Pengaturan Leasing Sebagai Kontrak Innominat dalam Peraturan

a. Finance lease adalah suatu perjanjian pembiayaan dimana lessor diminta untuk membiayai pengadaan barang modal untuk lesse, sedangkan pada operating lesse perjanjian menitikberatkan pada pemberian jasa. b. Pada finance lease, risiko ekonomis atas objeknya berada pada lesse karena lease wajib membayar kembali modal yang disediakan lessor untuk membayar barang yang bersangkutan ditambah bunga dan ongkos lain selama kontrak berjalan apapun yang terjadi, sedangkan pada operating lease risiko ekonomis atas barang modal yang dilease ada pada lessor. c. Pada finance lease, lesse hanya memikul risiko berkenaan dengan keadaan keuangan, kemampuan membayar serta bonafiditas lesse, sedangkan pada operating lesse, lessor menanggung risiko hilangnya atau rusaknya objek yang di-lease. d. Pada finance lease, jangka waktu kontrak sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan menurut persetujuan lessor, sedangkan pada operating lesse jangka waktu perjanjian pada umumnya tidak sama dengan masa kegunaan barang modal yang bersangkutan. e. Pada akhir masa finance lease, lesse mempunyai hak opsi untuk membeli barang modal tersebut dari lessor dengan harga yang disetujui terlebih dahulu, tetapi harga barang modal pada finance lesse tak berarti jumlahnya, sedangkan pada operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli. f. Pada finance lease, pada prinsipnya dilarang mengakhiri kontrak sebelum jangka waktu yang diperjanjikan berakhir, kecuali diperjanjikan lain, sedangkan pada operating lease jangka waktu leasing tidak tertentu dan dapat diakhiri oleh lesse. g. Pada finance lease, lessor pada umumnya memberikan jasa-jasa untuk penggunaan, pengoperasian dan pemeliharaan barang modal yang di-lease, sedangkan pada operating lease hal ini tidak ada.

2. Pengaturan Leasing Sebagai Kontrak Innominat dalam Peraturan

Perundang-Undangan yang Berlaku di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yanng berlaku di Indonesia merupakan undang-undang produk pemerintah Hindia Belanda, yang diberlakukan berdasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Pasal II Aturan peralihan UUD 1945 berbunyi:”Segala badan negara dan peraturan yang Universitas Sumatera Utara masih berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”. Tujuan adanya ketentuan hukum ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum rechtvacuum. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri atas 4 empat buku yaitu : a. Buku I tentang Orang b. Buku II tentang Benda c. Buku III tentang Perikatan d. Buku IV tentang Pembuktian dan Daluarsa Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka open system, artinya para pihak bebas untuk mengadakan kontrak dengan siapapun, menentukan syarat- syaratnya, pelaksanaanya dan bentuk kontrak baik yang dikenal dalam KUHPerdata maupun di luar KUHPerdata. Pada prinsipnya kontrak dari aspek namanya dapat digolongkan menjadi 2 dua macam, yaitu kontrak nominaat dan kontrak innominaat. 41 Kontrak atau perjanjian bernama nominaat merupakan kontrak-kontrak atau perjanjian yang dikenal di dalam KUHPerdata atau kontrak-kontrak yang bersifat umum seperti jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perjanjian untung-untungan, dan perdamaian, sedangkan kontrak tidak bernama innominaat merupakan kontrak-kontrak yang 41 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2003, hal. 1 Universitas Sumatera Utara timbul, tumbuh dan berkembang dalam praktik dan di luar KUHPerdata. Artinya, bahwa kontrak-kontrak innominaat berlaku terhadap peraturan yang bersifat khusus, sebagaimana yang tercantum di dalam berbagai peraturan perundang- undangan dan buku III KUHPerdata. Timbulnya kontrak ini karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata sebagai akibat dari sistem terbuka open system yang dianut hukum perjanjian dalam KUHPerdata. 42 Keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yanng satu dengan subjek hukum yang lain dalam hubungannya dengan kontrak innominaat berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum kontrak innominaat menurut Salim adalah sebagai berikut. Hal ini berarti bahwa hukum perjanjian memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada para pihak untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. 43 a. Adanya kaidah hukum Kaidah hukum dapat dibedakan menjadi 2 dua macam, yaitu kaidah hukum kontrak innominaat tertulis dan tidak tertulis. b. Adanya subjek hukum Subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam kontrak innominaat adalah debitur dan kreditur, badan pelaksana dengan badan usaha atau usaha tetap, pengguna jasa dan penyedia jasa dan lain- lain. c. Adanya objek hukum Objek hukum erat kaitannya dengan objek prestasi. Pokok prestasi dalam kontrak innominaat tergantung pada jenis kontrak yang dibuat oleh para pihak. Dalam kontrak karya misalnya yang menjadi pokok prestasinya 42 Ibid, hal.3 43 Ibid. hal.5 Universitas Sumatera Utara adalah melakukan eksplorasi dalam bidang pertambangan, khususnya emas dan tembaga. d. Adanya kata sepakat Kata sepakat lazim disebut dengan konsensus. Kata sepakat ini merupakan persesuaian pernyataan kehendak para pihak tentang substansi dan objek kontrak. e. Akibat hukum kontrak Akibat hukum berkaitan dengan timbulnya hak dan kewajiban dari para pihak. Dari segi aspek pengaturannya kontrak innominaat ini dapat digolongkan menjadi 3 tiga macam, yaitu sebagai berikut 44 a. kontrak innominaat yang telah diatur secara khusus dan dituangkan dalam bentuk undang-undang danatau telah diatur dalam pasal-pasal tersendiri ; . b. kontrak innominaat yang telah diatur dalam peraturan pemerintah; c. kontrak innominaat yang belum ada undang-undangnya di Indonesia. Untuk saat ini kontrak leasing sebagai kontrak innominaat yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Perindustrian dan Perdagangan Nomor: Kep-122MKIV21974, Nomor: 32M SK21974, dan Nomor: 30 KPBI 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing, masih tetap berlaku sebagai pedoman dalam kegiatan usaha leasing. Menurut sejarahnya, leasing pertama kali dikenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1977, oleh Bell Telephone Company untuk memasarkan hasil-hasil produksinya, yaitu alat telepon, karena pada saat itu perusahaaan sulit untuk mendapatkan kredit jangka menengah dan panjang. Pada tahun 1952 leasing mengalami perkembangan yang pesat di Amerika Serikat, yaitu dengan telah 44 Ibid .hal 2 Universitas Sumatera Utara didirikannya United State Leasing Coorporation. Sekitar tahun 1960 leasing berkembang di Eropa Barat. 45 Di Indonesia kegiatan leasing diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974, yaitu dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Perindustrian dan Perdagangan Nomor: Kep-122MKIV21974, Nomor: 32M SK21974, dan Nomor: 30 KPBI 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Di samping ketentuan itu, lembaga leasing juga diatur dalam: 46 a. Keppres Nomor 61 Tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan b. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1251KMK.0131988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Leasing c. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 634KMK.0131990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha perusahaan leasing d. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1169 KMK.011991 tentang Ketentuan Kegiatan Sewa Guna Usaha leasing e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Keputusan-keputusan itulah yang menjadi dasar hukum berlakunya leasing di Indonesia. Tentunya pada masa mendatang perlu dipikirkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang leasing yang diharapkan bahwa dengan adanya peraturan-peraturan tersebut akan menjamin 45 Ibid, hal. 142 46 Sri Suyatmi dan Sudiarto, Problematika Leasing di Indonesia, Jakarta : Arikha Media Cipta, 1992, hal. 75 Universitas Sumatera Utara kepastian hukum para pihak dalam melakukan kontrak berdasarkan prinsip leasing. Dari ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251KMK.0131988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Leasing, dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian leasing harus dilakukan secara tertulis dan wajib dibuat dalam bahasa Indonesia, tanpa ketentuan harus berbentuk akta autentik atau akta dibawah tangan. Namun jika dilihat dari kekuatan pembuktiannya, selayaknya perjanjian ini dibuat dalam bentuk tertulis dengan akta otentik. Dalam perjanjian leasing paling tidak harus memuat : 47 a. jenis transaksi leasing, b. nama dan alamat masing-masing pihak, c. nama, jenis, tipe dan lokasi penggunaan barang modal, d. harga perolehan, nilai pembiayaan leasing, angsuran pokok pembiyaan, imbalan jasa leasing, nilai sisa, simpanan jaminan dan ketentuan asuransi atas barang modal yang dilease, e. masa leasing. f. ketentuan mengenai pengakhiran leasing yang dipercepat, penetapan kerugian, yang harus ditanggung lesse, dalam hal barang modal yang di- lease dengan hak opsi hilang, rusak, atau tidak berfungsi karena sebab apapun, g. tanggung jawab para pihak atas barang modal yang dileasekan. Perjanjian leasing sebagai perjanjian innominaat yang tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, dapat juga dikatakan sebagai kontrak baku atau kontrak standar. Kontrak baku adalah kontrak atau perjanjian yang berkembang dan banyak dipergunakan oleh pelaku usaha dalam hubungannya dengan konsumen. Bahkan dalam era globalisasi, pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan model yang tidak dapat dihindari, bagi para pelaku usaha penggunaan 47 Salim H.S, Op Cit, hal. 149 Universitas Sumatera Utara kontrak baku ini dapat menjadi cara untuk mencapai tujuan ekonomi yang efisisen, praktis dan cepat. 48 Perjanjian baku adalah perjanjian yang dibuat oleh seorang pelaku usaha atau pelaku bisnis dalam bentuk formulir tertentu yang telah disediakan terlebih dahulu dan akan diberlakukan kepada seluruh konsumen yang akan membeli suatu barang atau jasa tertentu. Dalam pembuatan isi perjanjian baku tidak mengikutkan pihak konsumen kerena dari segi tujuannya adalah untuk menghemat waktu dan biaya sehingga lebih efisien. Dilihat dari segi hukum perdata, perjanjian baku tersebut masih menimbulkan persoalan karena dari awal pembuatan dan penentuan isi perjanjian tidak melibatkan kehendak dari konsumen. 49 Pada hakekatnya leasing merupakan salah satu cara pembiayaan yang mirip dengan kredit bank. Hanya bedanya adalah leasing memberikan bantuan dalam bentuk barang modal, sedangkan bank memberikan bantuan berupa permodalan. Bank-bank di luar negeri maupun di dalam negeri dengan jeli telah melibatkan diri dalam bisnis ini. Sebagian besar dilakukan oleh pihak bank, baik secara Kontrak-kontrak leasing pada umumnya juga mengikuti ketentuan tentang kontrak baku ini, dimana lessor sebelumnya sudah mempersiapkan isi dan bentuk kontrak leasing berupa formulir-formulir, sehingga lesse tidak dapat menambahkan pendapatnya di dalam kontrak tersebut. Apabila lesse setuju untuk menggunakan lembaga leasing sebagai lembaga pembiayaan terhadap usahanya, maka lesse hanya tinggal menandatangani kontrak tersebut dan lesse dianggap setuju dengan semua isi kontrak. 48 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992, hal. 2 49 Ibid, hal. 5 Universitas Sumatera Utara patungan maupun pemilikan total leasing bahkan telah berkembang menjadi bisnis transnasional. 50 Di Indonesia bisnis leasing masih terbilang baru, karena pemerintah baru pertama kali membuka izin bisnis ini pada tahun 1974, dengan mengundang para investor menanamkan modalnya. Waktu itupun jenis usaha ini belum begitu dikenal terbatas pada masyarakat pengusaha yang menghadapi masalah pemenuhan kebutuhan usahanya. Bila dilihat dan prospek kebutuhan pembangunan, usaha leasing jelas dapat berkembang pesat dan memainkan peranan aktif sebagai lembaga keuangan baru sebagai lembaga keuangan non bank, yang khususnya bergerak dalam bidang penyediaan barang modal, sebagai alternatif sumber pembiayaan suatu perusahaan bisnis dan mempunyai harapan untuk memenuhi kebutuhan pasarnya yang luas bagi pihak-pihak pengusaha. 51 Pada pokoknya ada dua jenis leasing yaitu penyewaan untuk pembiayaan langsung direct financing lease dan penyewaan untuk operasional operating lease. Pada direct financing lease perusahaan leasing bertindak sebagai lembaga keuangan dan memilih penyewa untuk menggunakan peralatan khusus tertentu yang dimilikinya. Perusahaan itu membayar keseluruhan pembiayaan. Modal kemudian akan dilunasi secara angsuran oleh penyewa dalam waktu yang telah ditentukan. 50 Zaeni Ashadiye, Op.cit, hal. 106 51 Abdul Kadir Muhamad dan Rilda Murmiati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hal 143. Universitas Sumatera Utara Suatu perusahaan leasing yang murni memanfaatkan dana dari lembaga- lembaga keuangan bank yang seterusnya membeli sebagian peralatan assets yang didaftarkan sebagai pemiliknya, kemudian disewakan kepada penyewa. Jika kontrak berakhir dan peralatannya telah habis masa berlakunya, penyewa mempunyai hak pilih untuk membelinya atau dapat juga barang itu dikembalikan lagi kepada perusahaan leasing. Sedangkan operating lease merupakan penyewaan yang tidak memiliki kriteria untuk pembiayaan langsung. Umumnya berlaku dalam jangka pendek. Pemakai barang diperbolehkan menggunakan suatu barang modal selama sebagian waktu dari masa barang itu berlaku. Pada cara ini pengaturan penjualan kepada langganan menggunakan cara penyewa leasing yang frekuensi keduanya bertalian satu sama lain dalam bentuk credit finance. Metode ini antara lain dipakai dalam penjualan xerox, mesin-mesin computer, dan lain-lain. Sistem leasing menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, memberikan peluang yang besar dan menarik bagi para pengusaha, karena mempunyai keunggulan sebagai alternatif baru bagi pembiayaan di luar sistem perbankan, misalnya : 52 a. Proses pengadaan peralatan modal relatif lebih cepat dan tidak memerlukan jaminan kebendaan, prosedurnya sederhana dan tidak ada keharusan melakukan studi kelayakan yang memakan waktu lama. b. Pengadaan kebutuhan modal alat-alat berat dan mahal dengan teknologi tinggi amat meringankan terhadap kebutuhan mengingat sistem pembayaran cicilan berjangka panjang. c. Perencanaan keuangan perusahaan lebih mudah daan sederhana. d. Posisi cash flow perusahaan akan lebih baik dan biaya-biaya modal menjadi lebih mudah dan menarik. 52 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Op.Cit, hal. 194 Universitas Sumatera Utara Batasan perbedaan usaha leasing dengan lembaga keuangan bank atau non bank sebenarnya jelas. Pada leasing hanya menyediakan baranng modal, sedangkan lembaga keuangan bank menyediakan dana untuk membeli barang modal tersebut. Fungsi ini sekaligus menentukan daerah operasi masing-masing jenis usaha. Lembaga leasing lebih banyak bersifat perantara dalam mencarikan barang-barang modal dan bukan penyedia dana. Jika suatu perusahaan leasing juga menyediakan pinjaman dana, berarti sudah melanggar daerah operasi lembaga keuangan lainnya dan ini banyak terjadi dalam praktek, sehingga sering dikritik sebagai usaha leasing yang tidak murni lagi . 53 3. Pemberlakuan Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Menentukan Keabsahan Kontrak Leasing Untuk membuat perjanjian yang sah berdasarkan ketentuan hukum, undang-undang menentukan 4 empat persyaratan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata, yakni : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu d. Suatu sebab yang halal Persyaratan adanya kata sepakat dan kecakapan bertindak dalam hukum adalah syarat subjektif atau syarat yang melekat pada orang yang membuat perjanjian yang apabila tidak dipenuhi dalam sebuah perjanjian mengakibatkan perjanjian itu dapat dibatalkan voidable, perjanjian tersebut dapat dimintakan 53 Richard Burton Simatupang, Op.Cit, hal.114 Universitas Sumatera Utara pembatalan kepada hakim melalui pengadilan oleh salah satu pihak. Kemudian persyaratan adanya suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal adalah syarat yang berhubungan dengan objek perjanjian yang disebut juga dengan syarat objektif perjanjian yang apabila tidak dipenuhi dapat mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum null and void, artinya sejak awal perjanjian itu tidak pernah ada dalam perikatan sebab perikatan itu tidak pernah lahir jadi tidak ada akibat hukum apapun sehingga tidak ada dasar hukum yang dapat dijadikan alas hak untuk melakukan penuntutan atau gugatan. 54 Masing-masing persyaratan perjanjian tersebut diatur dalam pasal-pasal KUHPerdata. Mengenai sepakat ditentukan dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang menyatakan bahwa ” Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”. 55 Mengenai kecakapan ditentukan dalam Pasal 1329 KUHPerdata yang berbunyi: ”Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan jika oleh undang- undang tidak dinyatakan tidak cakap.” Cakap atau bakwaan menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 21 tahun. Dalam Pasal 330 KUHPerdata, semua orang adalah cakap dalam membuat perikatan apabila dalam undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Jadi pada dasarnya semua orang adalah cakap dalam membuat perjanjian kecuali dinyatakan tidak cakap oleh Kesepakatan itu harus diberikan secara bebas dari kekhilafan, paksaan atau penipuan. Apabila dalam perjanjian kesepakatan itu diberikan secara tidak bebas, mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan. 54 I.G. Rai Widjaja, Merancang Suatu Kontrak, Contrak Drafting dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Megapoin Kesaint Blanc, 2001, hal.55 55 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 1987, hal. 43 Universitas Sumatera Utara undang-undang. Sedangkan oleh undang-undang Pasal 1330 KUHPerdata yang dikatakan sebagai orang yang tidak cakap dalam membuat perjanjian adalah ”Orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan undang-undang, dan semua orang yang telah dilarang oleh undang-undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu”. Mengenai suatu hal tertentu sebagai objek perjanjian artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Pasal 1333 KUHPerdata mengatakan bahwa ”Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.” Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung. Berdasarkan pasal ini maka barang yang perjanjikan harus tentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau dihitung, sebab apabila suatu objek perjanjian tidak tertentu yaitu tidak jelas jenisnya dan tidak tentu jumlahnya, perjanjian yanng demikian tidak sah. 56 Mengenai sebab yang halal atau kausa yang diperbolehkan, maksudnya adalah isi perjanjian harus kausa yang sesuai dengan undang-undang atau hukum sehingga perjanjian tersebut menjadi perjanjian yang valid atau sah dan mengikat binding. Menurut Van Brakel bahwa sebab causa itu menjadi dasar untuk membenarkan keterikatan debitur dalam perjanjian. Mengenai suatu sebab yang 56 I.G. Rai Widjaja, Op.Cit, hal. 49 Universitas Sumatera Utara halal diatur dalam Pasal 1335-1337 KUHPerdata. Semua ketentuan mengenai syarat-syarat perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata berlaku bagi semua perjanjian baik perjanjian bernama nominaat maupun perjanjian tidak bernama innominaat. Artinya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan atau kesusilaan. Ketentuan mengenai peraturan leasing yang berlaku di Indonesia saat ini masih sangat sederhana, disebabkan belum adanya undang-undang yang khusus mengatur tentang leasing. Peraturan tentang leasing yang sekaligus menjadi dasar hukum berlakunya lembaga kegiatan pembiayaan leasing sebagaimana dalam kontrak-kontrak pada umumnya adalah sebagai berikut : 57 a. Peraturan umum General 1 Asas Konkordansi Hukum berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 atas Hukum Perdata Bagi penduduk Eropa 2 Pasal 1338 mengenai Asas Kebebasan Berkontrak serta asas-asas perjanjian umum yang terdapat pada KUHPerdata. 3 Pasal 1548-1580 KUHPerdata Buku III Bab VII berisikan ketentuan tentang sewa menyewa sepanjang tidak diadakan penyimpangan oleh para pihak. b. Peraturan khusus Spesifik 1 Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Perindustrian dan Perdagangan Nomor: Kep-122MKIV21974, Nomor: 32M SK21974, dan Nomor: 30 KPBI 1974 tertanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. 2 Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. Kep 650MKIV51974 tentang Penegasan Ketentuan Pajak Penjualan dan Besarnya Materai Terhadap Usaha Leasing. 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Moneter No. PEG. 307DJMIII.171974 tertanggal 8 Juli 1975 tentang : a tata cara perizinan b pembatasan usaha c pembukuan 57 Achmad Anwari, Op.cit, hal.77 Universitas Sumatera Utara d tingkat suku bunga e perpajakan f pengawasan dan pembinaan 4 Surat Edaran Dirjen Moneter Dalam Negeri No. SE. 4815MD1983 tertanggal 31 Agustus 1983 tentang Ketentuan Perpanjangan Izin Usaha Perusahaan Leasing dan Perpanjangan Penggunaan Tenaga Warga Negara Asing pada Perusahaan Leasing. 5 Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. S. 742MK.01119784 tertanggal 21 Juli 1984 mengenai PPh pasal 23 atas Usaha Financial Leasing. Sampai saat ini peraturan-peraturan mengenai leasing masih sangat sederhana sehingga dirasakan kurangnya kepastian hukum bagi para pihak. Para pihak dalam leasing mengadakan perjanjian dengan bersandarkan pada Surat Keputusan Tiga Menteri tahun 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing yang merupakan peraturan pertama mengenai leasing yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagaimana telah diauraikan di atas kontrak leasing adalah salah satu dari jenis kontrak innominaat atau disebut juga dengan perjanjian tidak bernama yaitu kontrak yang tumbuh dan berkembang dalam praktik atau masyarakat yang lahir berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata. Pasal 1338 KUHPerdata yang mengatur asas kebebasan berkontrak berbunyi sebagai berikut: ”Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Untuk sahnya perjanjian maka pasal 1320 KUHPerdata mengatur syarat- syarat tentang sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu dan adanya sebab yang halal. Apabila syarat-syarat yang dimaksud pasal Universitas Sumatera Utara 1320 KUHPerdata dipenuhi maka perjanjian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang demikian juga terhadap kontrak leasing. Oleh karena itu, kontrak leasing ini harus tunduk kepada peraturan KUHPerdata khususnya Buku III tentang Perikatan sebagai peraturan yang umum, walaupun ada peraturan-peraturan yang khusus mengatur tentang kegiatan usaha leasing ini, dan semua ketentuan tentang leasing tidak boleh bertentangan dengan isi KUHPerdata. Namun di dalam praktek kontrak leasing yang biasanya dibuat dalam kontrak baku yaitu kontrak yang telah disiapkan terlebih dahulu oleh pihak lessor, sehingga pihak lesse tidak memiliki kesempatan untuk menambahkan pendapatnya ke dalam kontrak tersebut, lesse hanya cukup menandatangani kontrak apabila lesse setuju dengan semua apa yang tertuang dalam kontrak. Sehingga sering lesse tidak memahami apa yang tertuang dalam kontrak dan sejauh mana batas hak dan kewajiban yang harus dipenuhinya.

4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Leasing