Kadar RS pada Produk Asal Pati Sagu Lebih Tinggi Dibanding Kadar RSpada Produk Asal Pati Beras

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kadar RS pada Produk Asal Pati Sagu Lebih Tinggi Dibanding Kadar RSpada Produk Asal Pati Beras

Komposisi bahan baku pati sagu dan pati beras dicantumkan dalam Tabel 8. Kadar amilosa di dalam pati sagu lebih tinggi dibanding pati beras. Tingkat kemurniannya sangat tinggi dan layak untuk diproses lebih lanjut menjadi produk RS3.Sifat fisiko kimia pati sagu berbeda dengan pati beras. Berdasarkan sifat pasta yang ditentukan dengan amilografi, sifat pasta pati sagu tergolong dalam tipe A Purwani et al 2006 yaitu memiliki viskositas puncak sangat tinggi namun cepat encer saat pemanasan. Beras amilosa tinggi memiliki sifat pasta tipe B viskositas puncak relatif rendah namun stabil saat pemanasan atau C tidak memiliki viskositas maksimum. Hal ini tergantung pada varietas beras. Purwani et al. 2007. Tabel 8 Komposisi kimia dan kadar amilosa pati sagu dan pati beras Komponen kimia Pati beras Pati sagu Amilosa 29,68 +0,13 32,87 +0,19 Air 12,72 +0,10 12,52 +0,14 Abu 0,29 +0,01 0,07 +0,00 Protein 2,23 +0,01 0,30 +0,00 Lemak 0,24 +0,00 0,28+0,01 Pati harus digelatinisasi sempurna dan disimpan di suhu dingin terlebih dahulu sebelum dihidrolisis oleh enzim. Gelatinisasi merusak struktur granulanya sehingga pati lebih mudah diakses oleh enzim. Penyimpanan pada suhu dingin dimaksudkan untuk menginduksi re-asosiasi dan re-kristalisasi fraksi-fraksi pati amilosa dan amilopektin. RS3 diperoleh dari bagian pati yang tidak terhidrolisis oleh enzim, bagian ini dikeringkan dengan pengering semprot. RS3 berbentuk serbuk warna putih. Berdasarkan bahan baku dan enzim yang menghidrolisisnya, produk RS3 dinamakan sebagai berikut: RSSA RS3 asal sagu yang dihidrolisis oleh amilase, RSSP RS3 asal sagu yang dihidrolisis oleh pululanase, RSSAP RS3 asal sagu yang dihidrolisis oleh amilase dan pululanase, RSRA RS3 asal pati beras yang dihidrolisis oleh amilase, RSRP RS3 asal pati beras yang dihidrolisis oleh pululanase, RSRAP RS3 asal pati beras yang dihidrolisis oleh amilase dan pululanase. Hidrolisis oleh amilase menghasilkan hidrolisat yang berwarna kecoklatan dan aroma manis, sedangkan hidrolisis dengan pululanase menghasilkan hidrolisat yang relatif bening dan tidak beraroma. Hidrolisat berwarna kecoklatan dan aroma manis juga dihasilkanoleh pati yang dihidrolisis oleh kombinasi amilase dan pululanase.Warna dan aroma tersebut berasal dari karamel yang terbentuk dari gula hasil hidrolisis yang dipanaskan pada suhu tinggi 85 o Hidrolisis pati oleh amilase menghasilkan campuran antara oligosakarida, maltosa dan glukosa. Senyawa-senyawa tersebut dibuang pada proses pembuatan RS3. Sisanya adalah α-limit dekstrin yang kemudian dikeringkan untuk menda- patkan RS3. Pululanase menghidrolisis ikatan glikosidik α–1-6 pada fraksi ami- lopektin. Hasil hidrolisis berupa oligosakarida rantai lurus. Sebagian oligosakarida mampu membentuk struktur RS3 dan sebagian lainnya mengalami depolimerisasi. Depolimerasi fraksi hasil pemotongan ikatan glikosidik α-1,6 oleh enzim pululanase dilaporkan oleh Faridah et al. 2010. C dan jangka waktu lama 3 jam. Pati sagu menghasilkan produk RS3 dengan kadar pati resisten lebih tinggi dibanding pati beras. Kadar RS di dalam pati sagu atau pati beras alami masing- masing sekitar 11 dan 14. Setelah diberi perlakuan enzim, kadar RS berubah menjadi 31-38 pada produk RS3 asal sagu dan 21-26 pada produk serupa asal pati beras Gambar 7. Kadar amilosa dan sifat intrinsik pati tampaknya memberi kontribusi yang cukup signifikan dalam pembentukan RS. Rantai amilosa cenderung berinteraksi sesamanya membentuk struktur helix ganda. Struktur ini lebih tahan terhadap hidrolisis enzim dibanding struktur lurusTester et al. 2004.Oleh karena itu, makin tinggi kadar amilosa makin banyak struktur heliks yang terbentuk. Gambar 7 Kadar RS di dalam produk asal pati sagu dan pati beras. K: Kontrol, A: Amilase, P: Pululanase, AP: Amilase dan Pululanase Pati sagu dan pati beras juga memiliki struktur yang berbeda Srichuwong et al. 2005a. Unit cabang amilopektin yang berderajat polimerisasai DP panjang 13 pada pati sagu porsinya relatif lebih banyak sekitar 63 dibanding hal serupa yang ditemukan pada pati beras sekitar 57. Unit-unit rantai panjang tersebut mampu membentuk heliks dengan memperkuat ikatan hidrogen antar rantai dan mengelilingi daerah kristalin Jane et al. 1999. Konsekuensinya, struktur inipun juga menjadi lebih tahan terhadap hidrolisis enzim. Tingkat kemudahan pati dihidrolisis oleh enzim sebenarnya juga ditentukan oleh ukuran granula Tester et al. 2004. Makin besar ukuran granula makin kecil rasio antara permukaan terhadap volume dan akibatnya pengikatan enzim atau potensi hidrolisisnya berkurang. Namun, pengaruh ukuran granula terhadap hidrolisis enzim pada penelitian ini tampaknya tidak berpengaruh karena granula pati sudah rusak total akibat perlakuan gelatinisasi dan sterilisasi. 5 10 15 20 25 30 35 40 45 K A P AP K A P AP Sagu Beras K ad ar R S Perlakuan enzim Bila diperhatikan secara rinci, terdapat perbedaan rendemen produk akibat perlakuan oleh enzim amilase, pululanase maupun kombinasi antara amilase dan pululanase. Pada pati sagu, perlakuan enzim amilase menghasilkan produk dengan kadar RS sekitar 32 dan rendemen rendah sekitar 5. Perubahan kadar RS tersebut mungkin karena hilangnya sebagian fraksi pati sehingga terjadi pemekatan RS. Kadar RS yang relatif sama namun rendemen tinggi sekitar 18 diperoleh pada pati sagu dengan perlakuan enzim pululanase. Hal ini mengindikasikan bahwa ada kontribusi fraksi lurus hasil pemotongan enzim pululanase terhadap pembentukan stuktur RS3. Perlakuan kombinasi enzim amilase dan pululanase memberikan rendemen rendah 5, namun kadar RS lebih dari 38. Pada kondisi ini, fraksi lurus hasil pemotongan enzim pululanase tampaknya tidak mampu lagi membentuk struktur RS3. Dengan kata lain, perubahan kadar RS karena terjadi pemekatan. Keadaan serupa juga terjadi pada produk asal pati beras. Perlakuan enzim amilase menghasilkan produk dengan kadar RS sekitar 22 dengan rendemen sekitar 4, perlakuan enzim pululanase menghasilkan produk dengan kadar RS 25 dengan rendemen sekitar 13, dan perlakuan kombinasi amilase dan pululanase memberikan produk dengan kadar RS sekitar 27 dengan rendemen kurang dari 5. Tingkat kemudahan pati terhadap hidrolisis enzim juga ditentukan oleh struktur amilopektin di dalamnya. Struktur amilopektin menggambarkan derajat kristalin dan ini dipelajari dengan menentukan tipe difraksi sinar X. Ada tiga tipe difraksi yaitu tipe A, B dan C. Tipe A ditemukan pada serealia, tipe B ditemukan pada kacang-kacangan dan ubi-ubian. Tipe C merupakan kombinasi antara tipe A dan tipe B. Pati beras dan sagu dilaporkan memiliki difraksi sinar X tipe A Srichuwong et al. 2005a, namun Ahmad et al 1999 melaporkan bahwa sagu memiliki difraksi sinar X tipe C. Perbedaan tersebut dapat saja terjadi karena adanya perbedaan jenis sagu. Pati dengan difraksi sinar X tipe A lebih mudah dihidrolisis oleh enzim amilase dibanding tipe lainnya Srichuwong et al. 2005a. Bila pati sagu yang digunakan pada penelitian ini memiliki difraksi sinar X tipe C, maka berarti pati tersebut relatif tidak mudah dihidrolisis oleh amilase. Keadaan ini diduga juga memberikan kontribusi terhadap pembentukan RS asal pati sagu. Kadar RS yang dihasilkan pada penelitian ini sebanding dengan kadar RS pati jagung yang dibuat dengan cara hidrolisis oleh asam sitrat Zhao Lin 2009 dan bahkan lebih besar dibanding kadar RS yang terdapat di dalam pati sagu hasil hidrolisis pululanase debranching starch. Kadar RS pada pati sagu debranching hanya sekitar 5-7Leong et al. 2007. Perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya jenis bahan baku, aktifitas enzimdan kondisi proses. 4.2.Degradasi RS3 oleh Bakteri C.butyricum BCC B2571 atau E.rectale DSM 17629 dipilih sebagai mo- del karena selain diketahui sebagai pendegradasi pati dan penghasil butirat, kedua- nya mewakili bakteri yang secara normal berada di dalam kolon. Selain itu, keduanya termasuk dalam kelompok bakteri non patogen. C.butyricum BCC B2571 atau E.rectale DSM 17629 tumbuh secara anaerob obligat. C.butyricum BCC B2571 membentuk spora sedangkan E.rectale DSM 17629 tidak membentuk spora. Degradasi RS3 oleh C.butyricum BCC B2571 maupun E.rectaleDSM 17629 diketahui melalui pembentukan zona bening pada medium agar yang mengandung RS3. Adanya zona bening menunjukkan bahwa enzim pendegradasi pati diekskresikan oleh bakteri dengan adanya RS3 di dalam medium. Luas zona bening dipengaruhi oleh interaksi antara jenis substrat dan bakteri Lampiran 6a. Zona bening terluas dibentuk oleh C. butyricum BCC B2571pada medium berisi RSSP atau RSRPTabel 9. Di lain pihak, E. rectaleDSM 17629 tampak hanya sedikit mengeksresikan enzim pendegradasi pati. Dari Tabel 9 tampak bahwa tidak ada hubungan khusus antara luas zona bening yang dibentuk oleh C.butyricum BCC B2571 atauE.rectaleDSM 17629 dengan jenis pati maupun enzim yang dipergunakan untuk menghasilkan RS3. Sistem enzim pendegradasi pati pada kelompok bakteri gram positif penghasil butirat dilaporkan oleh Ramsay et al. 2006. Enzim tersebut berada pada dinding sel bakteri sedemikian rupa sehingga situs hidrolisis enzim berdekatan dengan sistem transpor produk hidrolisis di dalam sel. Produk hidrolisis kemudian dimetabolisme lebih lanjut untuk memproduksi SCFA. Selama fermentasi, C.butyricum BCC B2571 atau E.rectale DSM 17629 menghasilkan gas yang jumlahnya bervariasi ditentukan oleh bakteri dan substrat Lampiran 6b. Nilai pH medium berubah menjadi asam Tabel 9 dan nilai tersebut tidak dipengaruhi oleh bakteri maupun substratnya Lampiran 6c. Komposisi gas tidak dianalisis namun dengan cara uji penyemprotan api diketahui bahwa gas tersebut bukanlah gas hidrogen karena diketahui tidak mudah terbakar.Gas yang dihasilkan kemungkinan adalah gas CO 2 . Tabel 9Zona bening, gas dan pH medium yang dihasilkan oleh C.butyricum BCC B2571 atau E.rectaleDSM 17629yang diinkubasi pada medium berisi RS3 1 Perlakuan Zona bening cm 2 Gas mL pH C. butyricum BCC B2571 RSSA 2,83b 12,20b 4,35 RSSP 4,87c 9,30b 4,57 RSSAP 0,61a 6,75a 4,28 RSRA 0,64a 8,17ab 4,31 RSRP 5,28c 11,93b 4,36 RSRAP 2,75b 8,70ab 4,43 E.rectaleDSM 17629 RSSA 0,90a 5,90a 4,64 RSSP 1,00a 8,20ab 4,74 RSSAP 1,32a 5,60a 4,68 RSRA 0,80a 10,25b 4,67 RSRP 1,35a 9,65b 4,77 RSRAP 0,72a 10,60b 4,65 a Angka di dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan beda nyata p0.05.

4.3. Produksi SCFA selama Fermentasi in vitro

Dokumen yang terkait

Karakteristik bekatul padi (Oryza Sativa) awet serta aktifitas antioksidan dan penghambatan proliferasi sel kanker secara in vitro dari minyak dan fraksinya

0 18 476

Aktivitas kitooligomer hasil reaksi enzimatik terhadap proliferasi sel limfosit dan sel kanker

1 32 256

Manfaat Buah Merah untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan: Studi Sifat Fungsional terhadap Peningkatan Sistem Imun dan Penghambatan Proliferasi Sel Kanker

0 6 1

Penghambatan proliferasi sel kanker kolon HCT-116 oleh produk fermentasi pati resistentipe 3 sagu dan beras

1 10 203

Toksisitas Short Chain Fatty Acid (SCFA), Produk Turunan Pati Resisten Tipe 3 Hasil Fermentasi Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Oleh Bakteri Clostridium butyricum BCC B2571 Terhadap Sel HCT-116

1 10 90

Potensi Sitotoksik Ekstrak Batang Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) terhadap Sel Kanker Kolon HCT 116

0 2 34

PENGARUH EKSTRAK ETANOL PROPOLIS DAN PERBEDAANNYA DENGAN 5-FLUOROURACIL TERHADAP EKSPRESI CASPASE 3, PROLIFERASI DAN APOPTOSIS PADA KULTUR SEL KANKER KOLON (CELL LINE WiDr).

0 0 7

PENGARUH EKSTRAK PROPOLIS TERHADAP EKSPRESI CASPASE 3, PROLIFERASI DAN INDUKSI APOPTOSIS PADA SEL KANKER KOLON (CELL LINE WiDr)

0 0 8

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN KETAPANG (Terminalia catappa) DAN DOXORUBICIN TERHADAP SEL KANKER SERVIKS HeLa

0 1 17

AKTIVITAS PENGHAMBATAN PROLIFERASI SEL KANKER SERVIKS OLEH FRAKSI HEKSANA BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L.) - repository perpustakaan

0 0 18