BAB I PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang Masalah
Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Sejalan dengan
meningkatnya pengetahuan masyarakat serta adanya pengaruh globalisasi menuntut adanya keterbukaan. Pola- pola lama penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi
bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan
Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang- undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Hal ini mengakibatkan pemerintah daerah semakin dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Lahirnya otonomi daerah mengakibatkan pergeseran sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dan memberikan jalan bagi pemerintah
daerah untuk melakukan pembaharuan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah khususnya penganggaran dan penatausahaan keuangan daerah. Dalam pengelolaan
keuangan daerah, pemerintah daerah dituntut untuk melakukan pengelolaan keuangan
Universitas Sumatera Utara
daerah yang berorientasi pada kepentingan publik public oriented Mardiasmo 2002:56.
Dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik good governance, yaitu pemerintahan yang taat hukum, tansparan, akuntabel, dan partisipatif agar
mampu menjawab perubahan yang terjadi pada tataran lokal, nasional, regional maupun golobal, diperlukan penyempurnaan sistem penyelenggaraan pemerintahan
yang didukung oleh aparatur yang profesional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kinerja manajerial dalam tataran pejabat pemerintahan
daerah pada tingkatan paling bawah yaitu para pejabat eselon IV atau setingkat kepala sub bagian, kepala sub bidang dan kepala seksi. Pejabat setingkat di atasnya
adalah pejabat eselon III atau setingkat sekretaris, kepala bagian dan kepala bidang. Kinerja manajerial adalah kemampuan atau prestasi kerja yang telah dicapai
oleh para personil yang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, untuk melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan
operasional perusahaan. Kinerja manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja individu dalam kegiatan manajerial yang mencakup perencanaan,
investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi dan perwakilan.
Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai hasil
yang diinginkan. Penilaian kinerja juga memberikan pendalaman yang penting pada manajemen mengenai segala segi efisiensi operasional dan mengungkapkan masalah
perilaku yang penting karena inefisiensi maupun efisiensi perorangan Wibowo.2005:32. Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan prilaku yang tidak
Universitas Sumatera Utara
semestinya dan sekaligus mendorong untuk menegakkan prilaku yang semestinya melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya.
Kinerja dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Pada umumnya karyawan akan menerima reward bila
mampu memenuhi sasaran anggaran atau melebihi target anggaran. Sebaliknya akan mendapatkan punishment bila tidak mampu memenuhi target anggaran.
Penganggaran merupakan suatu proses yang cukup rumit pada organisasi sektor publik dibandingkan dengan penganggaran pada sektor swasta. Anggaran
sektor publik merupakan intrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik Mardiasmo,
2005:76. Penganggaran dalam sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk masing-masing program dan aktivitas dalam satuan
moneter. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menyebabkan kegagalan pada
perencanaan kerja yang telah disusun. Penganggaran dalam organisasi sektor publik terutama pada pemerintah
daerah merupakan suatu proses politik. Dalam hal ini anggaran merupakan intrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang
dibiayai dengan uang publik. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa anggaran publik menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi
informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas penyelenggaran tugas dan wewenang pemerintah daerah.
Dahulu penganggaran dilakukan dengan sistem top-down, dimana rencana dan jumlah anggaran telah ditetapkan oleh atasanpemegang kuasa anggaran,
Universitas Sumatera Utara
sehingga bawahanpelaksana anggaran hanya melaksanakan program sesuai yang telah disusun. Penerapan sistem anggaran seperti ini mengakibatkan kinerja
bawahanpelaksana anggaran menjadi tidak efektif karena target yang ditetapkan adakalanya tidak sesuai dengan realita yang seharusnya terjadi. Misalnya target yang
ditetapkan terlalu tinggi padahal sumberdaya yang diberikan tidak mencukupi untuk mencapai target tersebut.
Mengetahui bahwa penganggaran dengan sistem top-down kurang maksimal dalam meningkatkan kinerja, maka dalam perkembangan sekarang ini pemerintah
daerah mulai menyusun model perencanaan yang lebih partisipatif, dimana dengan sistem anggaran seperti ini memungkinkan serapan aspirasi dari seluruh komponen
Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD terutama pada setiap unit kerja dapat berpartisipasi dalam penyusunan anggaran.
Masalah yang berkaitan dengan hubungan partisipasi anggaran dengan kinerja telah diteliti secara luas, namun kebanyakan bukti-bukti empiris
menunjukkan hasil yang variatif dan tidak konsisten. Misalnya; Kenis, 1979; Brownell, 1982; Brownell dan Mc.Innes, 1986; Frucot dan Shearon, 1991;
Indriantoro, 1995 dan beberapa peneliti lain menemukan bahwa partisipasi anggaran dan kinerja memiliki hubungan yang sangat positif. Dilain pihak menemukan hasil
sebaliknya seperti penelitian Sterdy, 1960; Bryan dan Locke, 1967; Chenhall dan Brownell, 1988; Milani, 1975, dan beberapa penelitian lain yang menemukan
partisipasi anggaran tidak berhubungan dengan kinerja organisasi. Dalam rangka meningkatkan kinerja sumber daya manusia pada organisasi
pemerintahan tidak terlepas dari fungsi manajemen. Davis 2000:65 fungsi manajemen yang umum digunakan dalam suatu organisasi terdiri dari; perencanaan,
Universitas Sumatera Utara
pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, dan pelaksanaan. Keselarasan antara fungsi-fungsi manajemen terutama menyangkut perencanaan, pengawasan,
pengorganisasian yang baik akan mendorong efektifitas dalam bekerja setiap pegawai negara. Tanpa adanya penerapan fungsi manajemen dalam suatu organisasi
dapat saja berdampak buruk bagi produktifitas organisasi dan juga berbagai dampak buruk lainnya.
Frucot 1991 menambahkan bahwa dalam fungsi perencanaan telah termasuk di dalamnya meramalkan, mengevaluasi dan komunikasi. Dalam fungsi
pengorganisasian sangat tergantung dari pimpinan dalam memberikan perintah, arahan dan komunikasi antara atasan dengan bawahan. Pengawasan memerlukan
intrumen-intrumen terukur dalam mengevaluasi pelaksanaan kegiatan oleh karyawan.
Namun yang selama ini kita lihat tidak seperti yang kita harapkan dikarenakan rendahnya pengawasan sehingga yang aktif makin aktif dan yang malas
makin malas, jadi dimana peran dan fungsi dari kepala dinas dalam meningkatkan efektivitas kerja pegawai disini pemerintah mengambil suatu kebijakan untuk
mengoptimalkan kinerja dari pada staf itu sendiri dengan memberi teguran secara langsung.
Dalam kegiatan pengawasan tadi terlibat unsur yang paling pokok yaitu unsur manusia didalamnya. Unsur manusia yang memegang peranan sebagai
pengawas, ibarat mata dengan telinga bagi seorang pemimpin puncak top management. Departemen pengawasan sebagai “mata’ dan “telinga” pemimpin.
Sebagai mata dan telinga tentu saja tidak dapat berbuat banyak selain melihat dan mendengar, jadi ia hanya sebagai perekam fakta tetapi fakta atau kenyataan yang
Universitas Sumatera Utara
sebenarnya yang ia lihat dan ia dengar itu tidak untuk didiamkan saja melainkan untuk diterjemahkan dan diteruskan kepada pihak pimpinan yang lebih tinggi atau
kepada orang yang menugaskannya sebagai bahan untuk menentukan kebijaksanaan bila ditemukan kesalahan administratif ataupun tehnik fungsionalnya Silalahi,
2002:43. Di samping itu masih kurangnya implementasi terhadap kebijakan yang
diambil oleh pimpinan dan juga tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran bagi pegawai yang telah melalaikan tugasnya berakibat pada kurang
disiplinnya para pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam meningkatkan efektifitas
kerja pegawai bila dihubungkan dengan penerapan fungsi manajemen pada Dinas- dinas dalam lingkungan pemerintahan Kabupaten Langkat masih banyak dijumpai
terutama menyangkut tentang fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi pelaksanaan dan fungsi pengorganisasian pegawai. Oleh karena fenomena empris
yang terjadi di Kabupaten Langkat ini, maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara perencanaan anggaran, pengawasan anggaran dan
partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial para penyusun anggaran. Dalam hal perencanaan peningkatan kinerja sumber daya manusia,
melibatkan unsur-unsur kepemimpinan dan hubungan antara pegawai dengan atasannya yang merencanakan karir seorang pegawai. Pada fungsi pengawasan
mengindikasikan bahwa bila kurang tegasnya pimpinan dalam memberikan sanksi pada pegawai yang melanggar aturan dapat menyebabkan semakin meningkatnya
ketidakdisiplinan pegawai. Demikian halnya dalam pelaksanaan, pelaksanaan setiap program kerja dari dinas masih kurang disosialisasikan kepada setiap pegawai,
Universitas Sumatera Utara
sehingga dalam membentuk arah dan kebijakan kerja sulit dicapai. Masalah yang muncul dari fungsi pengorganisasian berhubungan dengan tata kelola organisasi dan
penerapan manajemen kepegawaian yang memadai. Pada akhirnya dari masalah- masalah yang muncul dalam penerapan fungsi manajemen ini akan berdampak pada
kinerja organisasi dan efektifitas kerja pegawai akan semakin menurun. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dan kajian lebih mendalam tentang kinerja manajerial pada pemerintah daerah dalam
sebuah tesis dengan judul : “Pengaruh Perencanaan dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Pada SKPD Kabupaten Langkat Dengan
Pengawasan Anggaran Sebagai Variabel Moderating ”.
1.2. Perumusan Masalah