Kekuatan Pembuktian Visum et Repertum

2.2.2 Kekuatan Pembuktian Visum et Repertum

Pada prinsipnya visum et repertum yang diberikan oleh dokter forensik tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Namun tetap mempunyai nilai-nilai yang melekat, yakni 32 : a Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas atau vrij bewijskracht. Yang berarti bahwa tidak ada melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan. Terserah pada penilaian hakim. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat padanya. Tidak ada keharusan hakim untuk mesti menerima kebenaran keterangan visum et repertum tersebut. Akan tetapi hakim dalam mempergunakan wewenang kebebasan dalam penilaian pembuktian harus benar-benar bertanggungjawab demi tegaknya hukum dan kepastian hukum. b Sesuai dengan prinsip minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP tentang minimal dua alat bukti yang sah, oleh karena itu agar visum et repertum yang diberikan dokter forensik harus disertai dengan alat bukti lain. Kesimpulan dari keterangan diatas menyatakan bahwa visum et repertum merupakan alat bukti yang penting dalam tindak pidana perkosaan. Selama ini Indonesia menggunakan sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif Negatief Wettelijk Stelse yaitu hakim dalam menjatuhkan hukuman berdasarkan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang sah dan keyakinan hakim didasarkan atas cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Alat bukti yang dimaksud adalah visum et repertum, jadi visum et repertum mempunyai sifat yang tidak menentukan dalam keputusan hakim karena juga 32 M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP edisi kedua., Jakarta, 2008. Hlm 304 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. didasarkan pada keyakinan hakim terhadap pembuktian terdakwa. Hal ini dapat dibuktikan dalam perkara nomor PDM-1699Ep.2112009 tentang suatu kasus dimana menunjukkan pentingya visum et repertum dalam tindakan penyidikan yang dilakukannya pada pengungkapan kasus perkosaan oleh pihak Kepolisian selaku aparat penyidik. Kasus kejahatan kesusilaan yang menyerang kehormatan seseorang dimana dilakukan tindakan seksual dalam bentuk persetubuhan dengan menggunakan ancaman kekerasan, yaitu sebagai berikut : Dengan kasus posisi : Yuilana selaku korban, Tatik selaku pelapor, Heri Kriswanto dan Kacong Daftar Pencarian Orang selaku tersangka. Pemerkosaan atau Perbuatan Cabul dengan perempuan yang belum dewasa atau melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak untuk bersetubuh atau perbuatan Cabul, terjadi pada hari Minggu tanggal 06 September 2009 sekitar pukul 01.00. Wib, di Pantai Kenjeran Surabaya, dilakukan dengan cara mulut korban disumbat dengan tangan, tangan korban dipegangi dan diancam akan dicekik, akibatnya korban bernama: Yuliana umur 12 Tahun, yang dilakukan oleh tersangka bernama : Heri Kriswanto bersama dengan Kacong belum tertangkap. Atas kejadian tersebut maka Sdr. Heri Kriswanto dan Kacong dapat dipersangkakan telah melakukan tindak pidana Pemerkosaan atau Perbuatan Cabul Pasal 285 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Yo.55.Yo.290 KUHP, Yo.Pasal 81 dan 82 UU.No.232002 tentang Perlindungan Anak. Mengenai barang bukti dalam perkara perkosaan, terdapat barang bukti berupa tubuh korban pemerkosaan, maka penyidik harus meminta visum et repertum di rumah sakit setempat yang menjelaskan tanda-tanda adanya perkosaan. Penyidik Polsek Kenjeran dalam perkara pidana perkosaan dengan terdakwa Heri Kriswanto, Nomor Perkara PDM- 1699Ep.2112009, telah meminta Visum et repertum kepada Kedokteran Forensik. Dalam visum et repertum tersebut dijelaskan pemeriksaan fisik terhadap korban. Dalam pemeriksaan fisik tersebut didapatkan kesimpulan adanya robekan selaput dara sampai dasar yang terletak pada posisi jam lima dan robekan selaput dara tidak sampai dasar yang terletak pada posisi jam tujuh menurut jarum jam dan robekan selaput dara tersebut diakibatkan masuknya benda padat sebesar ibu jari kaki orang dewasa ke dalam liang kemaluan vagina korban. Bukti yang telah dikumpulkan oleh pihak Kepolisian selaku aparat penyidik sudah P21 atau dalam arti sudah lengkap sehingga jaksa bisa membuat surat tuntutan kepada terdakwa Heri untuk segera dilakukan proses persidangan. Pada tanggal 10 Februari 2010 hakim menjatuhkan vonis kepada terdakwa Heri dengan penjara selama 6 enam tahun dan denda 60.000.000 enam puluh juta rupiah subsidair 2 dua bulan. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Putusan hakim terdakwa terdakwa Heri dinggap telah memenuhi persyaratan dalam putusannya, karena telah memenuhi syarat-syarat dalam menjatuhkan hukuman. Untuk dapat menjatuhkan hukuman diisyaratkan terpenuhi dua syarat yaitu 33 : 1. Alat bukti yang sah weittige bewijsmiddelen. 2. Keyakinan hakim overtuiging des rechters. Yang disebut pertama dan kedua satu sama lain berhubungan sedemikian rupa, dalam arti bahwa yang disebut terakhir adalah dilahirkan dari yang pertama. Sesuai dengan ini, maka kita juga mengatakan adanya keyakinan yang sah wettige overtuiging atau keyakinan hakim yang diperoleh dari bukti-bukti yang sah wettige bewijsmiddelen. Seperti diketahui dalam pembuktian tidaklah mungkin dapat tercapai kebenaran mutlak absolute. Semua pengetahuan kita hanya bersifat relatif, yang didasarkan pada pengalaman, penglihatan dan pemikiran yang tidak selalu pasti benar. Jika diharuskan adanya syarat kebenaran mutlak untuk dapat menghukum seseorang, maka tidak boleh sebagian besar dari pelaku tindak pidana pastilah dapat mengharapkan bebas dari penjatuhan pidana. Satu-satunya yang dapat disyaratkan dan yang sekarang dilakukan adalah adanya suatu kemungkinan besar bahwa terdakwa telah bersalah meakukan perbuatan-perbuatan yang dituduhkan, sedangkan ketidak-kesalahannya walaupun selalu ada kemungkinan, merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima sama sekali. 34 Menurut Harahap untuk membuktikan kesalahan terdakwa harus merupakan 35 : a. Penjumlahan dari sekurang-kurangnya seorang saksi ditambah dengan seorang ahli atau surat maupun petunjuk, dengan ketentuan penjumlahan kedua alat bukti tersebut tidak saling bertentangan antara satu dengan 33 Ibid.Hlm 304 34 Ibid.Hlm 37 35 M.Yahya Harahap, op.cit.Hlm 280 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. yang lain. Dapat diartikan kedua alat bukti tersebut harus saling menguatkan. b. Bisa juga penjumlahan dua alat bukti itu berupa keterangan dua orang saksi yang saling bersesuaian dan saling menguatkan, maupun penggabungan antara keterangan seorang saksi dengan keterangan terdakwa, asal keterangan saksi dengan keterangan terdakwa jelas terdapat persesuaian. Karim Nasution 1975:71 dst mengatakan bahwa jika hakim atas dasar alat-alat bukti yang sah telah yakin bahwa menurut pengalaman dan keadaan telah dapat diterima, bahwa sesuatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwa dalam hal tersebut bersalah, maka terdapatlah bukti yang sempurna yaitu bukti yang sah dan meyakinkan. 36 Dari hal tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa sesuatu pembuktian haruslah dianggap tidak lengkap jika keyakinan hakim didasarkan atas alat-alat bukti yang tidak dikenal dalam undang-undang atau atas bukti yang tidak mencukupi, umpamanya dengan keterangan hanya dari seorang saksi saja ataupun karena keyakinan itu sendiri tidak ada. Jadi hakim dalam menjatuhkan putusan pidana menurut Pasal 183 KUHAP tentang prinsip batas minimum pembuktian yaitu sekurang kurangnya berdasarkan dua alat bukti sah, yang dapat membentuk keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa. Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada proses persidangan. 36 Karim Nasution, Masalah Hukum Pembuktian dalam Proses Pidana , Jakarta, 1975. Hlm 71 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA

Dokumen yang terkait

Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Matinya Seseorang Dilihat Dalam Perspektif Viktimologi (Studi Putusan Nomor 10/Pid/2014/Pt-Mdn)

3 51 120

Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Di Bawah Umur ( Studi Putusan PN No. 609/Pid.B/2011/PN Mdn )

3 73 99

Peranan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Kasus Tindak Pidana Pembunuhan (Study Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1243/Pid B/2006/PN-LP)

5 97 118

EFEKTIVITAS VISUM ET REPERTUM DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN

1 14 57

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PERKOSAAN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 87/Pid.B/2009/PN.PWT).

0 1 106

BAB II PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN SESEORANG A. Pengaturan Visum et Repertum dalam Perundang-undangan Indonesia - Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Matinya Seseorang

0 0 7

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DI BAWAH UMUR SKRIPSI

0 0 37

Tinjauan Yuridis terhadap Kekuatan Pembuktian pada Visum et repertum dalam proses Penyidikan Tindak Pidana Perkosaan di Wilayah Hukum Polrestabes Makassar. - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 99

Tinjauan Yuridis terhadap Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Perkosaan di Wilayah Hukum Polrestabes Makassar - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 99

VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI TINDAK PIDANA PERKOSAAN

0 0 39