24
BAB IV AKHIR DARI DEMOKRASI TERPIMPIN
Dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan politik pada waktu itu terpusat di tangan Presiden Soekarno dengan TNI AD dan PKI di sampingnya.
Sehubungan dengan strateginya yang terus-menerus mendekati Presiden Soekarno, PKI secara sistematis berusaha memperoleh citra sebagai Pancasilais
dan yang mendukung kebijakan Presiden Soekarno yang menguntungkan.
14
Berikut ini adalah konflik-konflik politik dan dampaknya menjelang akhir dari perjalan demokrasi terpimpin.
A. Konflik-Konflik Politik
Sebelumnya perlu diketahui bahwa pada akhir pemerintahan Presiden Soekarno terjadi konflik antara TNI AD dan PKI untuk berebut pengaruh dalam
pemerintahan. Sewaktu pimpinan AD mengadakan rapat untuk menghadapi PKI, Jendral Soeharto tidak setuju strategi yang digunakan AD, sehingga mengambil
sikap diam. Sikap diam tersebut dinilai oleh PKI bahwa Jendral Soeharto tidak berbahaya terhadap PKI, sehingga tidak termasuk yang diculik atau dibunuh oleh
PKI dalam pemberontakan G30SPKI. Langkah pertama adalah mengkonsolidasikan dan menggerakkan pasukan
Konstrad serta kesatuan-kesatuan yang tidak mendukung G30SPKI seperti RPKAD kini Kopasus, serta menyadarkan pasukan yang diperalat oleh PKI.
RPKAD yang dipimpin Kolonel Sarwo Edhie Wibowo Mertua SBY dipercaya
14
Ibid., hlm. 425.
merebut stasiun RRI dan kantor besar telekomunikasi dan berhasil dengan baik. Agar rakyat menjadi jelas siapa yang benar dan siapa yang salah sehingga mereka
tidak ragu-ragu membantu pemerintah dan ABRI untuk menumpas G30SPKI. Pusat pertahanan G30S berada di pangkalan udara Halim Perdanakusuma
dan Lubang Buaya. Tempat-tempat tersebut dijadikan sarana operasi-operasi RPKAD dan berhasil dikuasai pada tanggal 2 Oktober 1965. Keesokan harinya
jenazah para pahlawan revolusi yang disembunyikan oleh para pelaku G30SPKI ditemukan dalam sebuah sumur tua di daerah Lubang Buaya. Penemuan tersebut
berdasarkan atas laporan seorang anggota polisi Lalu Lintas Sukitman yang juga tertangkap oleh kaum pemberontak saat ia menjalankan tugas patroli.
Setelah ditemukan tempat penimbunan jenazah, lalu dilakukan penggalian. Karena kesulitan teknis, penggalian dilanjutkan pagi harinya 4 Oktober
1965.Yang berhasil mengangkat korban adalah anggota kesatuan Intai Para Amphibi Kipam dari KKO AL bersama RPKAD. Pada tanggal 5 Oktober 1965,
bertepatan dengan hari ulang tahun TNI, para pahlawan revolusi tersebut dimakamkan. Bersama enam perwira tinggi TNI AD, juga dimakamkan dua
korban keganasan G30SPKI yang lain yaitu Letnan Satu Brigader Polisi Karel Sasuit Tubun pengawal Wakil PM Leimena dan Letnan Kolonel Sugiona.
Setelah ibu kota berhasil dikuasai, operasi penumpasan dilakukan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dalam operasi tersebut berhasil ditangkap para
pemimpin pemberontakan yaitu Letkol Untung, Suherman, Wisnuraji, Mulyono, Usman, dan lain-lain. Mereka yang terkangkap lalu diadili oleh Mahkamah
Militer Luar Biasa Mahmihub. Berdasarkan ungkapan-ungkapan dalam
Mahmihub tersebut, maka menjadi jelas bahwa PKI adalah perencana dan pelaku pemberontakan. Oleh karena itu, rakyat dan TNI menuntut pembubaran partai itu.
Presiden Soekarno kurang menanggapi tuntutan rakyat tersebut, tetapi hanya menyalahkan orang-orang yang terlibat dalam perbuatan kriminal yang
mengakibatkan gugurnya orang yang tidak berdosa. Presiden juga menolak tuduhan bahwa PKI terlibat dan juga tidak mau mengutuk PKI. Sebaliknya,
Presiden Soekarno terus mempropagandakan Nasakom. Presiden juga menjanjikan akan melakukan penyelesaian politik secara adil, namun tidak pernah
menjadi kenyataan. Sikap Presiden tersebut mengundang rasa tidak puas di berbagai kalangan.
Rasa ketidakpuasan rakyat tersebut disalurkan melalui aksi-aksi massal demostrasi. Ada yang menyerbu gedung-gedung atau kantor-kantor milik PKI,
gambar-gambar PKI rusak sehingga timbul bentrokan antara rakyat dan PKI. Demonstrasi-demonstrasi tersebut dipelopori para pemuda dan mahasiswa.Mereka
menuntut pembubaran PKI dan ormas-ormasnya. Dengan meningkatnya aksi-aksi tersebut Presiden Soekarno semakin
kehilangan wibawa dan arah kepemimpinannya. Sewaktu akan pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan 24 Februari 1966, diganggu oleh para
demonstran, terutama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI. Dalam demonstran tersebut, Arif Rahman Hakim, terbunuh. Ia kemudian diangkat
menjadi Pahlawan Ampera. Karena demonstran-demonstran semakin hebat,
KAMI akhirnya dibubarkan oleh Presiden, sehingga keadaan semakin meruncing.
15
Sampai dengan diberlakukannya kembali UUD 1945 pada bulan Juli 1959. Presiden Soekarno adalah pemegang inisiatif politik, terutama dengan tindakan
dan janji-janjinya yang langsung ditujukan kepada pembentukan kembali struktur konstitusional, dengan PKI dan Angkatan Darat menjadi kekuatan yang saling
memperebutkan bagian-bagian kekuasaan politik di negara dan masyarakat. Pertikaian antara PKI dengan Angkatan Darat menunjukkan warna dan
corak tertentu dari perjalanan politik dan pemerintahan terpimpin. Masing-masing kekuatan tersebut menciptakan jaringan hubungan bagi dukungan kekuatan
mereka. Keduanya bersandar pada berbagai lapisan sosial dalam masyarakat. Dengan demikian, pertentangan antara keduanya hampir tidak dapat dihindarkan.
PKI dengan segala kemampuan agitasi dan propaganda membentuk jaringan organisasinya membina hubungan dengan kekuatan sosial non partai politik pada
bagian-bagian tertentu dalam masyarakat.
B. Dampak dari Konflik-Konflik Politik