan yang dapat terinfeksi adalah insekta, ikan, amfibia dan Reptil (She et al., 2010). Genus Megalocytivirus

diketahui sebagai penyebab penyakit yang signifikan, mortalitas dan kerugian ekonomi pada ikan, khususnya ikan hias (Rimmeret al., 2012b).

Megalocytivirusadalah virus dsDNA yang menyebabkan infeksi sistemik pada ikan budidaya air tawar maupun ikan budidaya air laut. Wabah

Megalocytivirus bersifat epizootic yang dapat menyebabkan kematian massal ikan budidaya dalam waktu yang relative singkat (1-2 minggu dari awal kejadian) sehingga menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi pembudidaya. Secara patologi anatomi, ikan yang terinfeksi

Megalocytivirus menunjukkan gejala anemia, radang dan pembengkakan pada limpa dan ginjal, pada sel-sel yang diserang terbentuk inclusion body-bearing cell(IBC) serta mengalami nekrosis jaringan (Mahardika et al., 2008).

Di Indonesia, infeksi iridovirus pertama kali dilaporkan menginfeksi dan menyebabkan kematian massal pada ikan kerapu lumpur Epinephelus tauvina di Sumatera (Owen, 1993; Koesharyani et al., 2001). Selanjutnya, iridovirus dilaporkan dapat menginfeksi ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides dan E. bleekery (Mahardika et al., 2001; Koeshariyani et al., 2001),


(19)

dan kerapu batik E. polyphekadion (Mahardika et al., 2004b), kerapu sunu

Plectropomus indicus (Mahardika et al., 2009b), dan kakap putih Lates calcarifer(Mahardika dan Mastuti, 2010).

Infeksi iridovirus pada ikan kerapu dikenal dengan sebutan grouper sleepy disease iridovirus (GSDIV) karena gejala klinis yang ditimbulkan yaitu ikan tidur dengan satu sisi tubuh di dasar bak (Sudthongkong et al., 2002; Mahardika et al., 2004a). Megalocytivirus juga pernah dilaporkan menginfeksi ikan African Lampeye dan Dwarf Gourami yang dipelihara di Sumatera dan diekspor ke Jepang melalui Singapore (Sudthongkong et al., 2002).

4. 4. Kondisi TerkiniMegalocytivirus

Epizootic Haematopoetic Necrosis Virus (EHNV), famili Iridoviridae dan genus Ranavirus, Bohle iridovirus dan lymphocystis virus adalah tiga genera Irridovirus yang endemik di Australia (Rimmer et al., 2012a). Karantina ikan Australia melaporkan 5 species ikan yang mengalami kematian lebih dari 25% pada pasca karantina dan diketahui memiliki gejalaMegalocytivirus-like inclusion bodies pada pengamatan histopatologi serta positif pada pengamatan PCR. Ikan dengan gejala tersebut diimpor dari Singapora, Malaysia dan Sri Lanka. Sebanyak 97 dari 111 ikan dari bak terinfeksi telah diuji positiv Megalocytivirus melalui pemeriksaaan dengan PCR (Tidaklan et al., 2014).

Teknik diagnosis berbasis molekuler telah dikembangkan untuk keperluan deteksi Megalocytivirus. Salah satunya adalah secara Polymerase Chain Reaction (PCR), karena dengan teknik ini diagnosis dapat dilakukan dengan cepat terutama untuk perdagangan ikan hias lintas negara (Rimmer

et al., 2012). Aplikasi PCR sebagai perangkat deteksi Megalocytivirus dipilih karena PCR mempunyai spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi. Primer telah dibuat untuk PCR didisain untuk deteksi daerah target gen dari berbagai genotipe virus sehingga mampu deteksi baik ISKNV-like dan RSIV-like


(20)

4. 5. Surveilan

Surveilan adalah kegiatan koleksi data yang dilakukan secara sistematik, penyusunan dan analisis terhadap informasi terkait dengan kesehatan hewan, selanjutnya melakukan diseminasi terhadap hasil informasi yang diperoleh kepada pihak yang memerlukannya agar dapat dilakukan tindakan pengendalian (Corsin et al., 2009). Surveilan merupakan bagian dari kajian epidemiologi yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai penyakit di suatu wilayah, termasuk di dalamnya aras, distribusi dan faktor penyebab. Target kegiatan tersebut adalah melakukan pencegahan, pengendalian, pengobatan dan eradikasi sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar.

Tujuan dilakukan surveilan adalah (1) membuktikan bahwa penyakit tertentu tidak terdapat disuatu area, (2) keperluan untuk melakukan notifikasi, (3) menentukan keberadaan atau disitribusi penyakit endemik termasuk perubahan dalam hal insidensi dan prevalensi. Laporan surveilan sangat diperlukan untuk keperluan pengendalian penyakit maupun sebagai bahan informasi secara internasional bagi negara partner dagang.

Berdasarkan cara memperoleh data, surveilan dapat dibedakan menjadi surveilan pasif dan aktif. Survellan secara pasif melakukan pengumpulan data dilakukan secara non-random, seperti berdasarkan laporan pembudidaya, laboratorium yang menerima sampel untuk dilakukan diagnosis. Surveilan aktif memperoleh data melalui cara terstruktur, pengambilan sampel dilakukan secara random maupun secar sistematik. 4. 6. Aspek Legalitas Pelaksanaan Surveilan di Indonesia

Kegiatan surveilan adalah mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.13/MEN/2007 tentang Sistem Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina, yang menjadi payung hukum bagi pelaksanaan kegiatan surveilan dan monitoring penyakit ikan. Berdasarkan payung hukum tersebut kemudian dapat dikembangkan peraturan


(21)

pelaksanaan kegiatan surveilan, penanganan masalah darurat terkait munculnya wabah, hingga pemberian bantuan apabila terjadi wabah kepada pembudidaya.

4. 7. Unsur Surveilan

Beberapa istilah dipergunakan terkait dengan pelaksanaan surveillan, yaitu populasi, unit epidemiologi dan klastering. Surveilan harusnya dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh individu dalam populasi yang peka terhadap infeksi patogen target dari suatu negara, zona atau kompartemen. EstimasiPopulation At Risk total setiap spesies yang peka terhadap suatu jenis patogen sangat diperlukan.

Kegiatan surveillan harus menetapkan unit epidemiologi, termasuk didalamnya adalah karier, reservoir, vektor, status kekebalan, status usia dan resistensi genetik, sex dll. Unit epidemiologi tersebut perlu dipertimbangkan dan dimasukkan dalam laporan.

Jarang terjadi suatu jenis penyakit tersebar secara merata. Pada umumnya, penyebaran penyakit terjadi di lingkup klaster, terbatas pada suatu area tertentu (farm, kompartemen atau zona) yang dibatasi oleh aliran air, waktu dan kelompok umur. Informasi klaster ini sangat penting bagi interpretasi data yang diperoleh.


(22)

BAB III

METODELOGI SURVEILAN MEGALOCYTIVIRUS

3.1. Disain Program Surveilan untuk Penentuan Area Bebas Patogen Tertentu

Penghitungan jumlah sampel untuk program surveillan dibuat berdasarkan hipotesis nol, bahwa prevalensi patogen ada di area yang disurveilan pada batas serendah mungkin, umumnya ditentukan 2%. Dasar penentuan hipotesis nol tersebut adalah sebagai pertimbangkan bahwa, hampir tidak mungkin area 100% bebas dari penyakit.

3.2. Infrasutruktur Surveilan

3.2. 1. Laboratorium

Ada dua tipe laboratorium terkait dengan program surveilan, yaitu laboratorium rujukan (reference laboratory) dan laboratorium uji (testing laboratory). Penentuan laboratorium adalah berdasarkan fungsi laboratorium terkait dengan kegiatan diagnosis.

Laboratorium rujukan adalah laboratorium yang ditunjuk sebagai laboratorium tempat melakukan kegiatan validasi metode uji, melakukan pelatihan, dan menjalankan kerjasamanya dengan laboratorium rujukan yang telah ditunjuk oleh OIE. Laboratorium rujukan harus berstatus terakreditasi ISO 17025 oleh KAN atau badan akreditasi internasional lainnya.

Laboratorium uji adalah laboratorium yang bertugas untuk melakukan pengujian sampel. Laboratorium uji berada di bawah kendali laboratorium rujukan dalam pemilihan metode uji, dan pelatihan SDM oleh laboratorium rujukan. Penetapan laboratorium rujukan dan laboratorium uji untuk kegiatan surveilan Megalocytivirus pada ikan hias ini lebih jauh ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.


(23)

3.2. 2. Metode Uji

Metode uji untuk pengujian Megalocytivirus adalah Real-Time PCR (qPCR, sesuai permintaan Australia) dan PCR Konvensional Nested PCR (sesuai dengan metode standar OIE). Metode uji sudah dilakukan validasi dan koordinasi laboratorium rujukan.

3.2. 3. Petugas Pengambil Contoh Uji (PPC)

Pengambilan contoh uji dilakukan oleh petugas pengambil contoh uji (PPC). Petugas Pengambil harus petugas yang terlatih, dibuktikan dengan sertifikat. Tenaga PPC harus sudah dilakukan pelatihan dengan materi, pengenalan penyakit terkait dengan Megalocytivirus, termasuk didalamnya gejala klinis penyakit, dasar populasi, pola penyebaran penyakit, metode pengambilan contoh, Teknik pembedahan dan preservasi, serta pengiriman sampel.

3.2. 4. Alur Data

Alur data, dimulai dari Petugas Pengambilan Contoh Uji. Setelah mengambil contoh uji berupa ikan dan data kuesioner, selanjutnya dikirim ke Laboratorium UPT KIPM atau Laboratorium UPT DJPB yang ditunjuk berdasarkan SK Kepala Badan KIPM, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap contoh uji. Data hasil analisa contoh uji beserta data kuesioner selanjutnya dikirim ke Pusat Data (Pusat Karantina dan Keamanan Hayati Ikan) untuk dilakukan verifikasi, penggolongan (collation), selanjutnya setelah semua data terkumpul dilakukan analisa untuk menentukan prevalensi dan faktor risiko.

Analisa data menggunakan perangkat lunak (software) seperti Statistix, atau GenStat atau SPS. Langkah terakhir adalah pelaporan dan diseminasi hasil. Keluaran (output) berupa prevalensi, faktor risiko, rasio ganjil (Odd Ratio, OR), dll.


(24)

Gambar 3. Alur Informasi dari Farm ke Pusat Data

3.3. Disain Surveilan

3.3.1. Alat dan Bahan

Peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan surveilan adalah berupa alat pemeriksaan kualitas air, peralatan pengambilan sampel berupa jala dan seser, botol sampel volume 200 ml. Peralatan untuk pembedahan dan preservasi sampel berupa dissecting set serta peralatan pengujian di laboratorium.

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian adalah bahan preservasi sampel berupa alkohol 80%, preservative Bouin untuk tujuan pembuatan preparat histologi.

Pusat Karantina dan Keamanan

Hayati Ikan

Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan

UPT KIPM UPT DJPB

PPC PPC


(25)

3.3.2. Penentuan Metode Diagnosis, Sensitifitas dan Spesifisitas Pengujian

Metode diagnosis yang dipilih untuk ikan hias air tawar menggunakan pengujian dengan metode qPCR dengan tingkat sensitifitas metode adalah 99%, dan spesifisitas uji 99%, sedangkan untuk ikan hias air laut menggunakan metode konvensional PCR double step nested, dengan sensitivitas 95% dan spesifisitas 99%.

3.3.3. Lokasi Pengambilan Contoh Uji

Penetuan lokasi pengambilan contoh uji dalam kegiatan surveilan

Megalocytivirus didasarkan pada wilayah asal ikan-ikan budidaya yang berpotensi sebagai inang Megalocytivirus. Lokasi tersebut menjadi titik pengambilan contoh uji dikarenakan, mayoritas eksportir mengambil ikan dari wilayah tersebut.

Adapun lokasi yang ditetapkan untuk Surveilan Ikan Hias Air Tawar, adalah: Bogor, Bekasi, Bandung, Depok dan Medan (Sumatera Utara), sedangkan lokasi yang ditetapkan untuk Surveilan Ikan Hias Air Laut adalah Luwuk Banggai (Sulawesi Tenggara).

3.3.4. Penentuan Jumlah Contoh Uji

Metode yang dipilih untuk pengambilan contoh uji adalah two stage systematic sampling. Pertama memilih farm, kemudian memilih tambak/kolam. Unit epidemiologi adalah tambak/kolam sebagai unit terkecil.

Jumlah sampel yang akan diambil ditentukan berdasarkan asumsi prevalensi 5%, tingkat kepercayaan 95%, sensitifitas uji 99% dan spesifisitas uji 95%. Selanjutnya dengan menggunakan program SurveiToolbox, maka jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 129 sampel.

Jumlah sampel untuk ikan hias air laut, menggunakan konvensional PCR,double step nested, dengan asumsi prevalensi 5%, tingkat kepercayaan 95%, sensitifitas uji 95% spesifisitas uji 99%, didapatkan jumlah sampel dari


(26)

populasi ikan hias laut dari Banggai sebanyak 134 ekor. Ikan sejumlah 134 ekor ikan diambil dari keramba yang memasok ikan, dengan proporsi ikan ditentukan berdasarkan jumlah ikan setiap keramba.

Contoh 1 (Pengujian dengan menggunakan metode qPCR):

Di Kab. Bogor terdapat 20 farm ikan hias air tawar. Kabupaten Bogor dianggap sebagai satu kompartemen. Dari 20 farm disampling secara acak sebanyak 30% dari jumlah farm (6 farm). Dengan asumsi prevalensi 5%, tingkat kepercayaan 95% maka jumlah sampel yang harus diambil di Kabupaten Bogor sebanyak 129 ekor. Maka jumlah sampel setiap farm yang diambil sebanyak 129 ekor/6 farm = 22 ekor/farm

Jumlah sampel dalam satu kali surveilan sebanyak = 129 ekor

Jumlah sampel dalam 1 tahun (tujuh kali surveilan) sebanyak 129 x 7 = 903 ekor.

Contoh 2 (Pengujian dengan menggunakan metode konvensional PCR, double step nested):

Di Kab. Luwuk Banggai terdapat 50 farm ikan hias air laut (Banggai Cardinal). Kabupaten Luwuk Banggai dianggap sebagai satu kompartemen. Dari 50 farm disampling secara acak sebanyak 30% dari jumlah farm (15 farm). Dengan asumsi prevalensi 5%, tingkat kepercayaan 95% maka jumlah sampel yang harus diambil di Kabupaten Luwuk Banggai sebanyak 134 ekor. Maka jumlah sampel setiap farm yang diambil sebanyak 134 ekor/15 farm = 9 ekor/farm

Jumlah sampel dalam satu kali surveilan sebanyak = 134 ekor

Jumlah sampel dalam 1 tahun (tujuh kali surveilan) sebanyak 134 x 7 = 938 ekor.

3.3.5. Metode Pengambilan Contoh Uji

Surveilan Ikan Hias Air Tawar


(27)

apabila ikan yang diambil dari kolam positif terinfeksi Megalocytivirus, maka kolam dinyatakan positif. Metode pengambilan sampel adalah secara

Simple Random Samplingatau menggunakanSystematic Random Sampling. Pertama dilakukan penomoran terhadap semua farm di daerah surveilan.

Pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling

menggunakan bantuan kartu random, kemudian dipilih sampel dari total farm yang teridentifikasi. Pengambilan sampel berdasarkan Systematic Random Samplingdengan cara, pertama ditentukan interval yaitu total farm yang diidentifikasi dibagi dengan total sampel yang akan diambil, selanjutnya ditentukan pengambilan sampel berdasarkan interval.

Surveilan Ikan Hias Air Laut

Surveilan ikan hias air laut, sebagai unit sampel adalah karamba tancap, dengan ikan adalah sub-sampel. Apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa apabila ikan yang diambil dari keramba positif terinfeksi

Megalocytivirus, maka dinyatakan positif. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah secara Simple Random Sampling atau menggunakan Systematic Random Sampling. Pertama dilakukan terhadap semua keramba di daerah surveilan. Pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling menggunakan bantuan kartu random, kemudian dipilih sampel dari total farm yang teridentifikasi. Pengambilan sampel berdasarkan

Systematic Random Sampling dengan cara, pertama ditentukan interval yaitu total farm yang diidentifikasi dibagi dengan total sampel yang akan diambil, selanjutnya ditentukan pengambilan sampel berdasarkan interval.

Ikan diambil dari kolam, bak, akuarium maupun karamba dipilih secara purposive, berdasarkan gejala klinis spesifik yang mengarah pada gejala infeksi megalocytivirus. Ikan yang telah menunjukkan gejala kemudian diambil dan dilakukan prosedur pengambilan dan preservasi.

Prosedur pooling sampel dapat dilakukan berbasis kolam, dengan cara ikan dari tiap kolam dilakukan ekstraksi DNA, selanjutnya dibuat pool


(28)

untuk kemudian dilakukan pemeriksanaan qPCR. Pooling untuk farm dilakukan seperti halnya pooling ikan perkolam, dengan cara ikan dari setiap kolam dilakukan ekstraksi DNA, kemudian dilakukan pemeriksaan kualitas dan kuantitas DNA, selanjutnya dilakukan pooling farm.

Gambar 4. Diagram Sistem Pooling Sampel untuk qPCR

qPCR


(29)

BAB IV

EVALUASI DAN PELAPORAN SURVEILANMEGALOCYTIVIRUS

4. 1. Format Pelaporan

UPT KIPM dan UPT DJPB yang telah selesai melaksanakan kegiatan surveilan dan telah selesai Laporan Hasil Ujinya, segera membuat laporan kegiatan. Hasil surveilan Megalocytivirus dilaporkan menggunakan format Lampiran 1.

4. 2. Mekanisme Pelaporan

Laporan hasil pelaksanaan kegiatan disampaikan dalam bentuk soft copy dan ditujukan ke Kepala Pusat Karantina dan Keamanan Hayati Ikan dengan alamat email:megalocytivirus.puskari@gmail.com, dan ke Direktorat

Kesehatan Ikan dan Lingkungan dengan email:

megalocytivirus_ditkesling@gmail.com. Sedangkan Laporan dalam bentuk hardcopy (CD) dikirim melalui alamat:

Pusat Karantina dan Keamanan Hayati Ikan,

Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Gedung Mina Bahari II Lantai 6

Jl. Medan Merdeka Timur No. 16, Jakarta Pusat Jakarta 10110

Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

Gedung Mina Bahari IV Lantai 7

Jl. Medan Merdeka Timur No. 16, Jakarta Pusat Jakarta 10110


(30)

4. 3. Waktu Pelaporan

Laporan pelaksanaan surveilanMegalocytivirus disampaikan ke Pusat Karantina dan Keamanan Hayati Ikan dan Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan dengan ketentuan :

1. Per-kegiatan surveilan Megalocytivirus, selambat-lambatnya 1 (satu) minggu sebelum digunakan sebagai dasar penerbitan Health Certificate;

2. Akhir pelaksanaan kegiatan surveilan Megalocytivirus (tahunan), selambat-lambatnya 1 (satu) minggu sebelum akhir tahun.


(31)

BAB V PENUTUP

Kegiatan surveilan Megalocytivirus memerlukan dukungan sumberdaya manusia, sarana, prasarana dan dana yang memadai serta dilakukan secara terpadu dengan melibatkan semua komponen tim, baik pusat, unit pelaksana teknis, para pakar/ahli penyakit ikan serta pembudidaya. Untuk itu kegiatan surveilan Megalocytivirus memerlukan adanya petunjuk teknis serta kebijakan yang integratif.

Dengan tersusunnya Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Tawar dan Laut ini, diharapkan pelaksanaan kegiatan surveilan yang dilaksanakan oleh Tim Surveilan dapat lebih terukur, terarah, dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, L.O.B., 2013, Deteksi Molekuler Megalocytivirus pada Ikan Budidaya dengan Metode Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism. Tesis Program Studi Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

Andrew M. Q. King, Michael J Adams, Eric B. Carstens and Elliot J. Lefkowitz., 2012. Virus Taxonomy. Ninth Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. International Union of Microbiological Societies. Virology Division. Elsevier Academic Press.

Cameron, A. R. 1999. Survey Toolbox. A Practical Mannual and Software Package for Active Surveillance of Livestock Disease in Developing Countries. Monograph. Vol. 54. ACIAR, Australian Center for International Agricultural Research.

Chao, C.B., C.Y. Chen, Y.Y.Lai, C.S. Lin and H.T. Huang. 2004. Histological, Ultrastructural, and in situ Hybridization Study on Enlarged Cells in Grouper Ephinephelus Hybrids Infected by Grouper Iridovirus in Taiwan (TGIV). Dis. Aquat. Org., 58:127-142

Chinchar VG, Essbauer S, He JG, Hyatt A, Miyazaki T, Seligy V, Williams T (2005). "Family Iridoviridae 145-162. In Fauquet CM, Mayo MA, Maniloff J, Desselburger U, Ball LA (eds). Virus Taxonomy, Eighth report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. Academic Press, San Diego, USA

Corsin, F., M. Georgiadis, K. L. Hammell, B. Hill. 2009. Guide fo Aquatic Animal Health Surveillance. Published by The World Organization for Animal Health (OIE)

Mahardika, K., I. Koesharyani, K. Sugama, A. Priyono and K. Yuasa. 2001. Histopathological Study of Iridovirus Infection in Epinephelus coioides

and Epinephelus bleekeri. In: Sugama K, Ikenou H, Kawahara S(eds) Proceedings of Mariculture Technology and Sea Farming Development. Jakarta, Indonesia. Japan International Cooperation Agency, Jakarta, P 334-341.

Mahardika, K., I. Koesharyan, A. Prijono and K. Yuasa. 2003. Infeksi Iridovirus pada Induk Kerapu Lumpur (Epinephelus coioides) Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Akuakultur, 9 (1): (11-15).

Mahardika, K., Zafran, A. Yamamoto, and T. Miyazaki. 2004a. Susceptibility of Juvenile Humpback Grouper (Cromileptes altivelis) to Grouper Sleepy Disease Iridovirus (GSDIV). Dis Aquat Org. 59:1-9.


(33)

Mahardika, K., I. Koesharyani and Zafran. 2004b. Uji Kerentanan Ikan Kerapu Lumpur, Epinephelus coioides dan Kerapu Batik, Epinephleus microdon terhadap Infeksi Iridovirus. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Edisi Akuakultur, 10 (2): 83-88.

Mahardika, K., Haryanti, A. Muzaki and T. Miyazaki. 2008. Histopathological and Ultrastructural Features of Enlarged Cells of Humpback Grouper

Cromileptes altivelis Challenged with Megalicytivirus (Family Iridoviridae) after Vaccination. Dis. Aquat. Org., 79: 163-167.

Mahardika, K., and T. Miyazaki. 2009a. Electron Microccopic Features of Culture Grunt Fin Cells Infected with Megalocytivirus. Aquaculture Sci., 57 (1): 9-18.

Mahardika, K. A. Muzaki and K. Suwirya. 2009b. Pathogenecity of Grouper Sleepy Disease Iridovirus (GSDIV: Megalocytivirus, Family Iridovirdae) to Coral Trout Grouper Plectrophomus leopardus. Indonesian Aquaculture Journal, 4 (2): 121-130.

Mahardika, K. I. Mastuti and Haryanti. In Pres. Effectivity of Inactive GSDIV (Grouper Sleepy Disease Iridovirus) Vaccine in Grouper Fish (Cromileptes altivelis and Epinephleus fuscoguttatus) Against GSDIV Infection. Indonesia Aquiaculture Journal, 27.

Martin, S. W. A. H. Meek, P. Willberg. 1987. Veterinary Epidemiology, Principles and Methods. Iowa State Univeristy Press/Ames. Pp.: 24-27.

Mastuti, I., Y.N. Asih and K. Mahardika. 2010. Quantitative Histopathological Analysis of Enlarged Cells Derived from Humpback Grouper.

Cromileptes altivelis Infected with Grouper Sleepy Disease Iridovirus (GSDIV). Indonesian Aquaculture Journal, (2): 91-100.

Miyazaki, T. 2007. Color Atlas of Fish Histopathology, Vol.2. Shin-Suisan Shimbun-Sha, Tokyo, Japan, P 325-335.

Nolan D1, Stephens F, Crockford M, Jones JB, STidakw M. 2014. Detection and Characterization of Viruses of the Genus Megalocytivirus in Ornamental Fish Imported into an Australian Border Quarantine Premises: an Emerging Risk to National Biosecurity. J Fish Dis 2014 Jan 30. doi: 10.1111/jfd.12222.

Owen, L., 1993. Report On Sleepy Grouper Disease. Deprt. of Biomedical and Tropical Veterinary Science, James Cook Univ. of North Queensland Townville, Austalia. 4811

Petrie, A and Watson, P. 2006. Statistics for Veterinary and Animal Science. Blackwell Publishing. Hongkong.


(34)

Rimmer, A.E., Joy A. Becker, Alison Tweedie, Richard J. Whittington. 2014. Development of a Quantitative Polymerase Chain Reaction (Qpcr) Assay for the Detection of Dwarf Gourami Iridovirus (DGIV) and Other Megalocytiviruses and Comparison with the Office International des Epizooties (OIE) Reference PCR Protocol. Aquaculture 358–359 (2012) 155–163.

Subramaniam K., Shariff M., Omar A.R., and Hair-Bejo M.: Megalocytivirus Infection in Fish. Rev. Aquaculture 2012; 4: pp. 221-233

Sudthongkong, C., M. Miyata and T. Miyazaki. 2002. Iridovirus Disease in Two Ornamental Tropical Freshwater Fishes: African Lampeye and Dwarf Gourami. Dis Aquat Org, 48:163-173.

Sung, C., Chi, S., Huang, K., and Lu, J., 2010, Rapid Detection of Grouper Iridovirus by Loop-mediated Isothermal Amplification. J. Marine Syst., 18: 568-573.

Thrusfield M. 2007.Veterinary Epidemiology. 2ndedition. Blackwell, London. Yanong RPE, Waltzek TB (2010). "Megalocytivirus Infections in Fish, with

Emphasis on Ornamental Species." University of Florida Institute of Food and Agricultural Sciences Extension


(35)

Lampiran 1. Pencatatan dan Pelabelan

Semua data terkait dengan sampel dicatat secara lengkap sejarah spesimen (ikan sampel) pada saat pengumpulan:

a) Pengamatan gejala klinis di lapangan seperti data dasar (nama pemilik, alamat, pendidikan), spesies yang ikan yang dibudidayakan, umur, ukuran, asal (liar, budidaya, nomor farm, kolam dll.),

b) Semua catatan lain yang diperlukan (kuesioner).

Pelabelan harus disertakan bersama spesimen selama fiksasi, penyimpanan dan transportasi ke laboratorium.

Selalu menggunakan pensil 2B dan dicatat pada label yang tahan air, jangan menggunakan balpoint karena akan larut dalam alkohol.

Gambar 5. Sampel dimasukkan dalam botol jenis PE dan pelabelan menggunakan pensil 2B pada kertas yang direndam dalam larutan alkohol 80% atau fiksatif.


(36)

Lampiran 2. Kuesioner

Faktor risiko terkait terjadinya wabah Megalocytivirus adalah melalui informasi dari kuesioner. Kuesioner dikembangkan untuk mendapatkan data sekunder terkait dengan identitas pembudidaya, sumber benih ikan, aspek biosekuriti yang dilakukan oleh pembudidaya, aspek biosekuriti yang dilakukan oleh pengepul (second man), dan aspek biosekuriti yang dilakukan di pihak eksportir.

Informasi terkait dengan data dasar meliputi nama pembudidaya, alamat tempat berbudidaya, asal mendapatkan benih, telur atau induk, biosekuriti yang dilakukan oleh pembudidaya terkait dengan sumber air dan perlakuan air, cara isolasi terhadap pengaruh luar atau sumber infeksi dll. Selain itu juga data kemana ikan yang dihasilkan dijual.

Biosekuriti di tingkal pengepul (second man) berisi tentang nama, alamat domisili, fasilitas, teknik biosekuriti, asal mereka mendapatkan ikan, perlakuan selama pemeliharaan di tingkat pengepul, seperti pemberian pakan (jenis, dosis), obat yang digunakan, kejadian kematian selama karantina dan target pemasaran.

Informasi di tingkat eksportir adalah tentang nama dan alamat domisili perusahaan, informasi dari mana mereka mendapatkan pasokan ikan, fasilitas penampungan ikan, biosekuriti yang dilakukan, perlakuan selama penampungan, seperti jenis pakan dan obat-obatan yang digunakan, apakah terjadi kematian, dan negara target ekspor.


(37)

Data Kuesioner Nama Pewawancara Tanggal Data ID Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa

Farm ID Pemilik

Farm Jenis kelamin

o

M

o

F Usia (thn) Nomor yang Bisa Dihubungi

Berapa kolam yang dimiliki

Dari mana sumber air untuk kolamnya

o

Air sungai

o

Air sumur

o

Lain2 (sebutkan) Tipe pengelolaan air

yang digunakan

o

Air dari sumber langsung digunakan tanpa perlakuan

o

Air disterilkan dengan bahan desinkfektan (sebutkan

jenis, dosis)

o

Air ditampung dalam tandon Sistem pembuangan

limbah

o

Dibuang langsung ke perairan umum

o

Ditampung dalam petak penampungan dan diperlakukan dengan bahan kimia/desinfektan

o

Limbah ditampung tanpa ditreatmen dan dibuang

langsung ke perairan umum

Tipe kolam

o

Bak semen

o

Bak fiber

o

Kolam lapis plastik

o

Kolam tanah, tanah liat

o

Lain-lain (Sebutkan) Kehilangan air

harian

o

<10%

o

10-30%

o

>30%


(38)

Apakah digunakan aertor di kolam?

o

Ya

o

Tidak

Tipe aerator

o

Kincir

o

Blower

o

AirO2

o

Lain-lain (sebutkan) Pengamatan

selama

pemeliharaan

o

Air berbusa di permukaan

o

Air berwarna kemerahan

o

pH turun mendadak

o

plankton blooming (warna) Lokasi kolam

(koordinat GPS)

Apakah ada farm sekitar tempat usaha?, berapa jaraknya?

o

Ya

o

Tidak Informasi tentang kasus penyakit

atau kematian ikan di lokasi.

o

Tidak ada

o

Ada, jumlah besar (penyebab tidak diketahui)

o

Jenis penyakit, apabila ada... Spesies ikan

o

……….

o

……….

o

……….

Asal ikan

o

Wild stock

o

Culture stock

Jenis pakan yang digunakan?

o

Ikan rucah

o

Pakan buatan/pelet merek ...

o

Lain-lain, sebutkan... Penyimpanan

pakan

o

Cool storage

o

DI simpan dengan cara tertentu, sebutkan... Berapa lama

pakan disimpan

o

Kurang dari 3 hari

o

3-7 hari

o

>7 hari Sumber

induk/telur/larva

Apakah ada pengecekan kesehatan? Ya tidak

DGIV RSIV

o

Ya

o

Tidak

o

Ya

o

Tidak

o

o


(39)

o

Ya

o

Tidak

o

Ya

o

Tidak

o

o

Apakah ada perlakuan terhadap ikan yang baru datang

o

Ditampung di wadah terpisah

o

Diinkubasi selama 3-7 hari

o

Benih baru datang dilakukan treatmen, sebutkan...

o

Benih langsung ditebar di kolam Apakah ada

kematian, berapa persen

o

Tidak

o

Ya

o

< % perhari

o

1-5 % perhari Apakah ikan

menunjukkan gejala klinis, seperti berenang tidak teratur

o

Ya, berupa ………..

o

Tidak Pembuangan

limbah

o

Tidak membuang limbah

o

Membuang limbah langsung ke perairan umum

o

Limbah ditampung dan ditreatmen

Apakah ada perlakuan khusus bagi pengunjung

o

Ada

o

Tidak Apakah farm memiliki fasilitas footbath

o

Ada

o

Tidak

Jumlah ikan yang diambil untuk sampel

Jumlah kolam disampel

..., tanggal ... bulan, ....tahun

Pewawancara Pemilik farm,

(Nama Terang) (Nama Terang)


(40)

Lampiran 3. Prosedur qPCR MenggunakanHydrolysis Probe

1. Peralatan

- alat pengukur konsentrasi DNA berbasis spektrofotometri UV; - freezer (-20°C atau lebih rendah);

- heating block atau waterbath; - laminar flow;

- mesin real-time PCR; - mini mixer.

- mikropipet berbagai ukuran 0,1 µl – 1 000 µl; - alat bedah pinset dan gunting;

- rak blok es; - sentrifus; - mini sentrifus - peralatan gelas

- timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg. 2. Bahan

- bufer tris EDTA (TE) (konsentrasi 10 mM Tris HCl 1 mM EDTA pH 7,5 ); - nuclease-free water;

- etanol p.a;

- filtered microtipberbagai ukuran 10 µl – 1 000 µl ; - isopropanol (2-propanol);

- kloroform;

- kit real-timePCR komersial compatibledenganTaqMan®probe; - larutan ekstraksi DNA komersial;

- larutan penghambatDNAse; - masker;

- penggerus jaringan (pellet pestle); - plasmid standar positif Megalocytivirus; - sarung tangan (powder-free);

- 1 set primer danprobe (AAHL-CSIRO, 2013:

Primer RSIV RT F: 5’-TGACCAGCGAGTTCCTTGACTT-3’ Primer RSIV RT R: 5’-CATAGTCTGACCGTTGGTGATACC-3’

RSIVprobe: 5’-6FAMAAC GCCTGCATGATGCCTGGC TAMRA-3’ - tabung mikro ukuran 0,2 ml; 1,5 ml – 2 ml;

- tabung ataumicroplatePCR optikal ukuran 0,1 ml - 0,2 ml atau tabung kapiler ukuran 20 µl - 100 µl.


(41)

3. Prosedur

3.1. Persiapan Contoh Uji

- Ikan ukuran kecil (kurang dari 1 cm), maka ambil contoh uji secara utuh.

- Ikan ukuran sedang (ukuran 1 cm – 6 cm) makan ambil contoh uji dari insang, hati dan limpa.

- Ikan ukuran besar (ukuran lebih dari 6 cm) ambil contoh uji dapat dari insang, hati dan limpa baik segar maupun beku (-20°C) atau yang sudah diawetkan dalam larutan preservatif DNA.

3.2. Ekstraksi DNA dengan Metode Presipitasi

- Masukkan 20 mg contoh uji ke dalam tabung mikro 1,5 ml.

- Tambahkan 600 µl larutan kit ekstraksi DNA komersial Dodecyl trimethyl bromide-ammonium (DTAB), homogenkan menggunakan penggerus pelet.

- Inkubasikan pada 75°C selama 5 menit , dan dinginkan pada 25°C. - Tambahkan 700 µl kloroform.

- Tutup tabung mikro dan kocok denganminimixerselama 20 detik - Sentrifugasi contoh uji pada 12 000 xgselama 5 menit.

- Pindahkan 200 µl cairan lapisan paling atas ke dalam tabung mikro baru.

- Tambahkan larutan kit ekstraksi Cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) sebanyak 100 µl dan ddH2O sebanyak 900 µl.

- Kocok dengan minimixer dan inkubasikan pada 75°C selama 5 menit,

- Sentrifugasi pada 12000 x g selama 5 menit, pindahkan cairan bening ke dalam tabung mikro baru yang berisi 300 µl etanol 95%. - Homogenkan denganminimixer

- Sentrifugasi pada 12 000 xgselama 5 menit.

- Buang supernatan, cuci pelet dengan 200 µl etanol 75%, sentrifugasi pada 7 500xgselama 2 menit.


(42)

- Keringanginkan pelet DNA, larutkan pelet DNA dengan ddH2O atau TEbuffer.

- Simpan larutan DNA pada -20°C apabila segera digunakan dan untuk penyimpanan lebih lama pada freezer dengan suhu yang lebih rendah (<-40°C) dalam bentuk alikuot.

CATATAN : Prosedur metode ekstraksi DNA disesuaikan dengan kit komersial yang digunakan

3.3. Pengukuran DNA

- Ukur konsentrasi DNA dengan alat pengukur konsentrasi DNA pada panjang gelombang 260 nm.

- Periksa kemurnian DNA dengan menghitung perbandingan hasil pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm (Å260/ Å280);

- Lakukan pengenceran apabila konsentrasi yang diperoleh lebih tinggi dari yang diperlukan;

- Simpan larutan DNA pada -20°C apabila tidak langsung digunakan.

3.4. Amplifikasi

- Cairkan DNA template, Quantitect 2x PCR Master Mix, primer,

probe, Nuclease-free waterdengan meletakkan di atas rak blok es - Buat preparasi master mix sesuai dengan Tabel 1. Siapkan volume

mastermix n+1, (n= setiap 10 jumlah reaksi) lebih banyak dari yang dibutuhkan. Contoh uji minimal dianalisis secara duplo

- Homogenkan semua bahan master mix dan distribusikan ke masing-masing tabung/platePCR optikal.

- Masukkan 2 μl template DNA (10 ng - 100 ng) contoh uji, kontrol positif ekstraksi; kontrol negatif ekstraksi, kontrol positif amplifikasi


(43)

(DNA); kontrol negatif amplifikasi (NTC); dan 4 standar positif (10

copies; 102copies; 103copies; 104copies).

- Lakukan amplifikasi dengan real time PCR, dengan kondisi sesuai Tabel 2.

CATATAN 1 Seluruh proses preparasi reagen dilakukan pada kondisi dingin.

CATATAN 2 Prosedur metode amplifikasi disesuaikan dengan kit komersial yang digunakan.

CATATAN 3 Untuk kebutuhan diagnosis cepat dapat menggunakan kontrol positif amplifikasi (DNA), 4 standar positif (10 copies; 102copies; 103copies; 104

copies) dan kontrol negatif amplifikasi (NTC). Tabel 1 - Komposisi Koktail untuk qPCR

No. Komponen Volume/Reaksi (μl) Konsentrasi Akhir 1. Quantitect 2x PCRmaster mix 12,5 1 x

2. Primer Forward (20 μM) 0,5 0,4 μM

3. Primer Reverse (20 μM) 0,5 0,4 μM

4. Probe (10 μM) 0,5 0,2 μM

5. DNAase free water 9

-6. DNATemplate 2 10 ng-100 ng

Total Volume 25

CATATAN komposisi koktail disesuaikan dengan kit komersial yang digunakan dan sudah divalidasi

Tabel 2 - Program Amplifikasi

Proses Suhu (oC) Waktu Siklus

enzyme activation 50 2 menit 1

PCR initial activation 95 15 menit 1

Denaturasi 95 15 detik

40

Annealing/extention 60 60 detik

CATATAN Profil amplifikasi disesuaikan dengan manual kit dan mesin


(44)

3.5. Interpretasi hasil

Analisis data sesuai dengan software real-time PCRyang digunakan.

a) Pengamatan setelah analisis data amplifikasi

Interpretasi kurva amplifikasiadalah sebagai berikut:

- contoh uji dinyatakan positif apabila terlihat naiknya kurva di atas

garis threshold/cut off dan nilai Ct lebih kecil atau sama dengan LoD.

- semakin cepat naik/munculnya kurva dan memotong garis

threshold/cut off menunjukkan jumlah copy DNA virus yang semakin banyak (konsentrasinya tinggi)

- contoh uji dinyatakan negatif apabila berada dibawah garis

threshold/cut off dan nilai Ct lebih besar dari LoD dengan tingkat kepercayaan (confident level) 95%.

b) Kuantifikasicopy virus

- Jumlahcopy virus dapat dilihat pada tabel laporan kuantifikasi di perangkat lunak komputer yang terhubung dengan mesin real-timePCR yang digunakan.

- Kurva Standar disajikan pada gambar 1 dan tabel 3

- Berdasarkan Tabel 4 hasil pengujian dapat dianalisis sebagai berikut :

1) contoh uji dinyatakan positif apabila konsentrasi sama atau lebih dari nilai LoD 10 copies(B1 dan B2, C1 dan C2)

2) contoh uji dinyatakan negatif apabila nilai konsentrasi kurang dari nilai LoD 10copies(A1 dan A2 ).


(45)

Kurva Standar


(46)

Tabel 3 - Keterangan Gambar Kurva Standar Hasil AmplifikasiReal Time

No. Colour Name Type Ct Given Conc

(copies/ul)

Calc Conc (copies/ul)

% Var 1 Standar Megalocytivirus 10^4 (1) Standard 26.34 10,000.0 13,206.3 32.1% 2 Standar Megalocytivirus 10^4 (2) Standard 26.37 10,000.0 12,970.7 29.7% 3 Standar Megalocytivirus 10^3 (1) Standard 30.48 1,000.0 655.8 34.4% 4 Standar Megalocytivirus 10^3 (2) Standard 30.30 1,000.0 748.9 25.1% 5 Standar Megalocytivirus 10^2 (1) Standard 33.61 100.0 68.1 31.9% 6 Standar Megalocytivirus 10^2 (1) Standard 32.82 100.0 121.0 21.0% 7 Standar Megalocytivirus 10^1 (1) Standard 36.01 10.0 12.0 20.0% 8 Standar Megalocytivirus 10^ 1(2) Standard 36.00 10.0 12.0 20.1% 9 Sampel negatif amplifikasi (1) NTC


(47)

Kurva Hasil Pengujian Sampel


(48)

Tabel 4 - Keterangan Gambar Pengujian Sampel Hasil Amplifikasi Real Time

No. Colour Name Type Ct Given Conc

(copies/ul)

Calc Conc

(copies/ul) % Var

1 Standar Megalocytivirus 10^4 (1) Standard 26.34 10,000.0 13,206.3 32.1% 2 Standar Megalocytivirus 10^4 (2) Standard 26.37 10,000.0 12,970.7 29.7% 3 Standar Megalocytivirus 10^3 (1) Standard 30.48 1,000.0 655.8 34.4% 4 Standar Megalocytivirus 10^3 (2) Standard 30.30 1,000.0 748.9 25.1% 5 Standar Megalocytivirus 10^2 (1) Standard 33.61 100.0 68.1 31.9% 6 Standar Megalocytivirus 10^2 (1) Standard 32.82 100.0 121.0 21.0% 7 Standar Megalocytivirus 10^1 (1) Standard 36.01 10.0 12.0 20.0% 8 Standar Megalocytivirus 10^ 1(2) Standard 36.00 10.0 12.0 20.1%

9 Contoh Uji A (1) Unknown 37.48 4.1

10 Contoh Uji A (2) Unknown 37.96 2.9

11 Contoh Uji B (1) Unknown 35.41 18.5

12 Contoh Uji B (2) Unknown 35.79 14.0

13 Contoh Uji C (1) Unknown 26.44 12,284.3

14 Contoh Uji C (2) Unknown 26.11 15,646.6

15 Sampel negatif amplifikasi (1) NTC 16 Sampel negatif amplifikasi (2) NTC 17 Sampel negatif ekstraksi (1) NTC 18 Sampel negatif ekstraksi (2) NTC


(49)

4. Jaminan Mutu Pengujian

- Proses ekstraksi DNA dijamin kualitasnya dengan menyertakan

kontrol positif ekstraksi (positive extraction control, PEC) dan kontrol negatif ekstraksi (NEC) dan menunjukkan hasil yang konsisten atau dengan menggunakanreference gene.

- Hasil ekstraksi DNA mempunyai rasioA260/A280berkisar 1,8 – 2,0

- Proses amplifikasi dijamin kualitasnya dengan menyertakan kontrol

positif amplifikasi (positive amplification control, PAC) dan kontrol negatif amplifikasi (NAC) menunjukkan hasil yang konsisten.

- Efisiensi amplifikasi dinyatakan baik apabila mempunyai nilai 0,9 –1,1. - Proses real time PCR valid bila dilihat dari kurva standar dengan nilai

koefisien determinasi (R2) > 0,95.

- Keterulangan (Repeatability) untuk pengujian duplo harus mempunyai nilai standar deviasi (SD) Ct lebih kecil dari 0,5.

CATATAN Jika ditampilkan sebagai persentase variabilitas (% Var), maka pengujian duplo harus mempunyai nilai SD Cq lebih kecil dari 50%.


(50)

Lampiran 4. Deteksi Megalocytivirus (RSIV, ISKNV, DGIV) Menggunakan PCR Double Step (Nested)( Rimmer,et al2012)

1. Alat : Daftar Alat yang Diperlukan

- Timbangan Analitik - Autoclave

- Glassware - Dissecting set

- Mikropipet (0,1-3 μl, 0,5-10 μl, 10-100 μl, 20-200 μl dan 100-1000 μl) - Hot plate and stirer

- Vortex mixer

- Thermal blockatauoven incubator - pH meter

- Laminary Air Flow Cabinet - Deep freezer

- Refrigerator - Mini Centrifuge

- Gel elektrophoresis chamber - Thermal Cycler(mesin PCR)

- Gel Documentation System (UV Doc) - PCRCooler Block

2. Bahan : Daftar Bahan yang Diperlukan

- Bahan ekstraksi DNA

- Mikrotube (1,5 ml, 0,5 ml, 0,2 ml)

- Mikrotip (10-100 μl, 100-1000 μl, 1000 μl) - Agarosa

- DNA Ladder(100 bp)

- Hot-StarTaq Master Mix (Qiagen)/Gotaq Green® Master mix. - TE-buffer (Tris-EDTA Buffer)

- Nuclease-free water(NFW) - SYBR Safe DNA Gel Stain - Kontrol PositifMegalocytivirus - Primer(table 5)


(51)

Table 5. Primer yang Digunakan pada UjiMegalocytivirus

Amplifikasi Sequence Primer Target Produk

PCR

First

F: C1105 (5’- GGGTTCATCGACATCTCCGCG - 3’ )

430 bp F: C1106 (5’- AGGTCGCTGCGCATGCCAATC - 3’)

Nested

F: C1073 (5’- AATGCCGTGACCTACTTTGC - 3’)

167 bp R: C1074 (5’- GATCTTAACACGCAGCCACA - 3’)

3. Prosedur Kerja

Ekstraksi (DNA)*

- Keringkan spesimen menggunakan tissue steril. - Timbang sejumlah 20 miligram.

- Masukkan ke dalam tabung mikro steril berukuran 1,5 ml, lalu beri 600 μl reagen DTAB.

- Haluskan spesimen menggunakanpestle.

- Inkubasi pada 75oC selama 5 menit. Setelah selesai dinginkan tabung mikro sampai suhu ruang.

- Tambahkan 700 mikroliter kloroform ke dalam tabung mikro. - Vorteks selama 10 detik.

- Sentrifugasi pada 12 000 rpm selama 5 menit.

- Pindahkan cairan bening yang terdapat di bagian atas tabung mikro ke dalam tabung mikro yang baru.

- Tambahkan 100 μl reagen CTAB dan 900 μl dd. H2O ke dalam tabung mikro yang baru (poin 9).

- Vorteks selama 10 detik.

- Inkubasi pada 75oC selama 5 menit. Setelah selesai, turunkan suhu tabung sampai suhu ruang.


(52)

- Buang supernatan dengan hati-hati agar pelet tidak ikut terbuang.

- Larutkan pelet menggunakan 150 μl reagen Dissolve Solution. - Inkubasi pada 75oC selama 5 menit. Setelah selesai, turunkan suhu

tabung mikro sampai suhu ruang.

- Sentrifugasi pada 12 000 rpm selama 5 menit.

- Pindahkan cairan bening di bagian atas tabung mikro ke dalam tabung mikro yang baru.

- Tambahkan 300 µl Ethanol PA 95%. - Vorteks selama 10 detik.

- Sentrifugasi pada 12 000 rpm selama 5 menit.

- Buang supernatan, lalu keringkan pelet dengan cara membalik tabung di atas kertas tissue steril.

- Tambahkan TE Buffer sebanyak 100 µl

- Simpan pada suhu -200C sampai akan digunakan dalam amplifikasi.

* Dapat menggunakan ekstrasi DNA lainnya. 3.1. First Step

- Buat master mix berisi campuran primer C1105(F), C1106 (R),

Go Taq Green, NFW ditambah 2 kontrol (+/-) untukfirst step. - Beri label pada microtube 0.2 ml sesuai dengan kebutuhan

sampel dan kontrol.

- Siapkan volume master mix (n+1, n= jumlah reaksi) lebih banyak dari volume yang dibutuhkan dengan formulasi. Komposisi reagen untuk setiap proses amplifikasi dapat di lihat pada tabel di bawah ini :


(53)

Table 6. Komposisi MastermixPCR

Komponen Volume (µl)

10µ M F 1

10µ M R 1

Go Taq Green 12.5

Template (DNA)* 4

NFW 6.5

Total Per Reaksi 25

- Distribusikan master mix pada tiap tabung reaksi @ 21 mikroliter

- Template DNA dan control negative berupa NFW dimasukkan sebanyak 4 mikroliter/reaksi kecuali control positive.

- Amplifikasi dalam mesin PCR sesuai profil amplifikasi first step

Megalocityvirusseperti table dibawah ini.

Tabel 7. Profil AmplifikasiFirstPCR

Siklus Temperature Waktu

1 950C 15 menit

30 94

0C 30 detik

55 30 detik

720C 1 menit

1 720C 7menit

Ukuran Amplicon 430 bp

3.2. Nested Cara Kerja

- Primer C1073 (F), C1074 (R), Go Taq Green, dan NFW dicampurkan sama dengan jumlah pada reaksi awal.

- Beri label pada microtube 0.2 ml sesuai dengan kebutuhan sampel dan kontrol.


(54)

- Master mix disiapkan dengan volume (n+1, n= jumlah reaksi) lebih banyak dari volume yang dibutuhkan kemudian master mix didistribusikan pada tiap tabung reaksi @ 23 µl. Komposisi reagen pada proses amplifikasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 8. Komposisi Mastermix Nested PCR

Komponen Volume (µl)

10µ M F 1

10µ M R 1

Go Taq Green 12.5

Template (DNA)* 2

NFW 8.5

Total Per Reaksi 25*

- Amplikon pada reaksi awal dimasukkan sebanyak @ 2µl/ reaksi.

- Amplifikasi dalam mesin PCR sesuai profil amplifikasi nested Megalocityviruspada tabel di bawah ini :

Tabel 9 Profil AmplifikasinestedPCR

Siklus Temperature Waktu

1 950C 15 menit

30 940C 30 detik

55 30 detik

720C 1 menit

1 720C 7 menit

Ukuran Amplicon 167 bp 4. Deteksi Produk PCR

- Konsentrasi agarose 1,5% w/v dalam TAE 1x. Tambahkan pewarna (SYBR Safe DNA /SYBR green) sebelum agar dituang/dicetak.

- Masukkan secara beruntun marker/ladder, amplikon sampel, dan control +/- ke dalam sumur gel sebanyak 8-15µl secara perlahan. Volume disesuaikan dengan dalamnya lubang sumur.


(55)

- Elektroforesis dilakukan dengan kekuatan listrik 100-150 V selama ± 30 menit.

- Amati gel agar dibawah sinar UV untuk melihat visualisasi pita DNA.

- Bandingkan berat molekul target dengan marker yang digunakan.

- Dokumentasikan dengan UV Doc.

5. Intepretasi Hasil PCR

PadaFirst stepPCR amplikon yang di elektroforesis dikatakan positif jika terbaca atau terdapat pita tunggal pada 430 bp. Dan untuk nested

PCR dikatakan positif jika terbaca atau terdapat pita tunggal pada 167 bp.

6. Referensi :

Rimmer AE, Becker JA, Tweedie A, Whittington RJ (2012). Development of a Quantitative Polymerase Chain Reaction (qPCR) Assay for the Detection of Dwarf Gourami Iridoviruses (DGIV) and other Megalocytiviruses and Comparison with the Office International des Epizooties (OIE) Reference Protocol. Aquaculture 358-359:155−163.

Mohr. Peter G, Nicholas J. G. Moody, Lynette M. Williams, John Hoad, David M. Cummins, Kelly R. Davies, Mark StJ. Crane. 2015. Molecular Confirmation of Infectious Spleen And Kidney Necrosis Virus (ISKNV) in Farmed and Imported Ornamental Fish in Australia. Diseases of Aquatic Organisms. Dis Aquat Org. Vol. 116: 103–110.


(56)

Lampiran 5. Format Laporan SurveilanMegalocytivirus

I. Judul

II. Latar Belakang

- Permasalahan terkait dengan penyakit, kerugian secara ekonomi

- Perlunya dilakukan kegiatan surveilan

- Target patogen

- Target lokasi III. Tujuan

IV. Output V. Outcome VI. Metode

- Analisa sampel

- Jumlah dan cara pengambilan sampel

- Analisa data

- Implementasi pengambilan sampel, siapa pelaku, laboratorium analisa, cara/prosedur data dikirimkan ke yang berkepentingan VII. Hasil dan Pembahasan

- Hasil analisa deskriptif kualitatif terkait dengan jumlah sampel masuk, proporsi sampel, prevalensi penyakit

- Hasil analisa faktor risiko VIII. Kesimpulan dan saran

IX. Rekomendasi

- Tindak lanjut hasil surveilan

- Cara pengendalian penyakit

- Upaya menurunkan prevalensi dan penetapan area bebas penyakit


(57)

Lampiran 6. Jadwal Pelaksanaan SurveilanMegalocytivirus

2015 2016 2017

Des Jan Feb Mart Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov

Surveilence 4 bln (2x)

E1 E2

S1 S2

survei 8 bln (2x)

E3 E3 E4 E4

S3 S4

Survei 12 bln (3 x)

E5 E5 E6 E6 E7 E7

S5 S6 S7

Survei 24 bulan (4 x)

E8 E8 E8 E9 E9 E9 E10 E10 E10


(58)

PUSAT KARANTINA DAN KEAMAN Jalan Medan Merdeka Timur No. 16 Gedung Mina Bahari II Lantai 6 Jaka

AMANAN HAYATI IKAN No. 16


(1)

Table 6. Komposisi MastermixPCR

Komponen Volume (µl)

10µ M F 1

10µ M R 1

Go Taq Green 12.5

Template (DNA)* 4

NFW 6.5

Total Per Reaksi 25

- Distribusikan master mix pada tiap tabung reaksi @ 21 mikroliter

- Template DNA dan control negative berupa NFW dimasukkan sebanyak 4 mikroliter/reaksi kecuali control positive.

- Amplifikasi dalam mesin PCR sesuai profil amplifikasi first step Megalocityvirusseperti table dibawah ini.

Tabel 7. Profil AmplifikasiFirstPCR

Siklus Temperature Waktu

1 950C 15 menit

30 94

0C 30 detik

55 30 detik

720C 1 menit

1 720C 7menit

Ukuran Amplicon 430 bp

3.2. Nested Cara Kerja

- Primer C1073 (F), C1074 (R), Go Taq Green, dan NFW dicampurkan sama dengan jumlah pada reaksi awal.

- Beri label pada microtube 0.2 ml sesuai dengan kebutuhan sampel dan kontrol.


(2)

Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut 44

- Master mix disiapkan dengan volume (n+1, n= jumlah reaksi) lebih banyak dari volume yang dibutuhkan kemudian master mix didistribusikan pada tiap tabung reaksi @ 23 µl. Komposisi reagen pada proses amplifikasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 8. Komposisi Mastermix Nested PCR

Komponen Volume (µl)

10µ M F 1

10µ M R 1

Go Taq Green 12.5

Template (DNA)* 2

NFW 8.5

Total Per Reaksi 25*

- Amplikon pada reaksi awal dimasukkan sebanyak @ 2µl/ reaksi.

- Amplifikasi dalam mesin PCR sesuai profil amplifikasi nested Megalocityviruspada tabel di bawah ini :

Tabel 9 Profil AmplifikasinestedPCR

Siklus Temperature Waktu

1 950C 15 menit

30 940C 30 detik

55 30 detik

720C 1 menit

1 720C 7 menit

Ukuran Amplicon 167 bp

4. Deteksi Produk PCR

- Konsentrasi agarose 1,5% w/v dalam TAE 1x. Tambahkan pewarna (SYBR Safe DNA /SYBR green) sebelum agar dituang/dicetak.

- Masukkan secara beruntun marker/ladder, amplikon sampel, dan control +/- ke dalam sumur gel sebanyak 8-15µl secara perlahan. Volume disesuaikan dengan dalamnya lubang sumur.


(3)

- Elektroforesis dilakukan dengan kekuatan listrik 100-150 V selama ± 30 menit.

- Amati gel agar dibawah sinar UV untuk melihat visualisasi pita DNA.

- Bandingkan berat molekul target dengan marker yang digunakan.

- Dokumentasikan dengan UV Doc.

5. Intepretasi Hasil PCR

PadaFirst stepPCR amplikon yang di elektroforesis dikatakan positif jika terbaca atau terdapat pita tunggal pada 430 bp. Dan untuk nested PCR dikatakan positif jika terbaca atau terdapat pita tunggal pada 167 bp.

6. Referensi :

Rimmer AE, Becker JA, Tweedie A, Whittington RJ (2012). Development of a Quantitative Polymerase Chain Reaction (qPCR) Assay for the Detection of Dwarf Gourami Iridoviruses (DGIV) and other Megalocytiviruses and Comparison with the Office International des Epizooties (OIE) Reference Protocol. Aquaculture 358-359:155−163.

Mohr. Peter G, Nicholas J. G. Moody, Lynette M. Williams, John Hoad, David M. Cummins, Kelly R. Davies, Mark StJ. Crane. 2015. Molecular Confirmation of Infectious Spleen And Kidney Necrosis Virus (ISKNV) in Farmed and Imported Ornamental Fish in Australia. Diseases of Aquatic Organisms. Dis Aquat Org. Vol. 116: 103–110.


(4)

Petunjuk Teknis Surveilan Megalocytivirus pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut 46

Lampiran 5. Format Laporan SurveilanMegalocytivirus

I. Judul

II. Latar Belakang

- Permasalahan terkait dengan penyakit, kerugian secara ekonomi - Perlunya dilakukan kegiatan surveilan

- Target patogen - Target lokasi III. Tujuan

IV. Output V. Outcome VI. Metode

- Analisa sampel

- Jumlah dan cara pengambilan sampel - Analisa data

- Implementasi pengambilan sampel, siapa pelaku, laboratorium analisa, cara/prosedur data dikirimkan ke yang berkepentingan VII. Hasil dan Pembahasan

- Hasil analisa deskriptif kualitatif terkait dengan jumlah sampel masuk, proporsi sampel, prevalensi penyakit

- Hasil analisa faktor risiko VIII. Kesimpulan dan saran

IX. Rekomendasi

- Tindak lanjut hasil surveilan - Cara pengendalian penyakit

- Upaya menurunkan prevalensi dan penetapan area bebas penyakit


(5)

Lampiran 6. Jadwal Pelaksanaan SurveilanMegalocytivirus

2015 2016 2017

Des Jan Feb Mart Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov

Surveilence 4 bln (2x)

E1 E2

S1 S2

survei 8 bln (2x)

E3 E3 E4 E4

S3 S4

Survei 12 bln (3 x)

E5 E5 E6 E6 E7 E7

S5 S6 S7

Survei 24 bulan (4 x)

E8 E8 E8 E9 E9 E9 E10 E10 E10


(6)

PUSAT KARANTINA DAN KEAMAN

Jalan Medan Merdeka Timur No. 16 Gedung Mina Bahari II Lantai 6 Jaka Telp.: (021)3513277, Faks.: (021) 3

AMANAN HAYATI IKAN

No. 16

6 Jakarta Pusat 10110 021) 3513275