Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Kartu Tanda Penduduk (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1649/Pid.Sus/2015/Pn.Mdn

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

Anwar, HLM.A.K. Mochlm. Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990.

---; Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP buku II), Alumni, Bandung, 1980

Arief, Barda Nawawi, Bunga Rantai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.

Chazawi. Adami, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Rajawali Pers, Jakarta, 2000 ---; Pelajaran Hukum Pidana 2, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar

Pemidanaan dan Peringanan Pidana, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Dwidja, Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, PT. Relika Aditomo, Bandung, 2006

Farid, Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2005

Hamdan. M., Tindak Pidana Suap dan Money Politics, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005

Hamzah, Andi, Kamus Hukum, Pramadya Puspa, Semarang, 2007. ---; Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, 2010. ---; Terminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000

Huda, Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

Kartono, Kartini, Pathologi Sosial, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2003.


(2)

Kanter, EY dan SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, 2002

Khair, Abul dan Mohammad Eka Putra, Pemidanaan, Usu Press, Medan, 2011 Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, UMM Press, Malang, 2008 Lamintang, P.A.F. Hukum Penitensier Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Loudoe, John Z, Fakta Dan Norma Hukum Acara, Bina Aksara. Surabaya. 2004 Makarao, Mohammad Taufik dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori

Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 20

Marlina, Hukum Penitensier, PT. Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 41 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

Muhammad, Rusli, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni, Bandung, 2005

Mulyadi, Mahmud dan Feri Antoni Subakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi, PT. Sofmedia, Jakarta, 2010.

Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik, Dan Permasalahannya, Alumni, Bandung, 2007

Poerwadarmina, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 2008.

Prodjodikoro, R.Wirjono, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Refika Aditama, Bandung, 2002.

---; Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Eresco, Bandung, 198

Prodjohamidjodjo, Martiman, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indoensia, Paradnya Paramita, Jakarta, 1996

Sabuan, Ansori, Hukum Acara Pidana, Angkasa, Bandung, 2000


(3)

BAB III

KETENTUAN SANKSI PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN KARTU TANDA PENDUDUK

A. Dalam KUHP

Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau bagi orang lain. Suatu pergaulan hidup yang teratur di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan kebenaran atas beberapa bukti surat dan alat tukarnya. Karenanya perbuatan pemalsuan dapat merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup dari masyarakat tersebut.82

1. Kebenaran atau kepercayaan yang pelanggarannya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan.

Perbuatan pemalsuan ternyata merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar :

2. Ketertiban masyarakat yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap Negara/ketertiban umum.83

Perbuatan pemalsuan sesungguhnya baru dikenal didalam suatu masyarakat yang sudah maju, dimana surat, uang logam, merek atau tanda tertentu dipergunakan untuk mempermudah lalu-lintas hubungan didalam masyarakat. Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok kejahatan “penipuan”, tetapi tidak semua perbuatan penipuan adalah pemalsuan. Perbuatan

82

HAK. Moch Anwar, Op.Cit, hlm. 128 83


(4)

pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan, apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atas sesuatu barang (surat) seakan-akan asli atau kebenaran tersebut dimilikinya. Karena gambaran ini orang lain terpedaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan atas barang/ surat tersebut itu adalah benar atau asli.84

1. Disamping pengakuan terhadap azas hak atas jaminan kebenaran/ keaslian sesuatu tulisan/ surat, perbuatan pemalsuan terhadap surat/ tulisan tersebut harus dilakukan dengan tujuan jahat.

Pemalsuan terhadap tulisan/surat terjadi apabila isinya atas surat itu yang tidak benar digambarkan sebagai benar. Definisi ini terlalu luas, hingga dapat termasuk semua jenis penipuan. Menurut seorang sarjana, kriteria untuk pemalsuan harus dicari didalam cara kejahatan tersebut dilakukan. Dalam berbagai jenis perbuatan pemalsuan yang terdapat dalam KUHP dianut azas :

2. Berhubung tujuan jahat dianggap terlalu luas harus disyaratkan bahwa pelaku harus mempunyai niat/ maksud untuk menciptakan anggapan atas sesuatu yang dipalsukan sebagai yang asli atau benar.85

Kedua hal tersebut tersirat dalam ketentuan-ketentuan mengenai pemalsuan uang yang dirumuskan dalam Pasal 244 dan mengenai pemalsuan tulisan/ surat dalam Pasal 263 dan Pasal 270, maupun mengenai pemalsuan nama/ tanda/ merek atas karya ilmu pengetahuan atau kesenian dalam Pasal 380. Pasal-pasal tersebut memuat unsur niat/ maksud untuk menyatakan bagi sesuatu barang/ surat yang dipalsu seakan-akan asli dan tidak dipalsu (Pasal 244) atau “untuk mempergunakannya” atau “menyuruh untuk dipergunakannya” (Pasal 253 dan 263) sedangkan dalam pemalsuan barang (Pasal 386) sistem tersebut tidak dianut.

84 Ibid 85


(5)

Perbuatan pemalsuan yang dapat dihukum, pertama-tama disyaratkan bahwa yang dipalsu telah dipergunakan dan bahwa “niat/ maksud” nya harus terdiri atas “untuk dipergunakan”. “Niat atau maksud” untuk mempergunakan barang yang dipalsu membedakan tindak pidana pemalsuan dari jenis tindak pidana terhadap kekayaan. Dalam tindak pidana terhadap kekayaan harus terdapat suatu niat/ maksud pada pelaku untuk menguntungan dirinya atau suatu kerugian bagi orang lain. Dalam pemalsuan uang dan tulisan/ surat, unsur niat/ maksud atau unsur kerugian tidak merupakan masalah yang penting. Setiap pebuatan yang dapat dihukum harus terdiri pertama-tama atas pelanggaran terhadap hak-hak kekayaan seseorang sebagai tujuan dari pelaku, sedangkan dalam pemalsuan tidak demikian halnya, berhubung perbuatan pemalsuan dianggap sebagai menimbulkan bahaya umum.86

1. Pelaku mempunyai niat/ maksud mempergunakan sesuatu barang yang tidak benar dengan menggambarkan keadaan barang yang tidak benar itu seolah-olah benar atau mempergunakan sesuatu barang yang tidak asli seolah-olah asli, hingga orang lain percaya bahwa barang tesebut adalah benar dan asli dan karenanya orang lain terpedaya.

Suatu perbuatan pemalsuan dapat dihukum apabila terjadi perkosaan terhadap jaminan/ kepercayaan dalam hal mana :

2. Unsur niat/ maksud tidak perlu meliputi unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain (sebaliknya dari berbagai jenis perbuatan penipuan).

3. Tetapi perbuatan tersebut harus menimbulkan suatu bahaya umum yang khusus dalam pemalsuan tulisan/ surat dan sebagainya dirumuskan dengan mensyaratkan “kemungkinan kerugian” dihubungkan dengan sifat daripada tulisan/ surat tersebut.87

Membuat surat palsu adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya. Membuat surat palsu ini dapat berupa:

86

Ibid., hlm. 130. 87


(6)

1. Membuat sebuah surat yang sebagian atau seluruh isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran. Membuat surat yang demikian disebut dengan pemalsuan intelektual.

2. Membuat sebuah surat yang seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain si pembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan materil. Palsunya surat atau tidak benarnya surat terletak pada asalnya atau si pembuat surat.88

Disamping isinya dan asalnya surat yang tidak benar dari pembuat surat palsu, dapat juga tanda tangannya yang tidak benar. Hal ini dapat terjadi dalam hal misalnya: 89

1. Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada orangnya, seperti orang yang telah meninggal dunia atau secara fiktif (dikarangkarang). 2. Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan persetujuannya

ataupun tidak.

Perbuatan memalsu surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain/ berbeda dengan isi surat semula. Tidak penting apakah dengan perubahan itu lalu isinya menjadi benar atau tidak ataukah bertentangan dengan kebenaran ataukah tidak, bila perbuatan mengubah itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, memalsu surat telah terjadi. Orang yang tidak berhak itu adalah orang selain si pembuat surat. Didalam surat terkandung arti atau makna tertentu dari sebuah pikiran, yang kebenarannya harus dilindungi. Diadakannya kejahatan pemalsuan surat ini ditujukan pada perlindungan hukum terhadap kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran akan isi surat.

Adapun jenis-jenis dari pemalsuan surat adalah :90

88

Chazawi, Op.Cit. hlm. 100. 89

Ibid, hlm.101. 90


(7)

1. Pemalsuan surat pada umumnya (Pasal 263 KUH. Pidana)

Pemalsuan surat yang dimaksud dalam pasal ini termasuk semua jenis surat baik surat yang ditulis dengan tangan, surat yang dicetak atau diketik. Syarat dapat dihukumnya orang yang memalsukan surat adalah surat yang palsu itu haruslah :

a. Surat yang dapat menimbulkan hak misalnya : 1) Memalsukan ijazah

2) Memalsukan karcis tanda masuk

b. Surat yang dapat menimbulkan suatu perjanjian, misalnya : 1) Perjanjian piutang

2) Perjanjian sewa 3) Perjanjian jual beli

c. Surat yang dapat menimbulkan pembebasan utang, misalnya dalam bentuk kwitansi

d. Surat yang dapat dipergunakan untuk surat keterangan bagi perbuatan atau peristiwa :

1) Surat keterangan lahir

2) Surat keterangan buku tabungan 3) Surat keterangan izin angkutan

Membuat surat palsu disini maksudnya adalah membuat isinya tidak benar atau tidak sesuai dengan hasilnya bila ditinjau dari segi asal surat. Misalnya : 1) A membuat surat seolah-oleh berasal dari B dan menandatangani surat itu

dengan meniru tanda tangan B

2) A mengisi kertas kosong yang sudah ada tanda tangan dari B disebut blanco sein.


(8)

3) A membuat surat dan menandatanganinya sendiri tetapi isinya tidak benar 2. Pemalsuan surat yang diperberat (Pasal 264 KUHP).

Pasal 264 KUHP merumuskan sebagai berikut:

a. Pemalsuan surat di pidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika dilakukan terhadap:

1) Akta-akta otentik

2) Surat hutang atau sertifikat hutang dari suatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum.

3) Surat sero atau surat hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan, atau maskapai

4) Talon, tanda bukti deviden atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 (dua) dan 3 (tiga), atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu.

5) Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan unutk diedarkan. b. Di pidana dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja

memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak asli atau dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Adapun penjelasan terhadap Pasal 264 KUHP tersebut adalah:

1) Sudah barang tentu perbuatan yang diancam hukuman dalam pasal ini harus memuat segala elemen-elemen atau syarat-syarat yang termuat dalam Pasal 263 KUHP dan selain daripada itu ditambah dengan syarat, bahwa surat yang dipalsukan itu terdiri dari surat autentik dan sebagainya, yang tersebut berturut-turut pada sub 1 (satu) sampai 5 (lima) dalam pasal ini, surat-surat mana bersifat umum dan harus tetap membahayakan kepercayaan umum, sehingga menurut pasal ini diancam hukuman yang lebih berat dari pemalsuan surat biasa.

2) Akta otentik adalah akta yang dibuat dihadapan seorang pegawai negeri umum yang berhak untuk itu, biasanya notaris, pegawai pencatatan jiwa dan sebagainya.


(9)

3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta autentik (Pasal 266 KUHP).

Pasal 266 KUHP merumuskan sebagai berikut :

(1) Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maskud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, di pidana, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengna pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

(2) Di pidana dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan bukan kerugian.

Adapun penjelasan terhadap Pasal 266 KUHP tersebut adalah :

1) Yang dinamakan akta autentiek yaitu suatu surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang, oleh pegawai umum.

2) Yang dapat dihukum menurut pasal ini misalnya orang yang memberikan keterangan tidak benar kepada pegawai Burgerlijke Stand untuk dimasukkan kedalam akta kelahiran yang harus dibuat oleh pegawai tersebut, dengan maksud untuk mempergunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangan yang termuat di dalamnya itu benar.

3) Yang diancam hukuman itu tidak hanya orang yang memberikan keterangan tidak benar dan sebagainya, akan tetapi juga orang yang dengan sengaja menggunakan surat (akta) yang memuat keterangan tidak benar itu. Dalam dua hal ini senantiasa harus dibuktikan, bahwa orang itu


(10)

seakan-akan isi surat itu benar dan perbuatan itu dapat mendatangkan kerugian.

4) Orang yang memberikan keterangan palsu (tidak benar) kepada pegawai polisi untuk dimasukkan kedalam proses-perbal itu tidak dapat dikenakan pasal ini, karena proses-perbal itu gunanya bukan untuk membuktikan kebenaran dari keterangan orang itu, tetapi hanya untuk membuktikan bahwa keterangan yang diberikan orang itu demikianlah adanya. Ini beda sekali dengan surat (akta) kelahiran yang gunanya benar-benar untuk membuktikan kebenaran kelahiran itu.

5) Dapat dihukum menurut pasal ini misalnya pedagang yang menyuruh membuat persetujuan dagang kepada seorang notaris mengenai sebidang tanah, jika terlebih dahulu ia menjual tanah itu kepada orang lain. Dalam hal ini maka akta notaris merupakan suatu surat yang digunakan sebagai bukti terhadap suatu pemindahan hak milik.

Memberikan keterangan palsu dalam Pasal 266 KUHP memang berkaitan erat dengan ketentuan-ketentuan serta unsur-unsur yang ada dalam Pasal 263 dan Pasal 264 KUHP. Bahwa Pasal 264 ayat (1) KUHP memiliki unsur-unsur yang sama dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP, sedangkan perbedaannya terletak dalam obyek daripada pemalsuan. Obyek daripada pemalsuan ini adalah beberapa jenis surat tertentu, seperti akta otentik, dan sebagainya.

4. Pemalsuan surat tertentu ( Pasal 269 KUHP dan Pasal 270 KUHP). Pasal 269 KUHP merumuskan sebagai berikut :


(11)

(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsu surat keterangan tanda kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan atau keadaan lain, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu supaya diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan, di pidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.

(2) Di pidana dengan pidana yang sama barangsiapa yang dengan sengaja memakai surat keterangan yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsu.

Adapun penjelasan terhadap Pasal 269 KUHP tersebut adalah:

a. Orang yang membuat palsu atau memalsukan surat keterangan tentang kekuasaan baik, kecakapan, kemiskinan, cacat atau keadaan lain-lain dengan maksud akan menggunakan satu menyuruh menggunakan surat itu supaya dapat masuk pekerjaan, menerbitkan kemurahan hati atau perasaan suka member pertolongan.

b. Orang yang menggunakan surat semacam itu sedang ia tahu akan kepalsuaannya.

Jenis surat yang menjadi objek kejahatan Pasal 269 KUHP tersebut di atas yang menurut kebiasaan dikeluarkan oleh pejabat umum yang berwenang. Misalnya surat keterangan tanda kelakuan baik yang dikeluarkan Pejabat Kepolisian setempat, surat tentang kemiskinan atau tidak mampu oleh Kepala Desa atau Lurah setempat, bahkan kadang juga dikeluarkan oleh Camat atas surat Kepala Desa atau Lurah setempat. Subjek hukum kejahatan ini dapat pejabat itu sendiri, orang lain selain pejabat yang bersangkutan.

Penggunaan Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) palsu dapat dikenakan pidana karena pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP, khususnya pada ketentuan ayat (2). Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:


(12)

Pasal 263 KUHP:

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian

R. Soesilo menjelaskan bahwa penggunaan surat palsu itu harus dapat mendatangkan kerugian. Kerugian tersebut tidak hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan dsb. Masih menurut R. Soesilo, yang dihukum menurut pasal ini tidak saja “memalsukan” surat (ayat 1), tetapi juga “sengaja mempergunakan” surat palsu (ayat 2). “Sengaja” maksudnya, bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum. Tentunya terkait dengan tahu atau tidak tahunya pemohon itu harus dibuktikan dalam pemeriksaan oleh penyidik maupun dalam persidangan.91

B. Di Luar KUHP

1. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Seseorang yang jika terbukti ada warga atau penduduk yang sengaja melakukan pemalsuan identitas diri atau dokumen terhadap instansi pelaksana maka dapat terancam hukuman pidana 6 tahun atau denda sebesar Rp 50 juta.

91


(13)

Ketentuan tersebut telah tertera jelas dalam Undang-undang No 23 tahun 2006 Bab 12 dimana diterangkan bahwa ada sanksi pidana dan denda terhadap pemalsuan identitas ataupun dokumen.

Pemalsuan identitas atau penyalahgunaan kartu pengenal dapat saja terjadi dimana saat ini terlalu banyak pemohon KTP dan Akta Kelahiran. Oleh karena itu pulalah mengharuskan pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menggunakan kemajuan teknologi dengan memberikan tanda tangan dengan sistem scaner.92

Setiap penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Setiap warga negara Indonesia yang sudah berumur 17 tahun tentu (harus) memiliki KTP. Oleh karena itu, jika kemudian pelaku pemalsuan KTP memiliki KTP lain, dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 93 sampai dengan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

93

Setiap orang yang tanpa hak dengan sengaja mengubah, menambah, atau mengurangi isi elemen data pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).94

92

https://sijaka.wordpress.com/2010/03/07/pemalsuan-identitas-terancam-pidana-6-tahun/ diakses tanggal 08 Agustus 2016 Pukul 21.00 Wib

93

Pasal 93 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 94


(14)

Setiap orang yang tanpa hak mengakses database kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) dan/atau Pasal 86 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).95

Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan blangko Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).96

Setiap Penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari satu KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau untuk memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (6) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.25.000.000.00 (dua puluh lima juta rupiah).97

Pasal 98 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan:98

(1) Dalam hal pejabat dan petugas pada Penyelenggara dan Instansi Pelaksana melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 atau Pasal 94, pejabat yang bersangkutan dipidana dengan pidana yang sama ditambah 1/3 (satu pertiga).

(2) Dalam hal pejabat dan petugas pacla Penyelenggara dan Instansi Pelaksana membantu melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95, pejabat yang bersangkutan dipidana sesuai dengan ketentuan undang-undang.

95

Pasal 95 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 96

Pasal 96 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 97

Pasal 97 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 98


(15)

2. Dalam Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil.

Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil tidak mengatur tentang sanksi pidana terhadap pemalsuan Kartu Tanda Penduduk tetapi hanya mengatur denda administratif terhadap :

(1) Pelaporan peristiwa kependudukan yang melampaui batas waktu dikenai denda administratif sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang.

(2) Denda administratif dikenakan atas keterlambatan pelaporan mengenai:

a. Pindah datang Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal tetap

b. Pindah datang dari luar negeri bagi penduduk Warga Negara Indonesia

c. Pindah datang dari luar negeri Bagi Orang Asing

d. Perubahan status Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas menjadi Izin Tinggal Tetap

e. Pindah ke luar negeri bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau yang memiliki Izin Tinggal Tetap

f. Penduduk yang melakukan perubahan KK g. Penduduk yang memperpanjang KTP. (3) Denda administratif dikenakan pula terhadap:

a. Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang bepergian tidak membawa KTP b. Penduduk Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas yang

bepergian tidak membawa Surat Keterangan Tempat Tinggal.99 Denda administratif dikenakan atas keterlambatan pelaporan mengenai: a. Kelahiran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

b. Kelahiran di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah kembali ke Indonesia

c. Kelahiran Warga Negara Indonesia di atas kapal laut atau pesawat terbang

d. Lahir mati di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia e. Perkawinan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

99

Pasal 104 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil


(16)

f. Perkawinan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah kembali ke Indonesia

g. Pembatalan perkawinan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

h. Perceraian di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

i. Perceraian di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah kembali ke Indonesia

j. Pembatalan perceraian di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

k. Kematian di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

l. Kematian di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah kembali ke Indonesia

m. Pengangkatan anak di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia n. Pengangkatan anak di luar wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia setelah kembali ke Indonesia.

o. Pengakuan anak di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia p. Pengesahan anak di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia q. Perubahan nama di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia r. Perubahan status kewarganegaraan di wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

s. Peristiwa penting lainnya.100

C. Pertanggunggungjawaban Tindak Pidana Pemalsuan Kartu Tanda Penduduk dalam Kasus No. 1649/Pid.Sus/2015/PN.Mdn.

1. Kronologi Kasus.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Leonard Bangun als Leo pada hari Senin tanggal 13 Maret 2015 sekira pukul 11.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Maret 2015 bertempat di jalan Pelangi No. 42 Kelurahan Teladan Barat Kecamatan Medan Kota atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk wilayah hukum Pengadilan Negeri Medan sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan peerbuatan yang tanpa hak mencetak, menerbitkan dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan berupa bukti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu

100

Pasal 105 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil


(17)

Keluarga (KK) serta Akta Kelahiran dan perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara mencetak dan mengtik setiap permbuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) serta Akta Kelahiran berdasarkan pesanan dari saksi Gok Rela Purba dengan menggunakan computer dan perlengkapan percetakan yang ada di tempat usahanya.

Terdakwa mengakui pada pertengahan tahun 2012 saksi Gok Rela Purba menemui terdakwa dan mengajaknya untuk bekerjasama membuat cetakan KTP, KK, akta kelahiran dan dokumen lainnya dan atas ajakan tersebut terdakwa menyetejuinya dan selanjunya setiap ada pemesanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) serta Akta Kelahiran dan dokumen lainnya saksi Gok Rela Purba datang ke tempat usaha terdakwa dengan memberikan data-data dan blanko kosong Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) serta Akta Kelahiran, kemudian terdakwa melakukan pengetikan dengan cara mengambil blanko kosong, pasa photo discan melalui mesin scan dan diletakannya sesuai dengan tempatnya di dalam blanko begitu juga dengan letak stempel serta tanda tangan. Setelah selesai terdakwa mencetaknya dan menyerahkannya kepada saksi Gok Rela Purba yang kemudian membubuhkan tanda tangan pejabat serta stempel yang telah dbuatnya. Atas jasanya tersebut Gok Rela Purba memberikan upah untuk pencetakan KTP sebesar Rp.5000,-/lembar, pencetakan KK sebesar Rp.10.000,-/lembar dan untuk pencetakan akta kelahiran serta surat pindah masing-masing sebesar Rp.5000,-/lembar. Terdakwa juga mengakui tidak memiliki izin dari pemerintah RI untuk mencetak atau


(18)

menerbitkan dokumen beerupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) serta Akta Kelahiran dan dokumen lainnya.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Jaksa Penuntut Umum mendakwa perbuatan terdakwa dengan dakwaan : a. Dakwaan primair yaitu perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam

dalam Pasal 96 A UU RI No. 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

b. Dakwaan subsidair yaitu perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 94 UU RI No. 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

c. Kedua primair yaitu perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 264 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP

d. Kedua Subsidair perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 264 ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP

e. Ketiga primair yaitu perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 263 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP

f. Ketiga Subsidair perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 263 ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP

3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya adalah berbunyi sebagai berikut :


(19)

a. Menyatakan terdakwa Leonard Bangun als Leo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan, membuat surat palsu atau memalsukan surat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) serta Akta Kelahiran yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, sebagaimana diatur dalam Pasal 264 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam surat dakwaan atau kedua primair.

b. Menjatuhkan pidana terhadap Leonard Bangun als Leo berupa pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

c. Menetapkan agar terdakwa Leonard Bangun als Leo dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,-(seribu rupiah).

4. Putusan Hakim.

Berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti serta keterangan saksi-saksi maka hakim pada Pengadilan Negeri Medan memberikan putusan yang amar lengkapnya sebagai berikut :

a. Menyatakan terdakwa Leonard Bangun als Leo telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “secara bersama-sama melalukan perbuatan pemalsuan surat berupa KTP”.

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut di atas dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan.


(20)

c. Menetapkan masa penabahan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

d. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah).

5. Analisis Kasus.

a. Berdasarkan Hukum Acara.

Berdasarkan dengan fakta-fakta yang terdapat pada keterangan saksi-saksi, keterangan ahli serta keterangan tersangka, maka jelaslah bahwa rumusan surat dakwaan tersebut telah sesuai dengan hasil pemeriksaan penyidikan untuk kemudian diajukan dalam persidangan.

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum telah sesuai dengan pasal-pasal yang dipersangkakan kepada para terdakwa dan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan. Hal ini dikarenakan Terdakwa benar telah terbukti dimuka persidangan dengan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan fakta-fakta hukum bahwa terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 264 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Menurut penulis, hal ini sudah sejalan dengan ketentuan perundang-undangan dan kebiasaan yang terjadi dalam praktik sehingga tidak ada masalah terhadap dakwaan Penuntut Umum. Sehubungan dengan telah terpenuhi semua unsur secara sah dan meyakinkan menurut hukum, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur tindak pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk telah terpenuhi.


(21)

Hakim mendasarkan pembuktiannya terhadap kesalahan terpidana berdasarkan 3 alat bukti yang sah yang diatur di dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Di dalam memutuskan perkara ini, Hakim memperimbangkan 2 (dua) orang saksi yang pada kesaksiannya menerangkan bahwa Terdakwa memang benar telah melakukan kejahatan yang diatur dalam Pasal 264 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Ditinjau dari jumlah alat bukti yang digunakan oleh Penuntut Umum untuk membuktikan kesalahan pelaku, maka putusan tersebut telah memenuhi unsur formil dalam pembuktian kesalahan berdasarkan Pasal 183 KUHAP yang mengatur bahwa : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Hakim memang harus menegakkan ketentuan undang-undang tetapi tidak mengesampingkan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan suatu tindak pidana. Tujuan hakim menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa adalah agar terdakwa bisa menjadi lebih baik dan agar terdakwa tidak melakukan perbuatan pidana lagi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh R. Wirdjono Prodjodikoro mengenai tujuan pemidanaan yaitu tujuan dari hukum pidana ialah untuk memenuhi rasa keadilan, untuk mendidik, memeperbaiki orang-orang yang sudah


(22)

melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.101

b. Berdasarkan Hukum Pidana Materiil.

Di dalam dakwaannya, jaksa penuntut Umum menjerat terdakwa Leonard Bangun als Leo dengan Pasal 264 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP yang pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa telah memalsukan Kartu Tanda Penduduk secara melawan hukum.

Perbuatan terdakwa yang telah melakukan pemalsuan KTP, Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran telah memenuhi unsur-unsur Pasal 264 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP yaitu:

1) Barang siapa.

2) Sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan, membuat surat palsu atau memalsukan surat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) serta Akta Kelahiran yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian

Vonis majelis hakim yang hanya menjatuhkan pidana selama 6 (enam) bulan pada terdakwa merupakan sesuatu yang kurang pada tempatnya, sebab selama terdakwa melakukan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu

101


(23)

Keluarga (KK) serta Akta Kelahiran, negara mengalami kerugian. Namun hal ini tidak dijadikan oleh baik Jaksa Penuntut Umum maupun majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman denda bagi terdakwa yang telah merugikan keuangan negara secara melawan hukum. Seharusnya terdakwa harus mempertanggung jawabkan kerugian yang dialami oleh atas tindakan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) serta Akta Kelahiran yang dilakukannya.

c. Aspek Keadilan Putusan Hakim.

Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Melalui putusannya, seorang hakim dapat memidana, mengalihkan hak kepemilikan seseorang, mencabut kebebasan warga negara, menyatakan tidak sah tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap masyarakat, sampai dengan memerintahkan penghilangan hak hidup seseorang. Semuanya harus dilakukan dalam rangka penegakan hukum dan keadilan.

Pertimbangan hakim dalam pemberian pidana, berkaitan erat dengan masalah menjatuhkan sanksi pidana yang diancamkan terhadap tindak pidana yang dilakukan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum, maka unsur-unsur dakwaan Penuntut Umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan harus dipandang telah cukup terpenuhi dalam diri terdakwa.

Hakim mempunyai kebebasan mandiri dalam mempertimbangkan berat ringannya sanksi pidana penjara terhadap putusan yang ditanganinya. Kebebasan hakim mutlak dan tidak dicampuri oleh pihak lain. Hal ini di sebabkan untuk menjamin agar putusan pengadilan benar-benar obyektif. Kebebasan hakim untuk


(24)

menentukan berat ringannya sanksi pidana penjara juga harus berpedoman pada batasan maksimum dan juga minimum serta kebebasan yang dimiliki harus berdasarkan rasa keadilan baik terhadap terdakwa maupun masyarakat dan bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk alat bukti yang di hadirkan di dalam persidangan harus saling berkaitan antara alat bukti satu dengan alat bukti yang lainnya. Gunanya agar hakim dapat membuktikan bahwa terdakwalah yang melakukan tindak pidana tersebut. Namun apabila alat bukti yang di hadirkan di dalam persidangan berbeda tidak berkaitan dengan alat bukti satu dengan alat bukti yang lainnya hal itu dapat menimbulkan ketidakyakinan pada hakim.102

102

Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 125

Setiap putusan pengadilan harus disertai dengan bahan pertimbangan yang menjadi dasar hukum dan alasan putusan tersebut. Hal ini ada di dalam Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: “Dalam sidang permusyawarahan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan”

Menurut pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemindahan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan dalam hal serta cara yang diatur undang-undang ini.


(25)

Seorang terdakwa dapat dijatuhi pidana apabila terdakwa jika di dalam persidangan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana. oleh karena itu, dalam persidangan hakim harus menyebutkan perbuatan terdakwa yang mana sesuai fakta terungkap dipersidangan dan memenuhi rumusan pasal tertentu dari suatu peraturan perundang-undangan.

Hakim dalam upaya membuat putusan mempunyai pertimbangan yuridis yang terdiri dari dakwaan penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang- barang bukti, dan pasal-pasal perbuatan hukum pidana, serta pertimbangan non yuridis yang terdiri dari latar belakang perbuatan terdakwa, akibat perbuatan terdakwa, kondisi terdakwa, serta kondisi ekonomi terdakwa, ditambah hakim haruslah meyakini apakah terdakwa melakukan perbuatan pidana atau tidak sebagaimana yang termuat dalam unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepadanya.103

1) Pertimbangan yuridis

Penjatuhan hukum oleh hakim tentu didasarkan atas pertimbangan:

2) Pertimbangan non yuridis. 104

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta fakta yuridis yang terungkap didalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan.105

1) Dakwaan jasa penuntut umum

Hal-hal yang dimaksud tersebut, di antaranya:

103

Ibid, hlm.126 104

Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan

Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010, hlm. 65

105


(26)

Dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemerikasaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan dimuka pengadilan.106 Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 ayat (1) KUHAP). Dalam menyusun sebuah surat dakwaan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah syarat-syarat formil dan materilnya.107

Perumusan dakwaan didasarkan dari hasil pemeriksaan pendahuluan yang dapat disusun tunggal, kumulatif, alternatif maupun subsidair. Dakwaan disusun secara tunggal apabila seseorang atau lebih mungkin melakukan satu perbuatan saja, misalnya hanya sebagai pemakai. Namun, kalau lebih dari satu perbuatan misalnya ketika tertangkap memakai narkotika ditemukan pula Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP).

106

Ibid, hlm.66 107

Syarat Formil telah diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang diantaranya terdiri dari: a. Nama lengkap, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka. b. Uraian secara cermat jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan dengan waktu dan tempat Tindak Pidana dilakukan. Sedangkan untuk syarat materil diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, yang menyebutkan surat dakwaan agar: a. Disusun secara cermat didasarkan kepada ketentuan pidana terkait, tanpa adanya kekurangan / kekeliruan yang menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum atau dapat dibatalkan / dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard). b. Jelas, didasarkan pada uraian yang jelas dan mudah dimengerti dengan cara menyusun redaksi yang mempertemukan fakta-fakta perbuatan terdakwa dengan unsur tindak pidana yang didakwakan. c. Disusun secara lengkap, berdasarkan uraian yang bulat dan utuh yang mampu menggambarkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan beserta waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan, diantaranya: 1. Merumuskan lebih dahulu unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yang kemudian disusul dengan uraian-uraian fakta-fakta perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana tersebut. 2. Dirumuskan unsur-unsur tindak pidana dan fakta-fakta perbuatan secara langsung dan bertautan satu sama lain sehingga tergambar bahwa semua unsur tindak pidana tersebut terpenuhi oleh fakta perbuatan terdakwa.


(27)

senjata api dalam hal ini dakwaan disusun secara kumulatif. Oleh karena itu dalam penyusunan dakwaan ini disusun sebagai dakwaan kesatu, kedua, ketiga dan seterusnya.

Dakwaan alternatif disusun apabila penuntut umum ragu untuk menentukan peraturan hukum pidana yang akan diterapkan atas suatu perbuatan yang menurut pertimbangannya telah terbukti, surat dakwaan yang tindak pidananya masing-masing dirumuskan secara saling mengecualikan dan memberikan pilihan kepada pengadilan untuk menentukan dakwaan mana yang paling tepat untuk dipertanggungjawabkan oleh terdakwa sehubungan dengan tindak pidana. Biasanya dalam surat dakwaan ada kata “atau”. Surat dakwaan subsideritas ialah surat dakwaan yang terdiri atas atau beberapa pasal dakwaan atau berjenjang-jenjang berurutan mulai dari ancaman hukuman terberat sampai kepada tindak pidana yang paling ringan. Subsidair disini dimaksudkan sebagai susunan dakwaan pengganti (Whit the alternative of) dengan maksud dakwaan subsidair menggantikan yang primair itu tidak terbukti dipersidangan pengadilan. Jadi, jika dalam suatu dakwaan terdapat hanya 2 (dua) saja pasal yang didakwakan, maka yang pertama disebut primair dan kedua disebut subsidair.108

2) Tuntutan pidana

Tuntutan pidana biasanya menyebutkan jenis-jenis dan beratnya pidana atau jenis-jenis tindakan yang dituntut oleh jaksa penuntut umum untuk dijatuhkan oleh pengadilan kepada terdakwa, dengan menjelaskan karena telah terbukti melakukan tindak pidana yang mana, jaksa penuntut umum telah mengajukan

108

Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Ghalia, Jakarta,2009, hlm. 142.


(28)

tuntutan pidana tersebut di atas.109

3) Keterangan saksi

Penyusunan surat tuntutan oleh jaksa penuntut umum disesuaikan dengan dakwaan jaksa penuntut umum dengan melihat proses pembuktian dalam persidangan, yang disesuaikan pula dengan bentuk dakwaan yang digunakan oleh jaksa penuntut umum.

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang merupakan keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.110 Keterangan saksi merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP huruf a. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi yang disampaikan di muka sidang pengadilan yang merupakan hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari kesaksian orang lain tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah. Kesaksian semacam ini dalam hukum acara pidana disebut dengan istilah de auditu testimonium.111

4) Keterangan terdakwa

Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP huruf e. keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang dia lakukan atau yang dia ketahui sendiri atau yang dia alami sendiri, ini diatur dalam Pasal 189

109

Tambah Sembiring, Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri, USU Press, Medan, 1993, hlm. 59

110

Ibid, hlm.60 111

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik, Dan


(29)

KUHAP.112

5) Barang bukti

Dalam praktek keterangan terdakwa sering dinyatakan dalam bentuk pengakuan dan penolakan, baik sebagian maupun keseluruhan terhadap dakwaan penuntut umum dan keterangan yang disampaikan oleh para saksi. Keterangan terdakwa juga merupakan jawaban atas pertanyaan baik yang diajukan oleh penuntut umum, hakim maupun penasehat hukum. Keterangan terdakwa dapat meliputi keterangan yang berupa penolakan dan keterangan yang berupa pengakuan atas semua yang didakwakan kepadanya. Dengan demikian, keterangan terdakwa yang dinyatakan dalam bentuk penolakan atau penyangkalan sebagaimana sering dijumpai dalam praktek persidangan, boleh juga dinilai sebagai alat bukti.

Barang bukti adalah barang yang dipergunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu tindak pidana atau barang sebagai hasil dari suatu tindak pidana.113 Barang-barang ini disita oleh penyidik untuk dijadikan sebagai bukti dalam sidang pengadilan. Barang yang digunakan sebagai bukti yang diajukan dalam sidang pengadilan bertujuan untuk menguatkan keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa untuk membuktikan kesalahan terdakwa.114

Meskipun belum ada ketentuan yang menyebutkan di antara yang termuat dalam putusan itu merupakan pertimbangan yang bersifat yuridis di sidang pengadilan, dapatlah disebutkan dan digolongkan sebagai pertimbangan yang bersifat yuridis.

112

Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, UMM Press, Malang, 2008, hlm. 25

113

Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 20. 114


(30)

Di samping pertimbangan yang bersifat yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan yuridis saja tidaklah cukup untuk menentukan nilai keadilan dalam pemidanaan, tanpa ditopang dengan pertimbangan non yuridis yang bersifat sosiologis, psikologis, kriminologis dan filosofis.

Dasar pertimbangan hakim dalam menghukum pelaku tindak pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk, antara lain: fakta-fakta dipersidangkan, keterangan terdakwa dipersidangan, keterangan saksi dalam persidangan barang bukti didepan perbuatan terdakwa, akibat perbuatan terdakwa dan kondisi terdakwa.

Hal-hal yang dijadikan alasan pertimbangan oleh hakim dalam memperberat dan memperingan sanksi pidana penajara yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, alasan-alasan tersebut adalah :115

1) Alasan yang meringankan :

a) Belum pernah dihukum atau residivis.

Dengan maksud bahwa terdakwa sebelum melakukan tindak pidana, terdakwa tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang sebelumnya. Hal ini menjadi catatan pertimbangan sendiri bagi hakim untuk menjatuhkan putusan terhadap terdakwa sebagai dasar yang meringankan sanksi pidana.

b) Sopan dalam persidangan.

115


(31)

Saat persidangan berlangsung, semua orang yang ada di dalam ruang persidangan termasuk terdakwa harus berlaku sopan dan patuh dalam bersikap, bertutur kata yang baik, serta menaati smua peraturan yang ditetapkan saat persidangan berlangsung. Itu semua merupakan nilai tersendiri bagi hakim sebagai pertimbangan putusan untuk meringankan penjatuhan sanksi pidana.

c) Adanya sikap terus terang dalam

persidangan.

Selama pertanyaan yang diajukan di dalam persidangan terdakwa menjawab secara terus terang dan tidak berbelit, maka hal tersebut dapat dijadikan hakim sebagai alasan untuk meringankan sanksi pidana yang akan dijatuhkan. Karena jawaban yang terus terang tersebut akan mempermudah hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara yang dihadapkannya.

d) Adanya penyesalan untuk tidak

mengulanginya.

Setelah terdakwa mengakui perbuatannya dan menyasali perbuatannya yang sudah dilakukannya, serta terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi, maka hal ini dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi hakim untuk meringankan sanksi pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa.

2) Alasan yang memberatkan :


(32)

Semua tindak pidana akan menimbulkan keresahan bagi masyarakat termasuk tindak pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk yang mengakibatkan keresahan tentang identitas seseorang. Terjadinya tindak pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk yang mengakibatkan keresahan pada masyarakat, khususnya pada masyarakat yang telah di rugikan akibat terjadinya tindak pidana tersebut. Keresahan tersebut timbul karena masyarakat khawatir akan menjadi korban penipuan dari orang yang telah melakukan pemalsuan identitas yang mengakibatkan seseorang tertipu. Keresahan yang dialami masyarakat harus dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam mengambil putusan terdakwa. Hal tersebut dijadikan pemberatan untuk mencegah terjadinya pengulangan kejadian yang sama dan memberi rasa aman kepada masyarakat.

b) Terdakwa tidak sopan di dalam persidangan.

Sesuai dengan Pasal 176 KUHP, apabila terdakwa berlaku tidak sopan di dalam persidangan maka pemeriksaan pada waktu itu dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa. Hakim juga akan dapat memperberat putusan yang akan dikeluarkan kepada terdakwa.

c) Terdakwa tidak mengakui perbuatan pidana (mungkir).

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 17 ayat (2) saat persidangan berlangsung, terdakwa yang telah terbukti bersalah tidak mengakui perbuatannya.


(33)

Khusus dalam tindak pidana pemalsuan KTP, KK dan akta kelahiran yang dilakukan oleh terdakwa, hakim sebelum menjatuhkan pidana yang dipandang setimpal dengan perbuatannya dengan memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan sebagai berikut:

1) Hal yang memberatkan bahwa :

a) Perbuatan terdakwa dapat meresahkan masyarakat.

b) Perbuatan terdakwa dapat mendatangkan kerugian bagi orang lain. 2) Hal-hal yang meringankan:

a) Terdakwa mengakui terus terang dan bersikap sopan dalam persidangan, b) Terdakwa mengaku sangat menyesal.

Berdasarkan hal tersebut, maka sebelum menetapkan atau menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) serta Akta Kelahiran yang dilakukan oleh terdawka, maka hakim terlebih dahulu turut mempertimbangkan berbagai hal. Misalnya fakta-fakta yang terungkap di persidangan, pertimbangan yuridis dan non yuridis, keadaan dan latar belakang keluarga terdakwa, serta beberapa hal lain yang berhubungan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.

Selayaknya diketahui bahwa hakim diberi fungsi oleh undang-undang untuk menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara yang selalu dituntut untuk memberikan putusan yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya. Hakim di dalam menjalankan fungsinya diberi kebebasan dan kemandirian. Hakim menggunakan kebebasan dan kemandiriannya terutama dalam memberikan putusan perkara pidana.


(34)

Hakim dalam upaya membuat putusan serta menjatuhkan sanksi pidana, hakim harus mempunyai pertimbangan yuridis yang terdiri dari dakwaan Penuntut Umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang-barang bukti, dan pasal-pasal dalam hukum pidana. Adapula pertimbangan non yuridis yang terdiri dari latar belakang perbuatan terdakwa, akibat perbuatan serta kondisi terdakwa pada saat melakukan perbuatan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka jelaslah bahwa hakim dalam pengambilan keputusan dipersidangan ada 3 hal yang menjadi acuannya yaitu: 1) Asas Kepastian Hukum.

2) Asas Keadilan 3) Asas Manfaat.116

Untuk kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah peraturan perundang-undangannya. Asas keadilan disinilah cenderung lebih kepada sikap masyarakat, bagaimana mengembalikan/memulihkan keadaan sosial masyarakat sehubungan dengan kasus ini, hal ini juga agar menjadi efek jera kepada orang lain agar tidak diulangi lagi. Asas manfaat biasanya diarahkan kepada terpidana sehingga jangan sampai pemidanaan yang diberikan ini tidak bermanfaat bagi terdakwa.

Selain mengacu pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 9 KUHAP dimana wewenang hakim di pengadilan yaitu, mengadili yang merupakan serangkaian tindakan untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP, Majelis Hakim juga menggunakan acuan mereka

116


(35)

sendiri dalam memutus perkara tersebut yakni asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asas manfaat yang mana asas-asas tersebut memiliki peran masing-masing seperti yang dijelaskan di atas.117

Selain menggunakan asas-asas tersebut Majelis Hakim mengacu pada Dakwaan dari Penuntut Umum, sesuai dengan fungsi dakwaan sebagai dasar pemeriksaan dalam proses peradilan pidana. Majelis Hakim juga mempertimbangkan kondisi korban yang dilakukan oleh para terdakwa pada kasus ini.

Berdasarkan analisis penulis tentang pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi dalam perkara putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1649/Pid.Sus/2015/PN.Mdn, hakim dalam memutus perkara tersebut mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang cukup banyak. Mulai dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, terpenuhinya unsur-unsur sesuai dengan pasal yang didakwakan dan tidak ada alasan pembenar dan pemaaf, sehingga dinyatakan bersalah, serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

117


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan yaitu :

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk adalah faktor ekonomi dan faktor makin canggihnya teknologi dalam meniru Kartu Tanda Penduduk asli. Cara yang pada umumnya digunakan pelaku pemalsu dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga dan akta kelahiran dan dokumen lainnya adalah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi yaitu tersangka memakai program photoshop dan corel draw untuk membuat gambar, yang menyerupai gambar di dokumen aslinya dan gambar tadi dicetak dengan memakai bahan, seperti bahan kertas dokumen aslinya dengan menggunakan scanner, jadi stempel maupun tanda tangan para pejabat terkait cukup di-scanning.

2. Penerapan sanksi pidana teerhadap pemalsuan Kartu Tanda Penduduk dalam putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1649/Pid.Sus/2015/PN.Mdn, hakim dalam putusannya menjatuhkan vonis pidana penjara selama 6 (enam) bulan karena telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama melalukan perbuatan pemalsuan surat berupa KTP.. Vonis ini tidak sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan hukuman 10 (sepuluh) bulan penjara.


(37)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan :

1. Terhadap perkara tindak pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk ini penulis harapkan agar Majelis Hakim lebih cermat terhadap fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan lebih memperhatikan dasar hukum yang akan diterapkan kepada terdakwa.

2. Peranan polisi dalam tahap penyidikan dan jaksa dalam menyusun surat dakwaan hendaknya lebih menggali fakta-fakta dari suatu tindak pidana karena surat dakwaan adalah dasar bagi hakim dalam memeriksa dan memutus perkara dalam persidangan.

3. Agar hakim menjatuhkan hukuman yang berat terhadap para pelaku pemalsuan Kartu Tanda Penduduk, sehingga menimbulkan efek jera terhadap pihak yang ingin melakukan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk.


(38)

BAB II

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMALSUAN KARTU TANDA PENDUDUK

A. Perkembangan Pemalsuan Kartu Tanda Penduduk di Medan.

Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada data base kependudukan nasional. Penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup. Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya.59

Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan identitas resmi Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.60

59

Pasal 13 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

60

http://id.wikipedia.org/wiki/Kartu Tanda Penduduk. diakses tanggal 08 Agustus 2016 Pukul 21.00 Wib

Kartu ini wajib dimiliki bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang sudah berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin atau telah kawin. Anak dari orang tua WNA yang memiliki ITAP dan sudah berumur 17 tahun juga wajib memilki KTP. KTP bagi WNI berlaku selama lima tahun dan tanggal berakhirnya disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran yang bersangkutan. KTP bagi WNA berlaku sesuai dengan masa Izin Tinggal


(39)

Tetap. Khusus warga yang telah berusia 60 tahun dan ke atas, mendapat KTP seumur hidup yang tidak perlu diperpanjang setiap lima tahun sekali.61

a. Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) dan telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki E-KTP yang berlaku secara nasional dan hanya memiliki 1 (satu) e-KTP.

Ketentuan pelaksanaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Penerapan e-KTP adalah Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Adapun pasal-pasal dalam undang undang ini, yang mengatur tentang KTP Elektronik, antara lain adalah Pasal 63 dan penjelasannya, 64, 101 dan 102. Pasal 63 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan bahwa :

b. Orang Asing (WNA) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti E-KTP kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir.

c. Penduduk WNI dan WNA yang telah memiliki E-KTP wajib membawanya pada saat bepergian.62

Hal-hal seperti disebutkan di atas diperkuat dengan penjelasan Pasal 63 point 6 (enam) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas

61 Ibid 62

Pasal 63 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan


(40)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan bahwa dalam rangka menciptakan kepemilikan 1 (satu) e-KTP untuk 1 (satu) penduduk diperlukan sistem keamanan/pengendalian dan sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan melakukan verifikasi dan validasi dalam sistem database kependudukan serta pemberian Nomor Induk Kepegawaian (NIK). Fungsi KTP akan ditingkatkan secara bertahap menjadi e-KTP multiguna.

Pasal 102 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengamanatkan bahwa semua singkatan “KTP” sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan harus dimaknai “e-KTP”. Sebagai peraturan pelaksana penerapan KTP secara nasional dengan disahkannya UU No. 24 Tahun 2013 ini, masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan. Dalam Peraturan Presiden tersebut disebutkan bahwa :

a. KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi dan validasi data jati diri penduduk.

b. Rekaman elektronik berisi biodata, tanda tangan, pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan.

c. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam basis data kependudukan.


(41)

d. Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan untuk WNI dilakukan di kecamatan sedangkan untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap dilakukan di instansi pelaksana.

KTP berisi informasi mengenai sang pemilik kartu, termasuk: a. Nomor Induk Kependudukan (N.I.K.)

b. Nama lengkap

c. Tempat dan tanggal lahir d. Jenis kelamin

e. Agama

f. Status perkawinan g. Golongan darah h. Alamat

i. Pekerjaan

j. Kewarganegaraan k. Foto

l. Masa berlaku

m. Tempat dan tanggal dikeluarkan KTP n. Tandatangan pemegang KTP

o. Nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.63 Kartu dan dokumen identitas seperti KTP, paspor, maupun Kartu Keluarga, seringkali dipalsukan untuk tindak kejahatan. Mulai dari kejahatan penipuan, seperti peminjaman uang, pengajuan kartu kredit, maupun untuk kejahatan politis seperti dalam kasus pemilihan umum dan pemilihan gubernur. Modus kejahatan pemalsuan kartu identitas biasanya dilakukan oleh sindikat. Jarang sekali pelaku pemalsuan kartu identitas ini dilakukan seorang diri. Sindikat ini nantinya akan menjual kartu identitas kepada masyarakat umum yang membutuhkannya. Sebelum melakukan pemalsuan, pelaku mempelajari terlebih dahulu bentuk cap stempel, bentuk tanda tangan pejabat setempat, dan jenis kertas

63


(42)

yang digunakan. Modus lain yang juga digunakan adalah menggunakan dokumen kartu identitas asli, namun identtasnya yang dipalsukan.64

Ciri-ciri KTP, Kartu Keluarga (KK) dan Akta Kelahiran yang dicetak pelaku sangat kasar. Selain warnanya terlihat pudar, pada bagian screen yang muncul pada KTP atau dokumen lainnya, tidak sama dengan warna dokumen aslinya bahkan tanda-tangan pada KTP palsu tebal. Ciri-ciri dokumen asli

Biasanya kartu identitas tersebut memang asli secara kasat mata, namun identitas yang tertera didalamnya adalah palsu. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara membuat surat pengantar palsu. Surat pengantar itu biasanya dipalsukan sedemikian rupa, sehingga akan diproses secara legal oleh kelurahan setempat, yang dimana isi identitasnya adalah palsu. Untuk modus kedua ini (surat asli, namun identitas palsu) biasanya digunakan oleh pelaku terorisme untuk menyembunyikan identitas aslinya ketika diminta menunjukan kartu identitasnya.

Cara yang pada umumnya digunakan para pelaku pemalsu dokumen adalah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Perkembangan kecanggihan program komputer, bisa disalahgunakan untuk berbuat tindak pidana pemalsuan dokumen resmi. Caranya, tersangka memakai program photoshop dan corel draw untuk membuat gambar, yang menyerupai gambar di dokumen aslinya. Selanjutnya, gambar tadi dicetak dengan memakai bahan, seperti bahan kertas dokumen aslinya. Cara lainnya adalah menggunakan scanner, jadi stempel maupun tanda tangan para pejabat terkait cukup di-scanning maka akan sangat sulit membedakan mana dokumen asli atau palsu.

64

https://putroperdana.wordpress.com/2012/10/10/modus-operandi-pemalsuan-dokumen-dan-tanda-tangan/ diakses tanggal 08 Agustus 2016 Pukul 21.00 Wib


(43)

biasanya, tanda tangannya tipis dengan corak warna bagus, selain itu warna dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga (KK) dan Akta Kelahiran tidak pudar.65

Prakteknya di kota Medan banyak peredaran KTP palsu yang banyak dilakukan oknum masyarakat ketika hendak berurusan dengan pihak ke tiga, baik itu perbankan ataupun leasing. Jadi kebanyakan masyarakat membuat KTP di percetakan untuk semacam persyaratan pengajuan baik di pihak bank maupun leasing. Kebanyakan di dua perusahaan tersebut.66

Contoh kasus pemalsuan Kartu Tanda Penduduk yang terjadi di kota Medan adalah kasus yang dilakukan tersangka Leomard Bangun alias Leo yang

Banyak terdapatnya KTP palsu bukan kesalahan dari pihak dinas melainkan keberanian masyarakat untuk memalsukannya. Antisipasinya setiap perusahaan ketiga jika tidak memiliki alat untuk mendeteksi KTP palsu, koordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil karena KTP yang asli akan terdeteksi secara otomatis karena terdapat chip dalam KTP tersebut.

Masyarakat juga jangan terlalu berani untuk memalsukan KTP, mengingat hal tersebut juga akan mendapatkan sanksi hukum yang sudah diatur dalam perundang-undangan. Seseorang yang memalsukan akan terjerat Pasal 94 (Undang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan) akan terancam pidana 6 tahun dan denda 75 Juta, dan bagi badan hukum yang berani mencetak KTP dan memalsukan akan terjerat Pasal 95 terancam kurungan penjara selama 10 tahun dan denda sebanyak Rp 1 miliar.

65

Brama Yoga Kiswara, KTP Palsu Berwarna Pudar, Target Sindikat Para TKW Ilegal, diakses tanggal 08 Agustus 2016 Pukul 21.00 Wib

66

http://www.tangeranghits.com/mega-metropolitan/berita/46144/pemalsuan-ktp-di-kota-Medan-marak diakses tanggal 08 Agustus 2016 Pukul 21.00 Wib


(44)

memalsukan dokumen kependudukan seperti KTP, Kartu Keluarga dan akta kelahiran dengan modus menggunakan scanner sehingga hasil cetakan mirip aslinya, mereka juga memalsukan stempel serta tanda-tangan catatan sipil.

Cara yang pada umumnya digunakan pelaku pemalsu dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga dan akta kelahiran dan dokumen lainnya adalah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Perkembangan kecanggihan program komputer, bisa disalahgunakan untuk berbuat tindak pidana pemalsuan dokumen resmi. Caranya, tersangka memakai program photoshop dan corel draw untuk membuat gambar, yang menyerupai gambar di dokumen aslinya. Selanjutnya, gambar tadi dicetak dengan memakai bahan, seperti bahan kertas dokumen aslinya. Cara lainnya adalah menggunakan scanner, jadi stempel maupun tanda tangan para pejabat terkait cukup di-scanning maka akan sangat sulit membedakan mana dokumen asli atau palsu.

Ciri-ciri KTP, Kartu Keluarga (KK) dan Akta Kelahiran yang dicetak pelaku sangat kasar. Selain warnanya terlihat pudar, pada bagian screen yang muncul pada KTP atau dokumen lainnya, tidak sama dengan warna dokumen aslinya bahkan tanda-tangan pada KTP palsu tebal. Ciri-ciri dokumen asli biasanya, tanda tangannya tipis dengan corak warna bagus, selain itu warna dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga (KK) dan Akta Kelahiran tidak pudar.

B. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proses Pencetakan Kartu Tanda Penduduk.

Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya


(45)

berkewajiban untuk mernberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas menjamin hak setiap penduduk untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, mernperoleh status kewarganegaraan, menjamin kebebasan memeluk agama. dan memilih tempat tinggal di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dan rneninggalkannya, serta berhak kembali. Peristiwa kependudukan, antara lain perubahan alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap dan peristiwa penting, antara lain kelahiran, lahir mati, kematian, perkawinan, dan perceraian, termasuk pengangkatan, pengakuan, dan pengesahan anak, serta perubahan status kewarganegaraan, ganti nama dan peristiwa penting lainnya yang dialami oleh seseorang merupakan kejadian yang harus dilaporkan karena membawa implikasi perubahan data identitas atau surat keterangan kependudukan. Untuk itu, setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting memerlukan bukti yang sah untuk dilakukan pengadministrasian dan pencatatan sesuai dengan ketentuan undang-undang.67

Menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

67

Penjelasan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan


(46)

disebutkan bahwa : Pemerintah melalui Menteri berwenang menyelenggarakan Administrasi Kependudukan secara nasional, meliputi:

a. Koordinasi antarinstansi dan antardaerah b. Penetapan sistem, pedoman, dan standar c. Fasilitasi dan sosialisasi

d. Pembinaan, pembimbingan, supervisi, pemantauan, evaluasi dan konsultasi

e. Pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala nasional f. Menyediakan blangko KTP-el bagi kabupaten/kota

g. Menyediakan blangko dokumen kependudukan selain blangko KTP-el melalui Instansi Pelaksana.

h. Pengawasan.68

Pemerintah provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh gubernur dengan kewenangan meliputi:

a. Koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan

b. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

c. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

d. penyajian Data Kependudukan berskala provinsi berasal dari Data Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri.

e. Koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.69

Pemerintah kabupaten/kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh bupati/walikota dengan kewenangan meliputi:

a. Koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan

b. Pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi Kependudukan

68

Pasal 5 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

69

Pasal 6 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan


(47)

c. Pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

d. Pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan

e. Pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan

f. Penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan. g. Penyajian Data Kependudukan berskala kabupaten/kota berasal dari

Data Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri.

h. Koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.70

Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewajiban yang meliputi:

a. Mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting. b. Memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap

Penduduk atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting

c. Mencetak, menerbitkan, dan mendistribusikan Dokumen Kependudukan.

d. Mendokumentasikan hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil e. Menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa

Kependudukan dan Peristiwa Penting.

f. Melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh Penduduk dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.71

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi Penduduk yang beragama Islam pada tingkat kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUAKecamatan. Pelayanan Pencatatan Sipil pada tingkat kecamatan dilakukan oleh UPT Instansi Pelaksana dengan kewenangan menerbitkan Akta Pencatatan Sipil. Kewajiban sebagaimana

70

Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

71

Pasal 8 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan


(48)

dimaksud pada ayat (1) untuk persyaratan dan tata cara Pencatatan Peristiwa Penting bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.72

Pejabat Pencatatan Sipil mempunyai kewenangan melakukan verifikasi kebenaran data, melakukan pembuktian pencatatan atas nama jabatannya, mencatat data dalam register akta Pencatatan Sipil, menerbitkan kutipan akta Pencatatan Sipil, dan membuat catatan pinggir pada akta-akta Pencatatan Sipil.

73

Petugas Registrasi membantu kepala desa atau lurah dan Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Petugas Registrasi diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota diutamakan dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.74

C. Faktor Penyebab Terjadinya Pemalsuan Kartu Tanda Penduduk.

Proyek e-KTP dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang terhadap negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya digunakan untuk hal-hal berikut :

1. Menghindari pajak

72

Pasal 7 ayat (1) sd ayat (5) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

73

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 74

Pasal 12 ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan


(49)

2. Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat di seluruh kota. 3. Mengamankan korupsi

4. Menyembunyikan identitas (misalnya oleh para teroris).

Kejahatan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk merupakan kejahatan yang serius. Disamping itu kejahatan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk ini semakin lama semakin canggih karena dengan kemajuan teknologi yang ada. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan data di Indonesia terjadi karena beberapa faktor sebagai berikut yaitu, faktor sosial ekonomi, faktor penegakan hukum, dan faktor perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK ).75

1. Faktor Ekonomi.

Banyaknya Kartu Tanda Penduduk palsu di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya yaitu faktor ekonomi masyarakat yang masih rendah. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dalam memberikan pekerjaan kepada orang yang kesulitan ekonomi. Faktor lainnya yaitu makin canggihnya teknologi dalam meniru Kartu Tanda Penduduk asli. Kemajuan teknologi ini dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan dengan membuat Kartu Tanda Penduduk palsu.

Faktor yang menyebabkan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk dewasa ini semakin pesat antara lain :

Faktor ekonomi merupakan faktor utama penyebab terjadinya pemalsuan Kartu Tanda Penduduk. Indonesia merupakan Negara yang memiliki penduduk terbanyak ke-3 setelah China. Seperti di ketahui bahwa semakin berkembangnya

75


(50)

zaman semakin banyak pula penduduk yang hidup dalam garis kemiskinan. Karena banyaknya jumlah penduduk tersebut dan perhatian negara yang kurang maksimal menyebabkan para penduduk tersebut menghalalkan berbagai cara untuk bertahan hidup yaitu salah satunya dengan melakukan kejahatan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk untuk mendapatkan uang.

Faktor ekonomi menjadi titik awal beredarnya uang palsu di masyarakat. Semakin zaman berkembang pesat, semakin banyak orang-orang yang hidup dibawah garis kemiskinan dengan tingkat pendidikan rendah, bahkan bisa di bilang sangat rendah. Adanya pendidikan yang rendah ini menyebabkan setiap orang menjadi tidak cakap hukum (onbekwaam) dimata masyarakat. Sehingga terus saja membuat Kartu Tanda Penduduk palsu tanpa diketahui akibatnya. Semakin bergulirnya roda kehidupan diperbarengi dengan melonjaknya harga masing-masing kebutuhan menyebabkan tidak sedikit orang untuk mencari keuntungan dengan menggunakan membuat Kartu Tanda Penduduk palsu.

2. Faktor Teknologi

Faktor selanjutnya yang menyebabkan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk adalah faktor teknologi. Kecanggihan teknologi merupakan dampak yang nyata dari era globalisasi saat ini. Dengan semakin canggihnya teknologi membuat orang dengan mudahnya mencetak atau membuat Kartu Tanda Penduduk palsu apalagi sekarang dengan mudahnya kepemilikan alat-alat guna mencetak Kartu Tanda Penduduk palsu seperti printer berwarna, scanner berwarna dan mesin fotokopi berwarna yang mana seharusnya adanya izin khusus dalam kepemilikan peralatan tersebut.


(51)

3. Faktor Lingkungan.

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penentu dalam pembentukan karakter seseorang. Faktor ini juga yang mempengaruhi seseorang melakukan upaya pemalsuan Kartu Tanda Penduduk karena dalam sebuah lingkungan seseorang akan bertemu dengan orang yang berbeda-beda, apabila bergaul dengan penjahat maka orang baikpun juga dapat berubah jadi jahat.

D. Upaya Penanggulangan Pemalsuan Kartu Tanda Penduduk.

Tujuan Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang saat ini dilaksanakan merupakan upaya untuk mempercepat serta mendukung akurasi terbangunnya database kependudukan secara nasional. Dengan diterapkannya e-KTP, maka setiap penduduk tidak dimungkinkan lagi dapat memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) lebih dari satu atau pemalsuan KTP, mengingat dalam e-KTP tersebut telah memuat kode keamanan dan rekaman elektronik data penduduk yang antara lain berupa sidik jari, iris mata, tanda tangan, dan elemen data lainnya.

Kejahatan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan untuk memperkaya diri secara ekonomi, pemalsuan tersebut dapat juga bertujuan untuk menghancurkan perekonomian negara secara politis. Disamping itu kejahatan tersebut semakin lama semakin canggih karena dengan kemajuan teknologi yang ada, masyarakat yang ingin memperoleh kekayaan denga cepat akan melakukan kejahatan yang dimaksud dengan cara yang paling baru.

Tindak pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk di Indonesia harus diberantas sampai ke akarnya, yaitu pembuat Kartu Tanda Penduduk palsu.


(1)

ABSTRAK Dwi Rizky Saputra*

Nurmalawaty** Alwan **

Kejahatan pemalsuan dengan objek pemalsuan surat yang banyak ditemukan di lingkungan masyarakat adalah kejahatan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk (selanjutya disebut KTP). KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana (dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) yang berlaku di Seluruh Wilayah Negara Kesatuan Indonesia.

Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (field

research). Analisis data yang digunakan adalah data kualitatif.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk adalah faktor ekonomi dan faktor makin canggihnya teknologi dalam meniru Kartu Tanda Penduduk asli. Cara yang pada umumnya digunakan pelaku pemalsu dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga dan akta kelahiran dan dokumen lainnya adalah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi yaitu tersangka memakai program photoshop dan corel draw untuk membuat gambar, yang menyerupai gambar di dokumen aslinya dan gambar tadi dicetak dengan memakai bahan, seperti bahan kertas dokumen aslinya dengan menggunakan scanner, jadi stempel maupun tanda tangan para pejabat terkait cukup di-scanning.

Penerapan sanksi pidana teerhadap pemalsuan Kartu Tanda Penduduk dalam putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1649/Pid.Sus/2015/PN.Mdn, hakim dalam putusannya menjatuhkan vonis pidana penjara selama 6 (enam) bulan karena telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama melalukan perbuatan pemalsuan surat berupa KTP.. Vonis ini tidak sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan hukuman 10 (sepuluh) bulan penjara.

Kata Kunci : Tindak Pidana, Kartu Tanda Penduduk *Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis penjatkan yang tidak henti-hentinya kehadirat Allah Swt karena dengan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw yang telah memberikan jalan dan menuntut umatnya dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang yang disinari oleh nur iman dan Islam.

Skripsi ini berjudul : " Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Kartu Tanda Penduduk (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1649/Pid.Sus/2015/PN.Mdn”. Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini.

Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, sebagai Rektor USU Medan 2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum sebagai Dekan FH. USU


(3)

3. Bapak OK Saidin, SH.M.Hum, sebagai Wakil Dekan I FH. USU Medan 4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH.MHum sebagai Wakil Dekan II FH. USU

Medan.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan III Fakultas Hukum USU Medan

6. Bapak Hamdan, SH.M. Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU.

7. Ibu Liza Erwina, SH.M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU.

8. Ibu Nurmalawaty SH.M.Hum sebagai Pembimbing I yang bersedia memberikan masukan dan perbaikan dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak Alwan, SH.M.Hum sebagai Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi.

10.Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

11.Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan kasih sayang, perhatian dan member kesempatan pada penulis untuk berjuang menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi ini.

12.Kepada saudara-saudaraku terima kasih atas dukungan, doa dan perhatian yang sangat besar yang selalu mendukung penulis, terima kasih kepada


(4)

13.seluruh keluarga besarku yang memberikan dorongan semangat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesai skripsi ini.

14.Kepada teman-temanku khususnya stambuk 2012 Fakultas Hukum USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segalanya.

15.Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi atas penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkah satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, hanya Allah Swt yang dapat membalas budi baik semuanya

Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.

Medan, September 2016 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI. ... vi

BAB I : P E N D A H U L U A N ... 1

a. Latar Belakang ... 1

b. Rumusan Masalah ... 5

c. Tujuan Penulisan ... 5

d. Manfaat Penulisan ... 5

e. Keaslian Penulisan ... 6

f. Tinjauan Kepustakaan ... 6

g. Metode Penelitian ... 37

h. Sistematika Penulisan ... 38

BAB II : FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMALSUAN KARTU TANDA PENDUDUK ... 41

A. Perkembangan Pemalsuan Kartu Tanda Penduduk di Medan 41 B. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proses Pencetakan Kartu Tanda Penduduk ... 47

C. Faktor Penyebab Terjadinya Pemalsuan Kartu Tanda Penduduk ... 51

D. Upaya Penanggulangan Pemalsuan Kartu Tanda Penduduk .. 54

BAB III : KETENTUAN SANKSI PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN KARTU TANDA PENDUDUK ... 59

A. Dalam KUHP ... 59

B. Diluar KUHP : ... 68

1. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan ... 68

2. Dalam Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil ... 71


(6)

C. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pemalsuan Kartu Tanda

Penduduk dalam Kasus No. 1649/Pid.Sus/2015/P.Mdn : ... 72

1. Kronologis Kasus ... 72

2. Dakwaan JPU ... 74

3. Tuntutan JPU ... 74

4. Putusan Hakim ... 75

5. Analisis Kasus : ... 76

a. Berdasarkan Hukum Acara ... 76

b. Berdasarkan Hukum Pidana Materiil ... 78

c. Aspek Keadilan Putusan Hakim... 79

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94 LAMPIRAN


Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang yang Dengan Sengaja Tidak Melaporkan Adanya Tindak Pidana Menguasai Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 409/Pid.B/2014/PN.Mdn.)

2 54 90

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Kajian Yuridis Tindak Pidana Pemalsuan Surat Izin Mengemudi (Study Putusan Nomor 600/PID.B/2009/PN.Mdn)

10 96 95

Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan)

3 130 140

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

Analisis Yuridis Normatif Terhadap Putusan Hakim Nomor: 582/Pid.B/2013/PN.Mlg Dalam Perkara Tindak Pidana Perjudian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor: 582/Pid.B/2013/PN.Mlg)

1 8 31

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Kartu Keluarga Dan Perzinahan (Putusan Nomor: 978 K/PID/2011)

0 4 13

Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah (Studi Putusan Hakim No. 945/PID.B/2010/PN.TK)

0 4 71

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9