Pengendalian Secara Alami Pengendalian Secara Buatan

20

2.9 PENCEGAHAN

Menurut Widoyono 2008:141, pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan:

2.9.1 Pengobatan Masal

Pengobatan massal dilakukan didaerah endemis dengan Mf-rate 1 dengan menggunakan Diethyl Carbamazine Citrate DEC dikombinasikan dengan Albendazole sekali selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah demam dari reaksi obat diberikan Paracetamol. Pengobatan massal diikuti seluruh penduduk di daerah endemis yang berusia 2 tahun ke atas. Pengobatan dapat ditunda pada orang yang sedang sakit, anak-anak di bawah usia 2 tahun, dan wanita hamil Ditjen PP PL Depkes RI, 2009:6.

2.9.2 Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat perkembangan nyamuk melalui saluran pembuangan air limbah, pengaliran air yang tergenang, penebaran ikan pemakan jentik, menghindari dai gigitan nyamuk dengan memasang kelambu, menggunakan obat nyamuk oles, memasang kasa pada ventilasi rumah, dan menggunakan obat nyamuk bakar atau semprot Menurut Inge Sutanto 2009:275 pengendalian vektor dibagi menjadi 1 pengendalian secara alami dan 2 pengendalian secara buatan.

2.9.2.1 Pengendalian Secara Alami

Pengendalian secara alami berhubungan dengan faktor ekologi, adanya gunung, lautan, sungai. Ketidakmampuan mempertahankan hidup vektor pada 21 daerah dengan ketinggian tertentu dari permukaan laut. Perubahan musim, iklim yang panas, udara dingin, udara kering, angin, curah hujan, dan tanah tandus yang tidak memungkinkan perkembangbiakan vektor. Adanya burung, katak, cicak yang dapat memakan vektor.

2.9.2.2 Pengendalian Secara Buatan

Pengendalian secara buatan yang dapat dilakukan atas usaha manusia adalah: 1 Pengendalian lingkungan environment control, yaitu dilakukan dengan cara mengelola lingkungan, dengan memodifikasi atau manipulasi lingkungan sehingga terbentuk lingkungan yang tidak cocok untuk yang dapat mencegah atau membatasi perkembangan vektor. Cara ini paling aman karena tidak merusak keseimbangangan alam dan tidak mencemari lingkungan. Dalam modifikasi lingkungan yaitu mengubah sarana fisik yang bersifat permanen, misalnya 1 mengatur irigasi, 2 menimbun tempat yang dapat menampung air atau mengalirkan genangan air, 3 pengubahan rawa menjadi sawah, 4 dan mengubah hutan menjadi tempat pemukiman. Dalam manipulasi lingkungan dapat dilakukan dengan cara pembersihan atau pemeliharaan sarana yang ada supaya tidak menjadi tempat perindukan vektor dan hasilnya tidak bersifat permanen. Misalnya 1 membersihkan tanaman air, 2 melancarkan saluran pembuangan air limbah. 2 Pengendalian kimiawi menggunakan bahan kimia untuk membunuh vektor. Kelebihannya dapat membunuh vektor dengan segera sehingga dapat menekan populasi dalam waktu singkat. Kekurangannya pengendalian ini bersifat 22 sementara dan menyebabkan pencemaran lingkungan dan kemungkinan timbul resistensi pada vektor. Misalnya 1 pemakaian paris green, temefos, dan fention untuk membunuh larva nyamuk, 2 penggunaan herbisida untuk membunuh tanaman air untuk perkembangan nyamuk, dan 3 penggunaan insektisida residual spray untuk membunuh nyamuk dewasa. 3 Pengendalian mekanik dilakukan dengan alat yang langsung membunuh, menangkap, menghalau, menyisir vektor. Misalnya, 1 menggunakan baju lengan panjang, menggunakan kasa nyamuk pada ventilasi rumah. 4 Pengendalian fisik menggunakan alat fisika untuk pemanasan, pembekuan, dan penggunaan alat listrik untuk pengadaan angin dan penyinaran. Misalnya, 1 memasang hembusan angin keras pada pintu masuk, 2 memasang lampu kuning untuk menghalau nyamuk. 5 Pengendalian biologik dengan memperbanyak pemangsa sebagai musuh alami bagi vektor. Pemangsa yang efktif untuk nyamuk yaitu ikan yang dapat memangsa larva nyamuk. 6 Pengendalian genetika bertujuan untuk mengganti populasi vektor yang berbahaya dengan populasi yang baru dan tidak berbahaya. Caranya yaitu dengan memandulkan dengan bahan kimia. 7 Pengendalian legislatif yaitu untuk mencegah tersebarnya vektor berbahaya dari suatu daerah. Misalnya karantina dipelabuhan laut dan udara untuk mencegah masuknya vektor penyakit. Di Indonesia jika melanggar peraturan tersebut akan dikenakan sanksi oleh pemerintah. 23

2.9.3 Peran Serta Masyarakat

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN FILARIASIS DENGAN PRAKTEK MINUM OBAT DALAM PROGRAM PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN (POMP) FILARIASIS KELURAHAN KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN

1 24 115

HUBUNGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN PADUKUHAN KRATON KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

3 13 123

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

0 18 114

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis (TB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali.

0 0 15

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS (TB) DI WILAYAH KERJA Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis (TB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boy

0 2 16

Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Pencegahan Penularan HIV-AIDS pada Waria di Kota Padang Tahun 2013

0 0 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PARU PADA KELUARGA

0 0 10

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT KELURAHAN PABEAN, KECAMATAN PEKALONGAN UTARA, KOTA PEKALONGAN TENTANG FILARIASIS LIMFATIK

0 0 6

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

0 0 6

PENGETAHTJAN, SIKAP DAN PRAKTIK MASYARAKAT KELURAHAN PABEAN, KECAMATAN PEKALONGAN UTARA, KOTA PEKALONGAN TENTANG FILARIASIS LIMFATIK

0 0 9