Setiap orang bertanggungjawab atas perbuatannya, kecuali orang- orang disebelah kanan, mereka berada di taman-taman surga saling
bertanya tentang orang-orang durjana, “Apakah sebabnya kamu diceblos ke dalam neraka?” mereka menjawab, “Kami bukan
golongan orang yang salat, dan kami tiada memberi makan orang yang miskin. Kami asyik membicarakan kebatilan dengan orang yang
berbuat kebatilan itu, dan kami mendustakan hari pembalasan. Hingga datang kepada kami kematian”
2. Sedekah Sunnah
Abdul Mujieb 1994 mengartikan sedekah adalah pemberian berupa sesuatu yang berguna bagi orang lain yang memerlukan bantuan fakir,
miskin dengan tujuan beribadah mencari pahala kepada Allah swt. semata. Quraish Shihab 2008 mengartikan sedekah sebagai pengeluaran harta secara
ikhlas yang bersifat sunnah atau anjuran. Jika Infaq berkenaan dengan materi, maka sedekah memiliki arti yang lebih luas dari sekedar material. Menurut
ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa sedekah merupakan salah satu
18
perbuatan yang disyariatkan dan hukumnya adalah sunnah, kesepakatan mereka didasarkan padas surat Al – Baqarah ayat 280 Aziz, 1996:
Dan jika
orang yanag berhutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.Dan menyedekahkan sebagian atau semua
utang itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Sedekah sunnah dapat dilakukan setiap waktu, untuk melakukannya ada
dalam surat Al-Baqarah ayat 280. Sedekah tidak hanya dikhususkan pada waktu tertentu seperti bulan Ramadhan tetapi dianjurkan setiap saat
Sa’di, 2006.
Dari ‘Asma binti Abi Bakr, Rasulullah Saw bersabda kepadaku, “Janganlah engkau menyimpan harta tanpa mensedekahkannya. Jika tidak,
maka Allah swt akan menahan rezeki untukmu.” Dalam riwayat lain juga disebutkan, “Infaqkanlah hartamu, jangan engkau menghitung-hitungnya
menyimpan tanpa mau mensedekahkan. Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan anugerah Allah untukmu. Jika tidak maka harta yang engkau
miliki akan habis dan tidak akan barokah.”An Nawawi, 1982. a. Infaq
Pengertian Infaq Infaq ditinjau dari segi bahasa berarti “membelanjakan” Mujieb, Thollah :
1994. Sedangkan menurut syari’at, Infaq adalah mengeluarkan
sebagian dari harta atau pendapatan penghasilan untuk suatu kepentingan kemanusiaan yang diperintahkan ajaran Islam. Pengertian infaq dalam Al-
Qur’an dapat dipahami bahwasanya istilah tersebut mengandung pengertian 19
yang umum yang mencakup setiap aktivitas pengeluaran dana baik berupa kewajiban seperti zakat maupun kewajiban menafkahi keluarga, pengertian
infaq juga bisa sebagai kedermawanan dari seseorang untuk menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial Nasution, 1992. Dengan
demikian, infaq terlepas dari ketentuan dan ukuran, tetapi tergantung kepada kerelaan masing-masing. Sehingga kewajiban memberikan infaq tidak hanya
tergantung pada mereka yang kaya saja tetapi juga ditujukan kepada orang- orang yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan sehari-harinya Muhammad,
2004. Syariah telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfaq atau
membelanjakan harta. Seperti yang dapat kita temukan dalam Al-Qur’an bahwasanya kita diperintahkan untuk menafkahkan diri sendiri seperti
tercantum dalam QS at-Taghabun ayat 16: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan
dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu.Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka
itulah orang-orang yang beruntung. Allah telah mengatur setiap aktivitas manusia baiknya adalah dengan
mencari nafkah atau mencari rezeki yang halal dengan cara yang baik di jalan Allah dan menyisihkan rezeki yang telah kita dapati tanpa sedikitpun kita
menerimanya dari hal-
20
hal yang dilarang oleh Allah seperti yang terdapat dalam QS al-Baqarah ayat 267 :
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji. Namun menafkahkan harta bukanlah dengan sesuka hati kita tanpa ada
batasan, melainkan semua itu Allah telah atur agar terjadi keseimbangan dan tidak terjadi kemubaziran. Seperti yang tertuang dalam QS al-Isra’ ayat 26 :
Dan berikanlah
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan hartamu secara boros. Ibn Abbas, Mujtahid, Qatadah, Ibn al-Juraij dan kebanyakan mufassir
menafsirkan israf berfoya-foya sebagai tindakan membelanjakan harta di dalam kemaksiatan meski hanya sedikit. Israf itu disamakan dengan Tabzir
boros. Menurut Ibn Abbas, Ibn Mas’ud dan jumhur ulama, tabzir adalah menginfaqan harta kita tidak pada tempatnya. Ibn al-Jauzi dalam Zad al-Masir
21
mengatakan, Mujtahid berkata, “Andai seseorang menginfaqkan seluruh hartanya di dalam kebenaran, ia tidak berlaku Tabzir. Sebaliknya, andai ia
menginfaqkan satu mud saja di luar kebenaran, maka ia telah berlaku tabzir.
Dasar Hukum Infaq Dasar hukum Infaq telah banyak dijelsakan baik dalam Al-Qur’an maupun
Hadis seperti yang termuat dalam QS adz-Zariyat ayat 19 :
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang misikin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian. Dijelaskan dalam surat al- Baqarah mengenai imbalan bagi yang berinfaq
seperti yang tertuang dalam QS al-Baqarah ayat 245:
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah , dan pinjaman yang baik menafkahkan hartanya di jalan Allah, maka Allah akan melipat
gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan rezeki dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan. Hukum infaq yang lain yang termuat dalam QS Ali Imran ayat 134 :
yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
22
memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Berdasarkan pemahaman mengenai zakat dan infaq seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, namun perlulah kita ketahui bahwa rezeki dan berkah
yang diberikan Allah tidak serta merta tanpa aturan-aturan yang membatasinya. Dalam hal ini adalah bagaimana manusia dapat memenuhi
kebutuhannya dan dapat membatasi apa yang menjadi keinginannya. Selanjutnya, bagaimana manusia dapat hidup dengan kesejahteraan diri sendiri
dan keluarga juga dalam mensejahterakan hidup orang lain. Hal ini dapat tercermin dari bagaimana seseorang menghabiskan pendapatan yang ia terima,
untuk apa pendapatan yang ia terima, alangkah menjadi sangat darmawan jika seseorang menghabiskan pendapatan yang ia terima untuk konsumsi dunia dan
konsumsi akhirat. Selanjutnya akan dibahas rumusan yang dapat menggambarkan konsumsi sesorang yang akan berpengaruh terhadap
pendapatan yang akan ia terima.
3. Teori Konsumsi Islami a. Pengertian Teori Konsumsi Islami