17
kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen
yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air.
Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma,
menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri
patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit. Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses
penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti.
Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu
ultraviolet atau hidrogen peroksida. Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan
dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus
menghilangkannya sehingga limbah padat sludge dapat diminimalisasi hingga mendekati 100. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah
sakit tidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses daur ulang. Teknologi ini, selain
efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas.
2.1.4. Potensi pencemaran limbah rumah sakit
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh Rumah Sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996
tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur
18
per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah limbah padat berupa
limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah limbah padat RS sebesar
376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari
lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit.
Rumah Sakit di Indonesia menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju,
jumlah limbah diperkirakan 0,5-0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari.
2.2. STANDAR BAKU MUTU
Peraturan pemerintah RI No. 85 tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang pengolahan limbah berbahaya
dan beracun menetapkan bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya sehingga tetap mampu menunjang pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan,
bahwa dengan meningkatnya pembangunan di segala bidang, khususnya pembangunan di bidang industri, semakin meningkat pula jumlah limbah yang
dihasilkan termasuk yang berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehatan manusia.
Mengubah ketentuan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, sebagai berikut: a Pasal 6 limbah B3 dapat diidentifikasikan menurut sumber dan atau uji karakteristik dan atau uji toksikologi; b Pasal 7 Jenis
limbah B3 menurut sumbernya meliputi: Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; Limbah B3 dari sumber spesifik; serta Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa,
tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Perincian dari masing-masing jenis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 seperti