x
Inilah “suara dari dalam” yang dikemukakan untuk kaum liberal Arab dan Muslim dalam rangka membangun jembatan antara mereka
dengan  para  pendahulunya  dan  menekankan  bahwa  liberalisme sesungguhnya  memiliki  akar  sejarah  yang  sangat  dalam  dan  kuat
dalam pemikiran politik Arab.
2. Pemilihan Penulis dan Naskah
Walaupun gagasan-gagasan liberal terlihat tidak banyak dan jauh dalam sejarah pemikiran Arab, namun dengan pengamatan yang jeli
terhadap warisan itu akan ditemukan sejumlah pemikir dan naskah yang bisa dimasukkan ke dalam lingkup bacaan mengenai liberalisme
Arab.  Beberapa  di  antaranya  yang  paling  terkenal  dan  terkemuka telah dipilih berdasarkan tiga dimensi.
Yang  pertama  adalah  dimensi  waktu.  Dengan  perkecualian  Ibn Khaldun, pemikir yang telah mendahului yang lain dengan analisisnya
mengenai pengaruh pajak dan aktivitas negara dalam ekonomi pada abad  ke-14,  kerangka  waktu  dari  para  penulis  dan  naskah-naskah
terentang dari tahun 1830, ketika Rifa’a Rai’ al-Tahtawi menerbitkan
catatannya  mengenai  Paris  yang  pernah  ia  diami  dan  komentar mengenai sistem politik dan Konstitusi Perancis, sampai kepada Taha
Husayn  pada  tahun  1940an  yang  mengusulkan  demokrasi  sosial- liberal. Di antara itu, puncak pemikiran liberal Arab dapat ditemukan
pada in  de  slècle,  ketika  sejumlah  buku  yang  paling  berpengaruh
dari Muhammad Abduh, Qasim Amin, Farah Antun dan Abd Rahman al-Kawakibi terbit.
Dimensi  kedua  adalah geograi.  Kendati,  untuk  alasan  politik
pada  waktu  itu,  pusat  Kebangkitan  Arab  tentu  saja  adalah  Mesir, para pemikir dari Arab Maghrib Arab Barat Afrika Utara, pent. dan
Mediterania Timur telah dimasukkan untuk menjustiikasi buku-buku
tersebut  sebagai  “Sejarah  pemikiran  Arab”  dan  bukan  “Mesir.”  Ibn Khaldun berasal dari Maghrib Afrika Utara dan Sulaiman al-Bustani
xi
dari Mediterania Timur. Yang lain, seperti Farah Antun, berasal dari Lebanon tapi kemudian pindah ke Mesir yang pada waktu itu sedang
menerbitkan  lebih  banyak  buku-buku  hukum  liberal  dan  audiens yang lebih besar daripada Suriah.
Yang ketiga dan mungkin dimensi yang paling penting tentu saja adalah  isi.  Naskah  yang  merangkum  keseluruhan  debat  pemikiran
liberal dan semua topiknya telah dimasukkan. Pada buku ini dibagi ke dalam tujuh bab.
3. Konteks Kesejarahan
Pada ekspedisi Perancis 1798, yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte, untuk  pertama  kalinya  di  masa  modern,  tentara  Eropa  mengin-
jakkan kaki di jantung dunia Arab dan Islam. Berbeda dengan upaya orang-orang Eropa sebelumnya, pasukan Perancis kali ini membawa
gagasan-gagasan  revolusi  Perancis  untuk  disebarluaskan  di  Mesir. Kendati bukan hanya karena alasan itu, kehadiran Perancis di Mesir
adalah untuk menanamkan pengaruhnya dan menjadi titik masuk bagi para intelektual Arab dan Muslim untuk bertanya “apa yang salah?”
Dampaknya selanjutnya adalah bahwa penguasa-penguasa Turki Usmani, Tunisia dan Mesir kemudian mengirim misi ke Eropa untuk
mempelajari teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Meski misi ini tidak serta merta menerjunkan mereka ke dalam sains modern namun
mereka mulai membaca Voltaire, Montesquieu dan Rousseau ketika mereka di Perancis. Akibatnya, ketika mereka kembali ke negeri mereka
masing-masing  mereka  mempengaruhi  kehidupan  politik  lokal  dan membangun pusat-pusat studi yang dari situ muncul generasi baru
pemikir-pemikir  liberal.  Dalam  kasus  Mesir,  Tahtawi  mengawalinya pada  tahun  1834.  Tidak  lama  setelah  itu,  dia  mendirikan  “Sekolah
Bahasa”  yang  dari  sana  sejumlah  karya  terjemahan  yang  sangat penting kemudian mengisi toko-toko buku di Mesir.