Tindak Pidana Perkosaan Korban Perkosaan

1.5.2.4 Dasar Hukum

Visum et Repertum Dasar Hukum Visum Et Repertum diatur dalam Pasal 133 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan: 1 Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. 2 Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

1.5.3 Tindak Pidana Perkosaan

Menurut Moelyatno unsur tindak pidana adalah perbuatan, yang dilarang oleh aturan hukum, ancaman pidana bagi yang melanggar. Perbutan manusia boleh dilarang oleh hukuman berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok-pokok pengertian terletak pada perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya pelakunya. 11 Soetandyo Wignjosoebroto menjelaskan bahwa perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar. Dalam pengertian seperti ini, apa yang disebut perkosaan di satu pihak dapat dilihat sebagai suatu perbuatan ialah 11 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian 1, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2007, hal 72 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. perbuatan seseorang yang secara paksa hendak melampiaskan nafsu seksualnya, dan di lain pihak dapatlah dilihat pula sebagai suatu peristiwa ialah pelanggaran norma-norma dan dengan demikian juga tertib social. 12 Pendapat dari R.Sugandhi, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perkosaan adalah seorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan istrinya untuk melakukan persetubuhan dengannya, dengan ancaman kekerasan , yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian seorang mengeluarkan air mani. 13

1.5.4 Korban Perkosaan

Menurut Arif Gosita yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita, mereka disini dapat berarti : individu, atau sekelompok baik swasta maupun pemerintah. 14 12 Suparman Marzuki, Pelecehan Seksual, Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1995,Hlm 25. 13 R.Sugandhi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya, Surabaya, Usaha Nasional,1980.Hlm 302 14 Arif Goita, Masalah Perlindungan Anak cetakan kedua , Akademika Pressindo, Jakarta, 1989.Hlm 75 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Menurut Arif Gosita, korban pemerkosaan itu dirumuskan melalui beberapa bentuk perilaku berikut : 1. Korban perkosaan harus seorang wanita, tanpa batas umur obyek, sedangkan ada juga seorang laki-laki yang diperkosa oleh wanita. 2. Korban harus mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan. Ini berarti tidak ada persetujuan dari pihak korban mengenai niat dan tindakan perlakuan pelaku. 3. Persetubuhan di luar ikatan perkawinan adalah tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap wanita tertentu. Dalam kenyataan ada pula persetubuhan dalam perkawinan yang dipaksakan dengan kekerasan, yang menimbulkan penderitaan mental dan fisik. Walaupun tindakan ini menimbulkan penderitaan korban, tindakan ini tidak dapat digolongkan sebagai suatu kejahatan, oleh karena tidak dirumusan telebih dahulu oleh pembuat undang-undang sebagai suatu kejahatan. 15 Korban menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 selanjutnya disingkat UU No.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, 15 Arif Gosita, Relevansi Viktimologidengan Pelayanan Terhadap Para Korban Perkosaan, Jakarta, Ind. Hill, Co, 1987.Hlm13-14 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. mental, dan kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. 16 1.5.5 Perlindungan Anak 1.5.5.1 Pengertian Anak

Dokumen yang terkait

Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Matinya Seseorang Dilihat Dalam Perspektif Viktimologi (Studi Putusan Nomor 10/Pid/2014/Pt-Mdn)

3 51 120

Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Di Bawah Umur ( Studi Putusan PN No. 609/Pid.B/2011/PN Mdn )

3 73 99

Peranan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Kasus Tindak Pidana Pembunuhan (Study Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1243/Pid B/2006/PN-LP)

5 97 118

EFEKTIVITAS VISUM ET REPERTUM DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN

1 14 57

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PERKOSAAN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 87/Pid.B/2009/PN.PWT).

0 1 106

BAB II PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN SESEORANG A. Pengaturan Visum et Repertum dalam Perundang-undangan Indonesia - Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Matinya Seseorang

0 0 7

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DI BAWAH UMUR SKRIPSI

0 0 37

Tinjauan Yuridis terhadap Kekuatan Pembuktian pada Visum et repertum dalam proses Penyidikan Tindak Pidana Perkosaan di Wilayah Hukum Polrestabes Makassar. - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 99

Tinjauan Yuridis terhadap Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Perkosaan di Wilayah Hukum Polrestabes Makassar - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 99

VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI TINDAK PIDANA PERKOSAAN

0 0 39