HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DENGAN TIGA DOMAIN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN
HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL QUOTIENT (EQ)
DENGAN TIGA DOMAIN HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN
skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Biologi
Oleh Nitta Jayanti 4401410095
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
(2)
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan Lingkungan” disusun berdasarkan hasil penelitian saya dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi atau kutipan yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dalam program sejenis di perguruan tinggi manapun.
Semarang, Juli 2014
Nitta Jayanti 4401410095
(3)
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
“HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DENGAN TIGA DOMAIN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN” yang disusun oleh:
nama : Nitta Jayanti NIM : 4401410095
telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada tanggal 21 Juli 2014.
Panitia:
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Andin Irsadi, S.Pd. , M.Si.
NIP 19631012 198803 1001 NIP 19740310 200003 1001
Ketua Penguji/ Penguji Utama
Drs. Supriyanto, M.Si. NIP 19510919 197903 1005
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Penguji Pendamping Pembimbing
Drs. Bambang Priyono, M.Si. Dr. Saiful Ridlo, M.Si.
(4)
ABSTRAK
Jayanti, Nitta. 2014. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan Lingkungan. Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang. Dr. Saiful Ridlo, M.Si.
Proses belajar mengajar di sekolah masih ditemui siswa yang tidak dapat meraih hasil belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Berdasarkan tes IQ yang telah dilaksanakan, ada sekitar 20% siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh hasil belajar yang relatif rendah, serta ada pula siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah namun dapat mengelola emosi dan berkomunikasi dengan baik sehingga dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi. Oleh sebab itu, dalam proses belajar siswa keseimbangan antara kecerdasan inteligensi, emosional dan spiritual sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif, afektif dan psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan.
Penelitian ini adalah penelitian korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang dan sampel yang digunakan adalah 71 siswa yang diambil dengan teknik proporsional random sampling. Data diambil dengan instrumen angket kuesioner, tes dan praktikum untuk kemudian dianalisis dengan uji korelasi.
Hasil dari uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan antara Emotional
Quotient (EQ) dengan tiga domain hasil belajar siswa pada materi pengelolaan
lingkungan dengan koefisien korelasi antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif yaitu sebesar 0,336, dengan hasil belajar siswa domain afektif sebesar 0,556 serta dengan hasil belajar psikomotor sebesar 0,381.
Hal ini berarti bahwa semakin tinggi Emotional Quotient (EQ), maka semakin baik pula hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotornya pada materi pengelolaan lingkungan.
Kata kunci: Emotional Quotient, hasil belajar, pengelolaan lingkungan
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan Lingkungan”.
Dibalik terselesaikannya skripsi ini, Penulis dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi strata 1 Jurusan Biologi FMIPA Unnes.
2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberi ijin untuk melaksanakan penelitian.
3. Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Dr. Saiful Ridlo, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Drs. Supriyanto, M.Si dan Drs. Bambang Priyono, M.Si sebagai dosen penguji yang berkenan menelaah dan memberi masukan yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.
6. Dewi Mustikaningtyas, S.Si, M.Si Med sebagai dosen wali yang sangat perhatian mengarahkan saya ke dalam kebaikan dan kelancaran selama perkuliahan.
7. Kepala sekolah, guru beserta seluruh staf SMP Negeri 29 Semarang yang memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. 8. Siswa-siswi kelas VII SMP Negeri 29 Semarang yang berpartisipasi dalam
penelitian skripsi ini.
9. Seluruh pengajar dan staf Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang yang memberikan bantuan dan ilmu pengetahuan. 10. Kedua orangtuaku (Bapak Aksianto dan Ibu Siti Fatonah), Kakakku (Nikken
Jayanthi dan Dwi Priyanto), Adikku (Nilla Jayanthi) yang selalu mendoakan
(6)
tiada henti, mengajariku untuk bermimpi dan membuatnya nyata serta memberikan motivasi untuk tidak henti-hentinya membuat bangga mereka. 11. Seno Aji Saputro, thanks for always standing for me. You are my spirit and
inspiration, stark ♥
12. Susi Nur Fitriana, Irma Luthfi, Erin Priskila, Monica Septa, Nova Aida, Janne Hillary, Elfira, Vita dan Pramesti yang telah menunjukkan arti kehidupan dengan persahabatan yang mendewasakan.
13. Rekan-rekan S1 Pendidikan Biologi UNNES 2010, BEM KM FMIPA 2011, Google Student Champions 2013, Denok Kenang Semarang 2013 atas kebersamaan yang menginspirasi.
14. Murid-muridku di Rumah Belajar Hikari yang setiap hari memberikan keceriaan alami dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah berkenan membaca skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Semarang, Juli 2014 Penulis
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Penegasan Istilah... 6
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 11
B. Hipotesis ... 33
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
B. Populasi dan Sampel ... 34
C. Variabel Penelitian ... 35
D. Rancangan Penelitian ... 36
E. Prosedur Penelitian ... 37
F. Data dan Metode Pengumpulan Data ... 39
G. Metode Analisis Data... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42
B. Pembahasan ... 47
(8)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Halaman
A. Simpulan ... 57
B. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 61
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan Kerangka Berpikir ... 32 2. Hubungan antara Variabel Bebas (X) dengan Variabel terikat (Y) ... 37 3. Prosedur Penelitian... 37
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Tes
Emotional Quotient ... ...42 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar
Domain Kognitif Materi Pengelolaan Lingkungan ... ...43 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar
Domain Kognitif Materi Pengelolaan Lingkungan ... ...43 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar
Domain Psikomotor Materi Pengelolaan Lingkungan ... ...44 5. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil
Belajar Siswa Domain Kognitif ...45 6. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil
Belajar Siswa Domain Afektif ... ...46 7. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil
Belajar Siswa Domain Psikomotor ... ...46
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Silabus Biologi ... 61
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 62
3. Kisi-kisi Instrumen Tes Emotional Quotient ... 73
4. Contoh Hasil Tes Emotional Quotient ... 74
5. Validasi Skala Tes Emotional Quotient ... 76
6. Hasil Revisi Item Skala Tes Emotional Quotient ... 79
7. Kisi-kisi Instrumen Domain Kognitif ... 82
8. Contoh Hasil Belajar Domain Kognitif ... 84
9. Kisi-kisi Instrumen Domain Afektif ... 85
10. Contoh Hasil Belajar Domain Afektif ... 88
11. Kisi-kisi Penilaian Domain Psikomotor ... 90
12. Contoh Hasil Belajar Domain Psikomotor ... 92
13. Hasil Analisis Data ... 94
14. Foto-foto Penelitian ... 120
15. Surat Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi ... 122
16. Surat Permohonan Ijin Observasi ... 123
17. Surat Ijin Penelitian ... 124
18. Surat Ijin Penelitian Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang ... 125
19. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 126
(12)
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi
peserta didik secara optimal. Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Pembentukan pribadi tersebut mencakup pembentukan cipta, rasa dan karsa
(kognitif, afektif dan psikomotor) yang sejalan dengan pengembangan fisik
(Tirtarahardja dan Sulo 2005). Untuk mengembangkan pembentukan pribadi
peserta didik tersebut dapat diperoleh dengan suatu tindakan yaitu belajar. Belajar
adalah hal yang hampir setiap saat seseorang lakukan. Mulai dari pagi hari ketika
bangun tidur hingga tidur lagi di malam hari selalu tak pernah lepas dari kegiatan
belajar. Belajar merupakan tindakan dan perilaku yang kompleks. Proses belajar
dapat terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu dari lingkungan sekolah, keluarga
dan sekitarnya yang dapat dijadikan sumber belajar (Dimyati & Mudjiono 2009).
Proses pembelajaran melibatkan dua subjek, yaitu guru dan siswa yang
akan menghasilkan suatu perubahan pada diri siswa sebagai hasil dari kegiatan
pembelajaran. Menurut Vandervoort (2006), gaya mengajar guru yang dapat
merangsang keaktifan siswa seperti mendorong siswa untuk aktif mengajukan
pertanyaan, berpikir kritis dan mengembangkan sikap pribadi terhadap isu-isu
kontroversial dinilai dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Perubahan yang
terjadi pada diri siswa sebagai akibat kegiatan pembelajaran tersebut bersifat
(13)
fisik seperti perubahan sikap, pengetahuan maupun kecakapan (Widoyoko 2010).
Untuk mengetahui perubahan tersebut maka diperlukan adanya penilaian hasil
belajar. Hasil belajar siswa saat ini pun berdasarkan kurikulum yang berlaku
dituntut untuk membuat penilaian dengan melihat ke dalam tiga domain atau tiga
aspek yaitu domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa diantaranya yaitu Faktor-faktor dari dalam
dan luar individu. Faktor dari dalam diantaranya faktor biologis dan psikologis,
sedangkan faktor dari luar diantaranya berasal dari lingkungan keluarga, sekolah
maupun masyarakat. Faktor dari dalam yang erat hubungannya dengan pendidikan
adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir dan belajar. Kecerdasan
umum (inteligensi) ataupun kecerdasan dalam bidang tertentu (emosional,
spiritual) banyak dipengaruhi oleh kemampuan potensial.
Kemampuan potensial dapat dikembangkan apabila dalam situasi yang
kondusif sehingga kecerdasan dapat terbentuk karena adanya pengalaman. Jean
Piaget berpendapat bahwa kecerdasan merupakan internalisasi pengalaman.
Pembentukan kecerdasan dapat dilakukan dengan menciptakan kondisi
lingkungan, kesempatan dan iklim emosi yang memungkinkan individu untuk
memperoleh pengalaman tertentu. Dengan demikian semakin baik kondisi-kondisi
yang dimiliki individu, akan semakin meningkatkan kecerdasan individu untuk
memperoleh pengalaman tertentu tersebut (Tirtarahardja dan Sulo 2005). Hal ini
seperti disebutkan dalam penelitian Fabio dan Palazzeschi (2009) dimana dengan
kondisi yang baik seperti adanya kesiapan dan informasi yang cukup, maka dapat
(14)
Setelah melakukan kegiatan observasi dan wawancara di SMP Negeri 29
Semarang, diperoleh hasil yang kontras dimana dalam proses belajar mengajar di
sekolah tersebut ditemukan siswa yang tidak dapat meraih hasil belajar yang
setara dengan kemampuan inteligensinya. Berdasarkan hasil tes IQ di sekolah
tersebut oleh Lembaga Psikologi Kartika, ada sekitar 20% siswa kelas VII yang
mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh hasil belajar yang
relatif rendah, serta ada pula siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya
relatif rendah namun dapat mengelola emosi dan berkomunikasi dengan baik
sehingga dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi. Padahal seperti yang
diungkapkan dalam penelitian Lewis et al (2005), bahwa kecerdasan intelegensi maupun emosional diperlukan untuk pemecahan masalah baik disengaja maupun
tidak dalam suatu kelompok belajar seperti berkolaborasi dengan teman, berpikir
kritis dan mengambil keputusan bersama.
Masing-masing individu memiliki intelegensi yang berbeda-beda sehingga
setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda pula dalam hal
memecahkan masalah yang dihadapi, kemampuan untuk belajar serta kemampuan
untuk berpikir secara abstrak. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan
satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang. Menurut Goleman
(2001), Intelligence Quotient (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan seseorang, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain,
diantaranya Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosional dan Spiritual
Quotient (SQ) atau kecerdasan spiritual. Emotional Quotient (EQ) dapat berupa
(15)
mengenali emosi orang lain dan seni membina hubungan atau bekerja sama.
Spiritual Quotient (SQ) dapat berupa kemampuan membedakan, rasa moral,
kemampuan menyesuaikan aturan dibarengi dengan pemahaman. Apabila
seseorang memiliki karakteristik namun tidak memiliki kecerdasan dalam hal
emosional, maka dapat mengganggu kegiatan baik di sekolah maupun di rumah
(Kutash 2000). Oleh sebab itu, dalam proses belajar siswa kecerdasan-kecerdasan
tersebut sangat diperlukan.
IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan
emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Keseimbangan
antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah
(Goleman 2001). Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan
kemampuan intelektualnya saja, melainkan juga dapat mengasah keterampilan
dalam mengelola emosi siswa sehingga perlu adanya tindak lanjut dari
dilaksanakannya tes pengukur kecerdasan baik kecerdasan intelektual maupun
kecerdasan emosional siswa. Menurut Mayer dan Cobb (2000), aspek kecerdasan
emosional perlu diajarkan di dunia pendidikan sebagai upaya dalam penurunan
perilaku buruk siswa di sekolah. Hal ini diperlukan karena masih kurangnya
pemahaman para guru dan siswa mengenai hubungan antara Emotional Quotient
(EQ) dengan tiga domain hasil belajar siswa.
Selama ini hasil belajar siswa oleh para guru dan siswa hanya dipahami
sebagai hasil penilaian domain kognitif saja dan mengesampingkan kemampuan
afektif serta psikomotor siswa. Pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
(16)
lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ini berarti bahwa
pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan kompetensi peserta didik yang
berhubungan dengan domain afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan
psikomotor (keterampilan). Sama halnya seperti yang diungkapkan Haryati
(2007), ketiga domain tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Nilai
kognitif bukan merupakan satu-satunya penilaian, namun selama ini guru lebih
menekankan ke dalam penilaian domain kognitif saja dengan berdasarkan nilai
tugas, ulangan harian dan ulangan umum. Chatib dan Said (2012) menemukan
banyak fakta dan kejadian bahwa para guru dan sekolah tidak benar-benar adil
dalam menilai kecerdasan beragam siswa hingga kini. Pendidikan di sekolah telah
membuat definisi yang tidak manusiawi tentang kemampuannya karena
kenyataannya kemampuan hanya dihargai dari sisi kognitif saja, tanpa melihat
dimensi kemampuan dalam diri manusia yang lebih luas. Padahal tuntutan untuk
menerapkan kurikulum 2013 sudah akan dilaksanakan pada tahun ajaran
berikutnya dimana penilaiannya sudah mengarah ke penilaian berbasis kecerdasan
jamak.
Manusia hidup pasti mempunyai hubungan dengan lingkungan hidupnya,
lebih dari itu, manusia telah berusaha pula mengubah lingkungan hidupnya demi
kebutuhan dan kesejahteraan. Akibat manusia memiliki kecerdasan emosional
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pula perilakunya dalam
pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu maka manusia mampu mengelola dan
(17)
mampu,menyokong kehidupannya. Manusia dan lingkungan merupakan unsur
yang tidak bisa dipisahkan dan memiliki hubungan timbal balik.
Berdasarkan uraian di atas, maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul: “Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan lingkungan”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan lingkungan?
2. Apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan?
3. Apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan?
C. PENEGASAN ISTILAH
Penegasan istilah untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan
menyatukan persepsi dari beberapa istilah yang terdapat dalam penelitian dengan judul “Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan lingkungan” yaitu:
(18)
1. Emotional Quotient(EQ)
Emotional Inteliigence (EQ) merupakan suatu wujud tolak ukur kekuatan
otak, yaitu IQ (Wipperman 2007). EQ adalah jenis kecerdasan yang memberi kita
rasa empati, cinta, motivasi dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau
kegembiraan secara tepat. Dalam penelitian ini EQ diungkap dengan skala
kecerdasan emosional yang terdiri dari beberapa aspek yaitu mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan seni
membina hubungan. Skor yang diperoleh nantinya akan diketahui apakah EQ
siswa tersebut sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah atau sangat rendah. Skor hasil
tes EQ siswa kemudian diuji korelasi terhadap hasil belajar siswa.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar dikelompokkan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif,
afektif dan psikomotor. Secara eksplisit ketiga domain tersebut tidak dapat
dipisahkan satu sama lain (Haryati 2007). Domain kognitif meliputi kemampuan
mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan berkreasi.
Domain afektif diantaranya berupa kemampuan menerima, menanggapi, menilai,
mengelola dan menghayati. Domain psikomotor mencakup persepsi, kesiapan,
respon terpimpin, respon tampak yang kompleks, penyesuaian dan penciptaan.
(19)
3. Materi Pengelolaan lingkungan
Materi pengelolaan lingkungan adalah materi pokok dari pengelolaan
lingkungan hubungannya dengan aktivitas manusia. Materi ini merupakan mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Biologi semester 2 kelas VII. Materi ini
terdapat pada Standar Kompetensi (SK) 7 yaitu memahami saling ketergantungan
dalam ekosistem dan Kompetensi Dasar (KD) 7.4 yaitu mengaplikasikan peranan
manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan
kerusakan lingkungan. Indikator dari pembelajaran ini yaitu menjelaskan
konsekuensi penebangan hutan, menjelaskan pengaruh aktivitas manusia yang
mengakibatkan pencemaran dan menyebutkan serta melakukan upaya untuk
mengatasi dan mencegah pencemaran lingkungan.
4. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan lingkungan
Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan lingkungan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah tingkatan atau besarnya hubungan antara variabel Emotional
Quotient (EQ) dengan Tiga Domain Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengelolaan
lingkungan. Tingkatan atau besarnya hubungan tersebut ditunjukkan dengan
(20)
D. TUJUAN PENELITIAN
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan
lingkungan.
2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan
lingkungan.
3. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan
lingkungan.
E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan masukan untuk kalangan akademisi yang ingin melakukan
penelitian lebih lanjut berkaitan dengan hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan tiga domain hasil belajar siswa serta memberikan sumbangan bagi
dunia psikologi pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dapat lebih mengelola kecerdasan emosionalnya dalam kegiatan pembelajaran
(21)
b. Bagi Guru
Mendapat gambaran untuk mengenal kemampuan siswa serta mengelola kelas
dari hasil tes Emotional Quotient (EQ) sehingga dapat mengarahkan pendidikan berdasarkan kecerdasan jamak.
c. Bagi Sekolah
Dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua,
konselor sekolah dan guru dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa
untuk menggali Emotional Quotient (EQ) yang dimilikinya. d. Bagi Peneliti
Untuk melatih dan mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian,
serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang hubungan antara
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Emotional Quotient (EQ)
a. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan dalam dunia pendidikan sangatlah penting. Bagi pendidik
(guru) dan orangtua pada umumnya perlu mengetahui konsep-konsep kecerdasan
yang jelas agar dapat menuntun perkembangan kecerdasan anak (siswa). Berikut
ini dikemukakan beberapa konsep kecerdasan yang telah dikemukakan oleh para
ahli di bidangnya (Prawira 2012):
1) Konsep Kecerdasan Menurut Vernon
Vernon telah membuat sistematika dan definisi-definisi mengenai
kecerdasan. Ia menggolongkan kecerdasan menjadi tiga kategori yaitu kecerdasan
ditinjau dari segi biologi, kecerdasan ditinjau dari segi psikologis dan kecerdasan
ditinjau secara operasional. Ditinjau dari ilmu biologi, kecerdasan didefinisikan
sebagai kemampuan dasar manusia yang secara relatif diperlukan untuk
penyesuaian diri pada alam sekitar yang baru. Meskipun pada kenyataannya di
dunia ini terdapat banyak orang yang mempunyai kecerdasan yang tinggi tidak
mampu menyesuaikan dirinya pada alam sekitar yang dengan baik. Dalam hal ini,
pengamatan tergolong salah satu faktor kecerdasan individual.
Ditinjau secara psikologis, kecerdasan merujuk adanya pengaruh-pengaruh
relatif keturunan dan lingkungan sekitar terhadap perkembangan kecerdasan
(23)
individual. Kecerdasan merupakan pembawaan dasar akibat pengaruh-pengaruh
latihan, pengalaman dan pengaruh-pengaruh dari lingkungan sekitarnya. Secara
operasional, kecerdasan didefinisikan dalam pelaksanaan atau dalam aplikasinya
secara operasional dengan menggunakan istilah-istilah yang pasti misalnya
melakukan tes IQ ataupun mengerjakan soal-soal tes yang sangat sukar dan
kompleks.
2) Konsep Kecerdasan Menurut Freeman
Menurut Freeman, kecerdasan dipandang sebagai suatu kemampuan yang
dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu kemampuan adaptasi, kemampuan belajar
dan kemampuan berpikir abstrak. Kemampuan adaptasi merupakan kemampuan
seseorang untuk menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya. Seseorang dikatakan
cerdas jika orang tersebut mampu menyesuaikan dirinya pada situasi-situasi
tertentu dan problema-problema baru secara mudah, efektif dan mempunyai
variasi-variasi tingkah laku. Kecerdasan merupakan kemampuan umum seseorang
secara sadar untuk menyesuaikan pikirannya kepada alam sekitarnya yang baru.
Hal ini yang membuat suatu kesanggupan untuk beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya.
Kemampuan belajar merupakan kemampuan seseorang untuk belajar.
Kemampuan belajar dijadikan indeks atas dasar kecerdasan seseorang.
Kemampuan berpikir abstrak adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
(24)
persoalan-persoalan yang memakai simbol-simbol verbal dan bilangan. Seseorang
dikatakan cerdas apabila ia dapat melakukan berpikir abstrak secara abstrak.
3) Konsep Kecerdasan Menurut Alfred Binet
Menurut Binet, kecerdasan adalah kecenderungan untuk mengambil dan
mempertahankan pilihan yang tetap, kapasitas untuk beradaptasi dengan maksud
memperoleh tujuan yang diinginkan dan kekuatan untuk autokritik.
4) Konsep Kecerdasan Menurut D. Wechsler
Ahli ini berpendapat bahwa kecerdasan adalah kumpulan kapasitas atau
kapasitas global individu untuk berbuat menurut tujuannya secara tepat, berpikir
secara rasional dan menghadapi alam sekitar secara efektif. Kapasitas kumpulan
adalah sekelompok kapasitas, artinya kesanggupan atau kemampuan dasar yang
ada pada individu.
5) Konsep Kecerdasan Menurut G. Stoddard
Stoddard memberikan definisi yang komprehensif tentang kecerdasan
individu yaitu kemampuan untuk melaksanakan aktivitas dengan ciri-ciri
kesukaran, kompleksitas, abstraksi, ekonomis, penyesuaian dengan tujuan, nilai
sosial dan sifatnya yang asli dan mempertahankan kegiatan-kegiatan di bawah
kondisi-kondisi yang menuntut konsentrasi energi dan menghindari
(25)
6) Konsep Kecerdasan Menurut Bruce W. Tuckman
Bruce W. Tuckman mengemukakan ada sepuluh macam konsep
kecerdasan diantaranya kecerdasan adalah suatu kemampuan intelektual umum,
kecerdasan sebagai kelompok-kelompok sifat, kecerdasan sebagai kesanggupan
adaptasi, kecerdasan dipandang sebagai sesuatu yang dapat diukur, kecerdasan
sebagai suatu faktor diskrit, kecerdasan sebagai kemampuan belajar, inteligensi
sebagai perilaku terpelajar, kecerdasan sebagai dua tingkatan proses yakni tingkat
kecerdasan asosiatif dan kecerdasan tingkat abstrak, kecerdasan sebagai
kemampuan-kemampuan mental majemuk, serta kecerdasan sebagai bentuk
kemampuan, bakat dan prestasi.
b. Pengertian Emotional Quotient (EQ)/ Kecerdasan Emosional
Menurut Prawira (2012) emosi adalah perasaan tertentu yang bergejolak
dan dialami seseorang serta berpengaruh pada kehidupan manusia. Emosi
memang sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif. Namun sebenarnya
terdapat banyak macam ragam emosi, antara lain rasa sedih, takut, kecewa dan
sebagainya yang berkonotasi negatif. Emosi lain seperti rasa senang, puas,
gembira dan lain-lain, semuanya berkonotasi positif. Emosi merupakan kekuatan
pribadi yang memungkinkan manusia mampu mengenali emosi sendiri dan emosi
orang lain serta tahu cara mengekspresikannya dengan tepat.
Istilah Emotional Quotient (EQ)/ kecerdasan emosional berakar dari konsep social intelligence, yaitu suatu kemampuan memahami dan mengatur untuk bertindak secara bijak dalam hubungan antar manusia. EQ adalah
(26)
kecerdasan manusia yang terutama digunakan manusia untuk berhubungan dan
bekerjasama dengan manusia lainnya. EQ seseorang dipengaruhi oleh kondisi
dalam dirinya dan masyarakatnya seperti adat dan tradisi. Potensi EQ manusia
lebih besar dibanding IQ (Nggermanto 2001). Istilah Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasan emosional baru dikenal secara luas pada tahun 90-an dengan
diterbitkannya buku “Emotional Quotient” yang ditulis oleh Daniel Goleman yang menjelaskan EQ adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan
perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang
lain.
Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda,
tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence). Kecerdasan akademik tersebut berupa kemampuan kemampuan kognitif murni
yang diukur dengan IQ (Gandasetiawan 2009). Meskipun IQ tinggi, tetapi EQ
rendah maka tidak akan cukup membantu. IQ mungkin membantu dalam hal
memahami dan menghadapi dunia pada satu tingkat, tetapi emosi lebih
dibutuhkan untuk memahami dan menghadapi diri sendiri dan orang lain. Tanpa
kecerdasan emosi, kemampuan untuk mengenali dan menghargai perasaan serta
bertindak jujur sesuai dengan perasaan tersebut, maka seseorang tidak dapat
berhubungan baik dengan orang lain, berhasil di dunia, membuat keputusan
dengan mudah dan akan sering merasa terombang-ambing (Segal 2000).
EQ bersifat komplementer (saling melengkapi) terhadap IQ. Ini berarti EQ
(27)
dari kecerdasan yang lebih akademis atau intelektual tersebut. EQ merupakan
gabungan emosi dan kecerdasan. Menurut pandangan Dann (2002), emosi-emosi
dan pikiran berjalan secara beriringan. Jadi, EQ merupakan kemampuan dalam
menggunakan emosi-emosi untuk membantu memecahkan masalah dan menjalani
kehidupan secara lebih efektif.
Mayer dan Salovey dalam Dann (2002) memandang EQ sebagai suatu
kemampuan psikologis dalam memahami dan menggunakan informasi emosional.
Sebagai individu semua orang memiliki kemampuan bawaan (innate capability) berbeda dalam melakukan sesuatu dan belajar dari kehidupan cara-cara
memperbaiki EQ melalui usaha, praktik dan pengalaman. Mereka percaya bahwa
sesungguhnya EQ merupakan suatu kecerdasan yang bisa diukur dengan handal
dan obyektif. Dua macam kecerdasan yang berbeda tersebut (IQ dan EQ)
mengungkapkan aktivitas bagian-bagian yang berbeda dalam otak. Kecerdasan
intelektual terutama didasarkan pada kerja neokorteks, lapisan yang dalam evolusi
berkembang paling akhir di bagian atas otak. Pusat-pusat emosi berada di bagian
otak yang lebih dalam, dalam subkorteks yang secara evolusi lebih kuno.
Kecerdasan emosi dipengaruhi oleh kerja pusat-pusat emosi ini, tetapi tetap dalam
keselarasan dengan kerja pusat-pusat intelektual (Nggermanto 2001).
Pengembangan EQ oleh usulan Steiner dalam Nggermanto (2001) yaitu
berupa membuka hati, menjelajah emosi dan bertanggung jawab. Membuka hati
ini adalah langkah pertama karena hati adalah simbol pusat emosi. Hatilah yang
merasa damai saat sedang merasa berbahagia, dalam kasih sayang, cinta atau
(28)
Oleh sebab itu maka akan membebaskan pusat perasaan dari impuls dan pengaruh
yang membatasi untuk menunjukkan cinta satu sama lain.
Setelah membuka hati seseorang akan dapat melihat kenyataan dan
menemukan peran emosi dalam kehidupan seperti menjadi lebih bijak dalam
menanggapi perasaan. Untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan
seseorang harus dapat mengambil tanggung jawab. Setiap orang harus mengerti
permasalahan, mengakui kesalahan dan keteledoran yang terjadi, membuat
perbaikan serta memutuskan bagaimana mengubah segala sesuatunya untuk
mencapai perubahan yang lebih baik.
Cara menerapkan dan mengembangkan EQ yang dirumuskan oleh
Gottman dalam Nggermanto (2001) yaitu dengan langkah-langkah seperti
menyadari emosi anak, mengakui emosi sebagai kesempatan, mendengarkan
dengan empati, mengungkapkan emosi, membantu menemukan solusi dan
langkah terakhir yaitu menjadi teladan. EQ memberikan implikasi positif lebih
jauh lagi dari sekedar teori ilmiah atau kesuksesan di tempat belajar dan bekerja,
karena berfokus pada intrapersonal dan interpersonal, orang-orang yang ber-EQ
tinggi atau yang sedang belajar menerapkan EQ menemukan hidupnya lebih
bermakna. Emosi positif membuat belajar lebih nyaman dengan hasil lebih
optimal, sedangkan emosi negatif menjadikan belajar menjemukan dengan hasil
minim (Goleman 2001).
Setiap orang adalah homoviator, yaitu makhluk yang selalu ingin tahu dan
tak pernah. merasakan kepuasan, karenanya ia selalu menuju satu tujuan. Ketika
(29)
sikap dan mencapai keseimbangan dalam pikiran, perasaan dan perbuatan. Semua
orang mencari kepuasan emosi dan karena itu menggunakan daya khayal mereka
untuk menciptakan suasana yang merangsang emosi. Itu sebabnya kepandaian dan
tubuh diolah lewat latihan yang tepat. Keseimbangan merupakan patokan utama
dalam menilai apakah seseorang cerdas secara emosi atau tidak (Maurus 2007).
Seseorang dapat dikatakan seimbang jika dalam kesatuan antara aspek batin dan
sikapnya telah menemukan cara untuk mengubah tekanan normal dan pada sisi
lain, berhasil memberikan orientasi positif terhadap tekanan negatif. Proses ini
membutuhkan dan melibatkan keberanian bertindak.
Kecerdasan emosi sesungguhnya membantu pikiran rasional atau akal
(Segal 2000). EQ bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran sendiri, kepekaan
sosial dan kemampuan adaptasi sosial. Bila EQ tinggi seseorang akan mampu
memahami berbagai perasaan secara mendalam ketika perasaan-perasaan ini
muncul dan benar-benar dapat mengenali diri sendiri. EQ yang lebih tinggi juga
akan memberi kemampuan untuk tetap terhubung dengan dirinya, bahkan saat dia
memperhatikan perasaan orang lain. Orang yang cerdas secara emosional akan
dapat mengetahui perbedaan antara apa yang penting bagi mereka dan orang lain.
Oleh karena itu, EQ berperan penting di keluarga, sekolah, masyarakat, sekolah
dan tempat kerja.
c. Komponen-komponen Emotional Quotient (EQ)
Menurut Dann (2002) banyak penekanan yang diberikan pada pengukuran
(30)
penilaian diri sendiri atau melalui suatu instrumen. Komponen-komponen dasar
dalam pengukuran EQ dapat digolongkan menjadi lima kerangka kerja kecakapan
emosi, yaitu (Goleman 2001):
1) Kesadaran Diri
Kesadaran diri berupa mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu
kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan
ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan
kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun
merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga
individu mudah menguasai emosi. Kemampuan ini mempunyai peranan untuk
memantau perasaan dari waktu ke waktu dan mencermati perasaan-perasaan yang
muncul. Adanya komponen ini mengindikasikan anak berada dalam kekuasaan
emosi manakala tidak memiliki kemampuan untuk mencermati perasaan yang
sesungguhnya. Hal penting yang perlu dipahami dalam kemampuan mengenali
emosi diri , tenggelam dalam masalah dan pasrah.
Mengenali emosi diri ini mencakup tiga hal, yakni kesadaran emosi,
penilaian secara teliti dan percaya diri. Kesadaran emosi dengan mengenali emosi
diri sendiri dan efeknya. Penilaian diri secara teliti dengan mengetahui kekuatan
dan batas-batas diri sendiri. Percaya diri yang merupakan keyakinan tentang harga
(31)
2) Pengaturan Diri
Pengaturan diri berupa mengelola emosi merupakan kemampuan individu
dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras. Hal
ini dibutuhkan agar tercapai keseimbangan dalam diri individu. Kemampuan ini
mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. Anak yang
terampil mengelola emosinya akan mampu menenangkan kembali
kekacauan-kekacauan yang dialaminya sehingga ia dapat bangkit kembali. Sedangkan anak
yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bernaung
melawan perasaan murung. Dampaknya anak kehilangan masa cerianya.
Pengaturan diri ini memiliki aspek-aspek seperti kendali diri, sifat dapat
dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas dan inovasi. Kendali diri merupakan sikap
mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan hati yang merusak. Sifat dapat
dipercaya berupa memelihara norma kejujuran dan integritas. Kewaspadaan
merupakan tanggung jawab atas pribadi. Adaptibilitas yaitu keluwesan dalam
menghadapi perubahan sedangkan inovasi yaitu dengan sikap menerima dan
terbuka terhadap gagasan, pendekatan serta informasi-informasi baru.
3) Motivasi
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu,
yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan
(32)
yaitu antusiasme, gairah, optimisme dan keyakinan diri. Anak yang mempunyai
kemampuan memotivasi diri sendiri dengan baik cenderung jauh lebih produktif
dan efektif dalam segala tindakan yang dikerjakannya. Kemampuan ini tentunya
didasari oleh kemampuan mengendalikan emosinya, yaitu menahan diri terhadap
kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Jadi, kemampuan seseorang dalam
menata emosi merupakan modal pokok untuk mencapai tujuan atau cita-citanya.
Hal itu juga sangat vital untuk memotivasi dan menguasai diri sendiri.
Aspek-aspek dari motivasi ini diantaranya dorongan prestasi, komitmen,
inisiatif dan optimisme. Dorongan prestasi merupakan dorongan untuk menjadi
lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan. Komitmen berupa sikap
menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok. Inisiatif yaitu kesiapan untuk
memanfaatkan kesempatan sedangkan optimisme adalah kegigihan dalam
memperjuangkan sasaran kendati ada halangan atau kegagalan.
4) Empati
Empati adalah kemampuan untuk mengenali emosi orang lain. Empati
merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain. Empati
dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka seseorang terhadap
emosinya, maka semakin terampil membaca perasaan orang lain. Cara untuk
menunjukkan empati adalah dengan mengidentifikasikan perasaan orang lain
yaitu menempatkan diri secara emosional pada posisi orang lain. Empati
merupakan dasar dalam bergaul. Orang yang empatik akan lebih mampu
(33)
dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain. Jadi, bia dipahami orang dengan
kemampuan yang andal dalam mengenali emosi orang lain akan mudah sukses
dalam pergaulannya dengan orang lain di tengah-tengah masyarakat luas.
Ada lima aspek dalam wilayah emosi ini yaitu memahami orang lain,
orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman dan
kesadaran politis. Memahami orang lain dengan mengindra perasaan dan
perspektif orang lain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
Lalu orientasi pelayanan yaitu mengantisipasi, mengenali dan berusaha memenuhi
kebutuhan pelanggan. Mengembangkan orang lain maksudnya adalah merasakan
kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan
mereka. Mengatasi keragaman merupakan sikap menumbuhkan peluang melalui
pergaulan dengan bermacam-orang sedangkan kesadaran politis yaitu mampu
membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.
5) Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial yang berupa kemampuan dalam membina hubungan
merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan
keberhasilan antar pribadi. Untuk dapat menangani emosi orang lain, diperlukan
keterampilan emosional yaitu manajemen diri dan empati. Dengan berlandaskan
keterampilan tersebut maka seni membina hubungan dengan orang lain akan
menjadi matang. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan
ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena
(34)
dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena
kemampuannya berkomunikasi.
Keterampilan sosial memiliki kerangka kerja antara lain pengaruh,
komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat
jaringan, kolaborasi dan kooperasi serta kemampuan tim. Pengaruh artinya
memiliki taktik-taktik untuk melakukan persuasi. Komunikasi yaitu berupa
mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan. Kepemimpinan dengan
membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain. Manajemen
konflik yakni dengan kemampuan negoisasi dan pemecahan silang pendapat.
Pengikat jaringan yaitu dengan menumbuhkan hubungan sebagai alat. Kolaborasi
dan kooperasi berupa kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama
sedangkan kemampuan tim yakni dengan menciptakan sinergi kelompok dalam
memperjuangkan tujuan bersama.
2. Hasil Belajar Siswa
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana 2009). Pengalaman tersebut tampak
pada perubahan tingkah laku atau pola kepribadian siswa. Jadi, pengalaman yang
diperoleh siswa adalah pengalaman sebagai hasil belajar siswa di sekolah. Hasil
belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan
(35)
ketiga domain tersebut. Dengan memperhatikan ketiga domain tersebut,
diharapkan dapat terlihat sejauh mana keefektifan dan efisiensi dalam mencapai
tujuan pengajaran atau tingkah laku siswa.
Menurut Daud (2012) hasil belajar merupakan kecakapan nyata, yang
dapat diukur langsung dengan menggunakan tes prestasi belajar dan setiap
kegiatan belajar manusia selalu ada prestasi belajar dan biasanya inilah yang
menjadi sasaran akhir dari proses belajar seseorang, terutama kepada siswa. Untuk
memperoleh hasil belajar siswa diperlukan langkah evaluasi hasil belajar terlebih
dahulu. Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar
dan pembelajaran yang dilaksanakan melalui kegiatan penilaian dan/ atau
pengukuran hasil belajar. Melalaui evaluasi hasil belajar, kita dapat mengetahui
tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan
pembelajaran. Hasil belajar ditandai dengan skala nilai berupa huruf, kata atau
simbol. Apabila tujuan utama kegiatan evaluasi hasil belajar tersebut dapat
terlaksana, maka hasil belajar dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti
untuk pengembangan, seleksi, kenaikan kelas maupun penempatan (Dimyati dan
Mudjiono 2009).
Penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes dan non tes. Tes ada
yang diberikan secara lisan, tulisan maupun tindakan. Soal-soal tes ada yang
disusun dalam bentuk objektif maupun esai atau uraian. Sedangkan non tes
sebagai alat penilaian mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala,
sosiometri, studi kasus, dan sebagainya. Penilaian hasil belajar tersebut
(36)
orangtuanya atau yang disebut dengan raport. Dalam laporan kemajuan belajar
siswa tersebut dikemukakan kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam
berbagai bidang studi dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya (Sudjana
2009).
b. Klasifikasi Hasil Belajar
Hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga domain. Secara eksplisit ketiga
domain tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Haryati 2007). Ketiga
domain tersebut diantaranya sebagai berikut:
1) Domain Kognitif
Domain kognitif merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yakni mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi
dan berkreasi. Tujuan domain kognitif berhubungan dengan ingatan atau
pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan
keterampilan intelektual yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan
menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur untuk memecahkan
suatu permasalahan (Haryati 2007).
Manusia memiliki kemampuan psikognitif, yaitu perkembangan yang
terjadi dalam bentuk pengenalan, pengertian dan pemahaman dengan
menggunakan pengamatan, pendengaran dan berpikir (Chatib & Said 2012).
Kognitif merupakan kemampuan olah pikir seseorang untuk mengenali,
menganalisis sesuatu dan akhirnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
(37)
tes di atas kertas, namun lebih cenderung pada penyelesaian soal-soal dalam
bentuk masalah yang realistis dengan kemampuan berpikirnya.
2) Domain Afektif
Domain afektif merupakan nilai sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
menerima, menanggapi, menilai, mengelola dan menghayati. Tipe hasil belajar
afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya
terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas,
kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Sekalipun bahan ajar berisi domain
kognitif, domain afektif harus menjadi satu bagian. Domain afektif dibagi menjadi
beberapa kategori. Kategori tersebut dari yang paling sederhana sampai tingkat
yang kompleks yaitu reciving/ attending, responding, valuing, organisasi dan karakteristik (Sudjana 2009).
Manusia memiliki kemampuan psiko-afektif, yaitu suatu respon atau
perasaan yang dimiliki oleh seseorang (Chatib & Said 2012). Secara umum,
perasaan itu adalah suasana hati yang menyenangkan atau tidak menyenangkan,
suka atau tidak, baik dan buruk. Lebih jauh, afektif juga diartikan perilaku atau
akhlak seseorang yang baik saat orang berinteraksi dengan lingkungannya ataupun
dengan diri sendiri adalah sebuah kemampuan. Dalam dunia sekolah, anak yang
berperilaku baik, seperti tidak pernah terlambat, sopan dan santun, selalu
menghormati orang yang lebih tua, atau mudah bergaul alhasil perilakunya akan
menyenangkan banyak orang. Perilaku anak yang seperti ini dikatakan memiliki
(38)
3) Domain Psikomotor
Domain psikomotor merupakan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak siswa. Ada enam aspek dalam domain psikomotor ini, yakni persepsi,
kesiapan, respon terpimpin, respon tampak yang kompleks, penyesuaian dan
penciptaan. Keenam aspek tersebut berkaitan satu sama lain atau tidak dapat
berdiri sendiri. Seseorang yang berubah tingkat kognitifnya secara tidak langsung
juga berubah sikap dan perilakunya. Tipe hasil belajar domain psikomotor
berhubungan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia
menerima pengalaman belajar tertentu (Sudjana 2009).
Manusia memiliki kemampuan psikomotor, yaitu perkembangan tubuh
atau jasmani setiap individu akan aktivitas dirinya terhadap sesuatu atau
menghasilkan suatu benda (Chatib & Said 2012). Lebih luas, psikomotor diartikan
kemampuan seseorang untuk menampilkan diri tentang sesuatu atau kemampuan
menghasilkan produk, sesederhana apapun bentuknya. Misalnya, anak berani
tampil untuk memberikan presentasi, membaca puisi, menyanyi dalam paduan
suara, menari atau olahraga yang disukainya. Kemampuan anak seperti
menggambar, membuat kerajinan tangan dan membuat produk juga merupakan
kemampuan psikomotor.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
(39)
1) Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang
dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor ini meliputi:
a) Faktor biologis
Dalam hal ini, faktor biologis disebut juga faktor jasmaniah. Faktor yang
dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera.
Kesehatan seseorang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Siswa yang sehat
akan mudah menerima pelajaran sehingga dapat mencapai hasil belajar yang
maksimal. Sebaliknya keadaan siswa yang kurang sehat dapat membuat proses
belajar mengajar terganggu karena siswa tidak dapat mengikuti pelajaran seperti
biasa dan tidak dapat mencapai hasil belajar yang baik.
Panca indera merupakan syarat vital proses belajar seseorang. Misalnya
mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari
oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian,
seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan
menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan
mempengaruhi hasil belajarnya di sekolah meski tak sedikit pula seseorang yang
memiliki cacat tubuh tetap dapat belajar sebagaimana mestinya.
b) Faktor psikologis
Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, antara lain
inteligensi, sikap dan motivasi. Inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan
(40)
rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan
objektif. Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi hasil belajar seorang siswa, di
mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar
untuk mencapai hasil belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki
taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar
yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf
inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya.
Sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap
hal-hal tertentu. Melalui sikap ada siswa yang pasif, rendah diri dan kurang
percaya diri yang mana dapat menghambat siswa dalam menampilkan hasil
belajarnya. Sikap siswa yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah
merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sedangkan motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan dan
mengarahkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar. Motivasi dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki motivasi tinggi dapat
mencapai hasil belajar yang tinggi, sebaliknya siswa yang memiliki motivasi
(41)
2) Faktor eksternal
Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada faktor-faktor di luar
diri seseorang yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya antara lain adalah:
a) Faktor lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga sangat erat kaitannya dalam memberi pengaruh
dalam pencapaian hasil belajar seorang siswa. Faktor yang mempengaruhinya
antara lain sosial ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, perhatian orang tua dan
suasana hubungan antara anggota keluarga. Adanya sosial ekonomi yang
memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih
baik. Dilihat dari pendidikan orang tua, orang tua yang telah menempuh jenjang
pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya
pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang
pendidikan yang lebih rendah dan dukungan dari keluarga juga merupakan suatu
pemacu semangat berprestasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara
langsung, berupa pujian atau nasihat, maupun secara tidak langsung, seperti
hubugan keluarga yang harmonis. Dengan menjaga keharmonisan keluarga, siswa
tidak memiliki beban pikiran sehingga akan dapat menerima pelajaran dengan
baik dan memperoleh hasil belajar yang baik pula.
b) Faktor lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah memiliki beberapa factor yang dapat mempengaruhi
hasil belajar siswa diantaranya sarana dan prasarana, kompetensi, kurikulum serta
(42)
kelancaran proses belajar mengajar di sekolah. Kompetensi guru dan siswa sangat
penting dalam meraih hasil belajar yang baik. Kelengkapan sarana dan prasarana
tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya tidak akan terjadi
keseimbangan. Apabila situasi dan kondisi di sekolah seimbang, maka siswa akan
memperoleh iklim belajar yang menyenangkan sehingga akan terdorong untuk
terus-menerus meningkatkan hasil belajarnya. Dalam hal kurikulum dan metode
mengajar meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada
siswa. Guru memiliki peran penting untuk menumbuhkan semangat belajar siswa.
c) Faktor lingkungan masyarakat
Faktor lingkungan masyarakat yang dapat mempengaruhi hasil belajar
siswa yaitu sosial budaya dan partisipasi terhadap pendidikan. Pandangan
masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan
pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah
pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung
memandang rendah pekerjaan guru/pengajar. Selain itu, bila semua pihak telah
berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa
kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih
(43)
Kerangka berpikir:
Gambar 1 Bagan Kerangka Berpikir
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa
Fenomena: dalam proses belajar mengajar ditemukan siswa yang tidak dapat meraih hasil belajar yang setara dengan kemampuan
inteligensinya.
Domain
Kognitif
Domain
Afektif
Domain
Psikomotor Ada peran kecerdasan lain yang
mempengaruhi hasil belajar:
Emotional Quotient / Kecerdasan Emosional
Faktor Intern Faktor Ekstern
Faktor Psikologis
(44)
B. Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka di atas, hipotesis dari penelitian ini adalah ada
hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif, afektif dan psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan.
(45)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 29 Semarang, yang terletak di Jl.
Kedungmundu, Semarang, Jawa Tengah. Waktu penelitian bulan Mei 2014 tahun
ajaran 2013/2014 semester genap. Analisis data dilakukan di Laboratorium
Microteaching Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang.
B. Populasi dan Sampel
Menurut Sukardi (2008) populasi adalah semua anggota kelompok yang
tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target
kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian. Dalam penelitian ini populasi yang
digunakan seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang yang berjumlah 7
kelas yaitu 248 siswa.
Sedangkan sampel merupakan sebagian dari jumlah populasi yang dipilih
untuk sumber data tersebut. Untuk penentuan besar sampel jika jumlah
populasinya kurang dari 10.000 menggunakan rumus sebagai berikut:
21 N d N n
Dimana :
n = Jumlah sampel
(46)
d = Tingkat signifikansi (0,05)
Dari rumus diatas diperoleh besar sampel penelitian ini adalah:
21 N d N n
n =
2 0,1 248 1 248 =
0,01
248 1 248 = 48 , 2 1 248 = 3,48 248 = 71,26Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 71 siswa yang diambil dari
7 kelas reguler. Adapun metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian
ini yaitu menggunakan teknik proporsional random sampling.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas (dependent variable): variabel bebasnya yaitu skor tes
Emotional Quotient (EQ)
2. Variabel terikat (independent variable): variabel terikatnya yaitu nilai ulangan harian, nilai sikap dan nilai produk siswa.
(47)
D. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional. Penelitian
korelasional ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan
variabel-variabel lain (Sukmadinata 2009). Hubungan antara satu variabel dengan
variabel-variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan
keberartian.(signifikansi) secara statistik. Adanya korelasi antara dua variabel atau
lebih, tidak berarti adanya pengaruh atau hubungan sebab-akibat dari suatu
variabel terhadap variabel lainnya.
Korelasi positif berarti nilai yang tinggi dalam suatu variabel berhubungan
dengan nilai yang tinggi pada variabel lainnya. Korelasi negatif berarti nilai yang
tinggi dalam satu variabel berhubungan dengan nilai yang rendah dalam variabel
lain. Penelitian ini melihat hubungan antara Emotional Quotient (X) sebagai variabel bebas dengan tiga domain hasil belajar siswa (Y) sebagai variabel terikat
pada materi pengelolaan lingkungan. Dalam hal ini tidak berarti EQ yang tinggi
menyebabkan atau mengakibatkan hasil belajar yang tinggi, tetapi antara
keduanya ada hubungan kesejajaran. Bisa juga terjadi yang sebaliknya yaitu
ketidaksejajaran (korelasi negatif), EQ-nya tinggi tetapi hasil belajarnya rendah.
Hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) dapat dilihat pada
(48)
Variabel terikat (Y1)
Variabel bebas (X) Variabel terikat (Y2)
Variabel terikat (Y3)
Gambar 2. Hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y)
E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menempuh 4 tahap yang secara skematis dapat dilihat seperti
pada skema berikut ini:
Gambar 3. Prosedur Penelitian Persiapan dan
Observasi Awal
Pra Penelitian
Finalisasi Pengumpulan data penelitian
Emotional Quotient (EQ)
Hasil belajar kognitif
Hasil belajar afektif
(49)
1. Persiapan Awal dan Observasi
Pada tahap awal dan observasi, peneliti meminta surat ijin observasi
kepada pihak Universitas Negeri Semarang. Setelah itu mendatangi lokasi
penelitian yaitu SMP Negeri 29 Semarang untuk menyerahkan surat ijin,
kemudian melakukan observasi di sekolah tersebut dengan melakukan wawancara
serta pengamatan langsung kepada staf TU, guru BK, guru biologi dan beberapa
siswa. Setelah melakukan wawancara dan menemukan suatu permasalahan,
peneliti memberikan informasi tentang tujuan penelitian kepada pihak-pihak yang
terkait dalam penelitian.
2. Pra Penelitian
Pada tahap pra penelitian ini, peneliti menyusun proposal dan semua
instrumen penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian.
3. Pengumpulan Data Penelitian
Setelah memperoleh ijin untuk melakukan penelitian, peneliti meminta
surat ijin penelitian ke Dinas Pendidikan Kota Semarang. Kemudian peneliti
menuju SMP Negeri 29 Semarang untuk melakukan pengumpulan data penelitian.
4. Finalisasi
Tahap terakhir dari penelitian ini adalah finalisasi. Pada tahap ini peneliti
mulai mengolah data yang sudah didapatkan kemudian membuat laporan hasil
(50)
F. Data dan Metode Pengumpulan Data 1. Sumber data : Siswa, guru.
2. Jenis data : Dalam penelitian ini sumber datanya berupa data
primer. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari
tangan pertama). Data yang diperoleh berupa skala kecerdasan emosional/
Emotional Quotien (EQ), ulangan harian materi pengelolaan lingkungan,
angket penilaian domain sikap, hasil penilaian keterampilan pembuatan
produk ilmiah berupa pupuk organik dengan bantuan bakteri EM4.
3. Cara pengambilan data : Memberikan kuesioner skala Kecerdasan
Emosional/ Emotional Quotient (EQ) pada siswa serta melakukan pengambilan nilai dengan menggunakan instrumen penilaian hasil belajar
biologi siswa domain kognitif, afektif dan psikomotor untuk materi
pengelolaan lingkungan.
G. Metode Analisis Data
Pengukuran EQ menggunakan skala kecerdasan emosional atau skala EQ
yang sudah ada dan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Dari skala
tersebut diketahui variabel kecerdasan emosional diperoleh rhitung (rxy) > rtabel
untuk jumlah responden 30 responden yaitu sebesar 0,361. Kemudian untuk uji
coba reliabilitas dari 30 responden, diperoleh rhitung = 0,846 > rtabel = 0,361 pada
taraf signifikansi 5% maka instrumen penilaian untuk variabel kecerdasan
emosional dinyatakan reliabel. Skala kecerdasan emosional tersebut kemudian
(51)
belajar menggunakan instrumen yang telah dibuat bersama-sama dengan guru
Biologi di sekolah tempat penelitian.
Penelitian ini menggunakan analisis bivariat. Analisis bivariat adalah
analisis yang dilakukan lebih dari dua variabel (Notoadmodjo 2010). Sebelum
melakukan analisis bivariat dilakukan uji normalitas menggunakan Kolmogorov
Smirnov Test dan ternyata diperoleh nilai p < 0,05 maka data berdistribusi normal.
Karena data berdistribusi normal maka menggunakan uji Korelasi Pearson. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima bila didapatkan nilai p ≤ 0,05 dan Ho diterima dan Ha ditolak bila didapatkan nilai p > 0,05.
Kekuatan korelasi “r” (Najmah, 2011):
1. 0,00 – 0,25 = Tidak ada hubungan / lemah hubungan 2. 0,26 – 0,50 = Sedang
3. 0,51 – 0,75 = Hubungan kuat
4. 0,76 – 1,00 = Korelasi sangat kuat / sempurna
Analisis korelasi antara Emotional Quotient (EQ) dengan tiga domain hasil belajar siswa pada materi pengelolaan lingkungan dalam penelitian ini dihitung
dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Hasil uji korelasi signifikan atau tidak dapat diketahui dari nilai signifikan (Sig.) Jika nilai Sig. <0,05 maka
koefisien yang diuji adalah signifikan. Arah hubungan dapat dilihat dari tanda
koefisien korelasi yang muncul. Apabila tanda (-) berarti semakin tinggi nilai
variabel X maka nilai variabel Y semakin rendah, sebaliknya jika tanda (+) berarti
(52)
Nilai koefisien korelasi adalah antara -1 dan +1. Semakin besar nilai
absolut koefisien korelasi (mendekati -1 atau +1), maka semakin kuat/ tinggi
hubungan linearnya. Semakin lemah/ rendah kekuatan hubungan antar variabel,
(53)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat
a. Hasil Tes Emotional Quotient (EQ)
Tes Emotional Quotient (EQ) dilakukan dengan cara menyebarkan
angket kuesioner kepada sampel siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang,
kemudian dianalisis dengan hasil seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Tes Emotional Quotient
Emotional Quotient Frekuensi Persentase
Sangat tinggi Tinggi Rendah Sangat rendah
40 31 0 0
56,3 43,7 0 0
Jumlah 71 100,0
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa tingkat Emotional Quotient (EQ) siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang 100% masuk dalam kategori tinggi
dan sangat tinggi. Pada kategori tinggi sebanyak 31 responden (43,7%) dan
sangat tinggi sebanyak 40 responden (56,3%). Dari data tersebut dapat
diartikan bahwa sebagian besar siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang
memiliki tingkat Emotional Quotient (EQ) yang sangat tinggi.
(54)
b. Hasil Belajar Domain Kognitif
Hasil belajar domain kognitif diperoleh dari hasil ulangan harian siswa
pada materi pengelolaan lingkungan, kemudian dapat diketahui hasil
ketuntasan siswa seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar Domain Kognitif Materi Pengelolaan Lingkungan
Hasil belajar Frekuensi Persentase
Tidak tuntas Tuntas 15 56 21,1 78,9
Jumlah 71 100,0
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil belajar domain kognitif materi pengelolaan
lingkungan pada siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang sebagian besar
siswa mendapatkan nilai tuntas yaitu sebanyak 56 responden (78,9%) dan 15
responden (21,1%) masih mendapatkan nilai yang tidak tuntas.
c. Hasil Belajar Domain Afektif
Hasil belajar domain afektif untuk penilaian sikap dilakukan dengan
cara menyebarkan angket kuesioner kepada sejumlah sampel untuk kemudian
dianalisis dengan hasil seperti yang tampak pada Tabel 3.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar Domain Afektif Materi Pengelolaan Lingkungan
Hasil belajar Frekuensi Persentase
Sangat baik Baik Tidak baik Sangat tidak baik
29 42 0 0 40,8 59,2 0 0
(55)
Hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil belajar domain afektif pada
siswa SMP Negeri 29 Semarang 100% masuk ke dalam kategori baik dan
sangat baik. Hal ini dapat diketahui dari Tabel 3 yaitu ada sebanyak 42
responden (59,2%) tergolong kategori baik dan sisanya sebanyak 29
responden (40,8%) pada kategori sangat baik.
d. Hasil Belajar Domain Psikomotor
Hasil belajar domain psikomotor diambil dari nilai keterampilan
pembuatan produk ilmiah berupa pupuk organik dengan bantuan bakteri EM4
dan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Belajar Domain Psikomotor Materi Pengelolaan Lingkungan
Hasil belajar domain psikomotor pada siswa SMP Negeri 29 Semarang seperti
tampak pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar adalah terampil
dengan jumlah 67 responden (94,4%) dan yang tidak terampil sejumlah 4
responden (5,6%).
Hasil belajar Frekuensi Persentase
Tidak terampil Terampil
4 67
5,6 94,4
(56)
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Kognitif pada Materi Pengelolaan Lingkungan
Uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara Emotional
Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi
pengelolaan lingkungan tersaji dalam Tabel 5.
Tabel 5 Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Kognitif
Correlations Tes EQ Kognitif
Tes EQ Pearson Correlation 1 0,336**
Sig. (2-tailed) . 0,004
N 71 71
Kognitif Pearson Correlation 0,336** 1
Sig. (2-tailed) 0,004 .
N 71 71
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa hasil uji statistik didapatkan
pvalue = 0,004 (nilai probabilitas (p) < (0,05)), dapat diartikan bahwa ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan lingkungan dengan kekuatan
korelasi sedang.
b. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Afektif pada Materi Pengelolaan Lingkungan
Uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara Emotional
Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi
(57)
Tabel 6 Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Afektif
Correlations Tes EQ Afektif
Tes EQ Pearson Correlation 1 0,556**
Sig. (2-tailed) . 0,000
N 71 71
Afektif Pearson Correlation 0,556** 1
Sig. (2-tailed) 0,000 .
N 71 71
Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji statistik didapatkan pvalue = 0,000
(nilai probabilitas (p) < (0,05)), dapat diartikan bahwa ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan dengan kekuatan korelasi kuat.
c. Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Psikomotor pada Materi Pengelolaan Lingkungan
Uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara Emotional
Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi
pengelolaan lingkungan tersaji dalam Tabel 7.
Tabel 7 Hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Hasil Belajar Siswa Domain Psikomotor
Correlations Tes EQ Psikomotor
Tes EQ Pearson Correlation 1 0,381**
Sig. (2-tailed) . 0,001
N 71 71
Psikomotor Pearson Correlation 0,381** 1
Sig. (2-tailed) 0,001 .
(58)
Dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa dari hasil uji statistik didapatkan pvalue
= 0,001 (nilai probabilitas (p) < (0,05)), dapat diartikan bahwa ada hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan lingkungan dengan kekuatan
korelasi sedang.
B. Pembahasan
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa tes Emotional Quotient (EQ) pada siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang sebagian besar hasilnya sangat
tinggi yaitu sebanyak 40 responden (56,3%) yang berarti sebagian besar siswa
kelas VII SMP Negeri 29 Semarang dapat mengelola emosinya dengan baik.
Hal ini sangat penting karena kecerdasan emosi dapat diterapkan untuk
pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh Nggermanto (2001) bahwa
kecerdasan emosi seseorang dapat dikembangkan menjadi lebih baik, lebih
menantang, dan lebih prospek dibanding IQ yang mana dapat diterapkan
secara luas untuk belajar, bekerja, mengajar, mengasuh anak, persahabatan
dan rumah tangga. Lebih jauh lagi, pengembangan EQ membuka pintu bagi
kemajuan kecakapan manusia di bidang kecerdasan spiritual.
Pendapat paling tinggi yaitu dari 58 responden (81,7%) tentang siswa
yang mengaku selalu yakin dalam meraih cita-cita dan tujuannya. Keyakinan
ini berarti sebagian besar siswa kelas VII SMP Negeri 29 Semarang
mempunyai perasaan motivasi yang positif. Kemampuan ini tentunya didasari
(59)
kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Kemampuan seseorang dalam
mengendalikan emosinya merupakan modal pokok untuk meraih cita-cita dan
tujuannya.
Ada beberapa siswa yang belum dapat mengelola emosinya dengan
maksimal. Hal ini diketahui dari hasil analisis data yang menujukkan bahwa
siswa tidak setuju melakukan pertimbangan sebelum melakukan tindakan,
mengharapkan kritikan dari teman atau orang lain demi kebaikannya, yakin
dalam meraih cita-cita atau tujuan hidupnya, mendengarkan masalah
temannya serta ikut membantu memecahkan masalah. Hal ini diduga karena
beberapa siswa masih ada yang lebih senang menutup diri. Anak yang
cenderung menutup diri seperti itu akan memunculkan emosi-emosi negatif
yang membuatnya mudah stress dan bosan dalam belajar sesuatu. Hal ini
seperti yang disebutkan pada hasil penelitian Arsawan (2013) bahwa tingkat
stres berakibat pada rendahnya kecerdasan emosional.
Hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan
lingkungan sebagian besar nilainya tuntas yaitu sebanyak 56 responden
(78,9%). Nilai tuntas yaitu apabila siswa mendapatkan nilai ≥72. Hal ini berarti siswa harus menguasai tentang materi ini. Materi ini mengajarkan
tentang bagaimana mengaplikasikan peranan manusia dalam pengelolaan
lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Nilai
ketuntasan ini dapat dicapai sebagian besar siswa dikarenakan berbagai faktor
yaitu ketika ulangan harian siswa mampu menjelaskan konsekuensi
(60)
mengakibatkan pencemaran serta menyebutkan upaya untuk mengatasi dan
mencegah pencemaran lingkungan.
Tujuan domain kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan
terhadap pengetahuan dan informasi. Apabila siswa mampu menguji
ingatannya dengan baik dan berusaha semaksimal mungkin, maka hasil belajar
domain kognitifnya pun maksimal. Namun di samping itu, masih didapatkan
15 responden (21,1%) yang belum mencapai ketuntasan karena mendapatkan
nilai <72. Hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi. Penyebab dari menurunnya prestasi belajar diantaranya yaitu
berupa faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yang meliputi kondisi
kesehatan, minat belajar, motivasi belajar dan kebiasaan belajar sedangkan
faktor ekstern meliputi lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Sejalan dengan hasil penelitian Khafid (2007) bahwa faktor intern dan ekstern
yang ada pada diri siswa tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap kesulitan
belajar siswa.
Hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan
sebagian besar hasilnya yaitu bersikap baik yakni sebanyak 42 responden
(59,2%) sedangkan sebanyak 29 responden (40,8%) yakni menunjukkan sikap
sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VII SMP
Negeri 29 Semarang sudah menampakkan tingkah laku yang positif seperti
perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, memiliki motivasi belajar,
menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan
(61)
siswa dalam kegiatan pembelajaran memiliki hubungan yang kuat dengan
hasil prestasi belajar siswa. Sikap siswa itu berupa kemampuan menerima,
menanggapi, menilai, mengelola dan menghayati sesuatu. Oleh karena itu
variabel sikap tersebut perlu mendapatkan perhatian penting dalam proses
pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan uji statistik diperoleh pendapat responden tertinggi setuju
pada pernyataan selalu berusaha memecahkan persoalan yang ada pada materi
pengelolaan lingkungan, yaitu sebesar 52 responden (73,2%). Hal ini berarti
sebagian besar siswa memiliki karakter berpikir kritis sehingga ketika
menemukan permasalahan pada suatu hal siswa berusaha mencari pemecahan
masalahnya baik sendiri maupun meminta bantuan orang lain.. Tujuan dari
indikator kemampuan menghayati ini yaitu berhubungan kuat dengan
keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa. Keterpaduan dari sistem yang
dimiliki tersebut dapat mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Meskipun banyak siswa yang sudah mampu menjaga sikapnya, masih ditemui
siswa yang tidak memperhatikan guru ketika menjelaskan materi pengelolaan
lingkungan dengan sebaik-baiknya dengan adanya pilihan oleh satu responden
(1,4%). Hal ini dapat terjadi dari beberapa faktor diantaranya kurangnya
tingkat pemahaman ajar materi, kurangnya motivasi dan sulit berkonsentrasi.
Hasil belajar siswa domain psikomotor pada materi pengelolaan
lingkungan diperoleh dari kegiatan praktikum yaitu berupa keterampilan
pembuatan pupuk organik dengan bantuan bakteri EM4. Berdasarkan analisis
(62)
responden (94,4%). Hal ini diduga karena siswa memahami arahan guru, ikut
serta dalam pembuatan pupuk dan mengerjakan laporan sendiri. Hal tersebut
selaras dengan hasil penelitian Zulhelmi (2009) yang menyatakan bahwa
pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa, dalam hal ini siswa mencari
makna dan mencoba untuk menemukan hubungan urutan di dalam
kejadian-kejadian dari dunia informasi yang mereka peroleh berdasarkan
pengalamannya (learning by experience). Selain itu dipengaruhi pula oleh kemampuan siswa untuk kreatif dan percaya diri menampilkan dirinya dalam
menghasilkan produk ilmiah. Namun masih ada beberapa anak yang kurang
aktif dimana tampak dari 4 responden (5,6%) mendapatkan nilai tidak tuntas
karena memperoleh nilai <72. Berdasarkan tanggapan guru, kemungkinan
dikarenakan tidak memperhatikan guru, tidak ikut andil dalam pembuatan
pupuk, pasif selama kegiatan berlangsung ataupun tidak membuat laporan.
Berdasarkan uji korelasi dapat diketahui bahwa Emotional Quotient (EQ) berhubungan positif dan signifikan dengan hasil belajar siswa domain
kognitif pada materi pengelolaan lingkungan. Hasil uji korelasi menunjukkan
bahwa hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan lingkungan termasuk dalam kategori
sedang dengan koefisien korelasi sebesar 0,336 dan pvalue sebesar 0,004.
Korelasi positif dan signifikan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan lingkungan
memberikan arti bahwa jika Emotional Quotient (EQ) tinggi, maka hasil belajar siswa domain kognitif pada materi pengelolaan lingkungan juga tinggi.
(63)
Menurut Festus (2012), ada hubungan yang positif antara Emotional Quotient (EQ) atau yang biasa disebut dengan kecerdasan emosional dengan prestasi
akademik siswa. Oleh karena itu selain pengetahuan, kecerdasan emosional
penting dalam pencapaian prestasi akademik sehingga perlu adanya kurikulum
sekolah yang memasukkan kecerdasan emosional di dalamnya.
Adanya kecerdasan emosional pada diri siswa, dapat mendorong
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati serta keterampilan sosial
siswa sehingga memberi dampak positif terhadap pencapaian hasil belajar
kognitifnya. Hasil belajar domain kognitif berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek pengetahuan seperti pengetahuan, pengertian dan
keterampilan berpikir. Pada dasarnya kognitif adalah kemampuan intelektual
siswa dalam berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Kecerdasan
emosi dapat menempatkan emosi seseorang pada porsi yang tepat, memilah
kepuasan dan mengatur suasana hati. Koordinasi suasana hati adalah inti dari
hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri
dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut
memiliki tingkat emosional yang baik dan lebih mudah menyesuaikan diri
dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.
Seseorang yang sedang berada dalam suasana hati yang baik,
hubungan sosial yang baik, tingkat emosional yang baik serta dapat
menyesuaikan diri cenderung untuk berpikir positif sehingga dapat berpikir
jernih dan berkonsentrasi selama pelajaran. Apabila mampu berpikir jernih
(64)
dan dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Berbeda dengan anak yang
susah mengendalikan emosi, sedang ada masalah di rumah atau sedang dalam
pertikaian dengan temannya maka sulit untuk berpikir dan berkonsentrasi
sehingga cenderung mendapatkan hasil belajar yang kurang maksimal.
Emotional Quotient (EQ) berhubungan positif dan signifikan dengan
hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan. Hasil
uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan antara Emotional Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan lingkungan
termasuk dalam kategori tinggi dengan koefisien korelasi sebesar 0,556 dan
pvalue sebesar 0,000. Korelasi positif dan signifikan antara Emotional
Quotient (EQ) dengan hasil belajar siswa domain afektif pada materi
pengelolaan lingkungan memberikan arti bahwa jika Emotional Quotient (EQ) tinggi, maka hasil belajar siswa domain afektif pada materi pengelolaan
lingkungan juga tinggi. Seperti hasil penelitian Nurdin (2009) yang
menyebutkan bahwa kecerdasan emosional memiliki peranan yang
signifikan dalam mempengaruhi perilaku atau sikap manusia termasuk pola
perilaku siswa dalam penyesuaian sosial di lingkungan sekolah.
Domain afektif adalah domain yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Domain afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi
dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar domain afektif tampak pada siswa dalam
berbagai tingkah laku. Emosi merupakan salah satu elemen dasar pada diri
manusia dalam menciptakan perilaku atau sikap manusia. Agar siswa dapat
(1)
Keterampilan Pembuatan Pupuk Organik Berbantuan Bakteri EM4
(2)
122
(3)
(4)
124
(5)
(6)
126