BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Zakat dan Infaq
Para ulama membedakan sedekah kedalam dua macam yaitu sedekah wajib dan sedekah sunnah. Sedekah wajib umumnya disebut zakat, baik itu zakat fitrah
maupun zakat maal sebagaimana dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 Nasution, 1992.
1. Zakat Sedekah Wajib a. Pengertian Zakat
Ibn Rusyd dikutip dari Ibrahim 1972 mengartikan zakat ditinjau dari segi bahasa merupakan kata yang berarti kesuburan, kesucian,
keberkahan, dan kebaikan yang banyak. Bila seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, maka berarti orang itu
lebih banyak mempunyai sifat yang baik. Seorang itu zaki, berarti seseorang yang memiliki lebih banyak sifat baik, dan kalimat “hakim-
zaka-saksi” berarti hakim menyatakan jumlah saksi-saksi diperbanyak Qardawi, 1973.
Dalam pengertian lain, zakat juga berarti tumbuh, berkembang, kesuburan atau bertambah HR. Tarmizi atau pula berarti membersihkan
atau mensucikan. Yakni bahwa harta seseorang itu bisa berkembang dengan mendistribusikan sebagiannya kepada orang lain, setidaknya
bagian yang diberikan kepada orang lain itu bisa berkembang, minimal
7
alokasi pemanfaatannya yang tidak semata untuk dia dan keluarganya, tetapi orang lain yang juga sangat membutuhkan Nata, dkk, 1999.
Pertumbuhan sebagai makna dari kata zakat di atas mengandung pengertian bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan membawa
dampak pada pertumbuhan kekayaan wealth seorang muzakki. Secara fisik tampak harta berkurang dengan dikeluarkan zakat, namun secara
hakekat harta terus tumbuh dan berkembang di bawah sinaran kebesaran Allah Muhammad dan Abubakar, 2011, 11. Zakat manyucikan harta dan
jiwa pemilik harta dari sifat tamak, kikir dan cinta harta benda yang berlebihan Saud, 1976 dikutip dari Muhammad dan Abubakar 2011, 11.
Secara istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat Abdurrahim,
dan Mubarak, 2002. Menurut hukum Islam, zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut syarat-syarat yang
tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu Al Mawardi dalam kitab Hawiy. Seperti yang dapat kita temui pada Al-Qur’an surat at-
Taubah ayat 60 :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
8
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Adapun 8 ashnaf mustahik alias golongan yang berhak menerima
zakat adalah: 1 Fakir alias tidak memiliki penghasilan, 2 Miskin alias orang yang berpenghasilan tetapi tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari,
3 Amil Zakat alias panitia zakat, 4 Riqab alias hamba sahaya atau budak bukan asisten rumah tangga, 5 Gharim alias orang yang sedang
terlilit hutang, 6 Muallaf alias orang yang baru saja masuk Islam, 7 Fii Sabilillah alias orang yang berjuang dijalan Allah, termasuk disini seperti
Kyiai ayau guru yang kesehariannya memang tulus dan perjuangannya sangat terasa, 8 Musafir alias orang yang sedang dalam perjalanan jauh
Sholihin, 2016. Dari firman di atas, ada sebagian orang yang dikhususkan oleh Allah untuk menerima harta, sebagaian nikmat yang
diberikan untuk mereka. Selain itu, Allah menetapkan kepada mereka untuk mengeluarkan sebagian harta yang mereka miliki untuk diberikan
kepada orang yang tidak seberuntung mereka, sebagai perwakilan atau penyambung tangan Tuhan kepada kaum papa. Allah memang telah
menetapkan kepada setiap makhluk rezekinya masing-masing, bahkan untuk hewan sekalipun Al-Qurthubi, 2008, 403.
Bila seseorang memperhatikan ketentuan dan peraturan mengenai zakat dengan teliti, maka akan mudah baginya untuk mendapatkan enam
prinsip syariat yang mengatur zakat, yaitu Mannan, 1970 : a Prinsip Keyakinan
Karena membayar zakat adalah suatu ibadat dan dengan demikian hanya seorang yang benar-benar berimanlah yang dapat
9
melaksanakannya dalam arti dan jiwa yang sesungguhnya. Dalam beberapa ayat Allah memerintahkan shalat dan zakat pada mereka yang
iman pada Islam, seperti yang tertera dalam QS Al-Muzammil ayat 20: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasannya kamu berdiri
sembahyang kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua
malam atau sepertiganya dan demikian pula segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran
malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, karena Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah bagimu dai Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akanada di
antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu
10
perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh balasannya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar
pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
b Prinsip Keadilan Suatu kali Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Bagi hasil tanah yang diairi hujan dan mata air, atau yang
diairi air yang mengalir pada permukaan bumi ditentukan zakatnya sepersepuluh dari hasilnya, sedangkan bagi yang diairi
sumur, seperduapuluh dari hasilnya” Bukhari Hal ini mengikuti prinsip keadilan yang menyatakan bahwa makin
berkurang jumlah pekerjaan dan modal, maka makin berkurang pula tingkat pemungutan Siddiqi, 1948.
c Prinsip Produktivitas atau sampai batas waktunya Ibn Umar berkata :“Rasulullah saw bersabda : ‘barangsiapa
memperoleh kekayaan setelah satu tahun, berlaku zakat atasnya” Tarmidzi dan Mishkat.
Demikianlah zakat dibayar setiap tahun setelah mencapai nisabnya. Nisab berarti surplus minimum tahunan dari nilai 40 real atau dari
harta benda yang sama nilainya di atas pengeluaran yang diperlukan. Nisab berlaku pada zakat hanya bila telah sampai waktunya dan
produktif. Dan zakat dihapuskan bila pemiliknya meninggal dunia dan murtad.
d Prinsip Nalar Orang yang diharuskan membayar zakat adalah seorang yang
berakal sehat dan bertanggung jawab. Dari sinilah ada anggapan bahwa orang yang belum dewasa dan tidak waras bebas dari zakat
yang dalam hal ini adalah suatu ibadat.
11
e Prinsip Kemudahan Zakat diperoleh dari sifat pemungutan zakat dan sebagian
diperoleh dari hukum Islam tentang etika ekonomi. Mengenai pemungutan zakat, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada zakat
yang dibayarkan pada akhir tahun. f Prinsip Kebebasan
Yaitu seseorang harus menjadi manusia bebas sebelum dapat disyaratkan untuk membayar zakat. Karena itu, seorang budak atau
tawanan tidak diharuskan untuk membayar zakat bila dia dianggap tidak memiliki harta benda. Sesungguhnya seorang budak berhak
untuk memperoleh bantuan keuangan dari uang zakat yang mungkin dapat digunakannya untuk memperoleh kebebasan.
Secara lahiriah, zakat mengurangi nominal harta dengan mengeluarkannya, tetapi dibalik pengurangan yang bersifat zhahirini,
hakikatnya akan bertambah dan berkembang niliai intrinsik yang hakiki di sisi Allah di sisi Allah SWT.
Kemungkinan tafsir di bidang ekonomi yang akan berkembang ini adalah sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat-ayat Al-Qur’an seperti
dalam surat As-Saba’ ayat 39 :
Katakanlah :”sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan
menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. Dan barang
12
apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya
Selanjutnya terkandung dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 39:
Dan sesuatu riba tambahan yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba tersebut tidak
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka yang berbuat demikian itulah orang-orang yang melipat gandakan pahalanya
Kemudian bagian yang dikeluarkan setiap tahun berupa zakat dari
harta Muslim, akan menjadikan pendorong untuk menyumbangkan hartanya dan melipat-gandakan hasilnya, baik oleh dirinya maupun
bersama orang lain, sehingga tidak dimakan oleh zakat. Hasil yang berkembang ini, akan kembali kepada pemilik harta, sejalan dengan
sunnah Allah, dengan pembalasan yang berlipat-ganda Qardawi, 1973.
Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Allah SWT maupun yang hubungannya dengan sosial kemasyarakatan
diantara manusia, antara lain : menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah dengan sekedar untuk
13
memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi tersebut, akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT,
memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang- orang yang berkehidupan cukup, apalagi berkemewahan. Sedang dia
sendiri tidak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan diri mereka orang kaya kepadanya Centre for Entrepreneurship Development,
2005. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Daud Ali
1988, zakat merupakan sumber dana yang cukup potensial untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Tujuan zakat adalah:
a Mengangkat derajat fakir miskin dan membantu keluar dari
kesulitan hidup b Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para
gharimin, Ibnu Sabil dan mustahik lain c Membina tali persaudaraan sesama islam, dan umat manusia
d Menghilangkan sifat kikir dengan rakus pemilik harta e Membersihkan sifat iri dan dengki kecemburuan sosial di hati
orang-orang miskin f Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang
miskin g Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial, terutama pada
mereka yang mempunyai harta h Mendidik manusia untuk disipilin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya i Sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan
j Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana umat Islam, seperti sarana ibadah, penidikan, kesehatan, sosial, maupun ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia.
14
Bahkan orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas nama golongan fakir miskin maupun sabilillah Sabiq, 1968
k Untuk memasyarakatkan etika bisnis, zakat bahkan membersihkan harta, tetapi mengeluarkan sebagian hak orang lain dari harta yang
diusahakan dengan baik dan benar sesuai ketentuan Allah SWT l Sebagai instrumen pemerataan dan keadilan sosial, yakni membagi
secara adil dan merata kekayaan Allah SWT yang dititipkan kepada orang-orang yang dikehendakinya.
m Pendorong peningkatan produktivitas dan pemberdayaan ekonomi umat
n Sebagai pilar kebersamaan antara orang yang kaya dengan orang yang membutuhkan, zakat merupakan jaminan sosial yang
disyariatkan oleh ajaran agama Islam Ali, 1988. Kita bisa menarik sejarah yang diangkat dari poin ix yaitu sebagai
salah satu instrument pengentasan kemiskinan. Sebuah bentuk kesuksesan dari zakat yang bermula pada zaman Umar bin Khattab
Qasim, 2009 pada masa awal pertumbuhan konsep baitul maal yang dipelopori oleh Khalifah Umar bin Khattab pengelolaan zakat menjadi
otoritas pusat dengan model pemusatan atau sentralisasi. Sehingga pemerintah pusat menjadi lembaga yang bertanggung jawab atas
perubahan kondisi masyarakat, terutama dalam mengangkat harkat dan martabat kaum Dhuafa.Wibawa pemerintah dan ketaatan rakyat
menjadi harmonis seiring dengan imbangnya pengelolaan zakat kepada masyarakat. Pada masa Umar bin Khattab, sahabatnya yang bernama
Muadz bin Jabal yang menjabat sebagai Gubernur Yaman ditunjuk sebagai Ketua Badan Amil Zakat di Yaman. Konsekuensi dengan
15
model sentralisasi dipahami sebagai satu kewajiban ketaatan karena sistem dan infrastruktur yang telah dibangun. Pada tahun pertama,
Muadz mengirimkan 13 dari surplus dana zakat ke pemerintah pusat, lalu Khalifah Umar mengembalikan kembali untuk pengentasan
kemiskinan di daerah Yaman. Pada tahun ke dua Muadz kembali menyerahkan ½ hasil surplus zakat ke pemerintah pusat dan di tahun
ke tiga Muadz menyerahkan sepenuhnya zakat yang terkumpul ke pemerintah pusat karena sudah tidak ada lagi orang yang menerima
zakat, sudah tidak ada lagi orang yang menjadi Mustahik. Hal ini pun berlanjut ketika masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Bani
Umayyah. Pemimpin yang mengoptimalkan potensi Zakat, Infaq, Sedekah sebagai kekuatan solusi pengentasan kemiskinan di
negerinya. Hal ini terbukti dengan hanya 2 tahun 6 bulan dengan pengelolaan dan sistem yang profesional, komperhensif dan universal
membuat negerinya makmur dan sejahtera tanpa ada orang yang miskin.
Hukum Zakat Hukum membayar zakat adalah wajib sesuai yang tertera dalam QS
Al-Baqarah:43 :
Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’
Semua ayat dan hadits di atas adalah tentang zakat, tetapi diungkapkan
dengan istilah shadaqah. Namun dalam penggunaan sehari-hari kata
16
sedekah itu disalahartikan, yaitu hanya berarti sedekah yang diberikan kepada pengemis dan peminta-minta. Tetapi hal itu tidak boleh membuat
kita lupa bagaimana sebenarnya pengertian satu kata dalam bahasa Arab pada zaman Qur’an turun. Kata shadaqah sesungguhnya berasal dari kata
Shidq yang berarti benar Qardawi, 1973. Menurut pendapat Yusuf Qardawi 1973, oleh karena itulah Allah
menggabungkan kata “memberi” dan “kikir” dengan “dusta” dalam firman-Nya Al-Qur’an surat Al-Layl ayat 5-10:
Siapa yang “memberi” dan bertaqwa, serta “membenarkan” adanya
pahala yang terbaik.Kami sungguh memudahkan baginya jalan menu ju bahagia. Tetapi siapa yang “kikir” dan lupa daratan, serta
“mendustakan” adanya pahala yang terbaik, akan Kami mudahkan baginya jalan kepada kemalangan.
Dengan demikian sedekah berarti bukti “kebenaran” imam dan
“membenarkan” adanya hari kiamat. Oleh karena itu, Rasulullah saw. bersabda:
“Sedekah itu adalah bukti” Perhatian Islam yang besar terhadap penanggulangan problema
kemiskinan dan orang-orang miskin dapat dilihat dari kenyataan bahwa Islam sejak Kota Makkah masih mengalami kekacauan akibat belum
mempunyai pemerintah dan organisasi politik. Pada saat itu diturunkannya Al-Qur’an surat al Muddatstsir.
Allah berfirman dalam surat al- Muddatstsir ayat 38-47:
17
Setiap orang bertanggungjawab atas perbuatannya, kecuali orang- orang disebelah kanan, mereka berada di taman-taman surga saling
bertanya tentang orang-orang durjana, “Apakah sebabnya kamu diceblos ke dalam neraka?” mereka menjawab, “Kami bukan
golongan orang yang salat, dan kami tiada memberi makan orang yang miskin. Kami asyik membicarakan kebatilan dengan orang yang
berbuat kebatilan itu, dan kami mendustakan hari pembalasan. Hingga datang kepada kami kematian”
2. Sedekah Sunnah