Teknik Pengendalian Emosi IQ Intelligence Quotients

45 Pada usia ini, anak akan sering mengalami keresahan, kebimbangan, bahkan tekanan oleh karena ketidakstabilan emosi mereka. Karena itu, orang dewasa tidak perlu ikut terbawa emosi apabila mereka menunjukkan kemarahan atau sikap lain yang kita anggap tidak sopan. Sebaliknya, kesabaran adalah cara terbaik untuk menanggapinya. Gunarsa dalam bukunya telah merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu: 1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan. 2. Ketidakstabilan emosi. 3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup. 4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua. 5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua. 6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya. 7. Senang bereksperimentasi. 8. Senang bereksplorasi. 9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan. 10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

2.5.4 Teknik Pengendalian Emosi

Setelah memahami pengaruh emosi yang dapat memicu memburuknya keadaan psikologi atlet, berikut adalah beberapa teknik atau strategi intervensi 46 yang dapat dilakukan untuk mengendalikan emosi. Gunarsa, Singgih D. 2008:79-86 2.5.4.1 Strategi Relaksasi Keadaan relaks adalah keadaan saat seorang atlet berada dalam kondisi emosi yang tenang, yaitu tidak bergelora atau tegang. Teknik relaksasi pertama kali dikembangkan oleh Edmund Jacobsen pada awal tahu 1930-an. Jacobsen mengemukakan bahwa seseorang yang sedang berada dalam keadaan sepenuhnya relaks tidak akan memperlihatkan respon emosional seperti terkejut terhadap suara keras. Pada tahun 1938, Jacobsen merancang suatu teknik relaksasi yang kemudian menjadi cikal bakal muculnya apa yang disebut dengan Latihan Relaksasi Progresif Progressive Relaxation Training. Dengan lathan relaksasi, Jacobsen percaya bahwa seseorang dapat diubah menjadi relaks pada otot-ototnya. Sekaligus juga, latihan ini mengurangi reaksi emosi yang bergelora, baik pada sistem saraf pusat maupun sistem saraf otonom. Latihan ini dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat. Kira-kira pada waktu yang besamaan, seorang dokter di Jerman bernama Johannes Schultz, memperkenalkan suatu teknik pasif agar seorang mampu menguasai munculnya emosi yang bergelora. Schultz menyebut latihan tersebut sebagai latihan Autogenik Autogenic Training. Teknik ini melatih seseorang untuk melakukan sugesti diri auto-sugestion technique untuk dapat mengubah sendiri kondisi kefaalan pada tubuhnya untuk mengendalikan emosi yang bergelora. Strategi relaksasi mulai berkembang dengan munculnya alat biofeedback EMG oleh Joseph Wolpe. Alat dipasang pada tubuh sehingga seseorang dapat mengatur ketengangan-ketegangan ototnya menjadi lebih 47 relaks dimana saja kapan saja menggunakan alat ini tanpa menggunakan alat biofeedback apabila sudah rutin menggunakannya. 2.5.4.2 Strategi Kognitif Strategi Kognitif didasari oleh pendekatan kognitif yang menekankan bahwa pikiran atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam diri seseorang. Jadi kesalahan, kegagalan, ataupun kekecewaan tidak disebabkan oleh objek dari luar, namun pada hakikatnya bersumber pada inti pikiran atau proses berpikir seseorang. Misalnya seorang atlet bulutangkis yang tidak dapat menyalahkan gerak shuttle cock yang tak sesuai dengan arah yang di inginkan. Jadi yang harus diubah adalah pengendalian perilaku atlet, dalam hal ini gerakan atau pukulannya agar dapat menyesuaikan dengan keadaan khusus. Salah satu kegiatan yang mendukung berfungsinya proses kognitif adalah kegiatan pemusatan perhatian yang bersumber pada inti pikiran seseorang self instruction.

2.5.5 Tes Kecerdasan Emosi