Landasan Teori Konsep dan Landasan Teori .1 Konsep

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah 1 rancangan atau buram surat dan sebagainya; 2 ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; 3 ling gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:457. Analisis ini menggunakan konsep makna semiotik untuk mencari makna yang terdapat di dalam puisi-puisi kumpulan puisi Renungan Kloset. Sesuai yang dikatakan oleh Preminger bahwa studi sastra yang bersifat semiotik itu adalah usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Untuk menentukan makna puisi secara semiotik, terlebih dahulu dilakukan analisis secara struktural. Menurut teori struktural, karya sastra merupakan sebuah struktur yang unsur-unsurnya saling berkaitan.

2.1.2 Landasan Teori

Dalam penelitian ini, penulis memilih teori struktural dan teori semiotik. Pada intinya, teori strukturalisme dalam sastra sebagai berikut: karya sastra merupakan sebuah struktur yang unsur-unsurnya saling berkaitan Jabrohim, 2003:93. Hawkes dalam Jabrohim, 2003:93 mengatakan bahwa Universitas Sumatera Utara dalam struktur itu unsur-unsur tidak mempunyai makna dengan sendirinya, maknanya ditentukan oleh keterkaitan dengan unsur-unsur lainnya dan keseluruhan atau totalitasnya bahwa makna unsur-unsur karya sastra itu hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuh-penuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Antara unsur itu ada koherensi atau pertautan erat; unsur-unsur itu tidak otonom, tetapi merupakan bagian dari situasi yang rumit dari hubungannya dengan bagian lain unsur-unsur itu mendapatkan maknanya Culler dalam Jabrohim, 2003:93. Struktur fisik dan struktur batin puisi ditelaah unsur- unsurnya. Kedua struktur itu harus mempunyai kepaduan dalam mendukung totalitas puisi. Telaah ini menyangkut telaah unsur-unsur puisi dan berusaha membedah puisi sampai ke unsur-unsur yang sekecil-kecilnya. Ditelaah bagaimana struktur fisik digunakan untuk mengungkapkan struktur batin dan bagaimana struktur batin dikemukakan. Telaah yang demikian menghasilkan pembahasan puisi secara lebih mendalam Waluyo, 1991:147. Struktur fisik puisi itu meliputi susunan kata, frase, kalimat, kiasan, pengimajian, dan bagaimana penyair menyusun tata wajah puisi. Telaah struktur batin puisi untuk mengungkapkan tema dan amanat yang hendak disampaikan penyair Waluyo, 1991:147. Analisis struktural sukar dihindari, sebab dengan demikian analisis itu baru akan memungkinkan tercapainya pemahaman yang optimal. Selanjutnya analisis struktural ini merupakan perioritas utama sebelum yang lain-lain Teew, 1983:61. Tanpa itu kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri tidak akan tertangkap. Makna unsur-unsur karya sastra hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya satra. Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini, dipilih teori analisis strata norma yang dikemukan oleh Roman Ingarden, seorang filsuf Polandia, yang menganalisis puisi berdasarkan norma-normanya. Tiap-tiap norma menimbulkanlapis norma di bawahnya. Norma-norma itu bersusun sebagai berikut: Lapis norma pertama adalah lapis bunyi sound Stratum. Dalam membaca puisi akan terdengar rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Suara disesuaikan dengan konvensi bahasa, disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti. Maka, lapis bunyi menjadi dasar timbulnya lapis kedua yaitu lapis arti. Lapis arti units of meaning berupa rangkaian fonem, suku kata, frase, dan kalimat yang merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian kalimat menjadi alinea, bab, dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak. Rangkaian satuan- satuan arti ini menimbulkan lapis ketiga, yaitu berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan. Roman Ingarden masih menambahkan dua lapis norma lagi yang menurut Wellek merupakan lapis keempat dan kelima, yaitu: 1. Lapis “dunia” yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tidak perlu dinyatakan, tetapi terkandung di dalamnya implied. Sebuah peristiwa dalam sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan “terdengar” atau “terlihat”, bahkan peristiwa yang sama, misalnya suara jederan pintu, dapat memperlihatkan aspek “luar” atau “dalam” watak. 2. Lapis metafisis, berupa sifat-sifat metafisis yang sublim, yang tragis, mengerikan atau menakutkan, dan yang suci, dengan sifat-sifat ini seni dapat memberikan renungan kontemplasi kepada pembaca. Akan tetapi, tidak semua karya sastra terdapat lapis metafisis tersebut. Universitas Sumatera Utara Penulis menggunakan teori srtuktural karena untuk memahami makna puisi perlu dianalisis puisi tersebut secara struktural sebab pendekatan struktural merupakan tugas prioritas Teew, 1983:61, yaitu dengan menganalisis unsur- unsur intrinsik puisi tersebut. Unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun sebuah puisi dari dalam puisi tersebut, berupa: 1 bait dan baris, 2 unsur musikalitas puisi, 3 hubungan antara kesatuan dalam puisi, 4 bahasa puisi, 5 struktur penceritaan puisi, 6 suasana puisi, dan 7 makna puisi Atmazaki, 1990:64. Teew mengatakan 1984:139-140 bahwa struktural yang hanya menekankan otonomi karya sastra mempunyai kelemahan. Kelemahan itu terutama berpangkal pada empat hal yaitu: 1 New Critism secara khusus, dan analisis struktur karya sastra secara umum belum merupakan teori sastra, malahan tidak berdasarkan teori sastra yang tepat dan lengkap, bahkan ternyata merupakan bahaya untuk mengembangkan teori sastra yang sangat perlu; 2 karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harus dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah; 3 adanya struktur yang objektif pada karya sastra makin disangsikan; peranan pembaca selaku pemberi makna dalam interpretasi karya sastra makin ditonjolkan dengan segala konsekuensi untuk analisis struktural; 4 analisis yang menekankan otonomi karya sastra juga menghilangkan konteks dan fungsinya sehingga karya itu dimenaragadingkandan kehilangan relevansi sosialnya. Kenyataan ini menyebabkan penulis melanjutkan penganalisisan ke pendekatan semiotik. Unsur-unsur karya sastra itu mempunyai makna dalam hubungannya dengan unsur lain secara keseluruhan. Oleh karena itu, strukturnya harus Universitas Sumatera Utara dianalisis dan bagian-bagiannya yang merupakan tanda-tanda bermakna, harus dijelaskan Pradopo, 2007:143. Teori sastra yang memahami karya sastra sebagai tanda itu adalah semiotik. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda Pradopo dalam Jabrohim, 2003:67. Tanda itu mempunyai arti dan makna, yang ditentukan oleh konvensinya, karya sastra merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Karya sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya yang merupakan sistem tanda yang mempunyai arti. Sebagai medium sastra, bahasa disesuaikan dengan konvensi sastra yaitu makna significanse. Oleh Preminger Jabrohim, 2003:94 konvensi sastra itu sebagai konvensi tambahan. Dalam analisis semiotik ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Zoest. Zoest 1996:6 mendefinisikan semiotik sebagai studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya; cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Secara khusus semiotik dibagi atas tiga bagian utama, yaitu 1 sintaksis semiotik, 2 semantik semiotik, 3 pragmatik semiotik. Sintaksis semiotik merupakan studi tentang tanda yang berpusat pada penggolongannya, pada hubungannya dengan tanda-tanda lain, cara bekerja sama, dan menjalankan fungsinya Zoest, 1996:6. Kaidah sintaksis sering diabaikan dalam puisi, tetapi untuk menafsirkan makna puisi hendaknya menafsirkan larik- larik puisi itu sebagai suatu kesatuan sintaksis Waluyo, 1991:69. Kesatuan sintaksis dapat dibicarakan dalam larik dan bait. Sebuah larik mewakili kesatuan gagasan penyair dan jika dibangun bersama-sama larik-larik lain akan membangun kesatuan gagasan yang lebih besar. Bait-bait puisi pada Universitas Sumatera Utara hakikatnya mirip dengan sebuah paragraf prosa, di dalam bait itu terdapat satu larik yang merupakan kunci gagasan Waluyo, 1991:70. Hasil penelitian akan kurang baik apabila membatasinya hanya pada tingkat sintaksis semiotik karena penelitian semiotik pada akhirnya harus berlanjut hingga ke tingkat semantik dan pragmatik Zoest, 1996:6. Oleh karena itu, penelitian ini akan berlanjut ke tingkat semantik semiotik dan pragmatik semiotik. Semantik semiotik adalah studi yang menonjolkan hubungan tanda- tanda dengan acuannya dan dengan interpretasi yang dihasilkannya. Zoest, 1996:6. Dalam puisi , kata-kata, frase, dan kalimat mengandung makna tambahan atau konotatif. Bahasa kiasan yang digunakan menyebabkan makna dalam baris- baris puisi itu tersembunyi dan harus ditafsirkan Waluyo, 1991:103. Menelaah puisi perlu ditafsirkan makna dari ungkapan penyair, baik yang lugas maupun yang kias, baik yang menggunakan bahasa maupun nonbahasa. Pragmatik semiotik merupakan studi tentang tanda yang mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerima Zoest, 1996:6. Hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerima dalam hal ini dikaitkan dengan hubungan antara sastra, penyair, dan masyarakat. Masalah ini berkaitan dengan latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. Kemudian masalah ini juga berkaitan dengan isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang terlihat dalam karya sastra itu sendiri dan hubungannya dengan masalah sosial dalam masyarakat Wellek, 1995:111. Universitas Sumatera Utara

2.2 Tinjauan Pustaka