Pengaruh Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki di Kecamatan Cinere

(1)

Skripsi

Pengaruh Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki

di Kecamatan Cinere

Oleh :

Zyra Yunka Aulia

1113086000030

Jurusan Ekonomi Syariah

Fakultas Ekonomi and Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta


(2)

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

Kemiskinan di suatu negara adalah suatu cerminan bahwa adanya distribusi yang tidak merata antara orang yang mampu dengan orang yang kekurangan. Zakat merupakan salah satu cara sebagai sarana distribusi yang dapat membantu mengurangi kemiskinan yang telah menjadi suatu kewajiban bagi umat Muslim. Pasalnya, menurut Wakil Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional Zainulbahar Noor mengatakan potensi zakat Indonesia mencapai Rp 217 Triliun yang artinya potensi zakat nilainya hampir 10% dari APBN. Namun, zakat yang terhimpun baru 1,2% yaitu sekitar Rp 3 Triliun (Baznas, 2016). Disisi lain, zakat tidak terlepas dari infaq dan sedekah sunnah. Ketiga

jenis amalan maliyah ini mampu membantu mendistribusikan pendapatan dari

yang berkecukupan kepada yang kekurangan.

Sesungguhnya, tekanan yang sama pada zakat dan sholat menandakan kemajuan yang sebenarnya dalam masyarakat Islam. Dalam hal ini Aldous Huxley menulis (Mannan, 1970) “Demikianlah dunia tempat tinggal kita ini-suatu dunia yang dinilai dari satu-satunya tolak ukur kemajuan yang dapat

diterima, nyatanya berada dalam kemunduran. Kemajuan teknologi memang

cepat, tetapi tanpa kemajuan dalam amal kedermawanan, maka kemajuan teknik tidak berguna. Bahkan dapat lebih buruk daripada tidak berguna. Kemajuan teknologi hanya memberikan sarana yang lebih efisien untuk menarik kembali kata-kata kita. Oleh karena itu pentingnya arti zakat tidak diragukan lagi.”


(3)

Seperti yang kita ketahui bahwasannya pola pikir kapitalis yang telah berjaya berabad – abad di lapisan masyarakat membuat masyarakat mempercayai bahwa pengeluaran selalu akan membuat pendapatan untuk konsumsi kita berkurang, contohnya jika kita mengeluarkan pajak otomatis pendapatan untuk konsumsi kita berkurang. Begitu juga dalam berzakat, berinfaq dan bersedekah, adalah bentuk dari konsumsi yang harus dikeluarkan sebagai umat muslim dan bagian dari ibadah kepada Allah yang akan mengurangi pendapatan. Menurut Muhammad (2008) universalisme hukum ekonomi yang diusung oleh Kapitalisme memunculkan ketergantungan yang

berlebihan pada apa yang disebut dengan profit oriented atau capital oriented,

sehingga nilai-nilai lain, selain profit yang bersifat immaterial, menjadi suatu

yang mustahil. Karena dijiwai oleh spririt capital oriented yang berlebihan,

maka kapitalisme berpihak kepada sedikit kelompok elit yang mampu mengaksesnya sehingga dalam konteks ini terjadilah kesenjangan ekonomi

yang melebar antara the have/agniya’ dengan the have not/ fuqara’ (Ibrahim,

2005), Muhammad (2008).

Sebagai umat Islam, pernahkah kita sadari bahwa bersedekah—salah satunya berzakat- akan menambahkan rezeki kita dikemudian hari? Banyak dari kita yang enggan untuk mempelajari apa yang sudah menjadi kewajiban kita. Salah satunya adalah berzakat. Membayar zakat merupakan tuntunan dalam Rukun Islam yang keempat, namun belum banyak yang tahu untuk apa zakat itu dikeluarkan, sebagian beranggapan bahwa bayar zakat hanyalah untuk penggugur kewajiban. Zakat telah diperintahkan Allah, kata zakat dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 30 kali yang 27 kali di antaranya disebut dalam


(4)

satu ayat bersama-sama dengan kata shalat (Muhammad, 2005). Dan masih banyak orang yang membayar zakat maupun berInfaq karena sebagai tuntutan dari sisi kesombongan diri, ataupun karena punya suatu misi tertentu, sehingga tidak terdapat manfaat dari apa yang telah ditanamkan. Dan masih juga banyak orang yang belum mau membayar zakat karena takut hartanya

berkurang naudzubillah.

Namun, masih banyak masyarakat muslim yang memenuhi kewajibannya dalam membayar zakat. Muhammad Daud Ali (1988) mengatakan sebagian yang membayar zakat, yang mendorong masyarakat Islam melaksanakan pemungutan zakat di Indonesia antara lain adalah; (1) Keinginan ummat Islam Indonesia untuk menyempurnakan pelaksanaan ajaran agamanya. Setelah mendirikan shalat, berpuasa selama bulan Ramadhan dan bahkan menunaikan ibadah Haji ke Mekkah, ummat Islam semakin menyadari perlunya penunaian zakat, sebagai kewajiban agama; kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu melaksanakannya karena telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, (2) kesadaran yang semakin meningkat dikalangan ummat Islam tentang potensi zakat jika dimanfaatkan sebaik-baiknya, akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial di Indonesia, (3) Usaha-usaha untuk mewujudkan pengembangan dan pengelolaan zakat di Indonesia makin lama makin tumbuh dan berkembang.

Dalam bidang sosial ekonomi, zakat memungkinkan orang kaya melaksanakan tanggung jawab untuk mengurangi kemiskinan karena menyalurkan harta dari yang mampu kepada orang-orang yang kekurangan dan yang membutuhkan. Sedangkan dalam bidang moral, zakat mensucikan


(5)

harta kekayaan yang dimiliki setiap muzakki agar harta kekayaannya di ridhoi oleh Allah SWT. Zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir dan sekaligus mensucikan masyarakat dari sifat mendendam dan mendengki (Mubyarto,

1982).

Jika kita berbicara mengenai Zakat dan Infaq, maka kedua hal itu tidak dapat terlepas dari harta. Karena semua itu dapat didasarkan oleh harta. Dilihat dari teori harta, harta dari segi hak-haknya terbagi menjadi tiga; yaitu milik Allah, milik pribadi dan milik umum (Muslih, 2004). Ketiga konsep inilah

yang disebut multiple ownership. Pertama harta milik Allah, yang pada

hakekatnya harta adalah mutlak milik Allah, manusia hanya diberikan amanah untuk memiliki, mengelolanya dan menggunakannya sementara. Kedua adalah harta pribadi untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga yang senantiasa Allah mengingatkan kepada kita untuk menggunakannya dijalan Allah, dan tidak untuk dikonsumsi ke hal-hal yang membawa mudharat. Karena bahwasannya yang disebut harta adalah sesuatu yang halal yang tidak diharamkan oleh Allah, jadi sesuatu yang diharamkan oleh Allah tidaklah termasuk dalam konsumsi umat Islam dan bukan merupakan bagian dari harta juga tidak bernilai ekonomi. Selanjutnya, sebagian yang terakhir adalah harta milik umum. Harta seperti inilah yang didasari oleh kebersamaan. Jadi harus mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berfikir perlunya dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh Zakat dan Infaq terhadap pendapatan muzakki agar potensi zakat bisa terwujud dengan bertambahnya muzakki yang membayar zakat. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan


(6)

judul “Pengaruh Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki” Studi

penelitian ini dilakukan dengan mengambil sample dummy Muzakki di

Kecamatan Cinere.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah, maka permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Zakat terhadap pendapatan Muzakki? 2. Bagaimana pengaruh Infaq terhadap pendapatan Muzakki?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh Zakat terhadap pendapatan Muzakki 2. Mengetahui pengaruh Infaq terhadap pendapatan Muzakki

D. Manfaat Penelitian

1. Akademisi

Bagi akademisi diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu Syari’ah pada umumnya dan keuangan zakat pada khususnya, serta menjadi rujukan selanjutnya tentang pengaruh Zakat dan Infaq terhadap pendapatan Muzakki.

2. Praktisi

Bagi praktisi diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi Badan Amil Zakat dan Perbankan Syariah di Indonesia atau pihak terkait lainnya untuk membuka dan mengelola zakat serta dapat menarik minat Muzakki dalam membayar zakat secara kontinu atau terus menerus dan dapat mengoptimalkan pemungutan zakat juga infaq.

3. Muzakki

Bagi para masyarakat terutama Muzakki diharapkan untuk menyisihkan sebagian dari rezekinya, baik itu berupa zakat maupun infaq, karena bahwasannya di dalam pendapatan dan rezeki seseorang, Allah telah menitipkan di dalamnya rezeki orang lain yang membutuhkan.


(7)

Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisan yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini berisi hal-hal yang akan dibahas dalam skripsi. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Landasan teori pada penelitian ini merupakan landasan teori yang akan mendasari pemecahan masalah dan pembentukan hipotesis. Dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.

BAB III : Metode Penelitian

Pada bab ini terdapat batasan populasi dan sample penelitian, jenis dan sumber data serta metode pengumpulan data serta metode analisis data, dan data penelitian

BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan

Pada bab ini menguraikan tentang gambaran umum penelitian yang diangkat, data dan hasil analisa dari masalah penelitian.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi kesimpulan dari masalah yang telah dibahas dan juga dikemukakan saran-saran yang nerupakan solusi dari permasalahan yang telah dibahas.


(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Zakat dan Infaq

Para ulama membedakan sedekah kedalam dua macam yaitu sedekah wajib

dan sedekah sunnah. Sedekah wajib umumnya disebut zakat, baik itu zakat fitrah

maupun zakat maal sebagaimana dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 (Nasution, 1992).

1. Zakat (Sedekah Wajib) a. Pengertian Zakat

Ibn Rusyd dikutip dari Ibrahim (1972) mengartikan zakat ditinjau dari segi bahasa merupakan kata yang berarti kesuburan, kesucian,

keberkahan, dan kebaikan yang banyak.

Bila seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, maka berarti orang itu

lebih banyak mempunyai sifat yang baik. Seorang itu zaki, berarti

seseorang yang memiliki lebih banyak sifat baik, dan kalimat

“hakim-zaka-saksi” berarti hakim menyatakan jumlah saksi-saksi diperbanyak (Qardawi, 1973).

Dalam pengertian lain, zakat juga berarti tumbuh, berkembang, kesuburan atau bertambah (HR. Tarmizi) atau pula berarti membersihkan atau mensucikan. Yakni bahwa harta seseorang itu bisa berkembang dengan mendistribusikan sebagiannya kepada orang lain, setidaknya bagian yang diberikan kepada orang lain itu bisa berkembang, minimal


(9)

alokasi pemanfaatannya yang tidak semata untuk dia dan keluarganya, tetapi orang lain yang juga sangat membutuhkan (Nata, dkk, 1999).

Pertumbuhan sebagai makna dari kata zakat di atas mengandung pengertian bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan membawa

dampak pada pertumbuhan kekayaan (wealth) seorang muzakki. Secara

fisik tampak harta berkurang dengan dikeluarkan zakat, namun secara hakekat harta terus tumbuh dan berkembang di bawah sinaran kebesaran Allah (Muhammad dan Abubakar, 2011, 11). Zakat manyucikan harta dan jiwa pemilik harta dari sifat tamak, kikir dan cinta harta benda yang berlebihan (Saud, 1976) dikutip dari Muhammad dan Abubakar (2011, 11). Secara istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat (Abdurrahim, dan Mubarak, 2002). Menurut hukum Islam, zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut syarat-syarat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Hawiy). Seperti yang dapat kita temui pada Al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60 :

Sesungguhnya zakat-zakat itu,

hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu


(10)

ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Adapun 8 ashnaf (mustahik) alias golongan yang berhak menerima zakat adalah: (1) Fakir alias tidak memiliki penghasilan, (2) Miskin alias orang yang berpenghasilan tetapi tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari,

(3) Amil Zakat alias panitia zakat, (4) Riqab alias hamba sahaya atau

budak (bukan asisten rumah tangga), (5) Gharim alias orang yang sedang

terlilit hutang, (6) Muallaf alias orang yang baru saja masuk Islam, (7) Fii

Sabilillah alias orang yang berjuang dijalan Allah, termasuk disini seperti Kyiai ayau guru yang kesehariannya memang tulus dan perjuangannya

sangat terasa, (8) Musafir alias orang yang sedang dalam perjalanan jauh

(Sholihin, 2016). Dari firman di atas, ada sebagian orang yang dikhususkan oleh Allah untuk menerima harta, sebagaian nikmat yang diberikan untuk mereka. Selain itu, Allah menetapkan kepada mereka untuk mengeluarkan sebagian harta yang mereka miliki untuk diberikan kepada orang yang tidak seberuntung mereka, sebagai perwakilan (atau penyambung tangan) Tuhan kepada kaum papa. Allah memang telah menetapkan kepada setiap makhluk rezekinya masing-masing, bahkan untuk hewan sekalipun (Al-Qurthubi, 2008, 403).

Bila seseorang memperhatikan ketentuan dan peraturan mengenai zakat dengan teliti, maka akan mudah baginya untuk mendapatkan enam prinsip syariat yang mengatur zakat, yaitu (Mannan, 1970) :

a) Prinsip Keyakinan

Karena membayar zakat adalah suatu ibadat dan dengan demikian hanya seorang yang benar-benar berimanlah yang dapat


(11)

melaksanakannya dalam arti dan jiwa yang sesungguhnya. Dalam beberapa ayat Allah memerintahkan shalat dan zakat pada mereka yang iman pada Islam, seperti yang tertera dalam QS Al-Muzammil ayat 20:

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasannya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua

malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, karena Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah bagimu dai Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akanada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu


(12)

perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

b) Prinsip Keadilan

Suatu kali Nabi Muhammad SAW bersabda :

“Bagi (hasil) tanah yang diairi hujan dan mata air, atau yang diairi air yang mengalir pada permukaan bumi ditentukan zakatnya sepersepuluh dari hasilnya, sedangkan bagi yang diairi sumur, seperduapuluh dari hasilnya” (Bukhari)

Hal ini mengikuti prinsip keadilan yang menyatakan bahwa makin berkurang jumlah pekerjaan dan modal, maka makin berkurang pula tingkat pemungutan (Siddiqi, 1948).

c) Prinsip Produktivitas atau sampai batas waktunya

Ibn Umar berkata :“Rasulullah saw bersabda : ‘barangsiapa

memperoleh kekayaan setelah satu tahun, berlaku zakat atasnya”

(Tarmidzi dan Mishkat).

Demikianlah zakat dibayar setiap tahun setelah mencapai nisabnya.

Nisab berarti surplus minimum tahunan dari nilai 40 real atau dari

harta benda yang sama nilainya di atas pengeluaran yang diperlukan. Nisab berlaku pada zakat hanya bila telah sampai waktunya dan produktif. Dan zakat dihapuskan bila pemiliknya meninggal dunia dan murtad.

d) Prinsip Nalar

Orang yang diharuskan membayar zakat adalah seorang yang berakal sehat dan bertanggung jawab. Dari sinilah ada anggapan bahwa orang yang belum dewasa dan tidak waras bebas dari zakat yang dalam hal ini adalah suatu ibadat.


(13)

e) Prinsip Kemudahan

Zakat diperoleh dari sifat pemungutan zakat dan sebagian diperoleh dari hukum Islam tentang etika ekonomi. Mengenai pemungutan zakat, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada zakat yang dibayarkan pada akhir tahun.

f) Prinsip Kebebasan

Yaitu seseorang harus menjadi manusia bebas sebelum dapat disyaratkan untuk membayar zakat. Karena itu, seorang budak atau tawanan tidak diharuskan untuk membayar zakat bila dia dianggap tidak memiliki harta benda. Sesungguhnya seorang budak berhak untuk memperoleh bantuan keuangan dari uang zakat yang mungkin dapat digunakannya untuk memperoleh kebebasan.

Secara lahiriah, zakat mengurangi nominal (harta) dengan mengeluarkannya, tetapi dibalik pengurangan yang bersifat zhahirini, hakikatnya akan bertambah dan berkembang (niliai intrinsik) yang hakiki di sisi Allah di sisi Allah SWT.

Kemungkinan tafsir di bidang ekonomi yang akan berkembang ini adalah sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat-ayat Al-Qur’an seperti dalam surat As-Saba’ ayat 39 :

Katakanlah :”sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. Dan barang


(14)

apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya

Selanjutnya terkandung dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 39:

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba tersebut tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)

Kemudian bagian yang dikeluarkan setiap tahun berupa zakat dari harta Muslim, akan menjadikan pendorong untuk menyumbangkan hartanya dan melipat-gandakan hasilnya, baik oleh dirinya maupun bersama orang lain, sehingga tidak dimakan oleh zakat. Hasil yang berkembang ini, akan kembali kepada pemilik harta, sejalan dengan sunnah Allah, dengan pembalasan yang berlipat-ganda (Qardawi, 1973).

Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Allah SWT maupun yang hubungannya dengan sosial kemasyarakatan diantara manusia, antara lain : menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah dengan sekedar untuk


(15)

memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi tersebut, akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT, memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang yang berkehidupan cukup, apalagi berkemewahan. Sedang dia sendiri tidak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan diri mereka

(orang kaya) kepadanya (Centre for Entrepreneurship Development,

2005).

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Daud Ali (1988), zakat merupakan sumber dana yang cukup potensial untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Tujuan zakat adalah:

a) Mengangkat derajat fakir miskin dan membantu keluar dari kesulitan hidup

b) Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, Ibnu Sabil dan mustahik lain

c) Membina tali persaudaraan sesama islam, dan umat manusia d) Menghilangkan sifat kikir dengan rakus pemilik harta

e) Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan sosial) di hati orang-orang miskin

f) Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin

g) Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial, terutama pada mereka yang mempunyai harta

h) Mendidik manusia untuk disipilin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya

i) Sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan

j) Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana umat Islam, seperti sarana ibadah, penidikan, kesehatan, sosial, maupun ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia.


(16)

Bahkan orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas nama golongan fakir miskin maupun sabilillah (Sabiq, 1968) k) Untuk memasyarakatkan etika bisnis, zakat bahkan membersihkan

harta, tetapi mengeluarkan sebagian hak orang lain dari harta yang diusahakan dengan baik dan benar sesuai ketentuan Allah SWT l) Sebagai instrumen pemerataan dan keadilan sosial, yakni membagi

secara adil dan merata kekayaan Allah SWT yang dititipkan kepada orang-orang yang dikehendakinya.

m) Pendorong peningkatan produktivitas dan pemberdayaan ekonomi umat

n) Sebagai pilar kebersamaan antara orang yang kaya dengan orang yang membutuhkan, zakat merupakan jaminan sosial yang disyariatkan oleh ajaran agama Islam (Ali, 1988).

Kita bisa menarik sejarah yang diangkat dari poin ix yaitu sebagai salah satu instrument pengentasan kemiskinan. Sebuah bentuk kesuksesan dari zakat yang bermula pada zaman Umar bin Khattab (Qasim, 2009) pada masa awal pertumbuhan konsep baitul maal yang dipelopori oleh Khalifah Umar bin Khattab pengelolaan zakat menjadi otoritas pusat dengan model pemusatan atau sentralisasi. Sehingga pemerintah pusat menjadi lembaga yang bertanggung jawab atas perubahan kondisi masyarakat, terutama dalam mengangkat harkat dan martabat kaum Dhuafa.Wibawa pemerintah dan ketaatan rakyat menjadi harmonis seiring dengan imbangnya pengelolaan zakat kepada masyarakat. Pada masa Umar bin Khattab, sahabatnya yang bernama Muadz bin Jabal yang menjabat sebagai Gubernur Yaman ditunjuk sebagai Ketua Badan Amil Zakat di Yaman. Konsekuensi dengan


(17)

model sentralisasi dipahami sebagai satu kewajiban ketaatan karena sistem dan infrastruktur yang telah dibangun. Pada tahun pertama, Muadz mengirimkan 1/3 dari surplus dana zakat ke pemerintah pusat, lalu Khalifah Umar mengembalikan kembali untuk pengentasan kemiskinan di daerah Yaman. Pada tahun ke dua Muadz kembali menyerahkan ½ hasil surplus zakat ke pemerintah pusat dan di tahun ke tiga Muadz menyerahkan sepenuhnya zakat yang terkumpul ke pemerintah pusat karena sudah tidak ada lagi orang yang menerima zakat, sudah tidak ada lagi orang yang menjadi Mustahik. Hal ini pun berlanjut ketika masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Pemimpin yang mengoptimalkan potensi Zakat, Infaq, Sedekah sebagai kekuatan solusi pengentasan kemiskinan di negerinya. Hal ini terbukti dengan hanya 2 tahun 6 bulan dengan pengelolaan dan sistem yang profesional, komperhensif dan universal membuat negerinya makmur dan sejahtera tanpa ada orang yang miskin.

Hukum Zakat

Hukum membayar zakat adalah wajib sesuai yang tertera dalam QS (Al-Baqarah:43) :

Dan dirikanlah shalat,

tunaikan zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’

Semua ayat dan hadits di atas adalah tentang zakat, tetapi diungkapkan


(18)

sedekah itu disalahartikan, yaitu hanya berarti sedekah yang diberikan kepada pengemis dan peminta-minta. Tetapi hal itu tidak boleh membuat kita lupa bagaimana sebenarnya pengertian satu kata dalam bahasa Arab

pada zaman Qur’an turun. Kata shadaqah sesungguhnya berasal dari kata

Shidq yang berarti benar (Qardawi, 1973).

Menurut pendapat Yusuf Qardawi (1973), oleh karena itulah Allah menggabungkan kata “memberi” dan “kikir” dengan “dusta” dalam firman-Nya Al-Qur’an surat Al-Layl ayat 5-10:

Siapa yang “memberi” dan bertaqwa, serta “membenarkan” adanya

pahala yang terbaik.Kami sungguh memudahkan baginya jalan menu ju bahagia. Tetapi siapa yang “kikir” dan lupa daratan, serta “mendustakan” adanya pahala yang terbaik, akan Kami mudahkan baginya jalan kepada kemalangan.

Dengan demikian sedekah berarti bukti “kebenaran” imam dan “membenarkan” adanya hari kiamat. Oleh karena itu, Rasulullah saw. bersabda:

“Sedekah itu adalah bukti”

Perhatian Islam yang besar terhadap penanggulangan problema kemiskinan dan orang-orang miskin dapat dilihat dari kenyataan bahwa Islam sejak Kota Makkah masih mengalami kekacauan akibat belum mempunyai pemerintah dan organisasi politik. Pada saat itu diturunkannya

Al-Qur’an surat al Muddatstsir. Allah berfirman dalam surat


(19)

Setiap orang bertanggungjawab atas perbuatannya, kecuali orang-orang disebelah kanan, mereka berada di taman-taman surga saling bertanya tentang orang-orang durjana, “Apakah sebabnya kamu diceblos ke dalam neraka?” mereka menjawab, “Kami bukan golongan orang yang salat, dan kami tiada memberi makan orang yang miskin. Kami asyik membicarakan kebatilan dengan orang yang berbuat kebatilan itu, dan kami mendustakan hari pembalasan. Hingga datang kepada kami kematian”

2. Sedekah Sunnah

Abdul Mujieb (1994) mengartikan sedekah adalah pemberian berupa sesuatu yang berguna bagi orang lain yang memerlukan bantuan (fakir, miskin) dengan tujuan beribadah (mencari pahala) kepada Allah swt. semata. Quraish Shihab (2008) mengartikan sedekah sebagai pengeluaran harta secara ikhlas yang bersifat sunnah atau anjuran. Jika Infaq berkenaan dengan materi, maka sedekah memiliki arti yang lebih luas dari sekedar material. Menurut ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa sedekah merupakan salah satu


(20)

perbuatan yang disyariatkan dan hukumnya adalah sunnah, kesepakatan mereka didasarkan padas surat Al – Baqarah ayat 280 (Aziz, 1996):

Dan jika

(orang yanag berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Sedekah sunnah dapat dilakukan setiap waktu, untuk melakukannya ada dalam surat Al-Baqarah ayat 280. Sedekah tidak hanya dikhususkan pada

waktu tertentu seperti bulan Ramadhan tetapi dianjurkan setiap saat (Sa’di,

2006).

Dari ‘Asma binti Abi Bakr, Rasulullah Saw bersabda kepadaku, “Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa mensedekahkannya). Jika tidak, maka Allah swt akan menahan rezeki untukmu.” Dalam riwayat lain juga disebutkan, “Infaqkanlah hartamu, jangan engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan anugerah Allah untukmu. Jika tidak maka harta yang engkau miliki akan habis dan tidak akan barokah.”(An Nawawi, 1982).

a. Infaq

Pengertian Infaq

Infaq ditinjau dari segi bahasa berarti “membelanjakan” (Mujieb, Thollah :

1994). Sedangkan menurut syari’at, Infaq adalah mengeluarkan

sebagian dari harta atau pendapatan (penghasilan) untuk suatu kepentingan kemanusiaan yang diperintahkan ajaran Islam. Pengertian infaq dalam Al-Qur’an dapat dipahami bahwasanya istilah tersebut mengandung pengertian


(21)

yang umum yang mencakup setiap aktivitas pengeluaran dana baik berupa kewajiban seperti zakat maupun kewajiban menafkahi keluarga, pengertian infaq juga bisa sebagai kedermawanan dari seseorang untuk menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial (Nasution, 1992). Dengan demikian, infaq terlepas dari ketentuan dan ukuran, tetapi tergantung kepada kerelaan masing-masing. Sehingga kewajiban memberikan infaq tidak hanya tergantung pada mereka yang kaya saja tetapi juga ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan sehari-harinya (Muhammad, 2004).

Syariah telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfaq atau membelanjakan harta. Seperti yang dapat kita temukan dalam Al-Qur’an bahwasanya kita diperintahkan untuk menafkahkan diri sendiri seperti tercantum dalam QS at-Taghabun ayat 16:

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan

dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu.Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka itulah orang-orang yang beruntung.

Allah telah mengatur setiap aktivitas manusia baiknya adalah dengan mencari nafkah atau mencari rezeki yang halal dengan cara yang baik di jalan Allah dan menyisihkan rezeki yang telah kita dapati tanpa sedikitpun kita


(22)

hal-hal yang dilarang oleh Allah seperti yang terdapat dalam QS al-Baqarah ayat 267 :

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Namun menafkahkan harta bukanlah dengan sesuka hati kita tanpa ada batasan, melainkan semua itu Allah telah atur agar terjadi keseimbangan dan tidak terjadi kemubaziran. Seperti yang tertuang dalam QS al-Isra’ ayat 26 :

Dan berikanlah

kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Ibn Abbas, Mujtahid, Qatadah, Ibn al-Juraij dan kebanyakan mufassir

menafsirkan israf (berfoya-foya) sebagai tindakan membelanjakan harta di

dalam kemaksiatan meski hanya sedikit. Israf itu disamakan dengan Tabzir

(boros). Menurut Ibn Abbas, Ibn Mas’ud dan jumhur ulama, tabzir adalah


(23)

mengatakan, Mujtahid berkata, “Andai seseorang menginfaqkan seluruh

hartanya di dalam kebenaran, ia tidak berlaku Tabzir. Sebaliknya, andai ia

menginfaqkan satu mud saja di luar kebenaran, maka ia telah berlaku tabzir.

Dasar Hukum Infaq

Dasar hukum Infaq telah banyak dijelsakan baik dalam Al-Qur’an maupun Hadis seperti yang termuat dalam QS adz-Zariyat ayat 19 :

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang misikin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.

Dijelaskan dalam surat al- Baqarah mengenai imbalan bagi yang berinfaq seperti yang tertuang dalam QS al-Baqarah ayat 245:

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah , dan pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.

Hukum infaq yang lain yang termuat dalam QS Ali Imran ayat 134 :

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan


(24)

memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Berdasarkan pemahaman mengenai zakat dan infaq seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, namun perlulah kita ketahui bahwa rezeki dan berkah yang diberikan Allah tidak serta merta tanpa aturan-aturan yang membatasinya. Dalam hal ini adalah bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat membatasi apa yang menjadi keinginannya. Selanjutnya, bagaimana manusia dapat hidup dengan kesejahteraan diri sendiri dan keluarga juga dalam mensejahterakan hidup orang lain. Hal ini dapat tercermin dari bagaimana seseorang menghabiskan pendapatan yang ia terima, untuk apa pendapatan yang ia terima, alangkah menjadi sangat darmawan jika seseorang menghabiskan pendapatan yang ia terima untuk konsumsi dunia dan konsumsi akhirat. Selanjutnya akan dibahas rumusan yang dapat menggambarkan konsumsi sesorang yang akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan ia terima.

3. Teori Konsumsi Islami

a. Pengertian Teori Konsumsi Islami

Dalam buku Ekonomi Islam, P3EI UII membedakan konsumsi kedalam dua kategori, yaitu konsumsi yang ditujukan untuk ibadah dan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan/keinginan manusia semata.

Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau


(25)

meliputi belanja untuk keperluan jihad, sedekah, wakaf dan jenis ibadah lainnya. Sedangkan konsumsi duniawi adalah ketika kegiatan duniawi diniatkan untuk beribadah, maka di samping kegiatan itu akan memberikan manfaat bahkan juga akan memberikan berkah bagi pelakunya (P3EI UII, 2008).

Fungsi Kesejahteraan, Maximizer dan Utilitas oleh Imam Al-Ghazali

Seorang ulama besar, Imam Al-Ghazali yang lahir pada tahun 450/1058 M, telah memberikan sumbangan yang besar dalam pengembangan dan pemikiran dalam dunia Islam. Sebuah tema yang menjai pangkal tolak sepanjang karya-karyanya adalah konsep maslahat, atau kesejahteraan sosial atau utilitas (“kebaikan bersama”), sebuah konsep yang mencakup semua urusan manusia, baik urusan ekonomi maupun urusan lainnya, dan yang membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat (Karim, 2007).

Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1)

agama (Al-dien), (2) hidup atau jiwa (an-nafs), (3) keturunan (nasl), (4)

harta (maal), (5) akal (aql). Ini menitikberatkan bahwa sesuai tuntunn

wahyu, “Kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al dunya)

merupakan tujuan utamanya”.

Al-Ghazali memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian dari

tugas-tugas kewajiban sosial (Fard al Kifayah) yang sudah ditetapkan

Allah: jika hal-hal ini tidak dipenuhi, kehidupanndunia akan runtuh dan kemanusiaan akan binasa. Selanjutnya ia mengidentifikasi tiga alasan


(26)

mengapa seseorang harus melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi: (1) mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan; (2) mensejahterakan keluarga; (3) membantu orang lain yang membutuhkan. Jelaslah bahwa Al-Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhannya untuk persiapan di masa depan.

1) Urgensi, Tujuan dan Etika Konsumsi Islami a) Urgensi Konsumsi Islami

Beberapa hal yang melandasi perilaku seseorang muslim dalam berkonsumsi adalah berkaitan dengan urgensi, tujuan, dan etika konsumsi. Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh sebab itu, sebagian besar konsumsi akan diarahkan kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia (Arif, 2006).

b) Tujuan Konsumsi Islami

Pencapaian mashlahah merupakan tujuan dari syariat Islam

(Maqashid Syariah) yang tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi (P3EI UII, 2008, 128).

Dikutip dalam buku Ekonomi Islam oleh P3EI UII (2008, 129) dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan

mashlahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang berasal dari Allah adalah


(27)

sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi.

Kandungan mashlahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian

pula dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya (P3EI UII, 2008).

c) Etika Konsumsi Islami

Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah itu milik semua manusia dan suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu berada di tangan orang-orang tertentu. Namun, bukan berarti mereka dapat memanfaatkannya.

2) Prinsip-prinsip Dasar dalam Konsumsi Menurut Islam

Konsumsi Islam senantiasa memerhatikan halal-haram, komitmen dan konsekuen dengan kaidah-kaidah dalam hukum-hukum syariat yang mengatur konsumsi agar mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal mungkin dan mencegah penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak mudharat baik bagi dirinya maupun orang lain. Adapun kaidah/prinsip konsumsi Islami menurut Al-Haritsi (2006):

a) Prinsip Syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi dimana terdiri dari :

 Prinsip aqidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana

untuk ketaatan / beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai makhluk yang mendapatkan beban khalifah dan amanah dibumi yang nantinya diminta pertanggung jawaban oleh penciptanya.

 Prinsip ilmu, yaitu seseorang ketika akan mengkonsumsi harus


(28)

hukum-hukum yang berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram, baik ditinjau dari prosesnya maupun tujuannya

 Prinsip amaliyah, sebagai konsekuensi aqidah dan ilmu yang

telah diketahui tentagn konsumsi islami tersebut. Seseorang ketika sudah beraqidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal atau subhat

b) Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah diketahui, dijelaskan dalam syariat Islam, diantaranya:

 Konsumsi secukupnya, tidak pelit namun juga tidak

bermewah-mewahan

 Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam

mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang

 Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan

digunakan untuk konsumsi namun juga disimpan untuk kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri

c) Prinsip prioritas, dimana memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:

 Primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar

manusia dapat hidup dan menegakkan kamaslahatan dirinya dunia dan agamanya

 Sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah / meningkatkan

tingkat kualitas hidup yang lebih baik

 Tertier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang jauh


(29)

d) Prinsip sosial, yaitu memerhatikan lingkungan sosial disekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, diantaranya:

 Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong

 Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam

konsumsi

 Tidak membahayakan orang lain, yaitu dalam mengkonsumsi

justru tidak merugikan dan memberikan mudharat ke orang lain e) Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan kondisi potensi daya dukung sumber daya alam dan berkelanjutan atau tidak merusak lingkungan

f) Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak mencerminkan etika konsumsi Islami.

Monzer Kahf (1995) mengembangkan pemikiran tentang konsumsi

dengan memperkenalkan final spending (FS) sebagai variabel standar

dalam melihat kepuasan maksimum yang diperoleh konsumen muslim. Kahf membagi konsumsi dengan dua kategori, yaitu konsumsi dunia dan konsumsi akhirat. Salah satunya dengan melihat adanya asumsi bahwa secara khusus zakat dipandang sebagai sebuah bagian dari struktur sosio-ekonomi. Kahf berasumsi bahwa zakat suatu keharusan

bagi muzakki. Oleh karena itu, meskipun zakat merupakan spending

yang memberikan keuntungan, namun karena dari sifat zakat yang

tetap, maka diasumsikan diluar final spending.

Monzer Kahf (1995) menyebutkan bahwa dengan adanya zakat, maka hasrat konsumsi rata-rata dan hasrat marjinal dalam jangka pendek akan menurun. Akan tetapi penurunan ini lebih kecil di ekonomi Islam dibandingkan dengan ekonomi non-Islam yang tidak


(30)

punya tindakan fiskal yang sama, tetapi dalam jangka panjang tingkat konsumsi masyarakat akan mengalami peningkatan, ini disebabkan oleh :

a. Taraf hidup masyarakat zakat akan meningkat. Penurunan konsumsi tersebut karena permintaan akan barang-barang mewah akan menurun

b. Permintaan akan barang-barang pokok dari masyarakat tersebut akan meningkat seiring meningkatnya taraf hidup masyarakat yang menerima zakat.

Persamaan sederhana final spending terhadap pendapatan muzakki

menjadi :

Y = FS + S dimana FS = Cd + Czis Di mana :

Y = Pendapatan Muzakki FS = Final Spending

S = Tabungan Cd = Konsumsi untuk Dunia

Czis = Konsumsi untuk Zakat, Infaq, Sedekah

Selanjutnya, dari semua teori yang telah dipaparkan, kunci dari suatu kesuksesan atau kunci utama dalam menghadirkan rezeki-rezeki itu adalah bekerja keras atau usaha yang tekun dan diiringi dengan do’a serta selalu bertawakal dan berserah diri dengan apa yang akan terjadi kedepannya. Dan semua itu harus didasari dengan menafkahkan diri di jalan Alah, karena bahwasanya siapa saja yang bertakwa kepada Allah SWT, maka iadalam kondisi sedang dan akan diberi jalan keluar oleh Allah SWT. Seperti yang telah digariskan Allah SWT dalam Al-Qur’an dalam suratAl-Baqarah ayat 261:


(31)

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Dan selanjutnya dijelaskan lebih jauh dalam QS ath-Thalaaq ayat 3 :

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

4. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu digunakan untuk membantu mendapatkan gambaran dalam menyusun mengenai penelitian ini. Adapun tulisan terdahulu yang telah membahas sekitar topik ini dapat disebutkan sebagai berikut :

a. Al Arif, M Nur Rianto. Efek Multiplier Zakat Terhadap Pendapatan Di

Provinsi DKI Jakarta. Jurnal. Fakultas Syariah dan Hukum. Jakarta:

2009, Vol. 1, No. 1

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pengaruh multiplier zakat

terhadap pendapatan di DKI Jakarta, studi kasus pada Badan Amil Zakat, Infak, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta. Penelitian ini didasarkan kepada ayat Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 261 yang berisi firman


(32)

Allah tentang instrumen zakat sebagai salah satu instrumen dalam Islam

sebagai alat pengentasan kemiskinan ternyata mempunyai efek multiplier

terhadap pendapatan. Dengan menggunakan metode analisis Least Square,

data dibandingkan dengan perekonomian tanpa zakat-pendapatan. Hasil

penelitian ini menunjukkan 2,522 efek multiplier zakat-pendapatan dan

3,561 efek multiplier dari pendapatan ekonomi tanpa zakat-pendapatan.

Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan zakat di BAZIS DKI Jakarta masih belum dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekonomi. Namun dari sini terlihat pula fakta yang menyatakan faktor-faktor kemungkinan mengapa zakat yang dikumpulkan oleh BAZIS DKI Jakarta belum memberikan hasil yang signifikan kepada pendapatan di DKI Jakarta, seperti pengumpulan dari BAZIS masih jauh relasinya dibandingkan dengan potensinya, penggunaan dana zakat yang belum tepat sasaran, dan masih banyak lagi.

b. Aziz dan Mahmud dan Karim. The Nature of Infaq and its Effects on

Distribution of Weal. KASBIT Business Journal: Muenchen, 2008

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis peran infaq khususnya sebagai alat distribusi pendapatan yang merata di masyarakat Islam. Pada dasarnya infaq adalah salah satu hal dasar Qur’an, yang digunakan dalam Qur’an hampir di enam puluh tempat. Pada dasarnya untuk konsumsi di jalan Allah memiliki arti penting dalam prinsip-prinsip ekonomi syariah, dengan mengacu pada redistribusi kekayaan dan penghapusan kemiskinan. Berdasarkan hasil analisa penulis, infaq adalah perintah Qur’an yang penting, yang diberikan kepada seluruh umat manusia, khususnya untuk muslim. Pesan ini berarti bahwa anda harus menghabiskan semua


(33)

penghasilan dan kekayaan, di luar syarat-syarat. Dengan melakukan infaq, seseorang tidak kehilangan penghasilan dan kekayaannya, karena Allah telah memberikan jaminan, setidaknya beberapa akan dikembalikan kepadanya, mungkin dua kali atau mungkin 700 kali. Allah telah memberikan manfaat dari apa yang telah dilakukan.

c. Santika, Yusrini. Analisis Potensi Zakat dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Muzaki Membayar Zakat di Kota Bogor. Skripsi.

Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor: Bogor, 2015

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis potensi zakat dan faktor-faktor yang memengaruhi muzaki membayar zakat di Kota Bogor, serta mengidentifikasi alasan muzaki dalam memilih tempat berzakat. Analisis potensi zakat menggunakan pendekatan 3 sektor yaitu zakat dari rumah tangga, perusahaan (BUMD dan industri swasta) dan tabungan, sedangkan metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi muzaki membayar zakat adalah analisis factor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi zakat Kota Bogor tahun 2015 mencapai Rp 462.402.202.437, sedangkan hasil analisis faktor diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi muzaki dalam membayar zakat di Kota Bogor yaitu faktor organisasi, kepedulian sosial, pemahaman zakat, balasan dan keimanan. Alasan muzakki memilih berzakat di organisasi formal seperti BAZNAS atau UPZ dan LAZNAS adalah faktor transparansi sedangkan alasan muzaki yang membayar langsung kepada mustahik adalah faktor lingkungan.


(34)

d. Yohani dan Yususf. Pengaruh zakat, Infaq dan Shadaqah terhadap

Laba pada Perbankan Syariah Indonesia. Jurnal. STIE

Muhammadiyah Pekalongan. Majalah Neraca Publisher : Pekalongan, 2014, vol. 10, No. 2

Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan bukti empiris tentang dampak Zakat, Infaq dan Shodaqoh pada profitabilitas Perbankan

Syariah di Indonesia. Sampel diambil dengan metode Purposive

Sampling. Sampel dari penelitian ini adalah Perbankan Syariah di Indonesia selama periode Desember 2010 – Juni 2014. Data yang dikumpulkan melalui metode observasi data sekunder. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas Perbankan Syariah. Jumlah R2 dalam penelitian ini adalah 0,204.

Telah dilakukan beberapa penelitian terkait pengaruh zakat dan infaq seperti pengaruhnya terhadap pengurangan kemiskinan dan penelitian mengenai pengaruh zakat dan infaq terhadap laba perbankan syariah yang hasilnya signifikan dengan yang dimaksud oleh peneliti yaitu bahwa adanya pengaruh zakat dan infaq terhadap pendapatan atau laba, namun masih sedikit yang melakukan penelitian terhadap pengaruhnya terhadap pendapatan Muzakki. Peneliti ingin mencoba melihat apakah ada pengaruh antara zakat dan infak terhadap pendapatan Muzakki dengan implementasi bahwa zakat dan infak senantiasa selalu


(35)

menambahkan berkah kepada siapapun yang mengeluarkannya sesuai

dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

5. Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka pikir ini menunjukkan model-model atau gambaran dan variabel utama yang menjadi permasalahan penelitian dan menjelaskan adanya hubungan antara variabel satu dengan yang lain.

Gambar 1.1 Kerangka Penelitian

Analisis Pengaruh Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki

di Kecamatan Cinere Periode 2011-2015

Zakat (X1)

Infaq (X2)

Pendapatan Muzakki

Uji Asumsi Klasik: Normalitas

Multikolinearitas Heteroskedastisitas Autokorelasi

Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis Uji Statistik:

Uji t Uji f


(36)

6.

Hipotesis

Hipotesis menurut Sugiyono (2009: 96) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:

H0: Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Zakat terhadap Pendapatan Muzakki.

H1: Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Zakat terhadap Pendapatan Muzakki.

H0: Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Infaq terhadap Pendapatan Muzakki.

H1: Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Infaq terhadap Pendapatan Muzakki.

H0: Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Zakat dan

Infaq terhadap Pendapatan Muzakki secara simultan.

H1: Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki secara simultan


(37)

BAB III

Metode Penelitian

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdapat dua fungsi variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan variabel bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain. Dengan demikian dalam penelitian ini, variabel terikatnya adalah pendapatan Muzakki. Variabel bebasnya adalah Zakat dan Infaq. Dalam penelitian ini, operasional variabel penelitian dan pengukuran variabel dapat dilihat dari Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1 : Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Indikator Ukuran

Zakat (X1)

Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat (Abdurrahim, dan Mubarak, 2002).

 Religiusitas

 Pengetahuan

 Cukup Satu

Nishab  Mencapai Haul Diukur melalui Kuesioner menggunakan skala likert

Infaq (X2)

Infaq sebagai kedermawanan

dari seseorang untuk

menafkahkan sebagian

hartanya untuk kepentingan sosial (Nasution, 1992)

 Religiusitas

 Minat

 Motif Sosial

Diukur melalui Kuesioner menggunakan skala likert Pendapatan Muzakki (Y)

Tambahan harta yang diperoleh dari sumber yang diketahui dan bersifat tetap

 Upah / Gaji

 Keuntungan

Diukur melalui Kuesioner menggunakan


(38)

(Yusuf Qardawi, 2004) skala likert

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cinere, Kota Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini sengaja dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria sampel yaitu Muzakki yang membayar zakat kurun waktu 5 tahun terakhir dimana peneliti dapat memenuhi kriteria sampel dengan Muzakki yang berdomisili di Kecamatan Cinere. Pengambilan data dilakukan selama bulan Januari 2017 dan tahap akhir proses pengolahan data dilakukan di akhir bulan Januari 2017.

C. Metode Penentuan Sampel

Jumlah Populasi Muzakki di Kecamatan Cinere berjumlah 7.358 jiwa berdasarkan data yang diambil dari Kecamatan Cinere berupa salinan buku pada tahun 2014. Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 2200 orang yang merupakan masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Cinere. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Slovin. Salah satu metode yang

digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah rumus Slovin (Sevilla et. al,

1960:182), maka jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 200 jiwa.

Penarikan sampel ini dilakukan dengan menggunakan metode probability

sampling, dengan teknik stratified random sampling, yaitu bila populasi mempunyai unsur yang tidak homogen dan berstrata (Sugiyono, 2001). Dalam hal ini, masyarakat yang menjadi sampel penelitian adalah masyarakat yang membayar zakat 5 tahun terakhir secara kontinuitas.

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah dengan menggunakan data primer. Data

primer diperoleh melalui survey atau kuesioner langsung kepada responden


(39)

kelamin, jenis pekerjaan, pendidikan dan pendapatan perbulan, adapun data sekunder diperoleh dari berbagai sumber yang relevan, diantaranya buku referensi, laporan data kependudukan Kecamatan Cinere, Kota Depok, Jawa Barat dan data dari instansi terkait.

E. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat analisis regresi linear berganda dengan menggunakan metode estimasi kuadrat terkecil atau

Ordinary Least Square (OLS). (Imam Ghazali, 2006) Analisis regresi bertujuan untuk menghitung besarnya pengaruh dua variabel atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas. Analisis ini digunakan untuk menguji pengaruh antara Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki.

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Masyarakat Kecamatan Cinere

Berdasarkan data statistika Kecamatan Cinere tahun 2014, jumlah penduduk 114.320 jiwa terdiri atas 58.456 jiwa penduduk laki-laki dan 55.854 jiwa penduduk perempuan. Adapun jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin adalah sebagai berikut :


(40)

27%

15% 20%

17%

10% 6% 4%

Kelompok Umur

0-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 >70

Grafik 4.1 : Kelompok Umur Sumber : Kecamatan Cinere

Berdasarkan Grafik 4.1 dapat dilihat bahwa Masyarakat Kecamatan Cinere didominasi oleh penduduk usia 0-19 tahun yaitu sebesar 28% lalu usia produktif yaitu 30-39 tahun sebesar 20% dan umur 20-29 tahun sebesar 15%. Selanjutnya pada usia 40-49 tahun sebesar 17%, pada usia 50-59 tahun sebesar 6% dan pada masyarakat lanjut usia dengan jumlah yang paling sedikit yaitu di atas 70 tahun yaitu sebesar 4% dari total keseluruhah penduduk di Kecamatan Cinere.


(41)

20% 26% 2% 3% 3% 34% 2% 0%1% 0%9%

Mata Pencaharian

Belum Bekerja Pelajar IRT Buruh PNS/TNI/POLRI Karyawan Pensiun Pejabat Negara Informal Petani / Peternak Wiraswasta

Berdasarkan data statistika Kecamatan Cinere tahun 2014, penduduk di Kecamatan Cinere memiliki jenis pekerjaan atau mata pencaharian yang berbeda-beda dan sangat menentukan jumlah potensi zakat yang ada di Kecamatan Cinere. Adapun jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan atau mata pencaharian adalah sebagai berikut :

Grafik 4.2 : Mata Pencaharian

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penduduk di Kecamatan Cinere mayoritas memiliki pekerjaan sebagai karyawan yaitu sebesar 34% dari total keseluruhan jumlah penduduk. Selanjutnya adalah para pelajar dengan presentase yang cukup besar yaitu sebesar 26% dan yang belum bekerja memiliki presentase yang tinggi yaitu sebesar 20% dari total jumlah penduduk. Selanjutnya ada wiraswasta dengan presentase 9%, buruh dan PNS/TNI/POLRI dengan presentase yang sama yaitu sebesar 3%. Pensiunan dan Ibu Rumah Tangga dengan presentase

S um be r: K ec am at an C in er e


(42)

2% lalu informal dengan presentase 1%. Petani atau peternak dan Pejabat Tinggi Negara yang jumlahnya tidak mencapai 1%.

B. Analisis dan Pembahasan 1. Karakteristik Responden

a. Usia

Berdasarkan kategori usia, responden yang dibagi menjadi beberapa kelompok. Responden yang paling sedikit berusia >40 tahun berjumlah 29% karena ada beberapa orang yang sudah pensiun dan sudah tidak usia produktif. Kemudian responden dengan rentang usia 20-30 tahun memiliki presentase yang paling besar yaitu 37% dikarenakan pada usia ini, responden merupakan usia produktif dan kebanyakan memiliki penghasilan tambahan. Responden pada rentan usia 30-40 tahun sebesar 34% , masih tergolong besar karena pada usia tersebut rata-rata masyarakat masih produktif dan memiliki pekerjaan yang relatif tetap.

Grafik 4.3 : Usia Responden

37%

35% 29%

Usia

20-30 30-40 >40


(43)

b. Jenis Kelamin

Klasifikasi responden yang diperoleh berdasarkan jenis kelamin adalah mayoritas laki-laki dengan presentase sebesar 71% dan perempuan sebesar 29%. Hal ini dikarenakan sudah menjadi kewajiban bagi laki-laki untuk mencari nafkah dan perempuan yang menjadi responden adalah mereka yang memiliki penghasilan sendiri dan mengelola keuangan keluarga.

30%

71%

Jenis Kelamin

Wanita Laki-laki

Grafik 4.4 : Jenis Kelamin Responden c. Pekerjaan

Berdasarkan Grafik 4.5 bahwa pekerjaan responden sangat

menentukan keputusan responden dalam berzakat. Melalui survey

lapangan didapatkan beragam jenis pekerjaan. Responden yang bekerja menjadi pegawai swasta mendominasi dengan presentase sebesar 67% dan wiraswasta sebesar 13%. Di sisi lain, sebagian kecil responden


(44)

memiliki pekerjaan sebagai PNS sebesar 6%, pensiun sebesar 3% dan pekerjaan lainnya sebesar 11%.

Grafik 4.5 : Pekerjaan Responden

67% 13%

6% 4% 11%

Pekerjaan

Swasta Wiraswasta PNS Pensiun Lain-lain

d. Pendidikan

Pada survey lapangan menggambarkan bahwa masyarakat dengan

pendidikan yang tinggi lebih memiliki pengetahuan dan kesadaran untuk membayar zakat dan infaq yang lebih tinggi. Berdasarkan Grafik 4.6 dapat dilihat bahwa kebanyakan dari responden tamat dari perguruan tinggi. Lebih dari setengah responden adalah responden dengan pendidikan terakhir pada jenjang S1 yaitu sebesar 53%. Selanjutnya adalah responden dengan jenjang S2 sebanyak 3% lalu pada jenjang S3 kurang dari 1%. Sedangkan responden terbanyak berikutnya adalah dengan jenjang SMA/D2/D3 sebanyak 42% dan pada jenjang SMP hanya sebesar 2% dari total keseluruhan responden.


(45)

53% 4%

1% 42%

2%

Pendidikan

S1 S2 S3

SMA/D2/D3 SMP

Grafik 4.6 : Pendidikan e. Pendapatan

Berdasarkan Grafik 4.7 dapat dilihat bahwa mayoritas responden adalah yang telah memiliki pendapatan lebih dari Rp 3.500.000,-dengan presentase sebesar 80% dan responden yang belum memiliki pendapatan Rp 3.500.000,- atau kurang dari Rp 3.500.000,- memiliki presentase yang lebih sedikit yaitu sebesar 20%.

Grafik 4.7 : Pendapatan

20%

80%

Pendapatan

0 - 3.500.000 > 3.500.000


(46)

a.

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Statistik deskriptif menggambarkan variabel awal penelitian dan digunakan untuk mengetahui karakteristik dari sampel yang digunakan dalam penelitian. Tabel 4.1 menjelaskan bahwa seluruh responden

sebanyak 200 orang. Dapat dilihat bahwa besar mean adalah 18.3100

dengan standar deviasi sebesar 1.29218 dan minimum 14.2983 dan maximum 19.8041.

Tabel 4.1 : Residuals Statistics

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 14.2983 19.8041 18.3100 1.29218 200 Std. Predicted Value -3.105 1.156 .000 1.000 200 Standard Error of Predicted

Value .076 .271 .123 .039 200 Adjusted Predicted Value 14.2371 19.8259 18.3101 1.29282 200 Residual -3.94660 3.25365 .00000 1.04786 200 Std. Residual -3.747 3.089 .000 .995 200 Stud. Residual -3.791 3.121 .000 1.004 200 Deleted Residual -4.03983 3.31971 -.00007 1.06688 200 Stud. Deleted Residual -3.928 3.193 -.001 1.014 200 Mahal. Distance .039 12.156 1.990 2.192 200 Cook's Distance .000 .113 .006 .016 200 Centered Leverage Value .000 .061 .010 .011 200 a. Dependent Variable: Pendapatan


(47)

Uji validitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengukur valid atau tidaknya variabel pertanyaan penelitian yang diteliti. Jumlah responden dalam uji validitas ini adalah 200 responden dengan 18 variabel pertanyaan. Pengujian validitas kuesioner pada penelitian ini

menggunakan software SPSS 22 dengan metode Korelasi Pearson, yaitu

dengan cara mengkorelasikan skor variabel dengan skor totalnya. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 2.

c.

Uji Reabilitas

Uji reabilitas adalah kelanjutan dari uji validitas dimana variabel yang masuk pengujian adalah variabel yang valid saja yaitu tanpa melihat variabel pertanyaan I3 dan P3 dengan total variabel valid 18 variabel pertanyaan. Menguji reabilitas pada kuesioner penelitian ini menggunakan

SPSS 22 dengan metode Cronbach’s Alfa.

Tabel 4.2 : Case Processing Summary

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 200 100.0 Excludeda 0 .0

Total 200 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Dapat dilihat pada Tabel 4.2 bahwa setiap butir jawaban dari responden adalah jawaban yang valid dengan total responden 200 dengan presentase 100%. Reabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, dan lebih dari 0,7 dapat diterima dan diatas 0,8 adalah baik (Sekaran dalam Priyanto


(48)

2014). Berdasarkan Tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa dengan

Cronbach’s Alpha sebesar 0.905 dari total 18 butir pertanyaan dapat

dinyatakan reabilitas baik yaitu Cronbach’s Alpha lebih dari 0,8.

Tabel 4.3 : Reability Statistics

Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items

.905 18

d.

Uji Multikolinearitas

Asumsi Multikolinearitas ini adalah asumsi yang menunjukkan adanya hubungan linear yang kuat di antara beberapa variabel prediktor dalam suatu model. Pengujian dengan menghitung nilai VIF untuk semua variabel independen beberapa buku yang mengatakan bahwa VIF < 5 atau kurang dari 10 (Supriyadi, 2004, hal. 83). Dapat dilihat pada hasil analisis menggunakan SPSS 22 pada Tabel 4.4 bahwa nilai VIF sebesar 1.928 yang artinya tidak terdapat masalah multikolinearitas. Uji Klein, yaitu

dengan membandingkan antara R2 atau nilai 1-TOL(tolerance) dengan R2

yang lebih kecil tidak terdapat multikolinearity (Supriyadi, 2014, hal. 83).

Dapat dilihat pada Tabel 4.5 bahwa nilai dari R2 adalah 0.603 masih lebih besar dari 1-Tol yaitu sebesar 0.481 dengan itu dinyatakan tidak terdapat multikolinearitas. Untuk tabel yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 4.4 : Coefficientsa Coefficientsa


(49)

Model Unstandardize d Coefficients Standardized Coefficients T Sig. 95.0% Confidence

Interval for B Correlations

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound

Zero-order Partial Part Tolera

nce VIF 1 (Constant) .943 1.079 .874 .383 -1.184 3.071

Zakat .152 .032 .299 4.791 .000 .090 .215 .673 .323 .215 .519 1.928 Infaq .562 .065 .539 8.653 .000 .434 .690 .746 .525 .388 .519 1.928 a. Dependent Variable: Pendapatan

e.

Uji R2 (Koefisien Determinasi) dan Autokorelasi

Berdasarkan data yang diolah menggunakan software SPSS 22 dengan

menggunakan Model Summary dapat dilihat pada Tabel 4.5 bahwa R

Square bernilai 0.603 menjelaskan bahwa 60.3% variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat, dan sisanya 39.7% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

Model Summaryb

Model R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Change Statistics Durbin-Watson R Square Change F

Change df1 df2

Sig. F Change

1 .777a .603 .599 1.05316 .603 149.788 2 197 .000 1.935

a. Predictors: (Constant), Infaq, Zakat b. Dependent Variable: Pendapatan

Tabel 4.5 : Model Summaryb

Uji Autokorelasi dari sebuah model dapat dilakukan dengan

menggunakan metode Durbin Watson. Dalam pengujian yang

menggunakan jumlah observasi sebanyak 200(n-60) dan jumlah variabel independen sebanyak 2 (k – 2) serta dengan taraf signifikansi 0,05 (α – 0,05), maka diperoleh dL 1.75844 dan dU 1.77852 . Dari hasil pengolahan


(50)

sebesar 1.935. Nilai dw yang dihasilkan adalah 1.935 > 1.767263 maka tidak terdapat autokerelasi positif.

f.

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedasitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari

error konstan atau tidak. Dapat dilihat dari grafik residual dalam Grafik 4.8 bahwa model regresi pada grafik tidak memiliki pola tertentu yang artinya tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Untuk melihat grafik yang lebih jelas terdapat dalam Lampiran 3.

Grafik 4.8 : Standar Residual

g.

Hasil Uji f

Berdasarkan yang dikutip oleh Hidayat Huang bahwa Uji Anova adalah bentuk dari analisis statistik yang banyak digunakan dalam penelitian eksperimen yang dikembangkan oleh R.A Fisher. Uji anova juga adalah bentuk uji hipotesis statistik dimana kesimpulan diambil


(51)

dari populasi yang sama sehingga memiliki ekspektasi mean dan varians

yang sama. Berdasarkan Tabel 4.6 analisis menggunakan software SPSS

22 dengan menggunakan metode ANOVA didapatkan hasil pada kolom Sig. bernilai 0,00. Berdasarkan hasil ini maka dapat diinterpretasikan tingkat kesalahan 0% yang kurang dari 10%, ini artinya semua variabel bebas yaitu Zakat dan Infaq berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu Pendapatan yakni H0 ditolak atau terdapatnya pengaruh yang signifikan antara Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan secara bersama-sama.

Tabel 4.6 : Anova

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 332.277 2 166.138 149.788 .000b

Residual 218.503 197 1.109 Total 550.780 199

a. Dependent Variable: Pendapatan b. Predictors: (Constant), Infaq, Zakat

Adanya pengaruh zakat dan infaq terhadap pendapatan secara bersama-sama menunjukkan bahwa membayar zakat sekaligus memberikan infaq tidak akan mengurangi pendapatan seorang muzakki. Berdasarkan fakta di lapangan bahwa kebanyakan muzakki memberikan pernyataan ada pendapatan tambahan yang diterima muzakki ketika membayar zakat dan memberikan infaq. Ketika seorang muzakki membayarkan zakat dan menginfaqkan hartanya di jalan Allah kepada orang yang membutuhkan atau mustahik, secara teori ekonomi umum hartanya akan berkurang, namun menurut teori ekonomi Islam


(52)

itu bisa berkembang dengan mendistribusikan sebagiannya kepada orang lain, setidaknya bagian yang diberikan kepada orang lain itu bisa berkembang, minimal alokasi pemanfaatannya yang tidak semata untuk dia dan keluarganya, tetapi orang lain yang juga sangat membutuhkan. Secara fisik tampak harta berkurang dengan dikeluarkan zakat, namun secara hakekat harta terus tumbuh dan berkembang di bawah sinaran kebesaran Allah (Muhammad dan Abubakar, 2011, 11). Selain mendapatkan pahala dan berkah juga pendapatan berupa harta, zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir dan sekaligus mensucikan masyarakat dari sifat mendendam dan mendengki (Mubyarto, 1982).

h.

Hasil Uji Korelasi

Dengan melihat angka probabilitas dengan aturan bahwa Probabilitas

Sig. > 0.05, maka H0 diterima berarti tidak terdapat pengaruh yang

signifikan antara Zakat terhadap Pendapatan Muzakki dan Infaq terhadap

Pendapatan Muzakki. Jika Probabilitas Sig. < 0.05 maka H0 ditolak dengan

asumsi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Zakat dan Pendapatan Muzakki dan Infaq terhadap Pendapatan.

Tabel 4.7 : Correlations

Correlations

Pendapatan Zakat Infaq Pearson Correlation Pendapatan 1.000 .673 .746

Zakat .673 1.000 .694 Infaq .746 .694 1.000 Sig. (1-tailed) Pendapatan . .000 .000

Zakat .000 . .000

Infaq .000 .000 .

N Pendapatan 200 200 200


(53)

Infaq 200 200 200

Berdasarkan Tabel 4.7 yang diolah melalui software SPSS 22 dengan

jumlah total N atau total responden sebanyak 200 menjelaskan bahwa

antara Zakat dan Pendapatan diperoleh Sig. 0.00 <0.05 artinya H0 ditolak

dan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Zakat terhadap Pendapatan Muzakki. Berdasarkan Tabel 4.7 menjelaskan bahwa antara

Infaq dan Pendapatan Muzakki diperoleh Sig. 0.00<0.05 artinya H0 ditolak

dan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Infaq terhadap Pendapatan Muzakki.

Teori ekonomi menyatakan bahwa dalam mengeluarkan atau memberikan harta, hakekatnya harta yang dimiliki akan berkurang. Berbeda dengan teori konsumsi Islam yang menyatakan bahwa setelah konsumsi di jalan Allah maka hakekatnya seseorang akan mendapatkan nilai tambah baik berupa pahala dan berkah maupun berupa harta yang akan didapatkan melalui orang lain. Demikian pula dalam hal konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya (P3EI UII, 2008). Berdasarkan fakta di lapangan bahwa sebagian besar responden menjawab ada pengaruh yang didapatkan oleh responden ketika membayar zakat atau memberikan

infaq terhadap pendapatan muzakki baik itu pendapatan tangible seperti

harta ataupun pendapatan intangible seperti pahala dan berkah. Sesuai

dogma dalam Al-Qur’an surat 2:261 bahwasannya “perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada


(54)

tiap-tiap bulir seratus biji.Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

3. Pembuktian Hipotesis

Berdasarkan hasil analisis regresi pada sub bab sebelumnya yang dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: a. Hipotesis pertama yang menyatakan variabel zakat berpengaruh signifikan

terhadap pendapatan muzakki dapat diterima. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikan di bawah 0.05 yaitu sebesar 0.00. Berdasarkan jawaban dari responden dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari responden mendapatkan penghasilan yang terus bertambah karena konsistensi membayar setiap tahun. Data ini dibuktikan kevalidannya pada Lampiran

2 tabel correlation butir pertanyaan Z7 terhadap butir pertanyaan P4 yaitu

dengan nilai sebesar .389** yang menandakan bahwa butir pertanyaan

tersebut saling berhubungan. Ada kemungkinan H1 dapat diterima apabila responden tidak memenuhi persyaratan penelitian yaitu tidak membayar zakat 5 tahun terakhir sebagai ukuran konsistensi muzakki dalam membayar zakat dan pendapatan yang diterima responden tidak lebih dari

nishab yaitu sebesar Rp 3.500.000,-. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Yohani dan Yusuf (2014) yang menunjukkan bahwa Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas Perbankan Syariah. Jumlah R2 dalam penelitian tersebut adalah 0,204.

b. Hipotesis kedua menyatakan infaq berpengaruh signifikan terhadap pendapatan muzakki dapat diterima. Hal ini ditunjukkan dengan taraf


(55)

signifikan di bawah 0.05 yaitu sebesar 0.00. Berdasarkan jawaban dari responden dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari responden mendapatkan penghasilan yang terus bertambah atas rasa syukur muzakki dalam berinfaq karena muzakki yakin apabila berinfaq akan membawa keberkahan. Data ini dibuktikan kevalidannya pada Lampiran 2 tabel

correlation butir pertanyaan I2 terhadap butir pertanyaan P4 yaitu dengan

nilai sebesar .379** yang menandakan bahwa butir pertanyaan tersebut

saling berhubungan. Ada kemungkinan H1 dapat diterima apabila responden tidak pernah berinfaq dan responden bukanlah orang yang suka menolong orang lain dan menyisihkan pendapatannya untuk membantu orang lain berupa berinfaq. Hasil penelitian ini mendukung Aziz dan Mahmud dan Karim (2008) bahwa pada dasarnya dengan melakukan infaq, seseorang tidak kehilangan penghasilan dan kekayaannya, karena Allah telah memberikan jaminan, setidaknya beberapa akan dikembalikan kepadanya, mungkin dua kali atau mungkin 700 kali yang dibuktikan oleh penelitian ini yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasakan pengaruh yang signifikan antara Infaq dengan Pendapatan Muzakki.

c. Hipotesis ketiga menyatakan bahwa zakat dan infaq berpengaruh terhadap pendapatan muzakki secara simultan dapat diterima. Hal ini dibuktikan pada tabel 4.6 : anova didapatkan hasil pada kolom Sig. bernilai 0,00. Berdasarkan fakta di lapangan bahwa muzakki yang membayar zakat dan memberikan infaq akan lebih berpengaruh terhadap pendapatannya. Ada kemungkinan H1 dapat diterima apabila responden tidak membayar zakat


(56)

dan memberikan Infaq. Hal ini mendukung hasil penelitian M Nurianto Al Arif (2009) yang melihat pengaruh zakat terhadap perekonomian secara global dengan hasil yang tidak signifikan karena zakat belum berpengaruh terhadap perekonomian global karena belum menjadi instrumen yang dapat berpengaruh dengan alasan seperti pengumpulan dari BAZIS masih jauh relasinya dibandingkan dengan potensinya, penggunaan dana zakat yang belum tepat sasaran, dan masih banyak lagi. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak yang tidak membayar zakat dan infaq maka zakat dan infaq belum mampu mendorong perekonomian secara global dengan jumlah pemungutan yang masih sedikit.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Yusrini Santika (2015) yang mencoba menganalisa faktor-faktor Muzakki dalam membayar zakat yang menjadi indikator dalam penelitian ini seperti kepedulian sosial, pemahaman zakat, keimanan atau religiusitas.


(57)

BAB V

Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Zakat terhadap Pendapatan Muzakki dan terdapat pengaruh yang signifikan antara Infaq terhadap Pendapatan Muzakki yang dilihat dari nilai probabilitas signifikansi dibawah 0.05. Hal ini terjadi karena mayoritas responden merasakan bahwa Zakat dan Infaq telah berpengaruh terhadap Pendapatan yang berarti ini juga menjawab bahwa adanya keberkahan baik berupa harta maupun pahala yang dirasakan oleh responden ketika responden telah membayar Zakat atau telah memberikan Infaq. Hasil yang sama juga terlihat dari analisa pada bab sebelumnya yaitu membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki secara bersama-sama yang dibuktikan oleh analisis varians dengan nilai signifikansi dibawah 0.1 yaitu 0.00 dengan tingkat kesalahan 0%.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan analisa pada bab sebelumnya, maka terdapat beberapa saran yang dapat diajukan yaitu:

1. Akademisi dapat memberikan atau mengembangkan teori tentang zakat kontemporer agar mudah bagi peneliti dalam mencari sebuah rujukan kepustakaan mengenai zakat kontemporer.

2. Lembaga penyaluran dan penerimaan zakat agar terus meningkatkan program-program untuk menarik minat muzakki agar terus membayar zakat seperti mengembangkan pelatihan-pelatihan untuk menambah pengetahuan muzakki


(58)

mengenai zakat dan infaq untuk mengumpulkan dan memaksimalkan fungsi zakat untuk membantu mustahiq karena zakat dan infaq memiliki pengaruh terhadap pendapatan baik muzakki maupun mustahik.

3. Peneliti selanjutnya agar meningkatkan kualitas penelitian dengan metode yang lebih baik seperti penggunaan kemajuan teknologi dalam mancari dan mendapatkan data karena keterbatasan peneliti dalam mengambil data. Selain itu untuk menambah cakupan wilayah yang lebih luas dan memperbanyak rujukan teori-teori mengenai zakat dan infaq yang telah memiliki paten dan dapat diterima oleh dunia akademis secara global.

Daftar Pustaka


(59)

Al Arif, M Nur Rianto. Efek Multiplier Zakat Terhadap Pendapatan Di Provinsi

DKI Jakarta. Jurnal. Fakultas Syariah dan Hukum. Jakarta: 2009, Vol.

1, No. 1

Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. Al Fiqh Al-Iqtishadi Li Amiril mukminin Umar Ibn

Al-Kaththab diterjemahkan oleh Asmuni Solihan Zamakhsyari: Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khatab. Khalifa: Jakarta, 2006

Al Qurthubi, Syaikh Imam. Al Jami’ li Ahkaam Al Qur’an. Terjemah Budi

Rosyadi, dkk. Pustaka Azzam : Jakarta, 2008

Ali, Mohammad Daud. Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf, UI-Press :

Jakarta, 1988

An Nawawi. Sahih Muslim bi Syarhi An Nawawi Juz VII, Darul Fikr: Beirut, 1982

Aziz Dahlan, Abdul. Ensiklopedi Huum Islam. PT. Ichtiar van Hoeve: Jakarta,

1996

Aziz dan Mahmud dan Karim. The Nature of Infaq and its Effects on Distribution

of Weal. KASBIT Business Journal: Muenchen, 2008

Ifham, Ahmad. Diary ILBS: Everyday Muamalah, Amana Sharia Consulting:

Jakarta, 2016

Kahf, Monzer. The Islamic Economic: Analytical oh The Functioning of The

Islamic Economic System diterjamahkan oleh Machnun Husein:

Ekonomi Islam (Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam). Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1995

Kahf, Monzer. Economics of Zakah (a book of readings), IRTI-IDB: Jeddah, 1997

Karim, Adiwarman. Ekonomi Mikro Islami, Rajawali Pers, Jakarta, 2007

Mannan, M.A. Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, PT Intermasa : Jakarta, 1992

Mubyarto. Zakat dan Mengurangi Kemiskinan, Seminar Nasional Pengelolaan

dan Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Sedekah, Jakarta, 1982

Muhammad. Paradigma, Metodologi, dan Aplikasi Ekonomi Syari’ah. Graha


(60)

Mujieb, Muhammad Abdul. Kamus Istilah Fiqih. Pustaka Firdaus : Jakarta, 1994

Nata, Dr. H Abudin. Dkk. Mengenal Hukum Zakat dan Infak/Sedekah, BAZIS:

Jakarta,1999

P3EI (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam) UII. Ekonomi Islam.

PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2008

Priyanto, D. SPS 22: Pengolahan Data Terpraktis, ANDI: Yogyakarta, 2014

Qardawi, Dr. Yusuf. Fiqhuz-Zakat. Muassasat ar-Risalah: Beirut, Libanon, 1973

Sa’di, Adil. Fiqhun-Nisa-Syiyam-Zakat-Haji. PT. Mizan Publika, 2006

Sallam, Abu Ubaid Qasim ibn. Kitab al-Amwal, Kairo: Darus Salam, cet. Ke-1

hal. 596. 2009

Santika, Yusrini. Analisis Potensi Zakat dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Muzaki Membayar Zakat di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi

dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor: Bogor, 2015

Shihab, M. Quraish. M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang

Patut Anda Ketahui. Lentera Hati : Jakarta, 2008

Siddiqi, S.A. Public Finance in Islam, Sh. Muhammad Ashraf Lahore, 1948

Supriyadi, Edy. SPSS+Amos: Statistical Data Analysis. In Media : 2014

Yohani dan Yusuf. Pengaruh zakat, Infaq dan Shadaqah terhadap Laba pada

Perbankan Syariah Indonesia. Jurnal. STIE Muhammadiyah

Pekalongan. Majalah Neraca Publisher : Pekalongan, 2014, vol. 10, No. 2

Daftar Website

http://pusat.baznas.go.id/wp-content/materi


(61)

(62)

(63)

(64)

(65)

LAMPIRAN 2 : JAWABAN RESPONDEN

Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 Z9 Z1

0 I1 I2 I3 I4 I5 P1 P2 P3 P4 P5

5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 3 4 5

4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5

4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5

4 5 4 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 4

5 4 5 5 5 5 3 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4

5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 3 4 5

5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 4 5 5 3 4 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5

5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5

4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4

5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 5 5 4 3

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

5 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5

5 4 4 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 3 4 5 4 4

4 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 4 5 4 5 4 4 5 4 4 3 4 5 4 4 5 3 4 4 5


(1)

LAMPIRAN 4 : Analisis Regresi

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 200 100.0

Excludeda 0 .0

Total 200 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items

.905 18

Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N Pendapatan 18.3100 1.66365 200

Zakat 46.4100 3.25806 200

Infaq 18.3150 1.59641 200

Correlations

Pendapatan Zakat Infaq Pearson Correlation Pendapatan 1.000 .673 .746

Zakat .673 1.000 .694

Infaq .746 .694 1.000

Sig. (1-tailed) Pendapatan . .000 .000

Zakat .000 . .000

Infaq .000 .000 .

N Pendapatan 200 200 200

Zakat 200 200 200

Infaq 200 200 200


(2)

Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Infaq, Zakatb . Enter

a. Dependent Variable: Pendapatan b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .777a .603 .599 1.05316 .603 149.788 2 197 .000 1.935

a. Predictors: (Constant), Infaq, Zakat b. Dependent Variable: Pendapatan

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 332.277 2 166.138 149.788 .000b

Residual 218.503 197 1.109

Total 550.780 199

a. Dependent Variable: Pendapatan b. Predictors: (Constant), Infaq, Zakat


(3)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

95.0% Confidence

Interval for B Correlations Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Lower Bound

Upper

Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) .943 1.079 .874 .383 -1.184 3.071

Zakat .152 .032 .299 4.791 .000 .090 .215 .673 .323 .215 .519 1.928

Infaq .562 .065 .539 8.653 .000 .434 .690 .746 .525 .388 .519 1.928

a. Dependent Variable: Pendapatan

Coefficient Correlationsa

Model Infaq Zakat

1 Correlations Infaq 1.000 -.694 Zakat -.694 1.000 Covariances Infaq .004 -.001

Zakat -.001 .001

a. Dependent Variable: Pendapatan


(4)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 14.2983 19.8041 18.3100 1.29218 200

Std. Predicted Value -3.105 1.156 .000 1.000 200

Standard Error of Predicted

Value .076 .271 .123 .039 200

Adjusted Predicted Value 14.2371 19.8259 18.3101 1.29282 200

Residual -3.94660 3.25365 .00000 1.04786 200

Std. Residual -3.747 3.089 .000 .995 200

Stud. Residual -3.791 3.121 .000 1.004 200

Deleted Residual -4.03983 3.31971 -.00007 1.06688 200

Stud. Deleted Residual -3.928 3.193 -.001 1.014 200

Mahal. Distance .039 12.156 1.990 2.192 200

Cook's Distance .000 .113 .006 .016 200

Centered Leverage Value .000 .061 .010 .011 200

a. Dependent Variable: Pendapatan


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Akuntabilitas,Tranparansi dan Kualitas Pelayanan Lembaga Pengelola Zakat terhadap Kepercayaan Muzakki dan Pengaruh Kepercayaan Muzakki terhadap Komitmen Muzakki

37 200 85

Analisis pengaruh pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah sebagai modal kerja terhadap indikator kemiskinan dan pendapatan mustahiq

2 87 110

Pengaruh distribusi produktif dana Zakat, Infaq Dan Shadaqah (ZIS) terhadap perilaku konsumsi mustahik: studi kasus 58 responden mitra usaha masyarakat mandiri

0 5 2

PENDAHULUAN Pengaruh Pengetahuan Zakat, Tingkat Pendapatan, Religiusitas Dan Kepercayaan Kepada Organisasi Pengelola Zakat Terhadap Minat Membayar Zakat Pada Lembaga Amil Zakat :(Studi Kasus Terhadap Muzakki Di Fakultas Agama Islam Dan Fakultas Ekonomi D

1 3 10

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Pengetahuan Zakat, Tingkat Pendapatan, Religiusitas Dan Kepercayaan Kepada Organisasi Pengelola Zakat Terhadap Minat Membayar Zakat Pada Lembaga Amil Zakat :(Studi Kasus Terhadap Muzakki Di Fakultas Agama Islam Dan Fakultas Ekonom

0 7 4

PENDAHULUAN Pengaruh Pengetahuan Zakat, Tingkat Pendapatan Dan Kredibilitas Organisasi Pengelola Zakat Terhadap Minat Membayar Zakat Pada Lembaga Amil Zakat (LAZ) Atau Badan Amil Zakat (BAZ) (Studi Kasus Pada Muzakki Di Kecamatan Laweyan Surakarta).

0 2 8

PERANCANGAN APLIKASI MUZAKKI PADA SISTEM INFORMASI ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH BERBASIS ANDROID

0 0 6

ANALISIS PENDAPATAN ANGGOTA TNI AD TERHADAP PEMENUHAN KEWAJIBAN ZAKAT,INFAQ DAN SHADAQAH

0 0 7

PENGARUH POLA PENGELUARAN ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH TERHADAP LOYALITAS SERTA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MUZAKKI DAN MUSTAHIQ DI SULAWESI SELATAN Muhammad Yusuf Q¹ Hapid²

0 0 11

PENGARUH TINGKAT PENDAPATAN, RELIGIUSITAS, AKUNTABILITAS DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP MINAT MUZAKKI MEMBAYAR ZAKAT DI BAITUL MAL KOTA BANDA ACEH

1 2 13