partikel fly ash yang terkumpul pada presipitator elektrostatik biasanya berukuran silt 0.074 – 0.005 mm. Bahan ini terutama terdiri dari silikon
dioksida SiO
2
, aluminium oksida Al
2
O
3
dan besi oksida Fe
2
O
3
. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi dalam kandungan mineral
fly ash abu terbang dari batu bara adalah: •
Komposisi kimia batu bara •
Proses pembakaran batu bara •
Bahan tambahan yang digunakan termasuk bahan tambahan minyak untuk stabilisasi nyala api dan bahan tambahan untuk pengendalian korosi.
2.4.6.1 Pembagian Kelas Fly Ash
ASTM C.618 mendefinisikan dua kelas fly ash, yaitu:
1. Kelas C 2. Kelas F
Kelas C Berikut adalah karakteristik dari fly ash Kelas C :
a. Dihasilkan dari pembakaran lignit muda dan batubara sub-bituminus b. Konsentrasi yang lebih tinggi dari alkali dan sulfat
c. Berisi lebih dari 20 kapur d. Tidak memerlukan aktivator
e. Tidak memerlukan entrainer udara f. Tidak untuk digunakan dalam kondisi sulfat tinggi
g. Untuk konstruksi penghunian h. Terbatas untuk kadar abu terbang rendah campuran beton
Universitas Sumatera Utara
Kelas F
Berikut adalah karakteristik dari fly ash Kelas C :
a. Dihasilkan dari pembakaran lebih keras, lebih tua dan antrasit batubara bituminous. b. Mengandung kurang dari 20 kapur
c. Membutuhkan penyemenan agen seperti PC, kapur cepat, kapur d. Digunakan dalam kondisi paparan sulfat tinggi
e. Penambahan entrainer udara yang dibutuhkan f. Digunakan untuk beton struktural
g. Berguna dalam kadar abu terbang tinggi campuran beton
Berdasarkan ASTM C.618, ada beberapa persyaratan mengenai fly ash, yaitu :
− Kehilangan Ignition LOI 4
− 75 abu harus memiliki kehalusan 45 pM atau kurang
Perbedaan utama diantara dua jenis fly ash ini adalah jumlah
Kalsium,Silika, Alumina dan kadar besi, sifat kimia dari fly ash tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan kimia dari batubara dibakar yaitu, antrasit,
bituminous, dan lignit.
Tabel 2.6 Komposisi Kimia fly ash Wikipedia, 2004
Component Bituminous
Subbituminous Lignite
SiO
2
20-60 40-60
15-45
Al
2
O
3
5-35 20-30
20-25
Universitas Sumatera Utara
Fe
2
O
3
10-40 4-10
4-15
CaO 1-12
5-30 15-40
LOI 0-15
0-3 0-5
Tabel 2.7 Komposisi Kimia fly ash ACI 232.2R-96, 2002
Bituminous Subbituminous
Northern Lignite Southern Lignite
SiO
2
, percent 45,9
31,3 44,6
52,9 Al
2
O
3
, percent 24,2
22,5 15,5
17,9 Fe
2
O
3
, percent 4,7
5,0 7,7
9,0 CaO, percent
3,7 28,0
20,9 9,6
SO
3
, percent 0,4
2,3 1,5
0,9 MgO, percent
0,0 4,3
6,1 1,7
Alkalies, percent 0,2
1,6 0,9
0,6 LOI, percent
3 0,3
0,4 0,4
Air Permeability finess, m
2
kg 403
393 329
256 45 um sieve
retention, percent 18,2
17,0 21,6
23,8 Density, Mgm
3
2,28 2,70
2,54 2,43
Senyawa-senyawa penyusun abu terbang sebenarnya sangat ditentukan oleh mineral-mineral pengotor bawaan yang terdapat pada batu bara itu sendiri
yang disebut dengan inherent mineral matter. Mineral pengotor yang terdapat dalam batu bara dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1. Syngenetic atau disebut dengan mineral matter : pada dasarnya mineral- mineral ini terendapkan di tempat tersebut bersamaan dengan saat proses
pembentukan paet. 2. Epigenetica juga disebut dengan extraneous mineral matter: pada
prinsipnya mineral-mineral pengotor ini terakumulasi pada cekungan setelah proses pembentukan lapisan peat tersebut selesai.
Universitas Sumatera Utara
Bahan bangunan abu terbang dapat digunakan sebagai bahan baik
untuk pembuatan agregat buatan dalam campuran beton, bahan tambahan pavingblok, mortar, batako, bahan tambah beton aspal, beton ringan dan sebagainya. Sebagai bahan
tambah beton, abu terbang dinilai dapat meningkatkan kualitas beton dalam hal kekuatan, kekedapan air, ketahanan terhadap sulfat dan kemudahan dalam pengerjaan
workability beton Sofwan Hadi, 2000. Penggunaan abu terbang juga dapat mengurangi penggunaan semen dan sekaligus sebagai bentuk pemanfaatan limbah yang
akan membantu menjaga kelestarian lingkungan. Abu terbang sepertinya cukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikatkarena
bahan penyusun utamanya adalah silikon dioksida SiO2, alumunium Al2O3 dan Ferrum oksida Fe2O3. Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang
dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air. Clarence 1966: 24 menjelaskan dengan pemakaian abu terbang sebesar 20 30 terhadap berat semen maka jumlah semen
akan berkurang secarasignifikan dan dapat menambah kuat tekan beton. Pengurangan jumlah semenakan menurunkan biaya material sehingga efisiensi dapat ditingkatkan.
Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan fluidized bed system dan unggun tetap fixed bed system atau grate
system. Disamping itu terdapat system ke-3 yakni spouted bed system atau yang dikenal dengan unggun pancar.
a. Fluidized bed system Fluidized bed system adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah
menggunakan blower sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik yang
paling efisien dalam menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku
Universitas Sumatera Utara
sebagai medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai
temperature bakar batubara 300
o
C maka diumpankanlah batubara. Sistem ini menghasilkan abu terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut
disebut dengan fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di PLTU Pembangkit Listruk Tenaga Uap
. Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : 80-90
berbanding 10-20. b. Fixed bed system atau Grate system
Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran dimana batubara berada di atas conveyor yang berjalan atau grate. Sistem ini kurang
efisien karena batubara yang terbakar kurang sempurna atau dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang terbentuk terutama bottom ash
masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000 kkalkg. Di China, bottom ash
digunakan sebagai bahan bakar untuk kerajinan besi pandai besi. Teknologi Fixed bed system banyak digunakan pada industri tekstil sebagai
pembangkit uap steam generator. Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : 15-25 berbanding 75-25.
Koesnadi, 2008.
2.4.6.2 Dampak Fly Ash terhadap Lingkungan