Latar Belakang PREVALENSI INFEKSI DAN IDENTIFIKASI CACING TREMATODA HATI PADA ITIK LOKAL (ANAS SP.) YANG BERASAL DARI BEBERAPA KABUPATEN DI BALI.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Itik Bali merupakan itik asli Bali yang keberadaannya eksistensinya tetap diakui dan merupakan plasma nuftah germ plast Bali yang tetap dilestarikan. Sebagai hewan produksi, itik Bali merupakan jenis petelur yang cukup produktif. Seekor itik Bali betina dewasa mampu menghasilkan 250 butir telur dalam setahun, dengan berat telur 60-70 g per butir. Selain diandalkan sebagai penghasil telur, itik Bali juga dimanfaatkan sebagai sumber daging dan sumber pendapatan keluarga, serta kedekatan itik dengan kehidupan masyarakat di Bali terkait erat dengan upacara-upacara adat dan keagamaan Hindu yang membutuhkan itik ini sebagai kelengkapannya Udayana, 2014. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian 2002, sistem pemeliharaan itik di Indonesia pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tradisional ekstensif, semi intensif dan intensif. Pemeliharaan itik di Bali pada umumnya peternak menggunakan sistem pemeliharaan tradisional dan sistem semi intensif, dan ada beberapa menggunakan sistem intensif. Itik dipelihara dalam satu kandang yang besar, kemudian pada siang hari peternak menggembalakan itiknya ke sawah atau aliran sungai untuk mencari makan, kemudian dikembalikan ke kandang pada sore hari Srigandono, 1997; Budaarsa dkk, 2012; Udayana, 2014. Hasil penelitian Eom et al. 1984 di Korea menemukan itik terinfeksi oleh cacing hati Amphimerus anatis dan Opisthorchis anatis. Islam et al. 1988 melaporkan, hasil penelitian di Bangladesh menemukan prevalensi Amphimerus sp. sebesar 23, Hymenolepis columbae 40 dan Cotugnia cuneata 20. Zelimir et al. 2004 melaporkan, hasil penelitian di Belgrade, Serbia menemukan prevalensi Echinostoma sarcinum sebesar 44,92, Notocotylus pacifera 33,05, Cotylurus hebraicus 12,71, Bilharziella polonica 15,25 dan Metorchis xanthosomus sebesar 8,47. Mladineo Peharda 2005, melaporkan hasil penelitian di Kroasia menemukan prevalensi Gymnophallus sp. sebesar 16,7. Hasil penelitian di Bali dilaporkan oleh Meidiyanti 2005, menemukan cacing Opisthorchis obsequens yang menginfeksi itik Bali dengan prevalensi sebesar 38,12. Dari hasil penelitian di beberapa negara didapatkan kebanyakan itik terinfeksi oleh cacing trematoda dan cestoda. Menurut McDonald 1981, cacing trematoda ada yang berpredileksi di dalam saluran pencernaan, saluran pernafasan, pembuluh darah, organ hati dan yang lainnya. Cacing trematoda yang berpredileksi pada hati itik adalah Amphimerus sp., Metorchis sp., Opisthorchis sp., Bilharziella sp., Gymnophallus mollisima, dan Trichobilharziella sp. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh infeksi cacing trematoda hati yaitu terjadi penurunan produksi, anemia, penurunan rasio konversi pakan, penurunan berat badan dan bisa menimbulkan kematian Dunn, 1978; Soulsby, 1982; Levine, 1990; Musa et al., 2012. Adanya infeksi cacing ini akan menimbulkan kelainan pada hati serta dapat menggangu fungsi fisiologis hati sebagai sekresi empedu, detoksifikasi persenyawaan racun bagi tubuh, metabolisme protein, karbohidrat, dan lipida, penyimpanan vitamin, penyimpanan karbohidrat, destruksi sel-sel darah merah, pembentukan protein plasma, dan inaktifasi hormon polipeptida Schalm et al., 1975; Kerr, 2000. Sampai saat ini, laporan penelitian tentang prevalensi infeksi dan jenis cacing yang menginfeksi hati itik di Bali masih sedikit. Oleh karena itu penelitian ini sangat penting untuk dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah