Efisiensi Baitul Mal Wa Tamwil (Bmt) Anggota Induk Koperasi Syariah Dengan Metode Data Envelopment Analysis (Dea).
EFISIENSI BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT) ANGGOTA
INDUK KOPERASI SYARIAH DENGAN METODE
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
ARDHI EVAN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efisiensi Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) Anggota Induk Koperasi Syariah dengan Metode
Data Envelopment Analysis (DEA) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Ardhi Evan
NIM H54100063
ABSTRAK
ARDHI EVAN. Efisiensi Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Anggota Induk
Koperasi Syariah dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA).
Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI dan RANTI WILIASIH.
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang beroperasi berdasarkan
prinsip syariah yang memiliki fungsi untuk memberdayakan ekonomi umat,
dan memiliki fungsi sosial sebagai institusi yang mengelola dana zakat,
infak, dan sedekah. Dalam rangka mendukung permodalan UMK yang
perkembangannya terus meningkat, maka perlu penguatan lembaga
keuangan mikro, termasuk BMT. Penelitian ini difokuskan kepada analisis
efisiensi kinerja operasional 30 BMT yang tergabung dalam Induk Koperasi
Syariah (Inkopsyah) dengan melihat input yang digunakan yaitu dari
laporan keuangan BMT tahun 2013 dan output yang dihasilkan dengan
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat 10 BMT yang efisien secara relatif terhadap
seluruh BMT yang lainnya dengan menggunakan asumsi variable return to
scale (VRS), sedangkan 20 BMT yang lainnya mengalami inefisiensi. BMT
yang inefisien dapat meningkatkan tingkat efisiensinya dengan menjadikan
BMT efisien sebagai best practice.
Kata kunci: Baitul Mal wa Tamwil, Data Envelopment Analysis, efisiensi,
Induk Koperasi Syariah
ABSTRACT
ARDHI EVAN. Baitul Mal wa Tamwil (BMT) efficiency Induk Koperasi
Syariah (Inkopsyah) member’s with Data Envelopment Analysis (DEA)
Method. Supervised by TANTI NOVIANTI and RANTI WILIASIH.
BMT is a microfinance institution that operates based on Islamic
principles which has the function of economic empowerment of the people,
and has the social function as an institution that manages zakah, infaq, and
shadaqah. In order to support the capital of SMEs which develop
increasingly, it is necessary to strengthen microfinance institutions,
including BMT. This study focused on the analysis of operational
performance efficiency of 30 BMT which is incorporated in the Master of
Islamic Coorporation (Inkopsyah) by looking at the BMT financial
statement in 2013 as inputs used and outputs produced by using Data
Envelopment Analysis (DEA). The result of this study indicate that there are
10 relatively efficient BMTs among other BMTs using the assumpsion of
variable returns to scale (VRS), while 20 other BMTs suffered inefficiencies.
Inefficient BMT can increase the level of efficiency by making efficient BMT
as a best practice.
Keywords: Baitul Mal wa Tamwil, Data Envelopment Analysis, efficiency,
Master of Islamic Cooperation
EFISIENSI BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT) ANGGOTA
INDUK KOPERASI SYARIAH DENGAN METODE
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
Judul Skripsi : Efisiensi Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Anggota Induk
Koperasi Syariah dengan Metode Data Envelopment
Analysis (DEA)
Nama
: Ardhi Evan
NIM
: H54100063
Disetujui oleh
Dr. Tanti Novianti, S.P, M.Si
Pembimbing I
Ranti Wiliasih. S.P, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Efisiensi
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Anggota Induk Koperasi Syariah dengan
Metode Data Envelopment Analysis (DEA)” ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Tanti Novianti, S.P,
M.Si dan Ibu Ranti Wiliasih, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing, serta
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Aswin yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
orang tua penulis Ayutrisna (Ibu) dan Said (Ayah) serta saudara penulis
Sutrisna (Kakak), Edwin (Adik), dan Alvin (Adik) atas segala doa dan
motivasinya. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih kepada orangorang yang sangat membatu dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini,
yaitu Ahmad Fauzi, Fauziyah Adzimatinur, Putri Eka Ayuni Subagyo,
Mufida Amalia Azzahrah, Febrina Mirazdianti, Zulfi Mirza, Rizqi Eka
Sukmayasa dan sahabat terbaik ekonomi syariah angkatan 47, 48, dan 49
atas kebersamaannya dan senantiasa saling membantu dan memberikan doa
serta motivasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Ardhi Evan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
4
Baitul Mal wa Tamwil
4
Konsep Efisiensi
5
Data Envelopment Analysis (DEA)
6
Penelitian Terdahulu
9
Kerangka Pemikiran
10
METODE PENELITIAN
11
Jenis dan Sumber Data
11
Metode Pengolahan dan Analisis Data
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Gambaran Umum Inkopsyah
12
Uji Statistik Variabel Input dan Output
14
Efisiensi BMT yang tergabung dalam Inkopsyah pada tahun 2013
15
Target input dan output BMT yang tergabung dalam Inkopsyah
17
Referensi BMT yang efisien untuk BMT yang inefisien
18
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR TABEL
1. Variabel Input dan Output
2. BMT yang tergabung dalam Inkopsyah
3. Ringkasan statistik keuangan BMT tahun 2013 yang tergabung
dalam Inkopsyah
4. Nilai efisiensi BMT yang tergabung dalam Inkopsyah pada
tahun 2013
5. Kriteria dan nilai efisiensi
6. Kriteria pengelompokan nilai efisiensi
7. Pengelompokan BMT dengan kriteria efisiensi
8. Target Input dan Output BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah
9. Bobot Benchmark VRS Input Oriented Model BMT yang
Tergabung dalam Inkopsyah 2013
12
14
14
15
16
16
16
18
19
DAFTAR GAMBAR
1. Perkembangan unit UMK tahun 2006 sampai dengan tahun
2012
2. Cara Kerja Perputaran Dana BMT
3. Kerangka Pemikiran
4. Perkembangan kondisi keuangan Inkopsyah 2009-2013
2
5
11
13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Sekunder input dan output yang digunakan periode 2013
2 Hasil olahan DEAP Version 2.1
3 Surat Keterangan Validitas Data
24
25
34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) mengadopsi dari institusi bayt al-mal yang
pernah pada masa Rasulullah SAW dan khulafa ar-rasyidin. Bayt al-mal yang
permanen pertama kali dibangun pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab di ibu
kota negara dan membangun cabang-cabangnya di ibu kota provinsi. Pada masa
Rasulullah SAW baitul mal berfungsi sebagai tempat pusat pengumpulan dana
yang terletak di Masjid Nabawi.
Sumber-sumber pemasukan negara pada masa pemerintahan Rasulullah
SAW tidak bersumber dari zakat saja, beberapa sumber lain di antaranya kharaj
yaitu pajak terhadap tanah, khums yaitu pajak proporsional sebesar 20%, jizyah
yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non-muslim, kaffarah yaitu
sesuatu yang dikeluarkan sebagai penutup kesalahan yang telah dilakukan
seseorang, dan harta waris dari orang yang tidak menjadi ahli waris. Dana yang
telah terkumpul di alokasikan untuk penyebaran agama Islam, pendidikan,
kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur,
pembangunan armada perang dan keamanan, dan penyediaan layanan
kesejahteraan sosial. Semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab, pendapatan negara meningkat secara signifikan,
maka diperlukan perhatian khusus untuk pengelolaannya agar dapat dimanfaatkan
secara benar, efektif, dan efisien (Amalia 2010).
Saat ini BMT mengalami penyempitan makna dari yang sebelumnya dapat
diartikan sebagai pengumpul dana untuk memenuhi kebutuhan negara menjadi
suatu lembaga keuangan yang memiliki fungsi intermediasi. Fungsi intermediasi
tersebut antara lain sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah berupa
zakat, infak, sedekah dan wakaf, serta berfungsi sebagai institusi yang bergerak di
bidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya bank dan bertugas
sebagai penghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) yang memercayakan
dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota
BMT) yang diberikan pinjaman oleh BMT (Arif 2012).
BMT merupakan balai usaha mandiri terpadu, yaitu lembaga usaha
masyarakat yang mengembangkan aspek-aspek produksi dan investasi untuk
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi dalam skala kecil dan menengah
(Ridwan 2013). BMT adalah salah satu sumber pembiayaan bagi usaha mikro
kecil menengah (UMKM). Problem dari UMKM diantaranya adalah aspek
pemasaran, aspek manajemen, aspek teknis dan aspek keuangan (Ridwan 2004).
Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat dimana
BMT tersebut berada, sehingga BMT mampu mengakomodir kepentingan
ekonomi masyarakat (Sudarsono 2013).
2
58
56
Juta unit
54
52
Usaha Kecil
50
Usaha Mikro
48
46
44
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (diolah)
Gambar 1 Perkembangan unit UMK tahun 2006 sampai dengan tahun 2012
Sebagai unit usaha yang menjadi sasaran pembiayaan-pembiayaan BMT,
yaitu usaha mikro yang memiliki total kekayaan ≤ Rp 50 juta dengan omzet ≤ Rp
300 juta, dan usaha kecil yang memiliki total kekayaan > Rp 50 juta sampai Rp
500 juta dengan omzet > Rp 300 juta sampai Rp 2.5 milyar. BMT harus
memanfaatkan perkembangan unit UMK seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1,
bahwa selalu terjadi peningkatan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2012.
Untuk dapat mengimbangi peningkatan tersebut, lembaga keuangan sangat
berperan penting untuk dapat meningkatkan perekonomian di sektor riil dengan
memperkuat struktur industri lembaga keuangan syariah yang menjadi
pembiayaan ritel termasuk BMT, maka perlu dilakukan peningkatkan fungsi
intermediasi, efisiensi, dan daya saing industri lembaga keuangan syariah.
Berdasarkan sasaran kedua, maka penelitian efisiensi BMT perlu dilakukan.
Induk koperasi syariah adalah suatu koperasi sekunder tingkat nasional
yang juga merupakan wadah sebagai mediator dan penjamin bagi kegiatan usaha
BMT. Inkopsyah disahkan oleh Menteri Koperasi dan UKM yang didirikan pada
tanggal 7 Juli 1998. Sejak pertama kali didirikan Inkopsyah dengan badan hukum
koperasi beranggotakan 24 BMT dari 9 provinsi di Indonesia dengan modal awal
sebesar Rp 12 juta. Pada tahun 2001 anggota BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah bertambah sebanyak 112 BMT dan terjadi penambahan modal yang
cukup signifikan yaitu sebesar Rp 320 juta. Pada tahun 2011 Inkopsyah telah
memiliki aset lebih dari Rp 100 miliar dan anggota sebanyak 344 BMT yang
tersebar di 24 provinsi. Jumlah BMT yang tergabung dalam Inkopsyah hingga
Juni 2014 mencapai 418 BMT. Tercatat 22 BMT anggota Inkopsyah yang beraset
lebih dari 30 miliar bahkan 6 BMT melebihi 100 miliar dan 1 BMT melewati
angka 1 triliun (Inkopsyah 2014).
Inkopsyah bukan satu-satunya koperasi sekunder yang ada di Indonesia,
masih terdapat beberapa koperasi sekunder lainnya seperti Pusat Koperasi Syariah
(Puskopsyah), Asosiasi Baitul Maal Wa Tamwil Se-Indonesia (Absindo), dan lain
sebagainya. Perbedaan diantara Inkopsyah dengan Puskopsyah dan Absindo
adalah Inkopsyah langsung membawahi BMT anggota yang tersebar di seluruh
3
Indonesia, tidak seperti Puskopsyah dan Absindo yang memiliki perwakilan
disetiap daerah. Puskopsyah BMT Jogja masih memiliki perwakilan berikutnya
seperti BMT Anggota Puskopsyah di Kota Yogyakarta yang memiliki anggota
sebanyak 26 BMT, BMT Anggota Puskopsyah di Kabupaten Sleman yang
memiliki anggota sebanyak 33 BMT, BMT Anggota Puskopsyah di Kabupaten
Kulon Progo yang memiliki anggota sebanyak 16 BMT, dan BMT Anggota
Puskopsyah di Kabupaten Gunung Kidul yang memiliki anggota sebanyak 6 BMT.
Begitu juga dengan Absindo yang memiliki perwakilan di setiap daerahnya seperti
Absindo DIY, Absindo Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Inkopsyah yang
tidak memiliki perwakilan dan harus mengawasi langsung BMT anggotanya,
maka harus dapat bekerja lebih efisien.
Rumusan Masalah
BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) memiliki banyak
tantangan, diantaranya bersaing dengan bank-bank yang menjual produk
pembiayaan mikro seperti Bank BTPN yang masih melayani pembiayaan Rp 1-1.5
juta. BMT juga dituntut untuk senantiasa meningkatkan kinerja (performance)
usahanya, selain itu BMT juga sulit dalam mengakses modal ke bank. Peluang
koperasi sekunder untuk mengakses modal ke bank lebih besar, dikarenakan skala
usahanya yang lebih besar dibandingkan dengan langsung ke BMT, dengan
demikian maka BMT perlu untuk bekerja lebih efisien.
Efisiensi akan berdampak pada peningkatan profit BMT dan juga
kemampuan BMT dalam memberikan bagi hasil dan kinerja yang lebih baik.
Kinerja yang baik dapat meyakinkan bank agar mau memberikan modal tambahan,
dan dapat menarik para calon anggota.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, terdapat beberapa pertanyaan
diantaranya:
1. Apakah setiap BMT yang tergabung dalam Inkopsyah sudah cukup
efisien?
2. Usaha apa yang harus dilakukan oleh BMT yang tidak efisien agar dapat
mencapai tingkat efisiensi 100%?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis efisiensi dari kegiatan operasional setiap BMT yang
tergabung dalam Inkopsyah.
2. Merekomendasikan hal-hal yang harus dilakukan BMT inefisien agar
dapat mencapai tingkat efisiensi 100%.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
diantaranya :
1. Memberikan masukan kepada BMT inefisien yang tergabung dalam
Inkopsyah untuk meningkatkan tingkat efisiensi kinerja operasionalnya.
4
2. Mempermudah Inkopsyah agar lebih fokus kepada BMT yang inefisien.
3. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam penyempurnaan regulasi
untuk mendorong peningkatan kinerja BMT.
4. Memberikan referensi dan menjadi acuan untuk akademisi yang akan
melakukan penelitian serupa atau yang akan meneliti lebih lanjut.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini difokuskan kepada analisis efisiensi
kinerja operasional BMT yang tergabung dalam Inkopsyah pada tahun 2013
dengan melihat input yang digunakan dan output yang dihasilkan. Penelitian ini
diharapkan dapat mendeskripsikan keadaan setiap BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah. Metode yang digunakan dalam analisis ini yaitu Data Envelopment
Analysis (DEA).
TINJAUAN PUSTAKA
Baitul Mal wa Tamwil
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang
kegiatannya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan menengah,
antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan pembiayaan. Selain itu,
BMT juga dapat menerima titipan zakat, infak, dan sedekah serta menyalurkannya
sesuai dengan peraturan dan amanatnya.
BMT memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur
pendayagunaan harta ibadah, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf, serta dapat
pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak dibidang investasi yang produktif
layaknya bank. Fungsi kedua adalah sebagai lembaga keuangan yang bertugas
menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) dan menyalurkan dana kepada
masyarakat (anggota BMT) yang diberikan pinjaman oleh BMT (Arif 2012).
Kegiatan Usaha BMT
Cara kerja dan perputaran dana BMT secara sederhana dapat digambarkan
pada Gambar 2. Awalnya dana BMT diharapkan diperoleh dari para pendiri,
berbentuk simpanan pokok khusus. Para pendiri juga membayar simpanan pokok,
simpana wajib, dan jika ada, simpanan sukarela seperti anggota biasa. Modal para
pendiri diinvestasikan untuk membiayai pelatihan pengelola, mempersiapkan
kantor dengan peralatannya, dan perangkat administrasi. Selain modal dari para
pendiri, modal dapat juga berasal dari lembaga-lembaga kemasyarakatan, seperti
yayasan, kas masjid, BAZ, LAZ, dan lain-lain.
5
Operasional BMT
Penggalangan Dana
(Funding)
Penyaluran Dana
(Financing)
Modal Dasar:
Simp.pokok Khusus
Simp.pokok
Simp.wajib
Mudharabah
Pembiayaan total
bagi hasil
SHU
SHU
dibagikan
Bagi
Hasil
Musyarakah
Pembiayaan
bersama bagi hasil
Simp. Sukarela Bagi
Hasil
Simp.Mudharabah
biasa
Simp. Pendidikan
Simp. Haji
Simp. Umrah
Simp. Kurban, dll
Simp. Berjangka
(1, 3, 6, 12 bulan)
Murabahah
Kepemilikan barang
jatuh tempo
Bagi
Hasil
Margin
BBA
Kepemilikan barang
angsuran
Infak
Simp. Sukarela Titipan
Simp.Wadi’ah Amanah/ZIS
Simp.Wadi’ah Damanah
Bonus
Biaya Operasional
Qard al-Hasan
Pinjaman kebajikan
Pool Pendapatan
Sumber: Arif 2012
Gambar 2 Cara Kerja Perputaran Dana BMT
Konsep Efisiensi
Efisiensi didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output)
dengan masukan (input). Suatu Unit Pengambil Keputusan (UPK) dapat dikatakan
efisien jika UPK tersebut dapat menghasilkan output yang lebih besar jika
dibandingkan dengan UPK lain dengan menggunakan jumlah input yang sama.
Atau menghasilkan output yang sama, tetapi jumlah input yang digunakan lebih
sedikit dibandingkan jumlah input yang digunakan olah UPK yang lain. Dengan
demikian, ada tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1) apabila dengan
input yang sama dapat menghasilkan output yang lebih besar, (2) dengan input
yang lebih kecil dapat menhasilkan output yang sama, dan (3) dengan input yang
6
lebih besar dapat menghasilkan jumlah output dengan persentase yang lebih besar
dari besarnya tambahan input (Hidayat 2014).
Syariat Islam tidak hanya mengatur cara beribadah saja, tetapi juga
memperhatikan untuk memberi acuan dalam kegiatan sehari-hari termasuk dalam
kegiatan ekonomi juga. Konsep tersebut dirangkum dalam ekonomi syariah yang
mengatur individu dalam ber-muamalah. Perilaku manusia untuk memperhatikan
efisiensi sangat ditekankan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam Al Quran, Surat
Al Isra’ ayat 27 yang artinya: sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Ayat tersebut menganjurkan manusia untuk tidak berperilaku boros, dalam
hal ini kegiatan ekonomi. Mereka yang berperilaku boros merupakan tergolong
sebagai saudara syaitan. Dalam hal ini UPK dituntut agar dapat menghasilkan
output maksimal tanpa menghamburkan sumberdaya yang ada (Fauzi 2014).
Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis merupakan prosedur yang dirancang khusus
untuk mengukur efisiensi relatif suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) yang
menggunakan banyak input dan banyak output, dimana penggabungan input dan
output tersebut tidak mungkin dilakukan. Efisiensi relatif suatu UKE adalah
efisiensi suatu UKE dibandingkan dengan UKE lain dalam sampel (sekelompok
UKE yang saling dibandingkan) dengan menggunakan jenis input dan output yang
sama.
Dalam DEA, efisiensi relatif UKE didefinisikan sebagai rasio dari total
output tertimbang dibagi total input tertimbangnya (total weighted output / total
weighted input). Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weights) atau timbangan
untuk setiap input dan output UKE. Bobot tersebut memiliki sifat (1) tidak bernilai
negatif, dan (2) bersifat universal, artinya setiap UKE dalam sampel harus dapat
menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasionya dan
rasio tersebut tidak boleh lebih dari 1 (total weighted output / total weighted input
1).
Asumsi pada DEA adalah setiap UKE akan memiliki bobot yang
memaksimumkan rasio efisiensinya (maximize total weighted output /total
weighted input). Setiap UKE menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk
menghasilkan kombinasi output yang berbeda pula, maka setiap UKE akan
memilih seperangkat bobot yang mencerminkan keragaman tersebut. Secara
umum, UKE akan menetapkan bobot yang tinggi untuk input yang
penggunaannya sedikit dan untuk output yang dapat diproduksi dengan banyak.
Bobot tersebut bukan merupakan nilai ekonomis dari input dan outputnya,
melainkan sebagai penentu untuk memaksimumkan efisiensi dari suatu UKE.
Sebagai gambaran, jika suatu UKE merupakan perusahaan yang berorientasi pada
keuntungan (profit maximizing firm) dan setiap input dan output nya memiliki
biaya per unit serta harga jual per unit, maka perusahaan tersebut akan berusaha
menggunakan sedikit mungkin input dengan biaya per unit termahal dan berusaha
memproduksi sebanyak mungkin output dengan harga jual tertinggi.
Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode DEA.
Misalkan, kita akan membandingkan efisiensi dari sejumlah UKE, misalkan n.
Setiap UKE menggunakan m jenis input untuk menghasilkan s jenis output. Misal
7
Xij > 0 merupakan jumlah input i yang digunakan oleh UKEj, misalkan Yrj > 0
merupakan jumlah output r yang dihasilkan oleh UKEj. Variabel keputusan
(decision variable) dari kasus tersebut adalah bobot yang harus diberikan pada
setiap input dan output oleh UKEk.
Misalkan Vik adalah bobot yang diberikan pada input i oleh UKEk, dan Urk
adalah bobot yang diberikan pada output r oleh UKEk. Vik dan Urk merupakan
variabel keputusan, yaitu variabel yang nilainya akan ditentukan melalui iterasi
program linear, kemudian memformulasikan sejumlah n program linear fraksional
(fractional linear programs), satu formulasi program linear untuk setiap UKE di
da1am sampel. Fungsi tujuan (objective function) dari setiap program linear
fraksional tersebut adalah rasio dari output tertimbang total (total weighted output)
dari UKEk dibagi dengan input tertimbang totalnya. Formulasi fungsi tujuan
tersebut adalah sebagai berikut :
Memaksimumkan Zk =
∑
∑
Kriteria universalitas mensyaratkan UKEk untuk memilih bobot dengan
batasan atau kendala bahwa tidak ada UKE lain yang akan memiliki efisiensi lebih
besar dari 1 atau 100 persen jika UKE lain tersebut menggunakan bobot yang
dipilih oleh UKEk. Formulasi selanjutnya adalah :
∑
≤ 1 : j = 1,.... ,n
∑
Bobot yang dipilih tidak boleh bernilai negatif :
Urk 0 : r = 1, ,s
Vik 0 : r = 1, ,m
Transformasi program linear, yang kita sebut dengan DEA adalah sebagai
berikut :
(DEA) Maksimumkan Zk = ∑
dengan batasan atau kendala :
[pkj] ∑
[qk] ∑
∑
8
Urk
Vik
0 : r = 1,.... ,s
0 : r = 1, .... ,m
Program linear yang menunjukkan asumsi Variabel Return to Scale ( VRS)
adalah :
( DEA) Maksimumkan Zk =
dengan batasan atau kendala :
[pkj]
[qk]
∑
∑
; j = 1,... ,n
∑
Urk 0 : r = 1,.... ,s
Vik 0 : r = 1,.... ,m
Uo adalah penggal yang dapat bernilai positif atau negatif.
Transformasi juga dapat di1akukan secara dual dengan minimasi input
sebagai berikut :
Minimasi βk dengan batasan atau kendala :
[pkj]
∑
[qk] βk.Xik
; j = 1,.... m
∑
∑
; j = 1,.... n
Variabel βk merupakan efisiensi teknis dan bernilai antara 0 dan 1.
Program linear diatas diasumsikan Constant Return to Scale (CRS). Efisiensi
teknis βk bernilai kurang dari satu. (1 - βk ) menerangkan jumlah input yang
harus dikurangi untuk menghasilkan output yang sama sebagai bentuk efisiensi.
Seperti yang telah dikemukakan di depan, bahwa terdapat dua model DEA
yang sering digunakan untuk mengukur efisiensi, yaitu Charnes Cooper dan
Rhodes (CCR) dan Banker Charnes dan Cooper (BCC). Model CCR dipelopori
oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978 yang mengasumsikan adanya
Constant Return to Scale (CRS). Asumsi CRS adalah bahwa perubahan
proporsional pada semua tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional
yang sama pada tingkat output (misalnya penambahan 1 persen input akan
menghasilkan penambahan 1 persen output). Pada tahun 1984, Bankers, Charnes
dan Cooper memperluas model CCR, yang kemudian dikenal dengan model BCC
dengan mengasumsikan adanya Variabel Return to Scale (VRS). Asumsi Variabel
Return to Scale (VRS) adalah bahwa semua unit yang diukur akan menghasilkan
perubahan pada berbagai tingkat output dan adanya anggapan bahwa skala
9
produksi dapat mempengaruhi efisiensi. Hal inilah yang membedakan dengan
asumsi CRS yang menyatakan bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi.
Memperhatikan bahwa suatu teknologi dapat juga membawa Variabet Return to
Scale (VRS), membuka kemungkinan bahwa skala produksi mempengaruhi
efisiensi (Coelli, Rao, Prasada, Christoper, dan Battese 1998).
Penelitian Terdahulu
Hidayat (2011) melakukan penelitian yang berjudul Kajian Efisiensi
Perbankan Syariah di Indonesia dengan menggunakan Pendekatan Data
Envelopment Analysis. Penelitian tersebut meneliti sembilan bank syariah yang
terdiri dari tiga BUS dan enam UUS dengan menggunakan data dari kuartal 1
tahun 2003 sampai dengan kuartal 4 tahun 2007. Variabel yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah biaya tenaga kerja dan modal serta pembayaran bunga
(margin) pada deposit sebagai input, lalu pembiayaan (financing) dan investasi
keuangan sebagai output. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa jumlah
bank syariah di Indonesia yang memiliki nilai efisiensi paling sedikit dengan
pendekatan efisiensi teknik CRS terjadi pada kuartal 4 tahun 2003 dan kuartal 3
tahun 2007 yaitu hanya dua bank dari sembilan bank (22%) dan efisiensi
terbanyak pada kuartal 3 tahun 2005 yaitu sebanyak lima dari sembilan bank
(56%). Pendekatan efisiensi teknik VRS paling sedikit terjadi pada kuartal 3 dan
kuartal 4 pada tahun 2007 yaitu sebanyak empat dari sembilan bank (44%) dan
jumlah terbanyak terjadi pada kuartal 2 tahun 2005 yaitu sembilan dari sembilan
bank (100%). Untuk kelompok BUS jumlah perbankan syariah yang efisien paling
sedikit dua dari tiga bank (67%) dan yang paling banyak tiga dari tiga bank
(100%) dan untuk kelompok UUS jumlah perbankan syariah yang efisien paling
sedikit yaitu dua dari enam bank (33%) dan yang paling banyak yaitu lima dari
enam bank (83%).
Akbar (2010) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Efisiensi Baitul
Mal wa Tamwil dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) pada
BMT Bina Ummat Sejahtera (BUS) di Jawa Tengah pada Tahun 2009 dengan
mengukur skor efisiensi setiap kantor cabang menggunakan asumsi consant return
to scale (CRS) dan variable return to scale (VRS) dan membandingkan hasil dari
kedua asumsi tersebut. Perhitungan skor efisiensi seluruh kantor cabang BMT
BUS pada tahun 2009 menunjukkan terdapat 5 kantor cabang yang efisien secara
relatif terhadap seluruh kantor cabang yang lainnya, sedangkan 26 kantor cabang
lainnya mengalami inefisiensi.
Ali dan Ascarya (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Efisiensi Baitul Maal Wat Tamwil dengan Pendekatan Two Stage Data
Envelopment Analysis Studi Kasus Kantor Cabang BMT Madrasah Miftahul Ulum
(MMU) dan BMT Usaha Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri. Penelitian tersebut
menganalisis tingkat efisiensi dari BMT MMU dan BMT UGT Sidogiri Pasuruan
tingkat cabang dengan total sampel 50 cabang. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa secara overall Technical (CRS), BMT MMU mengalami peningkatan
tingkat efisiensi dari tahun 2005 sampai tahun 2008 dengan tingkat efisiensi 84%.
Secara teknis (VRS), tingkat efisiensi BMT MMU tingkat cabang juga mengalami
10
peningkatan dari tahun 2007-2008 dan mencapai nilai tertinggi pada tahun 2008
sebesar 94%.
Maflachatun (2010) yang meneliti tentang Efisiensi Teknik Perbankan
Syariah di Indonesia Metode Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel yang
digunakan adalah simpanan, biaya tenaga kerja, dan aset sebagai input lalu
pembiayaan dan pendapatan operasional sebagai output dari 11 bank yang
menjadi sampel dalam penelitian tersebut yang terdiri dari BUS dan UUS.
Penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat dua BUS dan empat UUS yang
mengalami inefisien pada tahun 2005, satu BUS dan empat UUS pada tahun 2006
yang mengalami inefisien, satu BUS dan lima UUS yang mengalami inefisien
pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 terdapat dua BUS dan tiga UUS yang
mengalami inefisien. Kesebelas bank tersebut rata-rata mengalami kenaikan
tingkat efisiensi teknik dari tahun 2005-2008.
Muharam dan Pusvitasari (2007) meneliti tentang Perbandingan Efisiensi
Bank Syariah dengan menggunakan DEA pendekatan output oriented dan asumsi
CRS. Variabel input yang digunakan adalah simpanan dan biaya operasional,
sedangkan variabel output yang digunakan adalah pembiayaan, aktiva lancar, dan
pendapatan operasional lain. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa pada
triwulan pertama, terdapat tujuh bank yang efisien, sedangkan lima bank lainnya
inefisien. Demikian pula dengan triwulan kedua dan triwulan ketiga, enam bank
berada dalam kondisi efisien dan enam lagi inefisien. Pada triwulan keempat
terdapat tujuh bank yang efisien sedangkan lima bank yang lainnya tidak efisien.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang menjadi rujukan, penelitian ini
fokus mengikuti Akbar (2010) dan Muharam dan Pusvitasari (2007). Penelitian ini
meneliti efisiensi BMT dan memberikan acuan untuk dapat diikuti agar BMT
yang belum efisien dapat meningkatkan efisiensinya. Penelitian ini menggunakan
variabel simpanan, dan beban operasional sebagai input serta pembiayaan dan
pendapatan operasional sebagai output. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
Akbar (2010) adalah objek penelitian yaitu BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah dan perbedaan penelitian yang dilakukan Muharam dan Pusvitasari
(2007) yaitu pada penelitian ini tidak memasukkan variabel aset sebagai input.
Kerangka Pemikiran
Inkopsyah sebagai induk dari BMT yang tergabung didalamnya memiliki
misi untuk meningkatkan efisiensi usaha kecil dan menengah dan lembaga
pendukung lainnya. Untuk dapat mengetahui BMT mana saja yang perlu
mendapat perhatian khusus dari Inkopsyah agar dapat bekerja lebih efisien, maka
dibuatlah kerangka pemikiran seperti berikut:
11
BMT
Menghimpun Dana
Menyalurkan Dana
Kegiatan Operasional
Anggota BMT
Proyek/Usaha
Tidak
Efisien
Pendapatan
Maksimal
Efisien
Biaya
Keuntungan
Evaluasi
Belum
Maksimal
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
laporan keuangan BMT tahun 2013 yang tergabung dalam Induk koperasi syariah
dan telah mempublikasikan laporan keuangannya yang diperoleh langsung dari
Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) BMT, Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah, buku, jurnal, tesis, dan skripsi yang berkaitan dengan
penelitian ini.
12
Dari 418 BMT hanya 329 BMT yang sudah memberikan laporan keungan
kepada Inkopsyah, namun hanya terdapat 30 BMT yang memenuhi kriteria dalam
penelitian ini. Variabel input dan output sudah dipenuhi oleh 30 BMT tersebut.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan
nonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan software DEAP Version 2.1 dan Microsoft Excel 2007.
Objek dari penelitian ini adalah tiga puluh BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah. Alasan pemilihan tiga puluh BMT yang dipilih didasarkan pada
beberapa hal, diantaranya adalah BMT yang sudah mengeluarkan laporan
keuangan pada tahun 2013 dan masih aktif untuk mengirimkan laporan keuangan
tersebut ke Inkopsyah serta telah mengirimkan laporan keuangan ke Inkopsyah
pada Juli 2014.
Variabel input dan output yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Variabel Output
Pembiayaan
(Y1)
Pendapatan Operasional
(Y2)
Simpanan
(X1)
Beban Operasional
(X2)
Tabel 1 Variabel Input dan Output
Definisi
Sumber Data
Dana yang diberikan
Data Mutakhir BMT 2013
kepada nasabah yang
Inkopsyah
mengajukan.
Pendapatan yang
Data Mutakhir BMT 2013
diperoleh perusahaan
Inkopsyah
sebagai hasil dari usaha
pokok perusahaan.
Dana yang dipercayakan Data Mutakhir BMT 2013
kepada BMT.
Inkopsyah
Biaya-biaya yang
Data Mutakhir BMT 2013
dikeluarkan untuk
Inkopsyah
melaksanakan kegiatan
operasional pokok
perusahaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Inkopsyah
Inkopsyah BMT didirikan pada tanggal 7 Juli 1998 dan mendapatkan
pengesahan dari Menteri Koperasi dan UKM sebagai koperasi sekunder tingkat
nasional. Lembaga yang digagas oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK) ini pertama kali beranggotakan 24 BMT dari 9 provinsi di Indonesia
dan beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 12 juta yang berasal dari setoran
simpanan pokok enam BMT (anggota pendiri).
Menjelang dilaksanakannya Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang pertama
kali pada tahun 2001, Inkopsyah berhasil mendapatkan keanggotaan baru
13
sebanyak 112 BMT dan dengan demikian terjadi peningkatan modal (simpanan
pokok) yang cukup signifikan yaitu menjadi sebesar Rp 320 juta. Pada tahun 2002
Inkopsyah berhasil mendapatkan tambahan modal sebesar Rp 2 miliar dari dan
pembiayaan modal kerja sebesar Rp 5 miliar PT. PNM (Persero), hingga pada
tahun 2011 Inkopsyah telah membukukan aset sejumlah lebih dari Rp 100 miliar
dan anggota yang tergabung berjumlah 334 BMT yang tersebar di 24 provinsi.
250
200
150
Pembiayaan
Aset
Beban Operasional
100
50
0
Des 2009 Des 2010 Des 2011 Des 2012 Des 2013
Sumber: Laporan Keuangan Inkopsyah diolah
Gambar 4 Perkembangan kondisi keuangan Inkopsyah 2009-2013
Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa pembiayaan, aset, dan beban
operasional dari Desember 2009 sampai dengan Desember 2013 mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Jumlah pembiayaan yang diberikan pada
periode Desember 2009 sebesar Rp 38 577 miliar menjadi Rp 190 063 miliar pada
periode Desember 2013. Begitu pula dengan aset dari Rp 43 339 miliar menjadi
Rp 229 179 miliar, dan beban operasional yang juga meningkat dari Rp 36 463
miliar menjadi Rp 205 613 miliar.
Berikut adalah BMT yang tergabung dalam Inkopsyah yang telah
mengeluarkan laporan keungan tahun 2013 dan masih aktif dalam pengiriman
laporan keuangan kepada Inkopsyah pada bulan Juli 2014:
14
Tabel 2 BMT yang tergabung dalam Inkopsyah
No Kode
Nama BMT
1 BMT01 L-Risma
2 BMT02 Sanama
3 BMT03 Al Ishlah
4 BMT04 Al Hidayah
5 BMT05 Koperasi Kartini
6 BMT06 Mitra Amanah
7 BMT07 Baskara Muhammadiyah
8 BMT08 Al-Amanah
9 BMT09 Al Falah
10 BMT10 As Salam
11 BMT11 Artha Amanah
12 BMT12 Bina Umat Mulia
13 BMT13 Shohibul Ummat
14 BMT14 Al Hikmah
15 BMT15 Al Amin
Sumber: Inkopsyah 2014
No
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Kode
BMT16
BMT17
BMT18
BMT19
BMT20
BMT21
BMT22
BMT23
BMT24
BMT25
BMT26
BMT27
BMT28
BMT29
BMT30
Nama BMT
Melati
Mitra Usaha Mulia
Istiqomah
Kube Sejahtera 001
Amanah Bangunrejo
Ar Rahmah
Surya Abadi
Smemi
Hudatama
Sinergi Karya Makassar
Mustama
Amanah Ray
Babun Najah
Barokah
Ar Rahmah
Tabel 2 menunjukkan nama BMT dan kode BMT agar dapat
mempermudah dalam pengolahan data. Adanya kode untuk setiap BMT dapat
memperkecil kesalahan dalam analisis dan pembahasan dari hasil olahan DEAP
V.2.1.
Uji Statistik Variabel Input dan Output
Sebelum dilakukan perhitungan tingkat efisiensi, terlebih dahulu
ditentukan variabel input dan output data 30 BMT yang menjadi objek kajian.
Variabel output yang digunakan terdiri dari pembiayaan, pendapatan operasional
dan aset, sedangkan input yang digunakan terdiri dari simpanan dan beban
operasional. Ringkasan statistik variabel input dan output dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Ringkasan statistik keuangan BMT tahun 2013 yang tergabung
dalam Inkopsyah (dalam Rp juta)
N
30
Minimum
279.417
Pembiayaan
Pendapatan
30
79
Operasional
Simpanan
30
463.028
Beban
30
61
Operasional
Valid N
30
(listwise)
Sumber : Perhitungan dengan SPSS 16.0
Maximum
38 523.052
Mean
11 615.706
Std. Deviation
10 785.535
10 725.741
2 823.180
2 890.408
38 507.059
9 675.121
10 040.037
9 987.625
2 279.270
2 520.121
Tabel 3 menggambarkan data yang digunakan dalam penelitian ini. Jumlah
BMT yang digunakan, nilai minimum dan maksimum setiap variable serta nilai
rata-rata dan standar deviasinya.
15
Efisiensi BMT yang Tergabung dalam Inkopsyah pada Tahun 2013
Hasil perhitungan efisiensi pada tiga puluh BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah pada tahun 2013 dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA)
menggunakan software DEAP Version 2.1 ditunjukkan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Nilai Efisiensi BMT yang tergabung dalam Inkopsyah pada tahun 2013
No
Kode BMT
Input – VRS (%)
Input – CRS (%)
1
BMT01
100
100
2
BMT02
100
92
3
BMT03
59
34
4
BMT04
100
100
5
BMT05
100
91
6
BMT06
100
100
7
BMT07
100
70
8
BMT08
86
61
9
BMT09
95
50
10
BMT10
86
46
11
BMT11
50
50
12
BMT12
49
46
13
BMT13
71
46
14
BMT14
56
48
15
BMT15
54
44
16
BMT16
77
54
17
BMT17
48
43
18
BMT18
64
50
19
BMT19
43
41
20
BMT20
76
56
21
BMT21
43
35
22
BMT22
91
14
23
BMT23
100
100
24
BMT24
100
70
25
BMT25
58
36
26
BMT26
67
55
27
BMT27
100
46
28
BMT28
93
77
29
BMT29
100
97
30
BMT30
58
57
Sumber : Data Mutakhir BMT tahun 2013 Inkopsyah diolah dengan DEAP V.2.1
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil olahan data dengan DEA
menggunakan pendekatan VRS dan CRS berbeda. Nilai efisiensi 100% dengan
pendekatan CRS hanya ada 4 BMT sedangkan dengan pendekatan VRS ada 10
BMT, sehingga pendekatan yang digunakan dalam penilitian ini adalah
pendekatan VRS.
16
Merujuk kepada (Hidayat 2014) dan untuk dapat menentukan atau
memastikan tingkat efisiensi BMT yang tergabung ke dalam Inkopsyah dibuat
ukuran atau kriteria efisiensi, yaitu efisiensi tinggi, efisiensi sedang, efisiensi
rendah dan tidak efisien. Nilai (skor) juga disesuaikan menjadi efisiensi tinggi,
efisiensi sedang, efisiensi rendah dan tidak efisien. Ukuran tersebut dapat dilihat
pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5 Kriteria dan nilai efisiensi
Kriteria efisiensi
Nilai (skor)
Tinggi
81-100
Sedang
60-80
Rendah
40-59
Tidak efisien
INDUK KOPERASI SYARIAH DENGAN METODE
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
ARDHI EVAN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efisiensi Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) Anggota Induk Koperasi Syariah dengan Metode
Data Envelopment Analysis (DEA) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Ardhi Evan
NIM H54100063
ABSTRAK
ARDHI EVAN. Efisiensi Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Anggota Induk
Koperasi Syariah dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA).
Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI dan RANTI WILIASIH.
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang beroperasi berdasarkan
prinsip syariah yang memiliki fungsi untuk memberdayakan ekonomi umat,
dan memiliki fungsi sosial sebagai institusi yang mengelola dana zakat,
infak, dan sedekah. Dalam rangka mendukung permodalan UMK yang
perkembangannya terus meningkat, maka perlu penguatan lembaga
keuangan mikro, termasuk BMT. Penelitian ini difokuskan kepada analisis
efisiensi kinerja operasional 30 BMT yang tergabung dalam Induk Koperasi
Syariah (Inkopsyah) dengan melihat input yang digunakan yaitu dari
laporan keuangan BMT tahun 2013 dan output yang dihasilkan dengan
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat 10 BMT yang efisien secara relatif terhadap
seluruh BMT yang lainnya dengan menggunakan asumsi variable return to
scale (VRS), sedangkan 20 BMT yang lainnya mengalami inefisiensi. BMT
yang inefisien dapat meningkatkan tingkat efisiensinya dengan menjadikan
BMT efisien sebagai best practice.
Kata kunci: Baitul Mal wa Tamwil, Data Envelopment Analysis, efisiensi,
Induk Koperasi Syariah
ABSTRACT
ARDHI EVAN. Baitul Mal wa Tamwil (BMT) efficiency Induk Koperasi
Syariah (Inkopsyah) member’s with Data Envelopment Analysis (DEA)
Method. Supervised by TANTI NOVIANTI and RANTI WILIASIH.
BMT is a microfinance institution that operates based on Islamic
principles which has the function of economic empowerment of the people,
and has the social function as an institution that manages zakah, infaq, and
shadaqah. In order to support the capital of SMEs which develop
increasingly, it is necessary to strengthen microfinance institutions,
including BMT. This study focused on the analysis of operational
performance efficiency of 30 BMT which is incorporated in the Master of
Islamic Coorporation (Inkopsyah) by looking at the BMT financial
statement in 2013 as inputs used and outputs produced by using Data
Envelopment Analysis (DEA). The result of this study indicate that there are
10 relatively efficient BMTs among other BMTs using the assumpsion of
variable returns to scale (VRS), while 20 other BMTs suffered inefficiencies.
Inefficient BMT can increase the level of efficiency by making efficient BMT
as a best practice.
Keywords: Baitul Mal wa Tamwil, Data Envelopment Analysis, efficiency,
Master of Islamic Cooperation
EFISIENSI BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT) ANGGOTA
INDUK KOPERASI SYARIAH DENGAN METODE
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
Judul Skripsi : Efisiensi Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Anggota Induk
Koperasi Syariah dengan Metode Data Envelopment
Analysis (DEA)
Nama
: Ardhi Evan
NIM
: H54100063
Disetujui oleh
Dr. Tanti Novianti, S.P, M.Si
Pembimbing I
Ranti Wiliasih. S.P, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Efisiensi
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Anggota Induk Koperasi Syariah dengan
Metode Data Envelopment Analysis (DEA)” ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Tanti Novianti, S.P,
M.Si dan Ibu Ranti Wiliasih, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing, serta
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Aswin yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
orang tua penulis Ayutrisna (Ibu) dan Said (Ayah) serta saudara penulis
Sutrisna (Kakak), Edwin (Adik), dan Alvin (Adik) atas segala doa dan
motivasinya. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih kepada orangorang yang sangat membatu dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini,
yaitu Ahmad Fauzi, Fauziyah Adzimatinur, Putri Eka Ayuni Subagyo,
Mufida Amalia Azzahrah, Febrina Mirazdianti, Zulfi Mirza, Rizqi Eka
Sukmayasa dan sahabat terbaik ekonomi syariah angkatan 47, 48, dan 49
atas kebersamaannya dan senantiasa saling membantu dan memberikan doa
serta motivasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Ardhi Evan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
4
Baitul Mal wa Tamwil
4
Konsep Efisiensi
5
Data Envelopment Analysis (DEA)
6
Penelitian Terdahulu
9
Kerangka Pemikiran
10
METODE PENELITIAN
11
Jenis dan Sumber Data
11
Metode Pengolahan dan Analisis Data
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Gambaran Umum Inkopsyah
12
Uji Statistik Variabel Input dan Output
14
Efisiensi BMT yang tergabung dalam Inkopsyah pada tahun 2013
15
Target input dan output BMT yang tergabung dalam Inkopsyah
17
Referensi BMT yang efisien untuk BMT yang inefisien
18
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR TABEL
1. Variabel Input dan Output
2. BMT yang tergabung dalam Inkopsyah
3. Ringkasan statistik keuangan BMT tahun 2013 yang tergabung
dalam Inkopsyah
4. Nilai efisiensi BMT yang tergabung dalam Inkopsyah pada
tahun 2013
5. Kriteria dan nilai efisiensi
6. Kriteria pengelompokan nilai efisiensi
7. Pengelompokan BMT dengan kriteria efisiensi
8. Target Input dan Output BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah
9. Bobot Benchmark VRS Input Oriented Model BMT yang
Tergabung dalam Inkopsyah 2013
12
14
14
15
16
16
16
18
19
DAFTAR GAMBAR
1. Perkembangan unit UMK tahun 2006 sampai dengan tahun
2012
2. Cara Kerja Perputaran Dana BMT
3. Kerangka Pemikiran
4. Perkembangan kondisi keuangan Inkopsyah 2009-2013
2
5
11
13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Sekunder input dan output yang digunakan periode 2013
2 Hasil olahan DEAP Version 2.1
3 Surat Keterangan Validitas Data
24
25
34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) mengadopsi dari institusi bayt al-mal yang
pernah pada masa Rasulullah SAW dan khulafa ar-rasyidin. Bayt al-mal yang
permanen pertama kali dibangun pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab di ibu
kota negara dan membangun cabang-cabangnya di ibu kota provinsi. Pada masa
Rasulullah SAW baitul mal berfungsi sebagai tempat pusat pengumpulan dana
yang terletak di Masjid Nabawi.
Sumber-sumber pemasukan negara pada masa pemerintahan Rasulullah
SAW tidak bersumber dari zakat saja, beberapa sumber lain di antaranya kharaj
yaitu pajak terhadap tanah, khums yaitu pajak proporsional sebesar 20%, jizyah
yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non-muslim, kaffarah yaitu
sesuatu yang dikeluarkan sebagai penutup kesalahan yang telah dilakukan
seseorang, dan harta waris dari orang yang tidak menjadi ahli waris. Dana yang
telah terkumpul di alokasikan untuk penyebaran agama Islam, pendidikan,
kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur,
pembangunan armada perang dan keamanan, dan penyediaan layanan
kesejahteraan sosial. Semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab, pendapatan negara meningkat secara signifikan,
maka diperlukan perhatian khusus untuk pengelolaannya agar dapat dimanfaatkan
secara benar, efektif, dan efisien (Amalia 2010).
Saat ini BMT mengalami penyempitan makna dari yang sebelumnya dapat
diartikan sebagai pengumpul dana untuk memenuhi kebutuhan negara menjadi
suatu lembaga keuangan yang memiliki fungsi intermediasi. Fungsi intermediasi
tersebut antara lain sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah berupa
zakat, infak, sedekah dan wakaf, serta berfungsi sebagai institusi yang bergerak di
bidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya bank dan bertugas
sebagai penghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) yang memercayakan
dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota
BMT) yang diberikan pinjaman oleh BMT (Arif 2012).
BMT merupakan balai usaha mandiri terpadu, yaitu lembaga usaha
masyarakat yang mengembangkan aspek-aspek produksi dan investasi untuk
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi dalam skala kecil dan menengah
(Ridwan 2013). BMT adalah salah satu sumber pembiayaan bagi usaha mikro
kecil menengah (UMKM). Problem dari UMKM diantaranya adalah aspek
pemasaran, aspek manajemen, aspek teknis dan aspek keuangan (Ridwan 2004).
Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat dimana
BMT tersebut berada, sehingga BMT mampu mengakomodir kepentingan
ekonomi masyarakat (Sudarsono 2013).
2
58
56
Juta unit
54
52
Usaha Kecil
50
Usaha Mikro
48
46
44
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (diolah)
Gambar 1 Perkembangan unit UMK tahun 2006 sampai dengan tahun 2012
Sebagai unit usaha yang menjadi sasaran pembiayaan-pembiayaan BMT,
yaitu usaha mikro yang memiliki total kekayaan ≤ Rp 50 juta dengan omzet ≤ Rp
300 juta, dan usaha kecil yang memiliki total kekayaan > Rp 50 juta sampai Rp
500 juta dengan omzet > Rp 300 juta sampai Rp 2.5 milyar. BMT harus
memanfaatkan perkembangan unit UMK seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1,
bahwa selalu terjadi peningkatan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2012.
Untuk dapat mengimbangi peningkatan tersebut, lembaga keuangan sangat
berperan penting untuk dapat meningkatkan perekonomian di sektor riil dengan
memperkuat struktur industri lembaga keuangan syariah yang menjadi
pembiayaan ritel termasuk BMT, maka perlu dilakukan peningkatkan fungsi
intermediasi, efisiensi, dan daya saing industri lembaga keuangan syariah.
Berdasarkan sasaran kedua, maka penelitian efisiensi BMT perlu dilakukan.
Induk koperasi syariah adalah suatu koperasi sekunder tingkat nasional
yang juga merupakan wadah sebagai mediator dan penjamin bagi kegiatan usaha
BMT. Inkopsyah disahkan oleh Menteri Koperasi dan UKM yang didirikan pada
tanggal 7 Juli 1998. Sejak pertama kali didirikan Inkopsyah dengan badan hukum
koperasi beranggotakan 24 BMT dari 9 provinsi di Indonesia dengan modal awal
sebesar Rp 12 juta. Pada tahun 2001 anggota BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah bertambah sebanyak 112 BMT dan terjadi penambahan modal yang
cukup signifikan yaitu sebesar Rp 320 juta. Pada tahun 2011 Inkopsyah telah
memiliki aset lebih dari Rp 100 miliar dan anggota sebanyak 344 BMT yang
tersebar di 24 provinsi. Jumlah BMT yang tergabung dalam Inkopsyah hingga
Juni 2014 mencapai 418 BMT. Tercatat 22 BMT anggota Inkopsyah yang beraset
lebih dari 30 miliar bahkan 6 BMT melebihi 100 miliar dan 1 BMT melewati
angka 1 triliun (Inkopsyah 2014).
Inkopsyah bukan satu-satunya koperasi sekunder yang ada di Indonesia,
masih terdapat beberapa koperasi sekunder lainnya seperti Pusat Koperasi Syariah
(Puskopsyah), Asosiasi Baitul Maal Wa Tamwil Se-Indonesia (Absindo), dan lain
sebagainya. Perbedaan diantara Inkopsyah dengan Puskopsyah dan Absindo
adalah Inkopsyah langsung membawahi BMT anggota yang tersebar di seluruh
3
Indonesia, tidak seperti Puskopsyah dan Absindo yang memiliki perwakilan
disetiap daerah. Puskopsyah BMT Jogja masih memiliki perwakilan berikutnya
seperti BMT Anggota Puskopsyah di Kota Yogyakarta yang memiliki anggota
sebanyak 26 BMT, BMT Anggota Puskopsyah di Kabupaten Sleman yang
memiliki anggota sebanyak 33 BMT, BMT Anggota Puskopsyah di Kabupaten
Kulon Progo yang memiliki anggota sebanyak 16 BMT, dan BMT Anggota
Puskopsyah di Kabupaten Gunung Kidul yang memiliki anggota sebanyak 6 BMT.
Begitu juga dengan Absindo yang memiliki perwakilan di setiap daerahnya seperti
Absindo DIY, Absindo Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Inkopsyah yang
tidak memiliki perwakilan dan harus mengawasi langsung BMT anggotanya,
maka harus dapat bekerja lebih efisien.
Rumusan Masalah
BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) memiliki banyak
tantangan, diantaranya bersaing dengan bank-bank yang menjual produk
pembiayaan mikro seperti Bank BTPN yang masih melayani pembiayaan Rp 1-1.5
juta. BMT juga dituntut untuk senantiasa meningkatkan kinerja (performance)
usahanya, selain itu BMT juga sulit dalam mengakses modal ke bank. Peluang
koperasi sekunder untuk mengakses modal ke bank lebih besar, dikarenakan skala
usahanya yang lebih besar dibandingkan dengan langsung ke BMT, dengan
demikian maka BMT perlu untuk bekerja lebih efisien.
Efisiensi akan berdampak pada peningkatan profit BMT dan juga
kemampuan BMT dalam memberikan bagi hasil dan kinerja yang lebih baik.
Kinerja yang baik dapat meyakinkan bank agar mau memberikan modal tambahan,
dan dapat menarik para calon anggota.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, terdapat beberapa pertanyaan
diantaranya:
1. Apakah setiap BMT yang tergabung dalam Inkopsyah sudah cukup
efisien?
2. Usaha apa yang harus dilakukan oleh BMT yang tidak efisien agar dapat
mencapai tingkat efisiensi 100%?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis efisiensi dari kegiatan operasional setiap BMT yang
tergabung dalam Inkopsyah.
2. Merekomendasikan hal-hal yang harus dilakukan BMT inefisien agar
dapat mencapai tingkat efisiensi 100%.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
diantaranya :
1. Memberikan masukan kepada BMT inefisien yang tergabung dalam
Inkopsyah untuk meningkatkan tingkat efisiensi kinerja operasionalnya.
4
2. Mempermudah Inkopsyah agar lebih fokus kepada BMT yang inefisien.
3. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam penyempurnaan regulasi
untuk mendorong peningkatan kinerja BMT.
4. Memberikan referensi dan menjadi acuan untuk akademisi yang akan
melakukan penelitian serupa atau yang akan meneliti lebih lanjut.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini difokuskan kepada analisis efisiensi
kinerja operasional BMT yang tergabung dalam Inkopsyah pada tahun 2013
dengan melihat input yang digunakan dan output yang dihasilkan. Penelitian ini
diharapkan dapat mendeskripsikan keadaan setiap BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah. Metode yang digunakan dalam analisis ini yaitu Data Envelopment
Analysis (DEA).
TINJAUAN PUSTAKA
Baitul Mal wa Tamwil
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang
kegiatannya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan menengah,
antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan pembiayaan. Selain itu,
BMT juga dapat menerima titipan zakat, infak, dan sedekah serta menyalurkannya
sesuai dengan peraturan dan amanatnya.
BMT memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur
pendayagunaan harta ibadah, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf, serta dapat
pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak dibidang investasi yang produktif
layaknya bank. Fungsi kedua adalah sebagai lembaga keuangan yang bertugas
menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) dan menyalurkan dana kepada
masyarakat (anggota BMT) yang diberikan pinjaman oleh BMT (Arif 2012).
Kegiatan Usaha BMT
Cara kerja dan perputaran dana BMT secara sederhana dapat digambarkan
pada Gambar 2. Awalnya dana BMT diharapkan diperoleh dari para pendiri,
berbentuk simpanan pokok khusus. Para pendiri juga membayar simpanan pokok,
simpana wajib, dan jika ada, simpanan sukarela seperti anggota biasa. Modal para
pendiri diinvestasikan untuk membiayai pelatihan pengelola, mempersiapkan
kantor dengan peralatannya, dan perangkat administrasi. Selain modal dari para
pendiri, modal dapat juga berasal dari lembaga-lembaga kemasyarakatan, seperti
yayasan, kas masjid, BAZ, LAZ, dan lain-lain.
5
Operasional BMT
Penggalangan Dana
(Funding)
Penyaluran Dana
(Financing)
Modal Dasar:
Simp.pokok Khusus
Simp.pokok
Simp.wajib
Mudharabah
Pembiayaan total
bagi hasil
SHU
SHU
dibagikan
Bagi
Hasil
Musyarakah
Pembiayaan
bersama bagi hasil
Simp. Sukarela Bagi
Hasil
Simp.Mudharabah
biasa
Simp. Pendidikan
Simp. Haji
Simp. Umrah
Simp. Kurban, dll
Simp. Berjangka
(1, 3, 6, 12 bulan)
Murabahah
Kepemilikan barang
jatuh tempo
Bagi
Hasil
Margin
BBA
Kepemilikan barang
angsuran
Infak
Simp. Sukarela Titipan
Simp.Wadi’ah Amanah/ZIS
Simp.Wadi’ah Damanah
Bonus
Biaya Operasional
Qard al-Hasan
Pinjaman kebajikan
Pool Pendapatan
Sumber: Arif 2012
Gambar 2 Cara Kerja Perputaran Dana BMT
Konsep Efisiensi
Efisiensi didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output)
dengan masukan (input). Suatu Unit Pengambil Keputusan (UPK) dapat dikatakan
efisien jika UPK tersebut dapat menghasilkan output yang lebih besar jika
dibandingkan dengan UPK lain dengan menggunakan jumlah input yang sama.
Atau menghasilkan output yang sama, tetapi jumlah input yang digunakan lebih
sedikit dibandingkan jumlah input yang digunakan olah UPK yang lain. Dengan
demikian, ada tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1) apabila dengan
input yang sama dapat menghasilkan output yang lebih besar, (2) dengan input
yang lebih kecil dapat menhasilkan output yang sama, dan (3) dengan input yang
6
lebih besar dapat menghasilkan jumlah output dengan persentase yang lebih besar
dari besarnya tambahan input (Hidayat 2014).
Syariat Islam tidak hanya mengatur cara beribadah saja, tetapi juga
memperhatikan untuk memberi acuan dalam kegiatan sehari-hari termasuk dalam
kegiatan ekonomi juga. Konsep tersebut dirangkum dalam ekonomi syariah yang
mengatur individu dalam ber-muamalah. Perilaku manusia untuk memperhatikan
efisiensi sangat ditekankan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam Al Quran, Surat
Al Isra’ ayat 27 yang artinya: sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Ayat tersebut menganjurkan manusia untuk tidak berperilaku boros, dalam
hal ini kegiatan ekonomi. Mereka yang berperilaku boros merupakan tergolong
sebagai saudara syaitan. Dalam hal ini UPK dituntut agar dapat menghasilkan
output maksimal tanpa menghamburkan sumberdaya yang ada (Fauzi 2014).
Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis merupakan prosedur yang dirancang khusus
untuk mengukur efisiensi relatif suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) yang
menggunakan banyak input dan banyak output, dimana penggabungan input dan
output tersebut tidak mungkin dilakukan. Efisiensi relatif suatu UKE adalah
efisiensi suatu UKE dibandingkan dengan UKE lain dalam sampel (sekelompok
UKE yang saling dibandingkan) dengan menggunakan jenis input dan output yang
sama.
Dalam DEA, efisiensi relatif UKE didefinisikan sebagai rasio dari total
output tertimbang dibagi total input tertimbangnya (total weighted output / total
weighted input). Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weights) atau timbangan
untuk setiap input dan output UKE. Bobot tersebut memiliki sifat (1) tidak bernilai
negatif, dan (2) bersifat universal, artinya setiap UKE dalam sampel harus dapat
menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasionya dan
rasio tersebut tidak boleh lebih dari 1 (total weighted output / total weighted input
1).
Asumsi pada DEA adalah setiap UKE akan memiliki bobot yang
memaksimumkan rasio efisiensinya (maximize total weighted output /total
weighted input). Setiap UKE menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk
menghasilkan kombinasi output yang berbeda pula, maka setiap UKE akan
memilih seperangkat bobot yang mencerminkan keragaman tersebut. Secara
umum, UKE akan menetapkan bobot yang tinggi untuk input yang
penggunaannya sedikit dan untuk output yang dapat diproduksi dengan banyak.
Bobot tersebut bukan merupakan nilai ekonomis dari input dan outputnya,
melainkan sebagai penentu untuk memaksimumkan efisiensi dari suatu UKE.
Sebagai gambaran, jika suatu UKE merupakan perusahaan yang berorientasi pada
keuntungan (profit maximizing firm) dan setiap input dan output nya memiliki
biaya per unit serta harga jual per unit, maka perusahaan tersebut akan berusaha
menggunakan sedikit mungkin input dengan biaya per unit termahal dan berusaha
memproduksi sebanyak mungkin output dengan harga jual tertinggi.
Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode DEA.
Misalkan, kita akan membandingkan efisiensi dari sejumlah UKE, misalkan n.
Setiap UKE menggunakan m jenis input untuk menghasilkan s jenis output. Misal
7
Xij > 0 merupakan jumlah input i yang digunakan oleh UKEj, misalkan Yrj > 0
merupakan jumlah output r yang dihasilkan oleh UKEj. Variabel keputusan
(decision variable) dari kasus tersebut adalah bobot yang harus diberikan pada
setiap input dan output oleh UKEk.
Misalkan Vik adalah bobot yang diberikan pada input i oleh UKEk, dan Urk
adalah bobot yang diberikan pada output r oleh UKEk. Vik dan Urk merupakan
variabel keputusan, yaitu variabel yang nilainya akan ditentukan melalui iterasi
program linear, kemudian memformulasikan sejumlah n program linear fraksional
(fractional linear programs), satu formulasi program linear untuk setiap UKE di
da1am sampel. Fungsi tujuan (objective function) dari setiap program linear
fraksional tersebut adalah rasio dari output tertimbang total (total weighted output)
dari UKEk dibagi dengan input tertimbang totalnya. Formulasi fungsi tujuan
tersebut adalah sebagai berikut :
Memaksimumkan Zk =
∑
∑
Kriteria universalitas mensyaratkan UKEk untuk memilih bobot dengan
batasan atau kendala bahwa tidak ada UKE lain yang akan memiliki efisiensi lebih
besar dari 1 atau 100 persen jika UKE lain tersebut menggunakan bobot yang
dipilih oleh UKEk. Formulasi selanjutnya adalah :
∑
≤ 1 : j = 1,.... ,n
∑
Bobot yang dipilih tidak boleh bernilai negatif :
Urk 0 : r = 1, ,s
Vik 0 : r = 1, ,m
Transformasi program linear, yang kita sebut dengan DEA adalah sebagai
berikut :
(DEA) Maksimumkan Zk = ∑
dengan batasan atau kendala :
[pkj] ∑
[qk] ∑
∑
8
Urk
Vik
0 : r = 1,.... ,s
0 : r = 1, .... ,m
Program linear yang menunjukkan asumsi Variabel Return to Scale ( VRS)
adalah :
( DEA) Maksimumkan Zk =
dengan batasan atau kendala :
[pkj]
[qk]
∑
∑
; j = 1,... ,n
∑
Urk 0 : r = 1,.... ,s
Vik 0 : r = 1,.... ,m
Uo adalah penggal yang dapat bernilai positif atau negatif.
Transformasi juga dapat di1akukan secara dual dengan minimasi input
sebagai berikut :
Minimasi βk dengan batasan atau kendala :
[pkj]
∑
[qk] βk.Xik
; j = 1,.... m
∑
∑
; j = 1,.... n
Variabel βk merupakan efisiensi teknis dan bernilai antara 0 dan 1.
Program linear diatas diasumsikan Constant Return to Scale (CRS). Efisiensi
teknis βk bernilai kurang dari satu. (1 - βk ) menerangkan jumlah input yang
harus dikurangi untuk menghasilkan output yang sama sebagai bentuk efisiensi.
Seperti yang telah dikemukakan di depan, bahwa terdapat dua model DEA
yang sering digunakan untuk mengukur efisiensi, yaitu Charnes Cooper dan
Rhodes (CCR) dan Banker Charnes dan Cooper (BCC). Model CCR dipelopori
oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978 yang mengasumsikan adanya
Constant Return to Scale (CRS). Asumsi CRS adalah bahwa perubahan
proporsional pada semua tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional
yang sama pada tingkat output (misalnya penambahan 1 persen input akan
menghasilkan penambahan 1 persen output). Pada tahun 1984, Bankers, Charnes
dan Cooper memperluas model CCR, yang kemudian dikenal dengan model BCC
dengan mengasumsikan adanya Variabel Return to Scale (VRS). Asumsi Variabel
Return to Scale (VRS) adalah bahwa semua unit yang diukur akan menghasilkan
perubahan pada berbagai tingkat output dan adanya anggapan bahwa skala
9
produksi dapat mempengaruhi efisiensi. Hal inilah yang membedakan dengan
asumsi CRS yang menyatakan bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi.
Memperhatikan bahwa suatu teknologi dapat juga membawa Variabet Return to
Scale (VRS), membuka kemungkinan bahwa skala produksi mempengaruhi
efisiensi (Coelli, Rao, Prasada, Christoper, dan Battese 1998).
Penelitian Terdahulu
Hidayat (2011) melakukan penelitian yang berjudul Kajian Efisiensi
Perbankan Syariah di Indonesia dengan menggunakan Pendekatan Data
Envelopment Analysis. Penelitian tersebut meneliti sembilan bank syariah yang
terdiri dari tiga BUS dan enam UUS dengan menggunakan data dari kuartal 1
tahun 2003 sampai dengan kuartal 4 tahun 2007. Variabel yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah biaya tenaga kerja dan modal serta pembayaran bunga
(margin) pada deposit sebagai input, lalu pembiayaan (financing) dan investasi
keuangan sebagai output. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa jumlah
bank syariah di Indonesia yang memiliki nilai efisiensi paling sedikit dengan
pendekatan efisiensi teknik CRS terjadi pada kuartal 4 tahun 2003 dan kuartal 3
tahun 2007 yaitu hanya dua bank dari sembilan bank (22%) dan efisiensi
terbanyak pada kuartal 3 tahun 2005 yaitu sebanyak lima dari sembilan bank
(56%). Pendekatan efisiensi teknik VRS paling sedikit terjadi pada kuartal 3 dan
kuartal 4 pada tahun 2007 yaitu sebanyak empat dari sembilan bank (44%) dan
jumlah terbanyak terjadi pada kuartal 2 tahun 2005 yaitu sembilan dari sembilan
bank (100%). Untuk kelompok BUS jumlah perbankan syariah yang efisien paling
sedikit dua dari tiga bank (67%) dan yang paling banyak tiga dari tiga bank
(100%) dan untuk kelompok UUS jumlah perbankan syariah yang efisien paling
sedikit yaitu dua dari enam bank (33%) dan yang paling banyak yaitu lima dari
enam bank (83%).
Akbar (2010) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Efisiensi Baitul
Mal wa Tamwil dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) pada
BMT Bina Ummat Sejahtera (BUS) di Jawa Tengah pada Tahun 2009 dengan
mengukur skor efisiensi setiap kantor cabang menggunakan asumsi consant return
to scale (CRS) dan variable return to scale (VRS) dan membandingkan hasil dari
kedua asumsi tersebut. Perhitungan skor efisiensi seluruh kantor cabang BMT
BUS pada tahun 2009 menunjukkan terdapat 5 kantor cabang yang efisien secara
relatif terhadap seluruh kantor cabang yang lainnya, sedangkan 26 kantor cabang
lainnya mengalami inefisiensi.
Ali dan Ascarya (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Efisiensi Baitul Maal Wat Tamwil dengan Pendekatan Two Stage Data
Envelopment Analysis Studi Kasus Kantor Cabang BMT Madrasah Miftahul Ulum
(MMU) dan BMT Usaha Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri. Penelitian tersebut
menganalisis tingkat efisiensi dari BMT MMU dan BMT UGT Sidogiri Pasuruan
tingkat cabang dengan total sampel 50 cabang. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa secara overall Technical (CRS), BMT MMU mengalami peningkatan
tingkat efisiensi dari tahun 2005 sampai tahun 2008 dengan tingkat efisiensi 84%.
Secara teknis (VRS), tingkat efisiensi BMT MMU tingkat cabang juga mengalami
10
peningkatan dari tahun 2007-2008 dan mencapai nilai tertinggi pada tahun 2008
sebesar 94%.
Maflachatun (2010) yang meneliti tentang Efisiensi Teknik Perbankan
Syariah di Indonesia Metode Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel yang
digunakan adalah simpanan, biaya tenaga kerja, dan aset sebagai input lalu
pembiayaan dan pendapatan operasional sebagai output dari 11 bank yang
menjadi sampel dalam penelitian tersebut yang terdiri dari BUS dan UUS.
Penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat dua BUS dan empat UUS yang
mengalami inefisien pada tahun 2005, satu BUS dan empat UUS pada tahun 2006
yang mengalami inefisien, satu BUS dan lima UUS yang mengalami inefisien
pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 terdapat dua BUS dan tiga UUS yang
mengalami inefisien. Kesebelas bank tersebut rata-rata mengalami kenaikan
tingkat efisiensi teknik dari tahun 2005-2008.
Muharam dan Pusvitasari (2007) meneliti tentang Perbandingan Efisiensi
Bank Syariah dengan menggunakan DEA pendekatan output oriented dan asumsi
CRS. Variabel input yang digunakan adalah simpanan dan biaya operasional,
sedangkan variabel output yang digunakan adalah pembiayaan, aktiva lancar, dan
pendapatan operasional lain. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa pada
triwulan pertama, terdapat tujuh bank yang efisien, sedangkan lima bank lainnya
inefisien. Demikian pula dengan triwulan kedua dan triwulan ketiga, enam bank
berada dalam kondisi efisien dan enam lagi inefisien. Pada triwulan keempat
terdapat tujuh bank yang efisien sedangkan lima bank yang lainnya tidak efisien.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang menjadi rujukan, penelitian ini
fokus mengikuti Akbar (2010) dan Muharam dan Pusvitasari (2007). Penelitian ini
meneliti efisiensi BMT dan memberikan acuan untuk dapat diikuti agar BMT
yang belum efisien dapat meningkatkan efisiensinya. Penelitian ini menggunakan
variabel simpanan, dan beban operasional sebagai input serta pembiayaan dan
pendapatan operasional sebagai output. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
Akbar (2010) adalah objek penelitian yaitu BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah dan perbedaan penelitian yang dilakukan Muharam dan Pusvitasari
(2007) yaitu pada penelitian ini tidak memasukkan variabel aset sebagai input.
Kerangka Pemikiran
Inkopsyah sebagai induk dari BMT yang tergabung didalamnya memiliki
misi untuk meningkatkan efisiensi usaha kecil dan menengah dan lembaga
pendukung lainnya. Untuk dapat mengetahui BMT mana saja yang perlu
mendapat perhatian khusus dari Inkopsyah agar dapat bekerja lebih efisien, maka
dibuatlah kerangka pemikiran seperti berikut:
11
BMT
Menghimpun Dana
Menyalurkan Dana
Kegiatan Operasional
Anggota BMT
Proyek/Usaha
Tidak
Efisien
Pendapatan
Maksimal
Efisien
Biaya
Keuntungan
Evaluasi
Belum
Maksimal
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
laporan keuangan BMT tahun 2013 yang tergabung dalam Induk koperasi syariah
dan telah mempublikasikan laporan keuangannya yang diperoleh langsung dari
Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) BMT, Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah, buku, jurnal, tesis, dan skripsi yang berkaitan dengan
penelitian ini.
12
Dari 418 BMT hanya 329 BMT yang sudah memberikan laporan keungan
kepada Inkopsyah, namun hanya terdapat 30 BMT yang memenuhi kriteria dalam
penelitian ini. Variabel input dan output sudah dipenuhi oleh 30 BMT tersebut.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan
nonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan software DEAP Version 2.1 dan Microsoft Excel 2007.
Objek dari penelitian ini adalah tiga puluh BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah. Alasan pemilihan tiga puluh BMT yang dipilih didasarkan pada
beberapa hal, diantaranya adalah BMT yang sudah mengeluarkan laporan
keuangan pada tahun 2013 dan masih aktif untuk mengirimkan laporan keuangan
tersebut ke Inkopsyah serta telah mengirimkan laporan keuangan ke Inkopsyah
pada Juli 2014.
Variabel input dan output yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Variabel Output
Pembiayaan
(Y1)
Pendapatan Operasional
(Y2)
Simpanan
(X1)
Beban Operasional
(X2)
Tabel 1 Variabel Input dan Output
Definisi
Sumber Data
Dana yang diberikan
Data Mutakhir BMT 2013
kepada nasabah yang
Inkopsyah
mengajukan.
Pendapatan yang
Data Mutakhir BMT 2013
diperoleh perusahaan
Inkopsyah
sebagai hasil dari usaha
pokok perusahaan.
Dana yang dipercayakan Data Mutakhir BMT 2013
kepada BMT.
Inkopsyah
Biaya-biaya yang
Data Mutakhir BMT 2013
dikeluarkan untuk
Inkopsyah
melaksanakan kegiatan
operasional pokok
perusahaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Inkopsyah
Inkopsyah BMT didirikan pada tanggal 7 Juli 1998 dan mendapatkan
pengesahan dari Menteri Koperasi dan UKM sebagai koperasi sekunder tingkat
nasional. Lembaga yang digagas oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK) ini pertama kali beranggotakan 24 BMT dari 9 provinsi di Indonesia
dan beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 12 juta yang berasal dari setoran
simpanan pokok enam BMT (anggota pendiri).
Menjelang dilaksanakannya Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang pertama
kali pada tahun 2001, Inkopsyah berhasil mendapatkan keanggotaan baru
13
sebanyak 112 BMT dan dengan demikian terjadi peningkatan modal (simpanan
pokok) yang cukup signifikan yaitu menjadi sebesar Rp 320 juta. Pada tahun 2002
Inkopsyah berhasil mendapatkan tambahan modal sebesar Rp 2 miliar dari dan
pembiayaan modal kerja sebesar Rp 5 miliar PT. PNM (Persero), hingga pada
tahun 2011 Inkopsyah telah membukukan aset sejumlah lebih dari Rp 100 miliar
dan anggota yang tergabung berjumlah 334 BMT yang tersebar di 24 provinsi.
250
200
150
Pembiayaan
Aset
Beban Operasional
100
50
0
Des 2009 Des 2010 Des 2011 Des 2012 Des 2013
Sumber: Laporan Keuangan Inkopsyah diolah
Gambar 4 Perkembangan kondisi keuangan Inkopsyah 2009-2013
Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa pembiayaan, aset, dan beban
operasional dari Desember 2009 sampai dengan Desember 2013 mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Jumlah pembiayaan yang diberikan pada
periode Desember 2009 sebesar Rp 38 577 miliar menjadi Rp 190 063 miliar pada
periode Desember 2013. Begitu pula dengan aset dari Rp 43 339 miliar menjadi
Rp 229 179 miliar, dan beban operasional yang juga meningkat dari Rp 36 463
miliar menjadi Rp 205 613 miliar.
Berikut adalah BMT yang tergabung dalam Inkopsyah yang telah
mengeluarkan laporan keungan tahun 2013 dan masih aktif dalam pengiriman
laporan keuangan kepada Inkopsyah pada bulan Juli 2014:
14
Tabel 2 BMT yang tergabung dalam Inkopsyah
No Kode
Nama BMT
1 BMT01 L-Risma
2 BMT02 Sanama
3 BMT03 Al Ishlah
4 BMT04 Al Hidayah
5 BMT05 Koperasi Kartini
6 BMT06 Mitra Amanah
7 BMT07 Baskara Muhammadiyah
8 BMT08 Al-Amanah
9 BMT09 Al Falah
10 BMT10 As Salam
11 BMT11 Artha Amanah
12 BMT12 Bina Umat Mulia
13 BMT13 Shohibul Ummat
14 BMT14 Al Hikmah
15 BMT15 Al Amin
Sumber: Inkopsyah 2014
No
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Kode
BMT16
BMT17
BMT18
BMT19
BMT20
BMT21
BMT22
BMT23
BMT24
BMT25
BMT26
BMT27
BMT28
BMT29
BMT30
Nama BMT
Melati
Mitra Usaha Mulia
Istiqomah
Kube Sejahtera 001
Amanah Bangunrejo
Ar Rahmah
Surya Abadi
Smemi
Hudatama
Sinergi Karya Makassar
Mustama
Amanah Ray
Babun Najah
Barokah
Ar Rahmah
Tabel 2 menunjukkan nama BMT dan kode BMT agar dapat
mempermudah dalam pengolahan data. Adanya kode untuk setiap BMT dapat
memperkecil kesalahan dalam analisis dan pembahasan dari hasil olahan DEAP
V.2.1.
Uji Statistik Variabel Input dan Output
Sebelum dilakukan perhitungan tingkat efisiensi, terlebih dahulu
ditentukan variabel input dan output data 30 BMT yang menjadi objek kajian.
Variabel output yang digunakan terdiri dari pembiayaan, pendapatan operasional
dan aset, sedangkan input yang digunakan terdiri dari simpanan dan beban
operasional. Ringkasan statistik variabel input dan output dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Ringkasan statistik keuangan BMT tahun 2013 yang tergabung
dalam Inkopsyah (dalam Rp juta)
N
30
Minimum
279.417
Pembiayaan
Pendapatan
30
79
Operasional
Simpanan
30
463.028
Beban
30
61
Operasional
Valid N
30
(listwise)
Sumber : Perhitungan dengan SPSS 16.0
Maximum
38 523.052
Mean
11 615.706
Std. Deviation
10 785.535
10 725.741
2 823.180
2 890.408
38 507.059
9 675.121
10 040.037
9 987.625
2 279.270
2 520.121
Tabel 3 menggambarkan data yang digunakan dalam penelitian ini. Jumlah
BMT yang digunakan, nilai minimum dan maksimum setiap variable serta nilai
rata-rata dan standar deviasinya.
15
Efisiensi BMT yang Tergabung dalam Inkopsyah pada Tahun 2013
Hasil perhitungan efisiensi pada tiga puluh BMT yang tergabung dalam
Inkopsyah pada tahun 2013 dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA)
menggunakan software DEAP Version 2.1 ditunjukkan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Nilai Efisiensi BMT yang tergabung dalam Inkopsyah pada tahun 2013
No
Kode BMT
Input – VRS (%)
Input – CRS (%)
1
BMT01
100
100
2
BMT02
100
92
3
BMT03
59
34
4
BMT04
100
100
5
BMT05
100
91
6
BMT06
100
100
7
BMT07
100
70
8
BMT08
86
61
9
BMT09
95
50
10
BMT10
86
46
11
BMT11
50
50
12
BMT12
49
46
13
BMT13
71
46
14
BMT14
56
48
15
BMT15
54
44
16
BMT16
77
54
17
BMT17
48
43
18
BMT18
64
50
19
BMT19
43
41
20
BMT20
76
56
21
BMT21
43
35
22
BMT22
91
14
23
BMT23
100
100
24
BMT24
100
70
25
BMT25
58
36
26
BMT26
67
55
27
BMT27
100
46
28
BMT28
93
77
29
BMT29
100
97
30
BMT30
58
57
Sumber : Data Mutakhir BMT tahun 2013 Inkopsyah diolah dengan DEAP V.2.1
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil olahan data dengan DEA
menggunakan pendekatan VRS dan CRS berbeda. Nilai efisiensi 100% dengan
pendekatan CRS hanya ada 4 BMT sedangkan dengan pendekatan VRS ada 10
BMT, sehingga pendekatan yang digunakan dalam penilitian ini adalah
pendekatan VRS.
16
Merujuk kepada (Hidayat 2014) dan untuk dapat menentukan atau
memastikan tingkat efisiensi BMT yang tergabung ke dalam Inkopsyah dibuat
ukuran atau kriteria efisiensi, yaitu efisiensi tinggi, efisiensi sedang, efisiensi
rendah dan tidak efisien. Nilai (skor) juga disesuaikan menjadi efisiensi tinggi,
efisiensi sedang, efisiensi rendah dan tidak efisien. Ukuran tersebut dapat dilihat
pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5 Kriteria dan nilai efisiensi
Kriteria efisiensi
Nilai (skor)
Tinggi
81-100
Sedang
60-80
Rendah
40-59
Tidak efisien