Gambar 1Ilustrasi tempat pemotongan enzim pendegradasi patiMathewson 1998.
2.3. Pati Resisten Resistant StarchRS
2.3. 1. Klasifikasi
Pati resisten resistant starch, RS didefinisikan sebagai fraksi pati yang tidak tercerna oleh sistem enzim pada pencernaan individu yang sehat. RS
terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan segar maupun produk olahannya. Ada 4 tipe RS, yaitu RS1, RS2, RS3 dan RS4 Sajilata et al. 2006. RS1 adalah
pati yang berada dalam jaringan tanaman sehingga tidak dapat diakses oleh enzim-enzim pencernaan. Contohnya adalah pati yang terdapat dalam buah apel
dan pisang. RS2 adalah granula pati mentah yang didominasi oleh struktur kristalin sehingga sulit dihidrolisis oleh enzim. Contohnya adalah pati hasil
ekstraksi batang sagu, ubi jalar, jagung dan sebagainya. RS3 adalah pati retrogradasi yang terbentuk selama proses pengolahan pangan atau yang
direkayasa. RS4 adalah pati modifikasi yang diperoleh melalui proses eterisasi, esterifikasi maupun ikatan silang. Oleh karena itu, jenis pati ini memiliki ikatan
selain ikatan glikosidik α-1,4 atau α-1,6, diantaranya ikatan ester. ujung non pereduksi
ujung pereduksi α-amilase
α-amilase
ß-amilase ß-amilase
amiloglukosidase pululanase
2.3. 2. Pembuatan RS3
RS3 menjadi perhatian di kalangan industri pangan karena jenis RS ini selain terbentuk selama proses pengolahan pangan juga dapat direkayasa
sedemikian rupa sehingga diperoleh produk yang sifatnya sesuai dengan kebutuhan. Beberapa proses dikembangkan untuk menciptakan RS3 dari sumber
pati yang berbeda-beda. Garis besar pembuatan RS3 meliputi aplikasi proses pemanasan, pendinginan, hidrolisis enzim maupun non-enzimatis dan
kombinasinya. Pemanasan ditujukan agar pati tergelatinisasi sehingga pati dapat diakses oleh enzim. Pendinginan digunakan untuk memicu proses
retrogradasi,sedangkan hidrolisis berguna untuk menghilangkan bagian amorphus pati. Hasil hidrolisis hidrolisat dihilangkan dan sisanya dikeringkan untuk
mendapatkan material atau produk yang dikenal sebagai RS3. Suspensi pati yang dipanaskan mengalami gelatinisasi sehingga granula
membengkak yang mengakibatkan amilosa di dalamnya keluar leaching dan ditandai oleh perubahan viskositas. Proses pendinginan menghasilkan gel. Pada
kondisi dingin, amilosa berinteraksi sesamanya dan proses ini dikenal dengan retrogradasi. Retrogradasi dipercepat pada suhu rendah. Interaksi antar rantai
amilosa membentuk struktur yang relatif lebih tahan terhadap proses hidrolisis enzim.
Pembuatan RS3 dengan cara memodifikasi pati garut Marantha arundinacea dengan perlakuan kombinasi siklus pemanasan-pendinginan
dilaporkan oleh Sugiyono et al. 2009. Dengan cara tersebut, kadar pati resisten meningkat dari sekitar 2 pada pati alami menjadi 10-12 tergantung pada
perlakuan yang diterapkan. Putra 2010 melaporkan bahwa pemanasan suhu tinggi autoclavingmeningkatkan kadar RS menjadi dua kali lipat pada tepung
atau pati pisang. RS3 dari pati beras dilaporkan oleh Guraya et al. 2001. Prosesnya
melibatkan hidrolisis pati beras oleh enzim pululanase dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 121
o
C, 30 menit kemudian pendinginan pada 1
o
C dan diakhiri dengan pengeringan beku. Proses tersebut menghasilkan material RS3
dengan kadar RS sekitar 13. Pembuatan RS3 dari pati beras juga dilaporkan oleh Kim et al.
2003 dengan hidrolisis enzim α-amilase yang dilanjutkan
dengan kombinasi perlakuan panas pada 121
o
C, 15 menit kemudian didinginkan pada 4
o
C selama 24 jam. Kadar RS di dalam material sekitar 16. Penggunaan pati sagu dan enzim pululanase yang dikombinasikan dengan
pemanasan pada 121
o
C, 30 menit dan penyimpanan pada suhu bervariasi dari 4
o
C sampai 80
o
C selama 0 sampai 7 tujuh hari untuk mendapatkan produk RS3 juga dilaporkan oleh peneliti lain Leong et al. 2007. Kadar RS tertinggi mencapai
11,6 diperoleh pada proses hidrolisis pati sagu dengan 40 PUN Pullulanase Unit Novozymeg substrat selama 8 jam yang diikuti oleh pemanasan pada
121
o
C, 30 menit dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu 80
o
C selama 7 tujuh hari. Kadar RS di dalam bahan asalnya pati sagu alami justru lebih tinggi
sekitar 41. Pati singkong juga diproses menjadi RS3 Vatanasuchart et al. 2010. Pati
digelatinisasi pada 120
o
C, 30 menit kemudian dihidrolisis oleh enzim pululanase dan dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu 4
o
Perbedaan proses pembuatan RS3 mengakibatkan perbedaan sifat fungsionalnya dan ini sangat menentukan aplikasinya lebih lanjut. RS3 masih
memiliki kemampuan membentuk gel dan menahan air Guraya et al. 2010, namun ada pula yang tidak lagi memiliki kemampuan serupa Tan 2003. RS3
mampu memperbaiki sifat produk pangan dengan bertindak sebagai texture modifier, crisping agentSajilata et al. 2006. RS secara umum dianggap sebagai
bagian dari serat makanan. RS3 ditambahkan dalam suatu formula produk pangan sebagai upaya untuk meningkatkan kadar serat makananNugent 2005. RS juga
ditambahkan sebagai ingredien pangan untuk meningkatkan konsentrasi butirat di dalam usus besar. RS ditambahkan ke dalam produk pangan olahan berbasis
serealia, susu, rerotian maupun sayuran diantaranyabreakfast cereal, yoghurt, sup C selama 24 jam atau 48 jam.
Cara ini mampu meningkatkan kadar RS dari sekitar 9 di dalam pati mentah menjadi lebih dari 40. Dari uraian di atas, tampak bahwa kadar RS di dalam
produk sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan beberapa faktor diantaranya sumber pati bahan baku, proses pemanasan dan pendinginan,
penggunaan enzim penghidrolisis jumlah dan jenis dan sebagainya. Saat ini, RS3 sudah dapat diperoleh secara komersial diantaranya adalah CrystaLean® dan
Novelose 330, keduanya berasal dari pati jagung.
krim dan sebagainya. Jumlah RS yang ditambahkan bervariasi dari 2 hingga 20 Brouns et al. 2002.
2.4. Mikrofora dan Short Chain Fatty Acid SCFA