Selulosa Bakteri Spektrofotometer Fourier Transform Inframerah FTIR

11 5000 unit glukosa, beragregasi menghasilkan fibril yang terikat bersama oleh ikatan hydrogen pada gugus OH, struktur selulosa ditunjukkan pada gambar 1. Gambar 1. Struktur Kimia Selulosa

2.5 Selulosa Bakteri

Klasifikasi ilmiah Bakteri Acetobacter xylinum. Kerajaan : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Alpha Proteobacteria Ordo : Rhodospirillales Familia : Psedomonadaceae Genus :Acetobacter Spesies : Acetobacter xylinum Universitas Sumatera Utara Acetobacterxylinum merupakan bakteri yang menghasilkan serat ‐serat selulosa yang sangat halus. Serat ‐serat ini dapat membentuk suatu jaringan pada lapisan permukaan antara udara dan cairan yang disebut pelikel. Pelikel ini memiliki ketebalan kira ‐kira 10 mm bergantung pada masa pertumbuhan mikroba. Pelikel yang berada pada permukaan udara cairan ini terdiri atas pita ‐pita yang mengandung kristalin yang tinggi. Pita–pita tersebut memiliki lebar 40 ‐100 nm, namun panjangnya sulit diukur karena membentuk jaringan yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Pita tersebut tersusun atas bagian mikrofibril yang berhubungan melalui ikatan hidrogen Figini., 1982. Universitas Sumatera Utara Menurut Krystinowicz selulosa bekteri mempunyai keunggulan, diantaranya : kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, mempunyai kerapatan antara 300 – 900 kgm 3 , kekuatan tarik tinggi, elastisitas dan terbiodegradasi Krystinowicz., 2001.

2.6 Spektrofotometer Fourier Transform Inframerah FTIR

Konsep radiasi infra merah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel 1800 melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma. Ternyata pada daerah sesudah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tertinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak kalori energi tinggi. Daerah spektrum tersebut selanjutnya disebut infrared. Spektroskopi inframerah ditujukan untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif, disamping untuk tujuan analisis kuantitatif Mulja., 1995 . Spektrofotometer inframerah konfensional dikenal sebagai alat dispersi. Dengan terhubung pada komputer dan mikroprosesor sebagai alat dasarnya, hal ini telah tersebar luas dan dikenal dengan nama alat Fourier transform infrared FTIR spektrometer, yang mana mempengaruhi sejumlah keuntungan. Dibandingkan suatu kinerja pada monokromator, alat FTIR memakai suatu interferometer untuk mendeteksi peak yang mengandung pengganggu yang terdeteksi. Pada alat interferometer. Radiasi dari sumber IR konfensional dibedakan kedalam dua alur oleh suatu pemisah berkas cahaya , satu alur menuju posisi cermin yang ditentukan, dan yang lainnya menjauhi cermin. Ketika berkas cahaya dipantulkan, salah satu cahaya dipindahkan keluar dari tahap dari yang lainnya sehingga menjadi lebih kecil ataupun lebih besar tujuan jaraknya untuk menjauhi cermin, dan mereka dikombinasikan kembali untuk menghasilkan suatu rumus gangguan semua panjang gelombang dalam berkas cahaya sebelum melewati sampel. Sampel mendeteksi secara serentak semua panjang gelombang, dan Universitas Sumatera Utara menukar rumus gangguan dengan waktu seperti cermin yang terusmenerus diteliti pada percepatan linier.Hasil penyerapan radiasi oleh sampel merupakan suatu spectrum dalam daerah waktu, yang disebut suatu interferogram, yang menyerap intensitas sebagai fungsi dari lintasan optis yang membedakannya dengan kedua berkas cahaya tersebut Cristian., 2005. Ketebalan film merupakan parameter kritis dalam mempelajari IR dari degradasi polimer. Suatu reaksi panas oksidatif mungkin menjadi kontrol difusi jika film tebal lebih besar dari pada nilai tertentu. Dalam degradasi termal pada polimer, tingkatan difusi pada produk yang mudah menguap menjadi lebih dominan dan sisi reaksi diantara produk dan rantai radikal mungkin menjadi lebih besar luasnya dengan meningkatnya ketebalan film, hal tersebut dicatat bahwa dalam film yang benar-benar tipis tingkat degradasi dapat ditinggkatkan untuk volatilisasi pada radikal-radikal dengan hasil pada reaksi radikal yang non-steady- state. Ini merupakan awal tujuan dari Florin et all untuk menjelaskan peningkatan tingkat degradasi pada polytetrafluoroetilena irradisi- dengan berkurangnya ketebalan film Allen., 1983.

2.7 Kegunaan Spektrofotometer

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Vitamin C Terhadap Kandungan Selulosa Bakterial Hasil Fermentasi Air Kelapa Oleh Bakteri Acetobacter xylinum

4 49 79

Pencirian membran selulosa asetat berbahan dasar selulosa bakteri dari limbah nanas

1 21 32

Pencirian membran selulosa asetat berbahan dasar selulosa bakteri dari limbah nanas

0 1 14

BIOSINTESIS SELULOSA OLEH Acetobacter xylinum MENGGUNAKAN LIMBAH CAIR TAHU SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN DENGAN PENAMBAHAN MOLASE

0 6 5

PEMBUATAN NATA DE PHINA DARI LIMBAH BONGGOL BUAH NANAS MENGGUNAKAN SUMBER NITROGEN EKSTRAK KACANG HIJAU.

7 14 31

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri acetobacter xylinum dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.

1 1 136

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah ketela rambat (Ipomea batatas Poir) dengan penambahan chitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.

1 4 183

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.

0 2 133

Fermentasi Sampah Buah Nanas menggunakan Sistem Kontinu dengan bantuan Bakteri Acetobacter Xylinum

0 0 11

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan - USD Repository

0 0 131