memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Berdasarkan pemahaman mengenai zakat dan infaq seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, namun perlulah kita ketahui bahwa rezeki dan berkah
yang diberikan Allah tidak serta merta tanpa aturan-aturan yang membatasinya. Dalam hal ini adalah bagaimana manusia dapat memenuhi
kebutuhannya dan dapat membatasi apa yang menjadi keinginannya. Selanjutnya, bagaimana manusia dapat hidup dengan kesejahteraan diri sendiri
dan keluarga juga dalam mensejahterakan hidup orang lain. Hal ini dapat tercermin dari bagaimana seseorang menghabiskan pendapatan yang ia terima,
untuk apa pendapatan yang ia terima, alangkah menjadi sangat darmawan jika seseorang menghabiskan pendapatan yang ia terima untuk konsumsi dunia dan
konsumsi akhirat. Selanjutnya akan dibahas rumusan yang dapat menggambarkan konsumsi sesorang yang akan berpengaruh terhadap
pendapatan yang akan ia terima.
3. Teori Konsumsi Islami a. Pengertian Teori Konsumsi Islami
Dalam buku Ekonomi Islam, P3EI UII membedakan konsumsi kedalam dua kategori, yaitu konsumsi yang ditujukan untuk ibadah dan
konsumsi untuk memenuhi kebutuhankeinginan manusia semata. Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau
menggunakan harta di jalan Allah fii sabilillah. Konsumsi ibadah ini
23
meliputi belanja untuk keperluan jihad, sedekah, wakaf dan jenis ibadah lainnya. Sedangkan konsumsi duniawi adalah ketika kegiatan duniawi
diniatkan untuk beribadah, maka di samping kegiatan itu akan memberikan manfaat bahkan juga akan memberikan berkah bagi
pelakunya P3EI UII, 2008.
Fungsi Kesejahteraan, Maximizer dan Utilitas oleh Imam Al- Ghazali
Seorang ulama besar, Imam Al-Ghazali yang lahir pada tahun
4501058 M, telah memberikan sumbangan yang besar dalam pengembangan dan pemikiran dalam dunia Islam. Sebuah tema yang
menjai pangkal tolak sepanjang karya-karyanya adalah konsep maslahat, atau kesejahteraan sosial atau utilitas “kebaikan bersama”, sebuah
konsep yang mencakup semua urusan manusia, baik urusan ekonomi maupun urusan lainnya, dan yang membuat kaitan yang erat antara
individu dengan masyarakat Karim, 2007. Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan maslahah dari suatu masyarakat
tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: 1 agama Al-dien, 2 hidup atau jiwa an-nafs, 3 keturunan nasl, 4
harta maal, 5 akal aql. Ini menitikberatkan bahwa sesuai tuntunn wahyu, “Kebaikan dunia ini dan akhirat maslahat al-din wa al dunya
merupakan tujuan utamanya”. Al-Ghazali memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian dari
tugas-tugas kewajiban sosial Fard al Kifayah yang sudah ditetapkan Allah: jika hal-hal ini tidak dipenuhi, kehidupanndunia akan runtuh dan
kemanusiaan akan binasa. Selanjutnya ia mengidentifikasi tiga alasan
24
mengapa seseorang harus melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi: 1 mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan; 2 mensejahterakan
keluarga; 3 membantu orang lain yang membutuhkan. Jelaslah bahwa Al-Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk
mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhannya untuk persiapan di masa depan.
1 Urgensi, Tujuan dan Etika Konsumsi Islami a Urgensi Konsumsi Islami
Beberapa hal yang melandasi perilaku seseorang muslim dalam berkonsumsi adalah berkaitan dengan urgensi, tujuan, dan etika
konsumsi. Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi.
Oleh sebab itu, sebagian besar konsumsi akan diarahkan kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia Arif, 2006.
b Tujuan Konsumsi Islami
Pencapaian mashlahah merupakan tujuan dari syariat Islam Maqashid Syariah yang tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan
konsumsi P3EI UII, 2008, 128. Dikutip dalam buku Ekonomi Islam oleh P3EI UII 2008, 129
dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan
mashlahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah
yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang berasal dari Allah adalah
25
sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi.
Kandungan mashlahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian pula dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen akan
mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya P3EI UII, 2008.
c Etika Konsumsi Islami Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah itu milik semua manusia
dan suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu berada di tangan orang-orang tertentu. Namun, bukan berarti
mereka dapat memanfaatkannya. 2 Prinsip-prinsip Dasar dalam Konsumsi Menurut Islam
Konsumsi Islam senantiasa memerhatikan halal-haram, komitmen dan konsekuen dengan kaidah-kaidah dalam hukum-hukum syariat yang
mengatur konsumsi agar mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal mungkin dan mencegah penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak
mudharat baik bagi dirinya maupun orang lain. Adapun kaidahprinsip konsumsi Islami menurut Al-Haritsi 2006:
a Prinsip Syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi dimana terdiri dari :
Prinsip aqidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana
untuk ketaatan beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai makhluk yang mendapatkan beban khalifah
dan amanah dibumi yang nantinya diminta pertanggung jawaban oleh penciptanya.
Prinsip ilmu, yaitu seseorang ketika akan mengkonsumsi harus
tahu ilmu tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukum-
26
hukum yang berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram, baik ditinjau dari prosesnya maupun
tujuannya
Prinsip amaliyah, sebagai konsekuensi aqidah dan ilmu yang telah diketahui tentagn konsumsi islami tersebut. Seseorang
ketika sudah beraqidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal atau subhat
b Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah diketahui, dijelaskan dalam syariat Islam, diantaranya:
Konsumsi secukupnya, tidak pelit namun juga tidak bermewah-
mewahan
Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang
dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang
Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan untuk konsumsi namun juga disimpan untuk
kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri c Prinsip prioritas, dimana memperhatikan urutan kepentingan yang
harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:
Primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat hidup dan menegakkan kamaslahatan dirinya
dunia dan agamanya
Sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah meningkatkan tingkat kualitas hidup yang lebih baik
Tertier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang jauh
lebih membutuhkan
27
d Prinsip sosial, yaitu memerhatikan lingkungan sosial disekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat,
diantaranya:
Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong
Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam konsumsi
Tidak membahayakan orang lain, yaitu dalam mengkonsumsi
justru tidak merugikan dan memberikan mudharat ke orang lain e Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai
dengan kondisi potensi daya dukung sumber daya alam dan berkelanjutan atau tidak merusak lingkungan
f Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak mencerminkan etika konsumsi Islami.
Monzer Kahf 1995 mengembangkan pemikiran tentang konsumsi
dengan memperkenalkan final spending FS sebagai variabel standar dalam melihat kepuasan maksimum yang diperoleh konsumen muslim.
Kahf membagi konsumsi dengan dua kategori, yaitu konsumsi dunia dan konsumsi akhirat. Salah satunya dengan melihat adanya asumsi
bahwa secara khusus zakat dipandang sebagai sebuah bagian dari struktur sosio-ekonomi. Kahf berasumsi bahwa zakat suatu keharusan
bagi muzakki. Oleh karena itu, meskipun zakat merupakan spending yang memberikan keuntungan, namun karena dari sifat zakat yang
tetap, maka diasumsikan diluar final spending. Monzer Kahf 1995 menyebutkan bahwa dengan adanya zakat,
maka hasrat konsumsi rata-rata dan hasrat marjinal dalam jangka pendek akan menurun. Akan tetapi penurunan ini lebih kecil di
ekonomi Islam dibandingkan dengan ekonomi non-Islam yang tidak
28
punya tindakan fiskal yang sama, tetapi dalam jangka panjang tingkat konsumsi masyarakat akan mengalami peningkatan, ini disebabkan
oleh : a. Taraf hidup masyarakat zakat akan meningkat. Penurunan
konsumsi tersebut karena permintaan akan barang-barang mewah akan menurun
b. Permintaan akan barang-barang pokok dari masyarakat tersebut akan meningkat seiring meningkatnya taraf hidup masyarakat yang
menerima zakat. Persamaan sederhana final spending terhadap pendapatan muzakki
menjadi : Y = FS + S dimana FS = Cd + Czis
Di mana : Y = Pendapatan Muzakki
FS = Final Spending S = Tabungan
Cd = Konsumsi untuk Dunia Czis = Konsumsi untuk Zakat, Infaq, Sedekah
Selanjutnya, dari semua teori yang telah dipaparkan, kunci dari suatu kesuksesan atau kunci utama dalam menghadirkan rezeki-rezeki itu adalah
bekerja keras atau usaha yang tekun dan diiringi dengan do’a serta selalu bertawakal dan berserah diri dengan apa yang akan terjadi kedepannya.
Dan semua itu harus didasari dengan menafkahkan diri di jalan Alah, karena bahwasanya siapa saja yang bertakwa kepada Allah SWT, maka
iadalam kondisi sedang dan akan diberi jalan keluar oleh Allah SWT. Seperti yang telah digariskan Allah SWT dalam Al-Qur’an dalam suratAl-
Baqarah ayat 261:
29
Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki.Dan
Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui. Dan selanjutnya dijelaskan lebih jauh dalam QS ath-Thalaaq ayat 3 :
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
4. Penelitian Terdahulu