Kompetensi Kepribadian Materi Pasca Sertifikasi Kompetensi Kepribadian Guru

 Keikutsertaan Dalam Forum Ilmiah 20  Penghargaan Yang Relevan Dengan Bidang Pendidikan 31 Fakta ini memberikan penjelasan pada kita bahwa selama ini memang etos kerja guru masih jauh dari kesan profesional. Bahkan bisa dikatakan bahwa guru tidak secara gigih memberdayakan dirinya untuk mampu tampil sebagai orang profesional. Hal ini tidak ada yang bisa merubahnya kecuali niat baik dan ketulusan para guru sendiri. Sebab apapun aturannya bagaimanapun prosedurnya jika guru tidak memiliki kesadaran kritis untuk berlaku jujur, bertanggung jawab dan profesional maka harapan tentang peningkatan mutu guru dan mutu pendidikan hanyalah impian belaka.

d.Kompetensi Kepribadian

Sadar tentang rendahnya kualitas kepribadian guru, maka pemerintah melalui Permendiknas No 16 Tahun 2007 ini secara eksplisit menegaskan sejumlah standar kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, termasuk kompetensi kepribadian. Dalam Permendiknas No 16 Tahun 2007 ada lima 5 dimensi kepribadian yang harus dimiliki seorang guru yakni sebagai berikut: No Dimensi Indikator 1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender. Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat, serta kebudayaan nasional Indonesia yang beragam 6 2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi. Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan, dan akhlak mulia. Berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya. 3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa. 4. Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi. Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri. Bekerja mandiri secara profesional. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 5. Menjunjung tinggi kode etik Guru Memahami kode etik profesi guru. Menerapkan kode etik profesi guru. Berperilaku sesuai dengan kode etik guru. Rumusan dalam dimensi dan indicator kompetensi kepribadian yang harus dimiliki guru sudah cukup jelas; yang menarik untuk 7 dicermati adalah mengapa sampai lahir rumusan kompetensi kepribadian semacam itu. Ada sejumlah fakta empiris yang menjadi tilikan rendahnya “ketaqwaan” guru yang itu membawa implikasi pada kesalahan- kesalahan dalam memperlakukan atau mendidik. Contoh; guru sering mengeluh bahwa sekolahnya adalah sekolah pinggiran sehingga inputnya buruk. Oleh karenanya sulit untuk mencapai prestasi. Pernyataan seperti itu jelas menunjukkan rendahnya keimanan seorang guru yang “menilai” murid sebagai ciptaan Tuhan sebagai individu yang buruk. Padahal semua agama mengajarkan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan adalah makhluk yang sempurna. Stigma negative yang dilekatkan guru kepada muridnya jelas suatu hal yang salah dan tidak boleh terjadi. Guru lah yang semestinya lebih cermat menemukan potensi siswa dan memfasilitasi agar potensinya berkembang optimal. Sebagaimana tertuang dalam teori multiple intelligence yang disampaikan Gardner bahwa semua anak adalah jenius di bidangnya masing-masing. Hal ini menguatkan pendapat kalangan pendidik humanis yang meyakini setiap anak punya potensi hebat, tergantung bagaimana guru mengelobarasi dan membantu perkembangannya. Celakanya yang terjadi justru guru sering “menyalahkan” murid tanpa ada usaha yang riil bagaimana menjadikan murid lebih hebat. Hal lain yang juga bisa menjadi tilikan rendahnya ketaqwaan guru adalah perlakukan diskriminatif terhadap murid-murid nya. Salah satu titik lemah kepribadian guru saat ini adalah kurangnya keberanian guru untuk bertindak jujur, berakhlak mulia dan bisa diteladani murid-muridnya serta masyarakat sekitar. Tengok saja maraknya sejumlah pemalsuan dokumen portofolio, PAK, mark up nilai demi kelulusan siswa meski atas restu Kasek dan Kadis jelas hal itu bukanlah cerminan kejujuran, ketaqwaan yang pantas diteladani 8 Stabilitas emosi dan kedewasaan kepribadian adalah juga problem yang harus diatasi para guru. Fenomena saat ini menunjukkan guru belum sepenuhnya mampu menampilkan diri sebagai pribadi yang otonom dan stabil emosnya. Buktinya, guru masih mudah dipengaruhi, diprovokasi, diintimidasi untuk melakukan berbagai demo mensukseskan berbagai agenda politik seperti pemilihan DPD, Pilkada, demo pembubaran Dirjen PMPTK. Guru masih sering merasa takut dan terancam atas kondisi politik yang menyeret mereka sebagai basis kekuatan massa padahal hal itu tidak ada hubungannnya dengan kinerja professional. Jika guru memiliki kedewasaan dan stabilitas emosi maka mereka mestinya berani menolak bahkan melawan. Guru hanya boleh takut kepada Tuhan dan UU yang mengatur perilaku guru, bukan kepada pihak lain. Guru harus belajar mengembangkan diri mencapai kedewasaan kepribadian yang mantap. Guru harus lebih banyak belajar untuk menjadi pribadi yang dewasa dan otonom, sehingga tidak perlu lagi bekerja bergantung pada Juklak dan Juknis, ancaman dan himbauan dari atasan. Idealnya guru harus mampu mengelola perubahan diri sendiri atas dasar kesadaran kritis demi tercapainya kinerja professional dalam derajat yang optimal. Wilayah lain yang harus diperbaiki di kalangan guru adalah etos kerja, kebanggan terhadp profesi dan tanggungjawab profesi. Harus jujur diakui bahwa saat ini ada 2.7 juta orang menyandarkan hidupnya pada profesi guru, namun sangat sedikit dari jumlah itu yang secara sadar dan bertanggungjawab berbuat sesuatu untuk “menghidupi” dan “menghidupkan” profesi guru. Seringkali mereka masih mengaku ‘terpaksa” menjadi guru dan tidak bangga menjadi guru. Kondisi kepribadian ini berdampak pada lemahnya etos kerja, rasa percaya diri yang dalam prakteknya potensial menumbuhkan sikap pesimistis yang melahirkan kinerja rendah, kinerja asal-asalan yang jauh dari citra sebagi pribadi yang punya tanggungjawab tinggi terhadap profesi. 9 Tengok saja, malasnya para guru menyiapkan perangkat pembelajaran, suka datang ke sekolah terlambat dan pulang lebiih awal, tidak mengoreksi pekerjaan siswa dengan cermat dan adil, malas membuat RPP RPP copy paste, adalah contoh buruknya tanggungjawab, etos kerja dan kebanggan terhadap profesi. Etika profesi adalah juga wilayah yang tidak banyak dihidupi para guru. kemalasan untuk membaca, kemalasan untuk terus belajar guna menemukan metode kerja yang lebih maju, lebih sesuai dengan tentang etos kerja. Guru ternyata bukanlah pribadi yang rajin belajar sebagaimana mereka sering menganjurkan dan menuntut muridnya untuk rajin belajar. Self efficacy yang dimiliki guru umumnya rendah sehingga mereka tidak termotivasi untuk mencari strategi baru dalam menjalankan tanggungjawab profesionalnya.

e.Strategi Peningkatan Kompetensi Kepribadian