LATAR BELAKANG MASALAH Analisis Yuridis Tentang Berlakunya Force Majeur Terhadap Wanprestasi Dalam Kontrak Leasing

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Di dalam suatu masyarakat yang sedang membangun perkembangan berbagai lembaga yang telah ada pada masyarakat tidak pernah berhenti, baik di bidang ekonomi, sosial budaya, politik maupun di bidang yang sedang berlangsung dimasyarakat seperti usaha-usaha ekonomi kecil. Perkembangan lembaga-lembaga yang tidak pernah berhenti itu disebabkan adanya suatu sifat dasar dari masyarakat yaitu senantiasa berubah atau dinamis. Oleh karena itu apabila perkembangan-perkembangan itu berhenti, berarti kegiatan pembangunan masyarakat akan terhambat kemajuannya, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya keadaan-keadaan yang mengarah pada terciptanya masyarakat yang statis 1 Dalam suasana pembangunan nasional Indonesia yang sedang meningkat pesat di tahun-tahun terakhir ini, maka peranan usaha-usaha swasta untuk membantu pemerintah dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional semakin ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan berkurangnya devisa negara dari penerimaan sumber daya alam dalam sektor minyak bumi dan gas bumi migas, sehingga penerimaan negara dari sektor non-migas harus ditingkatkan. Hal ini mengakibatkan pemerintah membutuhkan peningkatan peran serta pihak swasta karena pemerintah sudah tidak dapat membiayai kegiatan-kegiatan sebanyak waktu sebelum krisis moneter di tahun 1998. . 1 Tommy Elhaitamy, Leasing Alternatif memperbaiki Likuiditas Perusahaan, Bank dan Manajemen, Bandung : Djambatan, 1990 , hal. 22. Universitas Sumatera Utara Sejalan dengan itu pemberian tugas dan peluang yang lebih besar dari pihak swasta, maka keadaan tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan menuntut untuk lebih aktifnya kegiatan di bidang pembiayaan. Berbagai upaya dalam menghimpun dana dari masyarakat digunakan dalam peningkatan usaha, telah dilakukan berbagai penetapan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini sangat membantu pihak pemerintah maupun pihak swasta dalam meningkatkan usaha mereka, karena berbagai kebijakan pemerintah ini memberi banyak kemudahan-kemudahan dalam kegiatan-kegiatan yang berguna untuk pembiayaan dana, penambahan peralatan modal perusahaan-perusahaan swasta. Penambahan modal dalam suatu kegiatan bisnis umumnya dapat dilakukan dengan melalui pinjaman di lembaga perbankan. Namun karena lembaga ini memerlukan jaminan yang kadang-kadang tidak bisa dipenuhi oleh badan usaha yang bersangkutan, maka diperlukan suatu upaya lain, yang tanpa jaminan dan prosesnya lebih mudah. Upaya lain tersebut dapat dilakukan melalui suatu jenis badan usaha yang disebut lembaga pembiayaan 2 Secara umum sewa guna usaha leasing merupakan suatu equipment funding, yaitu suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk peralatan atau barang modal pada perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi. . 3 Menurut pasal 1 ayat 2 Keputusan Presiden No.61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan yang dimaksudkan dengan lembaga pembiayaan adalah “Badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan 2 Zaeni Ashadiye, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia , Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005 , hal. 99. 3 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiyaan, Jakarta : PT Sinar Grafika, 2008, hal.47. Universitas Sumatera Utara dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat melainkan dengan penyediaan atau barang modal”. Sehingga dari pengertian tersebut lembaga pembiayaan memuat dua unsur pokok, yaitu : 4 1. Melakukan kegiatan dalam bentuk penyediaan danadan atau barang modal 2. Tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat sehingga sering disebut Non-Depository Financial Institution. Kemudian dalam pasal 1 Angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan. Maka yang dimaksud dengan Lembaga Pembiayaan adalah “Badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal”. Untuk mengatasi kebutuhan dana yang cukup besar yang diperlukan oleh pengusaha kecil seperti perusahaan-perusahaan yang baru berdiri, guna turut berperan dalam pembangunan ekonomi yang sedang digalakkan di Indonesia, tidak cukup atau tidak mungkin ditempuh dengan mengadakan pinjaman di bank- bank dengan jaminan hipotik, sebab para pengusaha itu dituntut lebih dahulu memiliki asset yang memadai untuk memperoleh kredit. Kondisi itulah yang menjadi faktor penghambat utama bagi pengusaha-pengusaha dalam upaya untuk ikut ambil bagian dalam melaksanakan pembangunan. Sehingga cita-cita mulia pemerintah untuk mengajak para pengusaha ikut serta dalam pembangunan terpaksa mengalami kendala, karena hal tersebut pemerintah mengambil 4 Ibid, hal. 100 Universitas Sumatera Utara kebijaksanaan untuk mencarikan jalan bagaimana agar para pengusaha lemah itu dapat memperoleh peralatan yang mereka butuhkan. Pada hakekatnya perluasan memang membutuhkan pembiayaan dana dan peralatan modal, di samping penghematan modal agar pengusaha juga dapat memanfaatkan modal yang sudah ada untuk dialokasikan pada keperluan lain misalnya membiayai produk-produk baru yang sangat dibutuhkan. Hal ini terutama berlaku bagi perusahaan yang baru didirikan, yang belum mempunyai asset yang dapat dijadikan jaminan bagi pinjaman yang akan diperoleh dari bank. Dalam leasing pengusaha tidak perlu menyediakan jaminan karena asset yang diperoleh melalui leasing sekaligus menjadi jaminan bagi perusahaan leasing lessor. 5 Pemerintah menyadari bahwa di Indonesia telah berpraktek secara resmi lembaga hukum baru dan dikenal dengan nama leasing. Lembaga ini berasal dari bahasa inggris yaitu lease yang berarti sewa-menyewa dan telah berdiri di Indonesia sejak tahun 1974. Dalam prakteknya peranan lembaga leasing menunjukkan dampak positif dalam melayani kebutuhan pengusaha untuk memperoleh barang-barang modal yang mereka butuhkan. Kenyataanya bahwa kegiatan usaha leasing di Indonesia masih tergolong muda dan perkembangannya cukup pesat, perusahaan pertama yang menyediakan jasa seperti ini mulai beroprasi pada tahun 1974, yakni dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keungan No. 32 M SK 21974 dan Menteri Perdagangan No.30Kpb I 1974 tertanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan 5 Amin Widjaja Tunggal Arif Djohan Tungal, Aspek Yuridis dalam Leasing, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta,1994 , Hal .2. Universitas Sumatera Utara Usaha Leasing. Menurut Surat Keputuan Bersama tersebut, maka pengertian Leasing adalah sebagai berikut : “Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaraan secara berkala disertai dengan hak pilih optie bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama ”. 6 Selain itu ada juga peraturan lain yang mengatur tentang leasing yaitu Keputusan Presiden RI No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1251 KMK.0131988, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah berkali-kali di ubah, terakhir dengan keputusan Menteri Keuangan RI No. 448 KMK.072000 tentang pembiayaan perusahaan, Keputusan Menteri Keuangan RI No. 634 KMK.0131990, tentang Pengadaan Barang Modal berfasilitas melalui perusahaan Sewa Guna Usaha perusahaan leasing, dan Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169KMK.011991 tentang Kegiatan sewa guna usaha leasing. Dalam Peraturan Presiden No. 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, pada pasal 1 Angka 5 disebutkan : “Sewa Guna Usaha Leasing adalah kegiatan pembiayan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi Finance Lease maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi Operating Leaseuntuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran”. Lembaga leasing ini merupakan sebuah lembaga yang sangat membantu bagi banyak pihak dan golongan khususnya bagi golongan ekonomi lemah, 6 Ahmad Anwari, Leasing di Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta : Ghalia Indonesia , 1988, hal .76. Universitas Sumatera Utara sehingga mereka juga dapat menjalankan berbagai kegiatan usaha-usaha kecil untuk meningkatkan taraf hidup mereka seperti untuk keperluan akan kendaraan niaga, mesin percetakan, alat-alat listrik dan sebagainya, kemudian barang-barang tersebut disediakan oleh vendor , in casu pihak supplier, lewat pendanaan melalui leasing, walaupun pada kenyataannya jasa leasing sering juga dimaksudkan untuk perusahaan-perusahaan kelas atas misalnya untuk pengadaan pesawat terbang. 7 Pesatnya perusahaan leasing di Indonesia tidak hanya membawa akibat positif atau keuntungan bagi semua pihak yang menggunakannya tetapi dapat juga membawa konsekuensi buruk bagi pihak debitur yang kurang memahami atau yang sama sekali tidak mengerti akan tata cara prosedur atau penggunaan leasing tersebut yang dapat merugikan pihak debitur sendiri bahkan dapat juga merugikan kreditur sebagai pemilik usaha leasing 8 Seperti dalam kegiatan leasing motor yang sering terjadi masalah-masalah wanprestasi antara pihak lessor dan lesse menggigat bahwa debitur yang terkadang menjadi korban wanprestasi kurang memahami peraturan dan ketentuan tentang leasing itu sendiri karena dalam membeli dangan cara kredit sudah merupakan hal yang sangat biasa di masyarakat, khususnya kredit sepeda motor. . Akibat dari ketidaktahuan atau informasi yang kurang jelas dari kreditur dapat juga mengakibatkan kerugian bagi pihak debitur, dimana pihak debitur merupakan pihak yang memiliki posisi lemah. 7 Munir Fuady, Hukum tentang Pembiayaan dalam teori dan prektek , Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002 , hal 5. 8 Budiman Sinaga, Hukum Kontrak dan Penyelesain Sengketa dari Perspektif Sekretaris, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada , 2005, hal. 11. Universitas Sumatera Utara Setiap orang dapat mengajukan kredit kepemilikan sepeda motor dengan sangat mudah dan murah. Ditunjang lagi semakin banyaknya perusahaan pembiayaan pada saat ini justru terjadi kondisi surplusover supply, dimana perusahaan pembiayaan mengalami kelebihan dana untuk dibelanjakan, maka yang terjadi perusahaan pembiayaan berlomba-lomba untuk mendapatkan konsumen dengan berbagai cara, salah satunya dengan program uang muka yang sangat murah, angsuran yang bersaing, dengan harapan dapat menambah volume penjualan, dalam hal ini bertambahnya jumlah konsumen yang mengajukan kredit sepeda motor 9 Dengan keadaan yang seperti ini mengakibatkan masyarakat cenderung untuk memiliki sepeda motor dengan cara kredit yang terkadang tidak lagi mempertimbangkan kemampuan keuangan mereka. Dampaknya akan sangat dirasakan oleh pihak pembiayaan bila semakin banyak konsumen mereka yang tidak sanggup untuk membayar cicilan atau angsuran perbulannya, untung yang diharapakan tetapi justru kerugian yang akan mereka perusahaan pembiayaan peroleh. Karena semakin tinggi tingkat konsumen yang diberikan kredit, maka semakin tinggi pula resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan leasing. . Akan tetapi salah satu hal yang bisa mendukung kecepatan mobilitas masyarakat adalah kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor dapat digunakan manusia ataupun barang dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Secara umum jenis kendaraan bermotor yang digunakan ada dua jenis, yaitu sepeda motor dan mobil. Sepeda motor mempunyai harga yang 9 Jumiah Kania , “Lembaga Pembiayaan Motor Sebagai Altenatif dalam Kegiatan Usaha” Universitas HKBP Nommensen. Oktober 2009. Universitas Sumatera Utara lebih murah daripada mobil, akan tetapi mempunyai muatan yang lebih sedikit. Di lain pihak, mobil mempunyai muatan yang lebih banyak, namun harganya lebih mahal. Bagi sebagian masyarakat tertentu harga mobil dan motor tidak terjangkau jika dibeli dengan harga kontan cash, akan tetapi masyarakat tetap membutuhkan kendaraan tersebut untuk mempercepat dan mempermudah mobilitasnya 10 Di lain pihak, dealer motor dan mobil menginginkan agar produknya terjual kepada masyarakat agar mendapatkan keuntungan. Untuk itu muncullah lembaga pembiayaan sebagai lembaga pembiayaan kendaraan bermotor yang disebut leasing. Menurut Pasal 1 angka 2 Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988, pengertian Lembaga Pembiayaan leasing adalah “Badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.” . Lembaga pembiayaan leasing ini sudah banyak dikenal masyarakat Indonesia karena lembaga pembiayaan sangat membantu dalam menunjang pemasaran kendaraan bermotor Hal yang membuat masyarakat tertarik untuk menggunakan jasa leasing adalah bahwa keberadaan lembaga-lembaga leasing itu sendiri untuk masa sekarang ini sudah begitu mudah ditemukan, artinya bukan hanya terdapat di kota -kota besar tetapi juga di kota-kota kecil atau kabupaten yang baru atau sedang berkembang sehingga begitu terjangkau dan sangat mudah bagi masyarakat untuk menggunakannya. Itulah sebabnya leasing ini diperuntukkan bagi segenap lapisan perusahaan dalam tingkat manapun. 11 10 Budiman Sinaga, Op.Cit, hal. 15 11 Budiman Sinaga, Op. Cit. hal. 16 Universitas Sumatera Utara Lessor sebagai pihak yang melepaskan barang-barang modal sudah tentu menghendaki adanya jaminan dari pihak lesse bahwa biaya yang telah dikeluarkannya akan kembali disertai dengan keuntungannya. Mengingat bahwa perjanjian leasing ini merupakan perjanjian yang umumnya melibatkan sejumlah besar modal dan kemungkinan terjadinya wanprestasi oleh para pihak, maka untuk menjamin kelancaran dan ketertiban pembayaran biaya lesse itu serta mencegah timbulnya kerugian bagi pihak lessor, lembaga jaminan inilah yang digunakan untuk perlindungan hukum. Dalam hal wanprestasi ini ditekankan pada wanprestasi yang dimana si debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya kerana keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak dimana keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan debitur dan si debitur lessor dan lesse tersebut tidak dalam beritikad buruk dan suatu peristiwa force majeure ini dapat juga terjadi karena kehendak alam. Dalam ruang lingkup yang lebih spesifik, terdapat istilah Acts of God, yang merupakan cakupan dari force majeure itu sendiri, sesungguhnya dapat diuraikan bahwa force majeure Clause adalah klausula yang memberikan dasar pemaaf atas terjadinya event-event atau kejadian-kejadian tertentu yang dialami pihak tertentu. Kejadian-kejadian tersebut dapat berupa kejadian atau event yang tergolong sebagai kehendak Tuhan Acts of God seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi dan tsunami atau kejadian yang tidak tergolong sebagai kehendak Tuhan seperti krisis ekonomi, terhentinya proses produksi karena unjuk rasa dan Universitas Sumatera Utara sebagainya. Selain hal-hal yang tidak dapat diprediksi dan di luar keadaan yang bersifat normal, dalam konteks perdagangan internasional terdapat juga hal-hal yang tidak tergolong sebagai force majeure tapi berakibat terjadinya ketiadaan keseimbangan equilibrium pada para pihak yang terlibat dalam perjanjian, yang dikenal sebagai hardship. Kesulitan hardship adalah peristiwa yang secara fundamental telah mengubah kesimbangan kontrak. Hardship ini juga merupakan metode kontraktual yang cukup canggih dalam menangani persoalan terjadinya perubahan keadaan fundamental yang akan mempengaruhi hakikat dari perjanjian para pihak. Namun biasanya klausul hardsip ini digunakan dalam kontark-kontrak jangka panjang yang nilainya tinggi. Maksudnya adalah untuk mengatasi kesulitan yang dalam penerapan isi kontrak termasuk keadaan memaksa dan doktrin kegagalan frustration. Hal ini diakibatkan oleh biaya pelaksanaan kontrak meningkat sangat tinggi atau nilai pelaksanaan kontrak bagi pihak yang menerima sangat menurun, sementara itu : 12 a. Peristiwa itu terjadi atau diketahui oleh pihak yang dirugikan setelah penutupan konrak; b. Peristiwa tidak dapat diperkirakan secara semestinya oleh pihak yang dirugikan pada saat penutupan kontrak; c. Peristiwa terjadi diluar kontrol dari pihak yang dirugikan; d. Resiko dari peristiwa itu tidak diperkirakan oleh pihak yang dirugikan. Namun ada kalanya wanprestasi itu terjadi karena sebab-sebab yang tidak disangka sebelumnya atau di luar perkiraan seperti halnya bencana alam besar, demonstrasi, kebakaran yang bukan karena kesengajaan debitur, perang dan lain 12 Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip UNIDROIT sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Jakarta : Sinar Gafika, 2004 , hal. 121. Universitas Sumatera Utara sebagainya, dikenal sebagai keadaan memaksa yang dalam suatu kontrak disebut dengan istilah force majeur. Penyelesaian masalah force majeur berbeda dengan penyelesaian wanprestasi yang terjadi karena kesalahan dan kelalaian dari para pihak yang terkait. Terjadinya force majeur ini bukan dikarenakan kelalaian dari pihak yang terkait. Dalam peraturan-peraturan yang mengatur tentang perdagangan internasional, serta kontrak-kontrak internasional telah mengatur permasalahan force majeur ini. Bagaimanakah kriteria dari force majeur itu sendiri, bagaimana cara penyelesaiannya agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, serta lembaga- lembaga yang berwenang untuk menanganinya. Dengan berbagai peristiwa force majure atau permasalahan yang timbul dalam sebuah kontrak leasing maka, perlu keahlian tersendiri untuk dapat menangani berbagai permasalahan leasing baik bagi pihak swasta maupun pihak pemerintah yang mampunyai kaitan dan kepentingan. Tidak dapat disangkal lagi, bagi usaha leasing khususnya usaha leasing sepeda motor yang di bahas dalam skripsi ini, masalah yang mendesak adalah masalah pada bidang hukum, yaitu aspek-hukum dari usaha leasing tersebut dengan terjadinya sebuah wanprestasi yang disebabkan oleh force majure. Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, dalam dunia usaha leasing sepeda motor banyak terjadi kesimpangsiuran dan ketidakseragaman dalam menjalankan perusahaan-perusahaannya. Ketentuan-ketentuan mengenai usaha leasing di Indonesia lebih menitikberatkan pada aturan-aturan yang hanya mengenai pendirian usaha leasing, yaitu berupa perizinan operasional perusahaan Universitas Sumatera Utara leasing saja. Sedangkan dengan pesatnya perkembangan usaha leasing ini mengakibatkan kebutuhan yang mendesak dari dunia usaha agar peraturan- peraturan yang ada ditambah atau dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan yang lebih mendetail . Kebutuhan-kebutuhan itu terutama menyangkut hal-hal yang cukup sering terjadi dalam usaha leasing seperti wanprestasi. Untuk melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam suatu perjanjian leasing, masih tetap menggunakan peraturan yang umum mengenai perjanjian yaitu pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi : “semua perjanjian yang dibuat secara sah barlaku sebagai undang- undang bagi meraka yang membuatnya ”. Hal ini tetap dijadikan sebagai acuan dalam perjanjian leasing karena belum ada undang-undang yang secara khusus mengaturnya. Ketiadaan undang-undang yang khusus untuk mengatur lembaga leasing ini, sangat meresahkan para pengusaha leasing. Akan tetapi, mengenai status lembaga leasing hingga saat ini belum jelas kearah mana lebih condong, apakah kepada jual-beli atau sewa menyewa, namun untuk menjawab pertanyaan itu oleh Subekti mengatakan bahwa perjanjian leasing adalah perjanjian sewa- menyewa yang berkembang di kalangan pengusaha 13 Secara umum masalah terjadinya wanprestasi atau putusnya perjanjian dalam kontrak leasing disebabkan oleh tiga hal yaitu konsensus, wanprestasi dan . 13 R. Subekti, Aneka perjanjian, Bandung : Alumni, 1985 , hal. 55. Universitas Sumatera Utara force majeure 14 Force majeure atau keadaan memaksa bukanlah merupakan terminologi yang asing dikalangan komunitas hukum. Force majure sendiri secara harafiah berarti kekuatan yang lebih besar. Sedangkan dalam konteks hukum, force majeure dapat diartikan sebagai klausula yang memberikan dasar pemaaf pada salah satu pihak dalam suatu perjanjian, untuk menanggung sesuatu hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, yang mengakibatkan pihak tersebut tidak dapat menunaikan kewajibannya berdasarkan kontrak yang telah diperjanjikan. . Namun yang paling ditekankan untuk dibahas dalam skripsi ini adalah wanprestasi dengan terjadinya force majure. 15 Force majure dalam hukum perdata pada prinspinya terbagi dalam 2 dua jenis yaitu : 16 “1. Act of God bersifat mutlak absolute Yang bersifat mutlak adalah keadaan dimana para pihak tidak mungkin melaksanakan hak dan kewajibannya. 2. Act of Nature tidak bersifat mutlak relatif Sedangkan yang bersifat relatif adalah keadaan yang masih memungkinkan para pihak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dan persoalan resiko yang diakibatkan oleh keadaan memaksa dapat diperjanjikan oleh para pihak antara lain melalui lembaga pertanggungan asuransi”. Dalam pasal 1244 KUHPerdata disebutkan bahwa: “Force majure atau yang sering diterjemahkan sebaga keadaan memaksa merupakan keadaan di mana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak 14 Ibid. hal. 43 15 “Force Majeure dalah Hukum :Wanprestasi Dalam Perjanjian”, http:en.wikipedia.orgwikiForce_majeure 16 “Force Majure Dalam Kontrak”,http:excellent-lawyer.blogspot.com201004force- majeure.html.110211 Universitas Sumatera Utara dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk”. Senada dengan hal tersebut di atas, menurut Harimurti Subanar, kondisi force majure mengandung risiko yang tidak terduga-duga. Sehingga apabila risiko tersebut datang, pengusaha tidak sempat untuk melakukan persiapan dan upaya lain, risiko tersebut dapat berupa antara lain yaitu mesin rusak atau terbakar tanpa sebab, gempa bumi besar disekitar lokasi usaha, kecelakaan individu atau musibah yang menimpa karyawan, pemilik sakit keras atau meninggal, adanya kegiatan tertentu yang merugikan bagi kelangsungan hidup perusahaan misalnya penutupan ruas jalan sebagai akibat adanya perbaikan jalan, jembatan, kegiatan lain yang menuju ke perusahaan. Dalam hal ini, kejadian- kejadian yang merupakan force majure tersebut tidak pernah terduga oleh para pihak sebelumnya. sebab, jika para pihak sudah dapat menduga sebelumnya akan adanya peristiwa tersebut, maka seharusnya hal tersebut harus sudah dinegosiasikan di antara para pihak. Force majeure dalam bahasa Perancis disebut dengan keadaan kahar yang berarti kekuatan yang lebih besar, adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kejadian atau peristiwa-peristiwa yang termasuk kategori keadaan kahar adalah peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan bencana lainnya yang harus dinyatakan oleh pejabatinstansi yang berwenang. Di dalam KUHPerdata, soal keadaan memaksa diatur dalam pasal 1244 dan 1245. Universitas Sumatera Utara Kedua pasal ini terdapat dalam bagian yang mengatur tentang ganti rugi. Dasar pembuat undang-undang dimasukkannya keadaan memaksa dalam bagian yang mengatur ganti rugi, ialah suatu alasan untuk membebaskan seseorang dari kewajiban untuk membayar ganti rugi. Menurut undang-undang ada 3 tiga elemen yang harus dipenuhi untuk keadaan memaksa, yaitu : 1. tidak memenuhi prestasi 2. ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur 3. faktor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan dapat dipertanggungjawabkan pada debitur. Adanya hal yang tidak terduga atau wanprestasi yang disebabkan karena adanya peristiwa force majure dan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorangdebitur, sedangkan yang bersangkutan dengan segala daya berusaha secara patut memenuhi kewajibannya. Dengan demikian, hanya debiturlah yang dapat mengemukakan adanya keadaan yang tidak diduga-dugakan akan terjadi dan keadaan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya. Dalam hubungannya dengan perjanjian leasing dalam praktek apabila terjadi wanprestasi di luar force majure, maka debitur dalam hal ini lesse lalai atau sengaja tidak memenuhi prestasi yang telah dijanjikan dalam perjanjian leasing yang telah disepakati, maka lessor yang dirugikan oleh lesse dapat menuntut pembayaran atau pengembalian barang modal yang diberikan. Universitas Sumatera Utara Dalam kenyataannya sengketa mengenai leasing ini sudah sering terjadi dan tidak mudah untuk menyelesaikan sengketa tersebut dikarenakan lembaga leasing ini masih tergolong muda di Indonesia dan bagaimana upaya penyelesaian sengketa tersebut. Dengan semakin mendesaknya kebutuhan akan peraturan-peraturan yang memuat ketentuan tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh dunia usaha leasing dan masyarakat dalam usaha lainnya serta untuk memberikan perlindungan hukum dan kapastian hukum bagi pihak lessor dan lesse yang mengikatkan diri dalam kontrak leasing dan upaya apa yang dapat dilakukan apabila terjadinya wanprestasi. Untuk mengharmonisasikan perdagangan internasional maupun nasional dan peraturan-peraturannya, maka diperlukanlah suatu kesatuan peraturan dalam kontrak dagang internasional yaitu dengan adanya konvensi-konvensi perdagangan internasional dan juga penerbitan peraturan-peraturan perdagangan internasional yang dihasilkan melalui upaya organisasi-organisasi perdagangan internasional terutama dalam masalah force majeur yang sering menimbulkan polemik dalam masyarakat. Hal inilah yang menjadi alasan untuk mamilih judul “Analisis Yuridis tentang Berlakunya Force Majeure terhadap Wanprestasi dalam Kontrak Leasing”. Universitas Sumatera Utara

B. PERUMUSAN MASALAH