Uji Cemaran Mikroba Pada Serbuk Obat Tradisional

(1)

UJI CEMARAN MIKROBA

PADA SERBUK SIMPLISIA OBAT TRADISIONAL

TUGAS AKHIR

OLEH:

SELVI RAMADANI

NIM 122410127

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI CEMARAN MIKROBA

PADA SERBUK SIMPLISIA OBAT TRADISIONAL

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas FarmasiUniversitas Sumatera Utara

OLEH:

SELVI RAMADANI NIM 122410127

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini., yang berjudul “UJI CEMARAN MIKROBA PADA SERBUK OBAT TRADISIONAL”. Tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Analisis Farmasi dan Makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Penulis tugas akhir ini didasarkan pada Praktek Kerja Lapangan yang diperoleh di Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Medan.

Pada penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

USU.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku ketua program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas farmasi USU.

4. Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt., yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas akhir ini.

5. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.


(5)

6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.

7. Bapak Drs. Alibata Harahap, Apt., selaku Kepala Balai Besar POM di Medan.

8. Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes., Apt., selaku Manajer Mutu Balai Besar POM

di Medan, yang memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

9. Seluruh Staf Pegawai Balai Besar POM di Medan.

Terlebih kepada orangtua penulis, Ayahanda Selamet dan Ibunda Rasmiati serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan yang tiada batas kepada penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015 Penulis,

Selvi Ramadani NIM 122410127


(6)

UJI CEMARAN MIKROBA

PADA SERBUK SIMPLISIA OBAT TRADISIONAL

ABSTRAK

Peningkatan mutu suatu obat tradisional dilakukan untuk menyediakan obat tradisional yang memenuhi persyaratan antara lain bebas dari mikroba yang merugikan konsumen. Pengukuran kuantitatif mikroba dilakukan dengan penentuan jumlah sel mikroba. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cemaran mikroba yang terdapat pada sediaan serbuk obat tradisional memenuhi persyaratan cemaran mikroba yang telah ditetapkan dalam SNI 19-2897-1992.

Penentuan cemaran mikroba pada sediaan serbuk obat tradisional dilakukan dengan uji angka lempeng total (ALT) dan angka kapang khamir (AKK). Pertumbuhan koloni bakteri dan angka kapang khamir setelah cuplikan diinokulasikan pada lempeng agar dengan cara yang sesuai, diinkubasi pada suhu 35-370C untuk pertumbuhan bakteri dan pada suhu 20-250C untuk pertumbuhan angka kapang khamir.

Diperoleh hasil angka lempeng total dan angka kapang khamir dari serbuk simplisia obat tradisional yaitu 11 × 103 koloni/gram dan 21 × 102 koloni/gram. Sampel serbuk obat tradisional yang diuji memenuhi persyaratan sesuai dengan

SNI 19-2897-1992 yaitu jumlah angka lempeng bakteri maksimal 1 × 106

koloni/gram dan angka kapang khamir maksimal 1 × 104 koloni/gram. Kata kunci: mikroba, serbuk, simplisia, obat tradisional.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan ... 3

1.3.Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Obat Tradisional ... 4

2.2. Simplisia ... 4

2.2.1. Pengertian Simplisia ... 4

2.2.2. Penggolongan Simplisia ... 5

2.2.3. Faktor-Faktor Penentu Kualitas Simplisia ... 6

2.2.4. Serbuk Simplisia Nabati ... 10

2.3. Mikroorganisme ... 11


(8)

2.3.2. Fungi ... 12

A.Khamir ... 13

B.Kapang ... 14

2.4. Metode Hitungan Cawan ... 15

BAB III METODE PENGUJIAN ... 18

3.1. Tempat dan Waktu Pengujian ... 18

3.2. Sampel ... 18

3.3. Alat ... 18

3.4. Bahan ... 18

3.5. Prosedur ... 19

3.5.1. Sterilisasi Alat ... 19

3.5.2. Pembuatan Media ... 19

3.5.3. Homogenisasi Sampel ... 20

3.5.4. Pengenceran ... 20

a. Angka Lempeng Total ... 20

b. Angka Kapang Khamir ... 21

3.5.5. Inokulasi dan Inkubasi ... 21

a. Angka Lempeng Total ... 21

b. Angka Kapang Khamir ... 21

3.5.6. Pengamatan ... 22

a. Angka Lempeng Total ... 22

b. Angka Kapang Khamir ... 22


(9)

4.1. Hasil ... 23

4.2. Pembahasan ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

5.1. Kesimpulan ... 27

5.2. Saran ... 27


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Keterangan Sampel ... 29

Lampiran 2. Data dan Perhitungan ... 30

Lampiran 3. Bagan Alir Angka Lempeng Total ... 31

Lampiran 4. Bagan Alir Angka Kapang Khamir ... 32


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Media Pengujian ... 19 Tabel 4.1 Data Uji Angka Lempeng Total ... 23 Tabel 4.2 Data Uji Angka Kapang Khamir ... 24


(12)

UJI CEMARAN MIKROBA

PADA SERBUK SIMPLISIA OBAT TRADISIONAL

ABSTRAK

Peningkatan mutu suatu obat tradisional dilakukan untuk menyediakan obat tradisional yang memenuhi persyaratan antara lain bebas dari mikroba yang merugikan konsumen. Pengukuran kuantitatif mikroba dilakukan dengan penentuan jumlah sel mikroba. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cemaran mikroba yang terdapat pada sediaan serbuk obat tradisional memenuhi persyaratan cemaran mikroba yang telah ditetapkan dalam SNI 19-2897-1992.

Penentuan cemaran mikroba pada sediaan serbuk obat tradisional dilakukan dengan uji angka lempeng total (ALT) dan angka kapang khamir (AKK). Pertumbuhan koloni bakteri dan angka kapang khamir setelah cuplikan diinokulasikan pada lempeng agar dengan cara yang sesuai, diinkubasi pada suhu 35-370C untuk pertumbuhan bakteri dan pada suhu 20-250C untuk pertumbuhan angka kapang khamir.

Diperoleh hasil angka lempeng total dan angka kapang khamir dari serbuk simplisia obat tradisional yaitu 11 × 103 koloni/gram dan 21 × 102 koloni/gram. Sampel serbuk obat tradisional yang diuji memenuhi persyaratan sesuai dengan

SNI 19-2897-1992 yaitu jumlah angka lempeng bakteri maksimal 1 × 106

koloni/gram dan angka kapang khamir maksimal 1 × 104 koloni/gram. Kata kunci: mikroba, serbuk, simplisia, obat tradisional.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan adalah keseragaman hayati yang selalu ada disekitar kita, baik itu yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah digunakan sebagai tanaman obat, walaupun penggunaannya disebarkan secara turun-temurun maupun dari mulut ke mulut. Dewasa ini, didukung dengan penelitian ilmiah, tumbuhan secara fungsional tidak lagi dipandang sebagai bahan konsumsi maupun penghias saja, tetapi juga sebagai tanaman obat yang multifungsi. Mengingat biaya pengobatan yang tidak terjangkau oleh semua orang, pengobatan alamiah dengan tanaman obat tradisional. Bahkan untuk fungsinya sebagai tanaman obat sudah dikomersialkan sebagai lahan income yang sangat menguntungkan (Yuniarti, 2008).

Pemeriksaan lengkap terhadap mutu simplisia antara lain adalah pemeriksaan organoleptik (meliputi pemeriksaan warna, bau, rasa dari bahan), pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik (meliputi pemeriksaan ciri-ciri bentuk luar spesifik dari bahan (morfologi) mapun ciri-ciri spesifik dari bentuk anatominya, pemeriksaan fisika dan kimiawi (meliputi tetapan fisika yaitu indeks bias, titik lebur, dan kelarutan serta reaksi-reaksi identifikasi kimiawi seperti warna dan pengendapan), dan uji biologi (meliputi penetapan angka kuman, pencemaran, dan percobaan terhadap binatang) (Gunawan, 2010).

Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme patogen, dan harus bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang


(14)

lain maupun kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warna, tidak boleh mengandung lendir, atau menunjukkan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan simplisia harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain yang berasal dari tanah maupun benda anorganik asing. Simplisia nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari serangga atau cemaran atau mikroba dengan pemberian bahan atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan. Gejala yang paling umum dari cemaran mikroba pada obat tradisional adalah sakit perut, muntah, dan diare (Ditjen POM, 2008).

Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Ditjen POM, 1994).

Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk menguji cemaran mikroba pada sediaan serbuk obat tradisional. Adapun pengujian dilakukan selama penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Analisis penetapan cemaran mikroba pada sediaan serbuk obat tradisional dilakukan dengan metode angka lempeng total (ALT) dan angka kapang khamir (AKK), karena antara lain merupakan parameter uji yang telah ditetapkan oleh Ditjen POM.


(15)

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui apakah cemaran mikroba yang terdapat pada sediaan serbuk obat tradisional memenuhi persyaratan cemaran mikroba yang telah ditetapkan dalam SNI 19-2897-1992.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan cemaran mikroba pada sediaan serbuk obat tradisional adalah agar dapat mengetahui cemaran mikroba yang terdapat pada sediaan serbuk obat tradisional memenuhi persyaratan SNI 19-2897-1992 sehingga produk tersebut layak untuk dikonsumsi.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional

Obat tradisional (OT) merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang telah digunakan selama berabad-abad untuk pemeliharaan dan peningkatan serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Berdasarkan bukti secara turun temurun dan pengalaman (empiris), OT hingga kini masih digunakan oleh masyarakat di Indonesia dan di banyak negara lain. Sebagai warisan budaya bangsa yang telah terbukti banyak memberi kontribusi pada pemeliharaan kesehatan (Ditjen POM, 2008).

Dalam perjalanan sejarahnya, dengan didorong dan ditunjang oleh perkembangan iptek serta kebutuhan upaya kesehatan modern, OT telah banyak mengalami perkembangan. Perkembangan yang dimaksud mencakup aspek pembuktian dan keamanannya, jaminan mutu, bentuk sediaan, cara pemberian, pengemasan, dan penampilan serta teknologi produksi. Untuk mendorong peningkatan pemanfaatan OT Indonesia sekaligus menjamin pelestarian jamu, Indonesia memprogamkan pengembangan secara berjenjang ke dalam kelompok jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka (Ditjen POM, 2008).

2.2 Simplisia

2.2.1 Pengertian Simplisia

Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh nenek moyang kita dan hingga saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah.


(17)

Dan Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu. Bagian-bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk (Gunawan, 2010).

Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 600C (Ditjen POM, 2008).

Simplisia merupakan bahan awal pembuatan sediaan herbal. Mutu sediaan herbal sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan. Oleh karena itu, sumber simplisia, cara pengolahan, dan penyimpanan harus dapat dilakukan dengan cara yang baik. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan sediaan herbal yang belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2005).

2.2.2 Penggolongan Simplisia

Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: a. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya


(18)

atau zat nabati lain yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya (Ditjen POM, 1995).

b. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan. Contohnya adalah minyak ikan dan madu (Gunawan, 2010).

c. Simplisia pelikan atau mineral

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana. Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga (Gunawan, 2010).

2.2.3 Faktor-faktor Penentu Kualitas Simplisia

Menurut Gunawan (2010), kualitas simplisia dipengaruhi oleh dua faktor antara lain sebagai berikut:

a. Bahan Baku Simplisia

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia bisa diperoleh dari tanaman liar dan atau dari tanaman yang dibudidayakan. Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikan bahan simplisia jika dibandingkan dengan hasil budidaya, karena simplisia yang dihasilkan mutunya tidak seragam.

b. Proses Pembuatan Simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan, yaitu:

1) Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda yang tergantung pada beberapa faktor, antara lain: bagian tumbuhan yang digunakan, umur


(19)

tumbuhan atau bagian tumbuhan pada saat panen, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh. Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tumbuhan yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tumbuhan tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif akan terbentuk secara maksimal di dalam bagian tumbuhan atau tumbuhan pada umur tertentu. Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut:

− Biji

Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum semuanya pecah.

− Buah

Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper nigrum), setelah benar-benar masak (misalnya adas), atau dengan cara melihat perubahan warna/ bentuk dari buah yang bersangkutan (misalnya jeruk, asam, dan pepaya).

− Bunga

Panen dapat dilakukan saat menjelang penyerbukan, saat bunga masih kuncup (seperti pada Jasminum sambac, melati), atau saat bunga sudah mulai mekar (misalnya Rosa sinensis, mawar).

− Daun atau herba

Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Untuk mengambil pucuk daun, dianjurkan dipungut pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.


(20)

− Kulit batang

Tumbuhan yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan pada saat tumbuhan telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.

− Umbi lapis

Panen umbi dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas berhenti. Misalnya bawang merah (Allium cepa).

− Rimpang

Pengambilan rimpang dilakukan pada saat musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tumbuhan. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan besar maksimum.

− Akar

Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap akar umumnya akan mematikan tanaman yang bersangkutan.

2) Sortasi basah

Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi dilakukan terhadap:

− Tanah atau kerikil,

− Rumput-rumputan

− Bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, dan


(21)

3) Pencucian

Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar peptisida. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, dan Escherichia.

4) Pengubahan bentuk

Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajangan khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.

5) Pengeringan

Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan sebagai berikut:

− Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi

kapang dan bakteri.

− Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut

kandungan zat aktif .

− Memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah


(22)

6) Sortasi kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong atau bahan yang rusak.

7) Pengepakan dan penyimpanan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan lainnya (Gunawan, 2010).

2.2.4 Serbuk Simplisia Nabati

Serbuk simplisia nabati adalah bentuk serbuk dari simplisia nabati, dengan ukuran derajat kehalusan tertentu. Sesuai dengan derajat kehalusannya, dapat berupa serbuk sangat kasar, kasar, agak kasar, halus, dan sangat halus. Serbuk simplisia nabati tidak boleh mengandung fragmen jaringan dan benda asing yang bukan merupakan komponen asli dari simplisia yang bersangkutan antara lain telur nematoda, bagian dari serangga dan hama serta sisa tanah (Ditjen POM, 1995).

Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukkan. Pada pembuatan serbuk kasar, terutama simplisia nabati, digerus lebih dulu sampai derajat halus tertentu setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 600C (Anief, 2007).

Untuk simplisia nabati tidak boleh menggunakan bagian pertama yang terayak, tetapi harus terayak habis dan dicampur homogen, karena zat berkhasiat tidak terbagi rata pada semua bagian simplisia. Sebagai contoh daun kering yang


(23)

digerus halus dan diayak maka muka daun yang terayak dulu, setelah itu baru urat daun dapat terayak (Anief, 2007).

2.3 Mikroorganisme

Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada yang tersusun atas beberapa sel (multiseluler). Walaupun mikroorganisme uniseluler hanya tersusun atas satu sel, namun mikroorganisme tersebut menunjukkan semua karakteristik organisme hidup, yaitu bermetabolisme, bereproduksi, berdiferensiasi, melakukan komunikasi, melakukan pergerakan, dan berevolusi (Pratiwi, 2008).

2.3.1 Bakteri

Bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang sangat penting karena pengaruhnya yang membahayakan maupun menguntungkan. Mereka tersebar luas di lingkungan sekitar kita. Mereka dijumpai di udara, air dan tanah, dalam usus binatang, pada lapisan yang lembab pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada permukaan tubuh atau tumbuhan (Gaman, 1992).

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop, mikroorganisme tersebut akan nampak. Ukuran bakteri berkisar antara 0,5 sampai 10 µ dan lebar 0,5 sampai 2,5 µ tergantung dari jenisnya. Walaupun terdapat beribu jenis bakteri, tetapi hanya beberapa karakteristik bentuk sel yang ditemukan yaitu:


(24)

Bentuk bulat atau cocci (tunggal = coccus)

Bentuk batang atau bacilli (tunggal = bacillus)

Bentuk spiral atau spirilli (tunggal = spirillium)

Bentuk kroma atau vibrios (tunggal =vibrio) (Buckle, 1985).

Bakteri bereproduksi memperbanyak diri secara aseksual yaitu dengan suatu proses yang disebut pembelahan biner. Bahan inti memperbanyak diri dan membagi menjadi dua bagian yang terpisah dan kemudian sel membagi diri, menghasilkan dua buah sel anak dengan ukuran yang sama (Gaman, 1992).

Berikut adalah contoh beberapa bakteri patogen serta jenis penyakit yang ditimbulkan bakteri ke dalam tubuh manusia:

Shigella dysentriae, penyebab penyakit disentri

Salmonella typhii, penyebab penyakit demam tifoid

Vibrio cholerae, penyebab penyakit cholera (Hasyimi, 2010).

2.3.2 Fungi

Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik, mereka memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati yang terlarut, mereka disebut saprofit. Saprofit menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah, dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat menguntungkan bagi manusia. Sebaliknya mereka juga dapat merugikan kita bilamana mereka membusukkan kayu, tekstil, makanan, dan bahan-bahan lain (Pelczar, 1986).


(25)

Organisme yang digolongkan kedalam jamur meliputi:

A. Khamir

Khamir terutama merupakan organisme yang bersifat saprofitik terdapat pada daun-daun, bunga-bunga dan eksudat dari tanaman. Serangga bertindak sebagai perantara memindahkan khamir dari satu tanaman ke tanaman lain. Khamir dapat diisolasi dari tanah, tetapi cenderung untuk tidak berkembang subur, populasinya dipenuhi oleh khamir yang terdapat pada buah-buahan atau daun-daun yang membusuk (Buckle, 1985).

Khamir (yeast = ragi), yaitu fungi bersel satu (uniseluler), sel-sel berbentuk bulat- lonjong atau memanjang, berkembang biak dengan membentuk tunas. Membentuk koloni yang basah dan berlendir serta tidak bergerak. Ukuran khamir antara 5-10 mikron, 5 atau 10 kali dari bakteri (Hasyimi, 2010).

Hampir semua khamir memperbanyak diri secara aseksual dengan suatu proses sederhana yaitu dengan budding (pembentukan tunas). Pada suatu tempat tertentu pada sel, sitoplasma membengkak keluar dari dinding sel. Tonjolan atau “bud” membesar dan akhirnya memisah membentuk sel khamir yang baru (Gaman, 1992).

Khamir mempunyai peranan penting dalam industri makanan. Untuk kegiatannya dalam makanan banyak dimanfaatkan dalam pembuatan bir anggur, minuman keras, dan juga roti dengan produk makanan terfermentasi. Pertumbuhan khamir dapat mengakibatkan kerusakan bahan pangan. Beberapa jenis khamir pembusuk yang dikenal adalah Saccharomyces rouxii, Hanseniaspora uvarum, dan Saccharomyces cerevisiae (Buckle, 1985).


(26)

B. Kapang

Kapang berlawanan dengan bakteri dan khamir, seringkali dapat dilihat dengan mata. Sifat pertumbuhan yang khas adalah berbentuk spora dan biasanya terlihat pada kertas-kertas koran yang basah, kulit yang sudah usang, dinding basah, buah-buahan yang membusuk serta bahan pangan lain seperti keju dan selai. Pertumbuhannya dapat berwarna hitam, putih atau berbagai macam warna. Secara biokimia, kapang bersifat aktif karena terutama merupakan organisme saprofit. Organisme dapat memecah bahan-bahan organik kompleks yang lebih sederhana termasuk pembusukan daun-daun dan lain-lain dalam tanah. Kegiatan yang sama dapat mengakibatkan pembusukan pangan yang banyak terjadi dimana-mana (Buckle, 1985).

Tubuh suatu kapang pada dasarnya terdiri dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang dinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5 sampai 10 µ, dibandingkan dengan sel bakteri yang biasanya berdiameter 1 µ. Miselium reproduksi bertanggung jawab untuk pembentukan sporan dan biasanya tumbuh meluas ke udara dari medium. Miselium suatu kapang dapat merupakan jaringan yang terjalin lepas atau dapat merupakan struktur padat yang terorganisasi, seperti pada jamur (Pelczar, 1986).

Reproduksi kapang yang terpenting adalah dengan spora aseksual. Pada jamur yang tidak memiliki septa, spora biasanya terbentuk dalam suatu wadah spora yang disebut sporangium, pada bagian ujung hifa. Hampir semua jamur yang bersepta memperbanyak diri dengan pembentukan spora tanpa maupun dalam untaian, dari bagian ujung hifa. Jika telah masak, spora dibebaskan ke


(27)

udara. Bila mereka jatuh dalam suatu substrat (makanan) yang cocok, mereka akan berkecambah dan membentuk pertumbuhan jamur yang baru. Beberapa jenis jamur juga menghasilkan spora seksual, dengan penggabungan dua hifa (Gaman, 1992).

Kapang dapat bersifat patogenik dan menyebabkan penyakit pada manusia. Beberapa kapang merupakan penyebab berbagai infeksi pernafasan dan kulit pada manusia (Buckle, 1985).

2.4 Metode Hitungan Cawan

Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan satu indeks jumlah mikroba yang hidup terkandung dalam sampel. Hal yang perlu dikuasai dalam hal ini adalah teknik pengenceran. Setelah inkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati (Waluyo, 2010).

Metode ini merupakan metode perhitungan jumlah sel tampak (visible) dan didasarkan pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah, dan memproduksi satu koloni tunggal. Satuan perhitungan yang dipakai adalah CFU (colony forming unit) dengan cara membuat seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel pada media padat. Pengukuran dilakukan pada plate dengan jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-300 (Pratiwi, 2008).

Prinsip dari metode hitungan cawan adalah bila sel mikrobe yang masih hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikrobe tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung, dan kemudian dihitung tanpa


(28)

menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik, dengan alasan:

− Hanya sel mikrobe yang hidup yang dapat dihitung

− Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus

− Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikrobe, karena koloni yang

terbentuk mungkin berasal dari mikrobe yang mempunyai penampakan spesifik (Waluyo, 2010).

Selain keuntungan-keuntungan tersebut di atas, metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan sebagai berikut:

− Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena

beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni

− Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan jumlah

yang berbeda pula

− Mikrobe yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan

membentuk koloni yang kompak, jelas, tidak menyebar

− Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga perhitungan

koloni dapat dihitung (Waluyo, 2010).

Metode hitungan cawan dibedakan atas dua cara, yakni metode tuang (pour plate) dan metode permukaan (surface/spread plate). Pada metode tuang, sejumlah sel (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan agar-agar cair steril yang telah didinginkan sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar. Pada pemupukan dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat agar cawan


(29)

kemudian sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar-agar tersebut. Kemudian diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril. Jumlah koloni dalam sampel dapat dhitung sebagai berikut:

(Waluyo, 2007). Perbandingan perhitungan dari larutan sel kontrol yang dilakukan secara penuangan maupun penyebaran telah dilakukan. Telah ditemukan bahwa umumnya metoda penyebaran di atas permukaan media agar (spread plate methode) menghasilkan perhitungan jumlah koloni yang lebih banyak dibandingkan dengan metode tuang. Perbedaan ini mungkin sehubungan dengan suhu pencairan agar yang digunakan dalam metoda tuang yang mungkin dapat membunuh beberapa sel dalam inokulum (Buckle, 1985).

Media agar adalah media yang digunakan pada metode pour plate dan spread plate, dimana metode tersebut adalah metode yang cocok untuk hitungan cawan. Dengan menggunakan media agar koloni dapat diamati secara langsung, tanpa bantuan mikroskop. Teknik pengenceran dilakukan supaya didapat koloni yang sesuai untuk perhitungan, yaitu kisaran 30-300 koloni. Sehingga bisa dihitung dan hasilnya akurat. Suhu inkubasi yang digunakan metode ini yaitu pada kisaran suhu tertentu karena setiap mikroba memiliki karakteristik suhu yang berbeda-beda untuk tetap hidup dan berkembang biak. Suhu inkubasi sendiri ditentukan dari suhu optimum pertumbuhan mikroba supaya mikroba dapat tumbuh dengan baik. Sehingga apabila suhu dinaikkan atau diturunkan dari suhu semula maka akan mengganggu pertumbuhan mikroba (Fardiaz, 1992).

Koloni per ml atau per gram = Jumlah koloni per cawan × 1


(30)

BAB III

METODOLOGI PENGUJIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pengujian

Pengujian penetapan cemaran mikroba (angka lempeng total dan angka kapang khamir) pada serbuk simplisia obat tradisional dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan Jalan Willem Iskandar, Pasar V Barat I No. 2 Medan pada tanggal 02 - 07 Februari 2015.

3.2 Sampel

Sampel yang digunakan adalah sediaan serbuk simplisia obat tradisional yang berasal dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.

3.3 Alat

Alat yang digunakan adalah autoklaf, batang pengaduk, beaker glass, bunsen, cawan petri bertutup, erlenmeyer, gelas ukur, inkubator, kapas, karet, kertas ph, kertas perkamen, laminar air flow (LAF), mixer tube, oven, pipet ukur, rak tabung, tabung reaksi, tali, dan timbangan analitik.

3.4 Bahan

Bahan yang digunakan adalah kloramfenikol, Pepton Dilutions Fluid (PDF), Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA), dan Triphenyl Tetrazolium Chloride (TTC).


(31)

3.5 Prosedur 3.5.1 Sterilisasi alat

Alat dicuci bersih dengan merendam di dalam air sabun selama 24 jam, lalu dibilas. Dihapus bekas spidol dengan larutan aceton. Setelah bersih alat gelas ditiriskan atau dikeringkan dalam handuk. Setelah kering dibungkus dengan kertas lalu sterilisasi kering dengan memasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 180oC selama 2 jam, sedangkan alat yang mempunyai presisi disterilisasi

basah dengan memasukkan kedalam autoklaf dan dipanaskan pada suhu 1210C

selama 15 menit.

3.5.2 Pembuatan Media

Pembuatan media yang digunakan untuk seluruh parameter dalam pengujian sampel obat tradisional yaitu:

Tabel 3.1 Media Pengujian

Nama Media Berat (gram) Aquadest (ml)

Plate Count Agar (PCA) 22,5 1000

Potato Dextrose Agar (PDA) 39,0 1000

Peptone Dilution Fluid (PDF) 1 1000

Serbuk media ditimbang lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian dilarutkan dalam akuades. Pembuatan 300 ml media PDA, ditimbang serbuk PDA sebanyak 11.7 gram, dengan perhitungan sebagai berikut:

39,0 g


(32)

Pembuatan 300 ml media PCA, ditimbang serbuk PCA sebanyak 6,75 gram, dengan perhitungan sebagai berikut:

22,5 g

1000 ml × 300 ml = 6,75 g

Pembuatan 261 ml media PDF, ditimbang serbuk PDF sebanyak 0,261 gram, dengan perhitungan sebagai berikut:

1 g

1000 ml × 261 ml = 0,261 g

Ditambahkan kloramfenikol sebanyak 30 mg untuk 300 ml PDA dan TTC sebanyak 3 mg untuk 300 ml PCA. Ditutup ujung erlenmeyer dengan menggunakan kapas dan kertas perkamen, lalu dihomogenkan. Media dipanaskan hingga larut/jernih. Media disterilisasi didalam autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit.

3.5.3 Homogenisasi sampel

Sebanyak 10 g sampel ditimbang secara aseptis pada kertas perkamen, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan media PDF sebanyak 90 ml, kemudian dihomogenkan.

3.5.4 Pengenceran

a. Angka lempeng total

Disiapkan 5 tabung reaksi atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml PDF. Dari suspensi pengenceran 10-1 dipipet 1 ml ke dalam tabung

yang berisi 9 ml pengencer PDF hingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat


(33)

b. Angka kapang khamir

Disiapkan 3 buah tabung yang masing-masing telah diisi 9 ml PDF. Dari hasil homogenisasi sampel, dipipet 1 ml ke dalam tabung PDF pertama, dikocok

homogen hingga diperoleh pengenceran 10-1. Dibuat pengenceran selanjutnya

hingga 10-6.

3.5.5 Inokulasi dan Inkubasi a. Angka lempeng total

Dari setiap pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dan dibuat

duplo. Ke dalam setiap cawan petri dituangkan 15 ml media PCA suhu 45±10C.

Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blanko). Pada satu cawan diisi 1 ml pengencer dan media agar dan pada cawan yang lain hanya diisi media. Setelah media memadat, cawan diinkubasi pada suhu 35-370C selama 24-48 jam.

b. Angka kapang khamir

Dimasukkan 15 ml media PDA pada masing-masing cawan petri dari setiap tingkat pengenceran secara duplo. Dibiarkan media PDA tersebut memadat. Dari tiap pengenceran dipipet 0,5 ml ke permukaan lempeng media PDA yang telah memadat, masing-masing dibuat duplo, segera suspensi disebar secara merata dengan menggunakan pipa bengkok. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dilakukan uji blanko. Pada satu lempeng PDA diteteskan 0,5 ml pengencer disebar ratakan dan untuk uji media digunakan satu lempeng PDA yang lain. Seluruh lempeng PDA diinkubasi selama 3-7 hari pada suhu 20-250C.


(34)

3.4.6 Pengamatan

a. Angka Lempeng Total

Pengamatan dan perhitungan koloni bakteri dilakukan selama 24-48 jam.

b. Angka Kapang Khamir

Pengamatan dan perhitungan koloni kapang/khamir dilakukan mulai hari ke-3 dan hari ke-7.


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan pengujian yang dilakukan yaitu uji cemaran mikroba pada serbuk simplisia obat tradisional antara lain penentuan angka lempeng total (ALT) dan angka kapang khamir (AKK) yang dikerjakan secara duplo (dua kali pengujian), diperoleh hasil yaitu bakteri yang terkandung dari simplisia pada uji

angka lempeng total adalah 11×103 koloni/gram dan kandungan kapang/khamir

pada uji angka kapang khamir adalah 21×102 koloni/gram.

Tabel 4.1 Data Uji Angka Lempeng Total Tanggal Volume

Pengenceran (ml)

Media Inkubasi Pengamatan Suhu

(0C)

Waktu (jam) Cawan I Cawan II Total 04 Februari 2015

(1) 10-1

PCA 35-37 24

162 133 195

(1) 10-2 57 50 107

(1) 10-3 59 31 90

(1) 10-4 5 6 11

(1) 10-5 7 - 7

(1) 10-6 - - -

Blanko - - -

05 Februari

2015

10-1

PCA 35-37 48

~ ~ ~

10-2 120 105 225

10-3 127 140 267

10-4 16 17 33

10-5 11 8 19

10-6 - - -


(36)

Tabel 4.2 Data Uji Angka Kapang Khamir Tanggal Volume

Pengenceran (ml)

Media Inkubasi Pengamatan Suhu

(0C)

Waktu (hari) Cawan I Cawan II Total 06 Februari 2015

(0,5) 10-1

PDA 20-25 3

65 47 112

(0,5) 10-2 8 5 13

(0,5) 10-3 3 1 4

(0,5) 10-4 - - -

Blanko - - -

10 Februari

2015

10-1

PDA 20-25 7

76 55 141

10-2 12 16 28

10-3 4 4 8

10-4 - - -

Blanko - - -

4.2 Pembahasan

Berdasarkan syarat yang dicantumkan pada SNI 19-2897-1992 bahwa angka bakteri pada uji angka lempeng total (ALT) dalam obat tradisional adalah

1×106 koloni/gram dan angka kapang/khamir pada uji angka kapang khamir

(AKK) dalam obat tradisional adalah 1×104 koloni/gram, sedangkan angka bakteri

yang diperoleh adalah 11×103 koloni/gram dan angka kapang/khamir adalah

21×102 koloni/gram, maka serbuk simplisia obat tradisional tersebut telah

memenuhi syarat karena angka bakteri dan kapang/khamir yang diperoleh lebih rendah daripada syarat yang telah ditetapkan.

Dari hasil pengamatan setiap pengenceran AKK menunjukkan bahwa jumlah koloni yang tumbuh beraturan. Untuk pengenceran 10-1 sampai 10-6 sudah tepat karena hasil praktikum menunjukkan bahwa jumlah koloni yang tumbuh


(37)

pada media PDA semakin sedikit pada pengenceran yang semakin tinggi. Sedangkan hasil pengamatan ALT, dapat dilihat bahwa jumlah koloni yang

tumbuh tidak beraturan. Jumlah koloni pada pengenceran 10-3 lebih banyak

daripada pengenceran 10-2. Hal ini disebabkan karena kemungkinan pengerjaan yang kurang proporsional, kemungkinan seperti:

− Akibat proses pembuatan sampel yang kurang memperhatikan unsur sanitasi

dan higiene

− Adanya kontaminasi mikroba pada saat praktikum

− Proses pemipetan pengenceran yang kurang tepat.

Perhitungan angka lempeng total diambil dari suatu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 30-300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung, lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Sedangkan perhitungan angka kapang dan khamir diambil dari suatu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 10-150. Jumlah koloni dari kedua cawan dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah antara 10-150, maka dihitung jumlah koloni dan dikalikan faktor pengenceran, kemudian diambil angka rata-ratanya (Ditjen POM, 2006).

Keamanan produk terutama pada makanan, minuman, kosmetik, sediaan obat atau obat tradisional (jamu) merupakan suatu tuntutan yang telah dikemukakan sejak munculnya gangguan kesehatan manusia akibat adanya cemaran mikroorganisme. Produk yang tercemar mikroorganisme tersebut dapat memproduksi racun yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit. Produk


(38)

makanan atau obat tradisional (jamu) dikatakan rusak apabila terjadi perubahan warna, perubahan bentuk (pecah, terdapat kristal, lembab), perubahan rasa, perubahan bau, dan penguraian. Umumnya kelembapan sangat mempercepat perubahan dan kerusakan obat, sehingga perlu diperhatikan tempat penyimpanan untuk obat yang perlu disimpan di tempat yang kering (Gaman, 1992).

Obat yang rusak, daya terapinya tidak hanya turun, tetapi bahkan dapat menyebabkan efek yang membahayakan kesehatan. Kandungan senyawa aktifnya dapat teroksidasi atau terurai membentuk senyawa lain yang mungkin bersifat lebih toksik atau lebih beracun dibandingkan zat aslinya. Kerusakan obat akibat cemaran mikroorganisme ini dapat terjadi pada setiap tahap produksi, sehingga proses monitoring bahan baku berupa material maupun air, ekstrak, hingga produk jadi mutlak diperlukan (Pratiwi, 2008).

Untuk mencapai kualitas tanaman obat yang setinggi-tingginya maka diupayakan cara-cara sebagai berikut:

1) Pengumpulan bahan baku (panen) dilakukan dari sumber yang jelas serta

pada waktu dan cara yang tepat

2) Penyediaan dan pengerjaan bahan dilakukan melalui prosedur baku,

3) Pengawetan dan penyimpanan dilakukan secara tepat terhadap bahan yang

sudah bersih, kering, dan tidak bercampur bahan lain serta dijaga dari pencemaran debu, basah, lembap, jamur, kotoran serangga, dan gangguan binatang pengerat (Gunawan, 2010).


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Uji cemaran mikroba pada serbuk simplisia obat tradisional dengan metode angka lempeng total (ALT) adalah 11×103 koloni/gram dan angka kapang

khamir (AKK) adalah 21×102 koloni/gram, maka dapat disimpulkan bahwa

sampel serbuk simplisia memenuhi persyaratan cemaran mikroba yang ditetapkan pada SNI 19-2897-1992.

5.2 Saran

Disarankan pada pengujian selanjutnya untuk melakukan uji parameter lainnya terhadap produk serbuk simplisia seperti uji MPN Coliform, uji angka Escerichia coli, uji angka Staphylococcus aureus, dan uji angka Salmonella. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui lebih lanjut layak atau tidaknya produk simplisia untuk dikonsumsi masyarakat.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2007). Farmasetika. Yogyakarta: UGM Press. Halaman: 85-87.

Buckle, K. A. (1985). Ilmu Pangan. Cetakan Kesatu. Jakarta: Penerbit UI Press. Halaman 51.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman: 111.

Ditjen POM. (2005). Penyiapan Simplisia Untuk Sediaan Herbal. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman: 1.

Ditjen POM. (2006). Metode Analisis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman: 5, 8.

Ditjen POM. (2008). Farmakope Herbal Indonesia. Edisi Kesatu. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman: 5, 25-26.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman: 118, 123-127.

Gaman, P. M dan Sherrington, K. B. (1992). Ilmu Pangan. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman: 232-239.

Gunawan, D dan Mulyani, S. (2010). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman: 9-14.

Hasyimi, H. M. (2010). Mikrobiologi dan Parasitologi. Jakarta: Trans Info Media. Halaman: 104.

Pelczar, M. J. (1986). Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman: 190-192.

Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Halaman: 2, 109. Waluyo, L. (2007). Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang Press. Halaman: 97-98.

Waluyo, L. (2010). Teknik Dan metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Halaman: 209-213.

Yuniarti, T. (2008). Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta: Media Pressindo. Halaman: 3.


(41)

Lampiran 1. Keterangan Sampel

Uji Cemaran Mikroba Pada Serbuk Simplisia Obat Tradisional

Nama Sampel : Obat Tradisional

Jenis Sampel : Serbuk Simplisia

Nomor Kode Contoh : 014

Pabrik : -

Waktu Daluarsa : -

Nomor Registrasi : -

Nomor Bets : -

Wadah/Kemasan : Plastik/10 gram

Pemerian : Bentuk : Serbuk

Rasa : Pahit

Warna : Coklat muda


(42)

Lampiran 2. Data Dan Perhitungan

a. Angka Lempeng Total

Angka lempeng total = CI + CII

2 ×

1

Faktor Pengenceran koloni/gram = 120 + 105

2 ×

1

10−2 koloni/gram

= 112,5 × 102 koloni/gram = 11 × 103 koloni/gram

Keterangan: CI : Cawan I

CII : Cawan II

b. Angka Kapang Khamir

Angka kapang/khamir = (P1+ P2)

2 ×

1

Faktor Pengenceran koloni/gram =(141 + 280)

2 ×

1

10−1 koloni/gram

= 210,5 × 101 koloni/gram = 21 × 102 koloni/gram

Keterangan:

P1 : Pengenceran 1


(43)

Lampiran 3. Bagan Alir Angka Lempeng Total

10 gram sampel + 90 ml PDF, dihomogenkan

10-1

10-2 10-3 10-4 10-5 10-6

@1ml

Ditambahkan @cawan petri 15 ml media PCA + TTC 1%

Blanko

1 ml 1 ml 1 ml 1 ml

1 ml

Diinkubasi pada suhu 35-370C selama 24-48 jam dengan posisi terbalik

Dihomogenkan, lalu dibiarkan media membeku


(44)

Lampiran 4. Bagan Alir Angka Kapang Khamir

10 gram sampel + 90 ml PDF, dihomogenkan

10-1

10-2 10-3 10-4

1 ml 1 ml 1 ml

@0.5 ml

Dihomogenkan

Diinkubasi pada suhu 20-250C

Diamati pada hari ke-3 dan 7

10-1

10-1

10-2

10-2

10-3

10-3

10-4

10-4

Blanko

Media PDA + kloramfenikol

10%


(45)

Lampiran 5. Gambar Alat dan Bahan

Sampel Serbuk Simplisia Obat Tradisional


(46)

Lampiran 5. (Lanjutan)

Pengamatan Angka Lempeng Total Hari Ke-2

Pengamatan Angka Kapang Khamir Hari Ke-3


(47)

Lampiran 5. (Lanjutan)

Media Plate Count Agar (PCA) Media Pepton Dilution Fluid (PDF)


(48)

Lampiran 5. (Lanjutan)

Hot Plate Pipet Volume


(49)

Lampiran 5. (Lanjutan)

Oven Inkubator


(1)

Lampiran 4. Bagan Alir Angka Kapang Khamir

10 gram sampel + 90 ml PDF, dihomogenkan

10-1

10-2 10-3 10-4

1 ml 1 ml

1 ml

@0.5 ml

Dihomogenkan

Diinkubasi pada suhu 20-250C

Diamati pada hari ke-3 dan 7

10-1 10-1 10-2 10-2 10-3 10-3 10-4 10-4 Blanko

Media PDA + kloramfenikol

10%


(2)

Sampel Serbuk Simplisia Obat Tradisional


(3)

Lampiran 5. (Lanjutan)

Pengamatan Angka Lempeng Total Hari Ke-2

Pengamatan Angka Kapang Khamir Hari Ke-3


(4)

Media Plate Count Agar (PCA) Media Pepton Dilution Fluid (PDF)


(5)

Lampiran 5. (Lanjutan)

Hot Plate Pipet Volume


(6)

Oven Inkubator