5.3. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana
Dari hasil sebaran responden dalam distribusi frekuensi ditemukan bahwa 71,9 responden yang tidak mendapat dukungan sosial untuk berpartisipasi dalam
keluarga berencana, secara persentase partisipasi pria dalam keluarga berencana yang memperoleh dukungan yang lebih tinggi dibanding kelompok yang tidak mendukung.
Penelitian Abraham et al 2010 di Ethopia dukungan istri yang lebih tinggi sebesar 77 dan dukungan dari petugas kesehatan sebesar 61.
Hasil penelitian Zaeni 2006 dengan penelitian kualitatif di Kecamatan Grinsing Kabupaten Batang Jawa Tengah terhadap 15 informan yang memiliki
dukungan yang baik dari tokoh panutan seperti tokoh agama, petugas kesehatan
dengan partisipasi pria dalam keluarga berencana.
Hasil penelitian dukungan suami terhadap partisipasi pria tentang alat kontrasepsi dari 121 responden diperoleh 64,7 yang mendapat dukungan,
sedangkan yang tidak mendapat dukungan ada sebanyak 88,5. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,001 p 0,05
yang artinya ada hubungan antara dukungan sosial dengan partisipasi pria tentang alat kontrasepsi di Kecamatan Hutaimbaru yaitu semakin tinggi dukungan sosial maka
semakin baik partisipasi pria dalam memakai alat kontrasepsi. Hasil penelitian Simanjuntak 2007 di kalangan prajurit di Medan
menemukan bahwa ada hubungan dukungan istri dengan partisipasi pria dalam keluarga berencana istri. Penelitian Ningsih 2011 di Bengkulu menyatakan ada
Universitas Sumatera Utara
hubungan antara kesepakatan pria dengan pasangan dengan partisipasi pria dalam pemakaian alat kontrasepsi. Kesepakatan yang diambil melalui musyawarah dan
keterbukaan antara pasangan suami istri dalam menentukan kontrasepsi. Dalam upaya pengembangan program keluarga berencana kaum pria juga
diberikan perhatian agar dapat ikut berperan dalam program keluarga berencana. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel yang paling berpengaruh terhadap
partisipasi pria tentang alat kontrasepsi 21 kali lebih besar dibandingkan jika tidak mendapat dukungan.
Pencanangan keluarga berencana sebagai gerakan masyarakat dimulai dengan meningkatnya kepedulian dan peran serta masyarakat baik dalam mengelola program
keluarga berencana atau dalam memenuhi kebutuhan keluarga berencana bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Oleh sebab itu kesepakatan operasional baik
oleh aparat kecamatan, desa, tokoh masyarakat, tokoh agama petugas kesehatan perlu makin dirangsang partisipasinya dalam upaya memperkuat jaringan pelayanan dan
pemberian dukungan positif pelaksanaan keluarga berencana. Kondisi lingkungan sosial masyarakat yang kurang mendukung, serta kurang
dukungan dari istri, para tokoh masyarakat, tokoh agama yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat setempat, kurangnya penerimaan masyarakat terhadap
keluarga berencana termasuk motivasi dan persuasi oleh petugas kesehatan. Istri merupakan orang yang paling dekat dengan suami yang dapat
memberikan informasi kepada suami. Partisipasi pria dalam keluarga berencana dapat meningkatkan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk pencegahan kematian
Universitas Sumatera Utara
maternal. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kerjasama antar pengurus, anggota, masyarakat maupun pimpinan formal Kepala Desa, Camat dan Informal
Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat. Menurut Notoatmodjo 2010b perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat
ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan bertindak,dan situasi
yang memungkinkan berperilakubertindak atau tidak berperilakutidak bertindak seorang pria yang tidak mau ikut keluarga berencana mungkin karena tidak ada minat
dan niat atau karena kurangnya dukungan dari istri, petugas kesehatan dan masyarakat sekitarnya. Dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari
dukungan sosial melalui tokoh masyarakat baik formal dan informal dengan mensosialisasikan program-program kesehatan agar masyarakat mau menerima dan
berpartisipasi terhadap program keluarga berencana
5.4 Keterbatasan Penelitian