2.2 Tinjauan Pustaka
Sepanjang pengetahuan penulis, kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka ini belum pernah dilakukan analisis terhadap maknanya
hanya tanggapan dan apresiasi pembaca dalam kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka yaitu sebagai berikut: Seno Gumirah Ajidarma,
seorang penulis, yang mengatakan bahwa “Setiap kali ada orang Indonesia menulis puisi, kita harus bersyukur karena kalau toh ia tidak berhasil
menyelamatkan jiwa orang lain, setidaknya ia telah menyelamatkan jiwanya sendiri. Puisi memang tidak bisa menunda kematian manusia yang sampai kepada
akhir hayatnya, tetapi puisi jelas menunda kematian jiwa dalam diri manusia yang hidup. Hal ini dimungkinkan karena dari sifatnya, puisi membebaskan diri dari
kematian budaya.” Seno Gumirah Ajidarma hanya mengapresiasi para penyair Indonesia sedangkan mengenai struktural dan semiotik tidak ada.
Wilmar Witoelar, mantan juru bicara mantan presiden RI Abdurrahman Wahid, juga mengatakan, “… Puisi Rieke merupakan potret
kepedihan, ketegaran, kepongahan dalam cinta, angan-angan dan keniscayaan politik …semua dalam paket yang nikmat untuk orang biasa, walaupun penuh
ketajaman yang tidak biasa. Wilmar Witoelar hanya berbicara mengenai tema dari puisi-puisi Pitaloka ini sedangkan mengenai struktural dan semiotik tidak ada.
Menurut Gus Muh, anggota Paguyuban Perempuan El-Shadawi Yogyakarta sekarang masih “nyantri” di IAIN Sunan Kalijaga, bahwa dengan
membaca puisi-puisi Rieke, khususnya posisi perempuan di hadapan wacana kelelakian, sepertinya kita dipapah ke dalam sikap-sikap yang tegas, lugas, dan
Universitas Sumatera Utara
terus terang. Gus Muh juga berbicara mengenai bahasa penulisan Pitaloka dan tentang perempuan sedangkan mengenai struktural dan semiotik tidak ada.
Adessita, aktivis persma tinggal di Yogyakarta, berpendapat, “Tidak sepuitis puisi yang lain, tetapi puisi Rieke ini mudah dimengerti dan akhir
puisinya jelas.” Selanjutnya dikatakan oleh Vero, seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri di Yogyakarta, berpendapat, “Bagaimanapun, puisi ini sungguh
lugas, lugu, dan apa adanya.” Adessita juga masih berbicara mengenai bahasa penulisan Pitaloka sedangkan mengenai struktural dan semiotik tidak ada.
Dari semua pendapat dan apresiasi pembaca di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belum ada orang yang membicarakan kumpulan puisi
Renungan Kloset karya Rieke Diah Pitaloka dari segi struktural dan semiotik.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel 3.1.1 Populasi
Populasi adalah seluruh objek yang akan dianalisis, yang menjadi populasi dalam analisis ini adalah kumpulan puisi Renungan Kloset karya Rieke
Diah Pitaloka yang ditulis dari tahun 1998, 2000—2003. Seluruh puisinya berjumlah 43 puisi.
3.1.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari unsur populasi yang dipandang dapat mewakili keseluruhan populasi. Karena jumlah populasi di atas terlalu besar,
maka sampel yang digunakan dalam analisis ini seluruhnya berjumlah dua belas puisi yaitu:
• Dari puisi tahun 1998 puisi yang akan dianalisis yaitu:
1. Bersama Kereta Malam
2. Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi Kita Anak Negeri
• Dari puisi tahun 2000 puisi yang akan dianalisis yaitu:
1. Hujan 1
2. Hujan 2
• Dari puisi tahun 2001 puisi yang akan dianalisis yaitu:
1. Bulan yang Gelisah
2. Renungan Kloset
Universitas Sumatera Utara