8
Direktorat Jenderal Pajak. Kantor ini merupakan kantor pelayanan yang khusus melayani wajib pajak besar wilayah di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Sumatera Utara I. Wajib pajak besar wilayah sendiri ditentukan melalui surat keputusan direktur jenderal pajak berdasarkan pertimbangan dan
indikator yang ditetapkan oleh direktorat jendaral pajak. Wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya medan ditentukan melalui suatu surat keputusan direktur
Jenderal Pajak dan tidak bisa berkurang atau bertambah selama tidak ada perubahan atas surat keputusan tersebut. Dengan kondisi tersebut, jumlah wajib
pajak yang terdaftar pada kantor ini relatif stabil sehingga menurut penulis sangat tepat dijadikan sebagai objek peneilitian dalam meneliti keterkaitan antara
indikator perekonomian makro terhadap penerimaan pajak. Terkait uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh
indikator perekonomian makro khususnya nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi dengan penerimaan pajak pertambahan nilai dengan judul
“PENGARUH NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
IMPOR PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN.”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
9
1. Apakah nilai tukar mata uang rupiah berpengaruh terhadap
penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada KPP Madya Medan?
2. Apakah tingkat inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak
pertambahan nilai impor pada KPP Madya Medan? 3.
Apakah nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai
pada KPP Madya Medan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran sejauh mana nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi mempengaruhi penerimaan negara, khususnya
penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada periode tertentu, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan
fiskal dan moneter untuk mencapai perekonomian yang baik, masyarakat yang sejahtera dan pemerintahan yang kuat dan stabil. Secara khusus penelitian ini
bertujuan: 1.
Untuk mengetahui apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai pada KPP Madya Medan.
2. Untuk mengetahui apakah tingkat inflasi berpengaruh terhadap
penerimaan pajak pertambahan nilai pada KPP Madya Medan.
10
3. Untuk mengetahui apakah nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi secara
simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai pada KPP Madya Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara luas baik secara akademis maupun praktis bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap materi
penelitian ini diantaranya: 1.
Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis di bidang perpajakan khusunya pengaruh pengaruh nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak
pertambahan nilai impor. 2.
Bagi Pemerintah Dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan fiskal
dan moneter dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, khususnya untuk mencapai target penerimaan negara
dari penerimaan pajak. 3.
Bagi Akademisi Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengetahui
dan mengembangkan penelitian mengenai pengaruh nilai mata uang tukar rupiah dan tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai
impor.
11
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pajak Pertambahan Nilai Impor 2.1.1 Sejarah PPN impor
Sejarah pajak pertambahan nilai PPN impor tidak terlepas dari sejarah pengenaan pajak pertambahan nilai di Indonesia. Pajak pertambahan nilai value
added tax mulai diperkenalkan di indonesia pada saat reformasi perpajakan tahun 1983 menggantikan pajak penjualan PPn yang sudah berlaku di Indonesia sejak
tahun 1951. PPN mulai diterapkan di Indonesia pada tanggal 1 April 1985, yaitu pada saat berlakunya undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjaualan atas Barang Mewah. Impor barang kena pajak dan jasa kena pajak merupakan objek pajak pertambahan
nilai PPN pada undang-undang nomor 8 tahun 1983 dan perubahannya. Munculnya PPN impor merupakan bagian dari kemunculan PPN Itu sendiri di
Indonesia.
2.1.2 Defenisi dan Karakteristik PPN
Tidak ditemukan defenisi PPN dalam undang-undang nomor 42 tahun 2009 tentang peruabahan atas undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjaualan atas Barang Mewah. Akan tetapi, jika melihat karakteristiknya, kita dapat memberi definisi PPN
sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri yang dikenakan secara bertingkat
12
disetiap jalur produksi dan distribusi. Pajak pertambahan nilai impor adalah PPN yang dikenakan atas setiap kegiatan memasukkan barang kena pajak, pemanfaatan
barang kena pajak tidak berwujud danatau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pebean ke dalam daerah pabean. Adapun karakteristik pajak pertambahan
nilai menurut Sukardji 2010:1-14 adalah sebagai berikut: 1.
Pajak tidak Langsung Pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dan
penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak adalah pembeli atau pemakai jasa,
sedangkan penanggung jawabnya adalah penjual barang atau pengusaha jasa. Apabila penjual atau pengusaha jasa tidak memungut PPN dari
pembeli atau penerima jasa, maka PPN tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab penjual atau pengusaha jasa, bukan tanggung jawab
pembeli atau penerima jasa. Apabila pembeli atau penerima jasa sudah membayar PPN kepada penjual atau pengusaha jasa, pada dasarnya sudah
membayar PPN tersebut ke kasa negara. 2.
Pajak Objektif Timbulnya kewajiban pajak PPN sangat ditentukan oleh adanya objek
pajak, bukan subjek pemikul beban pajak. Nilai PPN terutang ditentukan oleh nilai objek pajak, bukan penghasilan subjek pemikul beban pajak.
3. Multi Satge Levy
PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi barang kena pajak atau jasa kena pajak secara berjenjang terhadap setiap
13
penambahan nilai penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak tersebut. Pengenaan atas setiap penambahan nilai penyerahan
mengakibatkan PPN tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda. 4.
Indirect Subtraction Method Metode penghitungan PPN yang di setor ke kas negara dengan cara
mengurangkan pajak atas penyerahan barang atau jasa dengan pajak atas perolehan barang atau jasa tersebut. Jadi yang dikenakan pajak adalah nilai
tambah dari barang dan jasa, yaitu penjumlahan unsur-unsur biaya dan laba dalam rangka proses produksi atau distribusi. Undang-undang pajak
di Indonesia, menganut indirect subtation methode dalam menghitung nilai tambah tersebut, yaitu dengan cara mengurangkan PPN yang di pungut
oleh penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan barang atau jasa dengan PPN yang dibayar kepada penjual atau pengusaha jasa lain atas perolehan
barang atau jasa tersebut. 5.
Non Kumulatif Pengenaan pajak yang bersifat berulang disetiap jalur produksi dan
distribusi namun mengenakan pada nilai tambah barang dan jasa mengakibatkan pajak PPN di Indonesia tidak menimbulkan pengenaan
pajak berganda. 6.
Tarif tunggal Single Rate Undang-undang PPN di Indonesia menganut tarif tunggal yaitu ditetapkan
sebesar 10 dari nilai penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak.
14
Tarif pajak tersebut dapat dibuah diubah paling tinggi menjadi 15 atau paling rendah 5 yang perubahannya diatur dengan perturan pemerintah.
7. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Apabila barang atau jasa tersebut akan
dikonsumsi di luar daerah pabean, tidak dikenakan PPN di Indonesia. 8.
PPN Tipe Konsumsi consumption type Pajak masukan atas perolehan barang modal dapat dikreditkan dengan
pajak keluaran sehingga barang modal hanya dikenakan hanya satu kali. Yang dikenakan adalah nilai tambah barang atau jasa pada setiap jalur
produksi dan distribusi. Jadi pemikul beban pajak sebenarnya adalah pengguna barang atau jasa akhir. Hal ini terjadi karena pengenaan tarif
10 yang dihitung dari nilai penyerahan, akan sepenuhnya ditanggung oleh pengguna barang atau jasa akhir disebabkan pengguna akhir tidak
bisa mengkreditkan pajak tersebut kembali.
2.1.3 Dasar Hukum PPN Impor
Dasar hukum PPN di Indonesia adalah Undang-Undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah. Undang-undang ini sudah beberapa kali di lakukan perubahan dan yang terakhir adalah Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 yang mulai
berlaku tanggal 1 April 2010. Pada pasal 4 ayat 1b, ayat 1d dan ayat 1e disebutkan bahwa pajak pertambahan nilai dikenakan atas impor barang kena pajak,
15
pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di daerah pebean, dan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pebean di dalam daerah
pabean. Timbulnya PPN impor merupakan akibat penyebutan impor barang dan jasa sebagai objek PPN dalam pasal 4 undang-undang nomor 8 tahun 1983 dan
perubahannya.
2.1.4 Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPN Impor
2.1.4.1 Objek PPN Impor PPN Impor dikenakan bersamaan dengan PPh pasal 22 impor serta
PPnBM jika barang tersebut merupakan termasuk kriteria barang mewah. Adapun objek pajak PPN impor adalah:
1. Impor barang kena pajak
Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pebean ke dalam daerah pabean. Daerah pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan rauang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksekutif dan landas
kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
2. Pemanfaatan barang kena pajak pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean 3.
Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
16
2.1.4.2 Dasar Pengenaan Pajak Dasar pengenaan pajak adalah dasar yang digunakan untuk menghitung
pajak yang terutang. Dasar pengenaan pajak PPN Impor adalah nilai impor. Nilai impor merupakan nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor barang kena pajak.
Secara sederhana nilai impor terdiri atas cost nilai barang, insurance asuransi dan freight biaya pengangkutan.
2.1.4.3 Tarif PPN Impor Pasal 7 undang-undang nomor 42 tahun 2009 menyatakan bahwa tarif
PPN adalah 10 sepuluh persen dan tarif tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5 lima persen dan paling tinggi 15 sepuluh persen yang perubahan
tarifnya diatur dengan peraturan pemerintah. Tarif pengenaan PPN impor mengikuti tarif PPN yang dinyatakan oleh undang-undang tersebut, yaitu 10
dari nilai impor.
2.1.5 Subjek Pajak
Sebagai pajak tidak langsung, PPN mengenal pemikul beban pajak dan penanggung jawab pajak. Pemikul beban pajak merupakan pihak yang dikenai
beban pembayaran pajak, sedangkan penanggung jawab pajak merupakan pihak yang bertanggungjawab membayarkan pajak ke kas negara setelah memungut
pajak tersebut dari pemikul beban pajak. Berbeda dengan PPN secara umum,
17
pemikul beban pajak dan penanggung jawab pajak PPN Impor terletak pada satu pihak, yaitu pihak yang memasukkan barang atau pengguna jasa dari luar daerah
pabean ke dalam daerah pabean. Pengusaha kena pajak adalah subjek penanggung jawab pembayaran
pajak pada PPN secara umum. Pengusaha kena pajak merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak danatau jasa kena pajak berdasarkan
undang-undang PPN. Setiap pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak danatau jasa kena pajak diwajibkan untuk mengukuhkan dirinya menjadi
pengusaha kena pajak PKP ke kantor pelayanan pajak. Dengan status pengusaha kena pajak PKP, pajak masukan dalam rangka usaha atau pekerjaan dapat
dikreditkan oleh pengusaha sebelum melakukan pembayarn pajak atas penyerahan barang kena pajak danatau jasa kena pajak.
Subjek PPN impor tidak membutuhkan status PKP sebelum melakukan impor barang kena pajak danatau jasa kena pajak. Setiap orang atau badan yang
memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean secara otomatis dikenai PPN impor tanpa melihat apakah sudah dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak maupun belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Status pengusaha kena pajak dibutuhkan pengusaha agar PPN impor yang telah
dibayarkan bisa dikreditkan ketika melakukan pembayarn PPN atas penyerahan barang kena pajak danatau jasa kena pajak yang dilakukannya.
18
2.1.6 Faktur Pajak dan Pemberitahuan Impor Barang
2.1.6.1 Faktur Pajak Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha
kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak. faktur pajak sedikitnya harus memuat:
1. nama, alamat dan nomor pokok wajib pajak yang menyerahkan barang
kena pajak atau jasa kena pajak. 2.
nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak.
3. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan
harga 4.
pajak pertambahan nilai yang dipungut 5.
pajak penjualan atas barang mewah yang dipungut, dan 6.
nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. Faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan barang kena pajak danatau
penyerahan jasa kena pajak, saat pembayaran dalam hal pembayaran mendahului penyerahan barang kena pajak danatau jasa kena pajak, saat penerimaan
pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, dan saat lain yang diatur dengan peraturan menteri keuangan.
2.1.6.2 Pemberitahuan Impor Barang Pemeritahuan impor barang PIB merupakan dokumen tertentu yang
kedudukannnya dipersamakan dengan faktur pajak berdasarkan Peraturan
19
Direktur Jenderal Pajak nomor PER-27PJ2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10PJ2010 tentang Dokumen
Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak. Selain PIB, aturan tersebut juga mengatur tentang surat setoran pajak SSP pembayaran atas
PPN pemanfaaatan barang tidak berwujud dan jasa kena pajak dari luar daerah pabean sebagai dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak. Agar dapat
dipersamakan dengan faktur pajak, PIB harus mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP serta dilampiri dengan surat setoran
pajak SSP, surat setoran pabean, cukai dan pajak SSPCP, danatau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang mencantumkan
identitas pemilik barang. Pengusaha yang melakukan impor barang kena pajak dapat mengkreditkan pajak masukan PPN impor selama kriteria PIB sebagai
dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak terpenuhi.
2.1.7 Surat Setoran Pajak
Surat setoran pajak SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan
cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan. Surat setoran pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila
sudah disahkan pejabat kantor penerima pembayaran yang berwewenang atau apabila telah mendapatkan validasi kantor penerima pembayaran.
20
2.1.8 Surat Pemberitahuan
Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan danatau pemabayaran pajak, objek pajak danatau
bukan objek pajak, danatau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat pemeritahuan PPN adalah surat
pemberitahuan yang digunakan untuk melaporkan objek pajak, bukan objek pajak, dasar pengenaan pajak, pembayaran dan penghitungan pajak pertambahan nilai
dan pajak penjualan atas barang mewah.
2.2 Inflasi 2.2.1 Defenisi inflasi
Menurut Sukirno 2004:27, “inflasi adalah kenaikan harga-harga umum yang berlaku dalam suatu perekonomian dari satu periode ke periode lainnya”.
Abimanyu 2004:13 mendefinisikan “inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang berlangsung secara terus menerus”. Jadi
kenaikan harga barang secara sporadis dan sementara tidak dapat disebut inflasi. Kondisi baru dikatakan inflasi harus memenuhi kriteria kenaikan harga, bersifat
umum, dan secara terus menerus. Sedangkan tingkat inflasi adalah persentasi kenaikan harga-harga pada suatu periode tertentu dengan periode sebelumnya.
2.2.2. Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi dapat diklasifikasikan berdasarakan beberapa kriteria. Jika dilihat dari keparahan tingkat inflasi, inflasi dapat dibedakan menjadi
21
1. inflasi ringan, yaitu tingka inflasi dibawah 10 sepuluh persen per tahun
2. inflasi sedang, yaitu tingkat inflasi antara 10 sepuluh persen sampai
dengan 30 tiga puluh persen per tahun 3.
inflasi berat, yaitu tingkat inflasi antara 30 tiga puluh persen sampai dengan 100 seratus persen per tahun
4. hiperinflasi, yaitu tingkat inflasi diatas 100seratus persen per tahun.
Jika dilihat dari penyebab timbulnya inflasi, inflasi dapat dibedakan menjadi demand full inflastion dan cost push inflation.
1. demand full inflastion
Inflasi ini disebabkan oleh bertambahnya permintaan terhadap barang- barang dan jasa-jasa yang menyebabkan bertambahnya permintaan
terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi mengakibatkan kenaikan harga faktor produksi.
1. cost push inflation
Kenaikan harga pada jenis inflasi ini disebabkan oleh kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan harga-harga produk yang dihasilkan ikut
naik. Kenaikan ongkos produksi dapat terjadi karena tuntutan kenaikan upah tenaga kerja wages push inflation maupun keinginan perusahaan
untuk menaikkan keuntungan. Berdasarkan asal timbulnya inflasi, inflasi dapat dikatagorikan menjadi inflasi dari
dalam negeri domestic inflation dan inflasi dari luar negeri imported inflation.
22
2.2.3 Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi adalah laju tingkat harga umum dari tahun ke tahun yang diikuti oleh kenaikan harga di suatu tahun tertentu jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Tingkat inflasi dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:
Tingkat Inflasi = IHKt-IHKt-1
Inflasi yang tidak dapat dikontrol dengan baik dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap perekonomian. Kenaikan harga yang terus menerus
dengan tingkat yang tinggi akan menyebabkan kegiatan produktif cenderung menjadi tidak menguntungkan. Kecenderungan ini akan mendorong pemilik
modal mengalihkan modalnya terhadap investasi harta-harta tetap seperti tanah dan bangunan. Minimnya investasi pada sektor produktif akan menghambat
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sektor perdagangan suatu negara akan x100
IHKt-1
Keterangan: IHKt
= Index harga konsumen tahun tertentu IHKt-1
= index harga konsumen tahun sebelumnya Index harga konsumen merupakan index yang mengukur harga sekelompok
barang dan jasa di pasar. Harga tersebut berupa harga-harga makanan, pakaian, pemukiman, transportasi, kesehatan, pendidikan dan komoditas lainnya yang akan
dibeli konsumen untuk menunjang kehidupan sehari- harinya.
2.2.4 Pengaruh Inflasi
23
terganggu dengan tingginya tingkat inflasi di suatu negara. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan barang-barang negara tersebut tidak dapat bersaing dengan
pasar internasional. Hal ini terjadi akibat harga produk dalam negeri cenderung lebih mahal dari produk internasional.
Inflasi juga berdampak buruk terhadap nilai kekayaan masyarakat dalam bentuk mata uang. Nilai rill simpanan masyarakat dalam bentuk mata uang di
bank akan cenderung terus turun dengan terjadinya inflasi. Selain itu, pendapat riil masyarakat yang memiliki pendapatan tetap akan terus menurun. Hal ini
karena kecenderungan kenaikan harga-harga selalu lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan upah pekerja.
2.2.5 Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Inflasi
Menurut Sukirno 2004:354 ada beberapa kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah untuk mengatasi inflasi, diantaranya:
1. Kebijak Fiskal
Kebijakn fiskal yang dapat diambil oleh pemerintah ialah dengan menaikkan pajak yang diikuti oleh penurunan pengeluaran pemerintah
untuk mengurangi uang yang beredar di masyarakat. 2.
Kebijakan Moneter Dengan menaikkan suku bunga yang diikuti oleh pembatasan kredit akan
mendorong penurunan jumlah uang yang beredar. Penurunan jumlah uang yang beredar akan menahan tingkat inflasi.
3. Kebijakan dari Dasar Segi Penawan
24
Yaitu kebijakan yang mempengaruhi pengurangan biaya produksi dan menstabilkan harga-harga seperti pengurangan pajak atas barang modal,
penetapan harga dan menstimulus pertambahan produksi.
2.3 Nilai Tukar Rupiah 2.3.1 Definisi Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar exchange rate disebut juga dengan kurs valuta asing foreign exchane rate. Murni 2006:244 memberikan pengertian nilai tukar sebagai,
“jumlah uang domestik yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing”. Sementara itu, Sukirno 2004:397 menyatakan bahwa,
kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatau negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain.
Kurs valuta asing dapat juga di definisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk
memperoleh satu unit mata uang asing”.
Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Mankew 2007:128-135 membagi nilai tukar menjadi nilai tukar nominal nominal
exchange rate dan nilai tukar riil real exchange rate. Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan
mata uang negara lain. Sedangkankan nilai rill adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari negara lain.
2.3.2 Sistem Nilai Tukar Exchabge Rate System
25
Sistem nilai tukar merupakan kebijakan moneter suatu negara dalam menentukan nilai tukar mata uangnya. Bentuk sistem nilai tukar dibedakan
menjadi dua bentuk, yaitu: 1.
Fixed Exchange Rate System Merupakan sistem yang menganut nilai tukar mata uang yang tetap dengan
intervensi pemerintah. 2.
Floating Exchange Rate System Merupakan sistem nilai tukar mata uang yang dibiarkan bergerak bebas
berdasarkan permintaan dan penawaran pasar. Pada prakteknya sistem floating ini diterapkan dalam dua jenis yang berbeda, yaitu:
a. Free Foating Exchange Rate System
Pada sistem ini, pergerakan nilai tukar mata uang sepenuhnya tergantung pada permintaan dan penawaran tanpa ada intervensi dari
bank sentral atau pemerintah. b.
Manage DirtyFloating Exchange Rate System Pada sistem ini, bank sentral akan tetap mengintervensi pergerakan
nilai tukat mata uang ketika dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara.
2.3.3 Jenis Nilai Tukar
Dalam prakteknya, di Indonesia dikenal beberapa nilai tukar mata uang rupiah yaitu kurs bank indonesia, kurs realisasi dan kurs menteri keuangan. Kurs
bank indonesia adalah kurs yang berlaku di bank indonesia. kurs bank indonesia
26
ini terdiri atas kurs jual dan kurs beli. Dalam melakukan pencatatan yang digunakan adalah kurs tengah bank indonesia, yaitu kurs rata-rata anatar kurs jual
dan kurs beli. Kurs realisasi adalah kurs yang sebenarnya terjadi ketika merupiahkan mata uang asing atau pada waktu membeli mata uang asing dengan
mata uang rupiah. Sedangkan kurs menteri keuangan adalah kurs yang ditentukan oleh menteri keuangan dengan tujuan tertentu seperti pelunasan pajak. Kurs
menteri keuangan ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan yang ditetapkan setiap minggu. Penelitian ini menggunkan kurs menteri keuangan karena
berhubungan dengan pajak.
2.3.4 Pengelompokan Mata Uang Asing
Mata uang asing dapat dikelompokkan menjadi hard currency dan soft currency. Hard currency adalah kelompok mata uang yang relatif kuat dan stabil,
tidak terlalu sering mengalami kenaikan ataupun penurunan. Hard currency umumnya merupakan mata uang negara-negara industri dan kuat secara ekonomi
seperti dolar Amerika Serikat USD, poundsterling Inggris GBP, dan euro EU. Soft Currency merupakan mata uang yang relatif lemah, kurang laku, dan
jarang digunakan dalam transaksi internasional. Mata uang dalam kelompok ini relatif tidak stabil dan sangat sensitive terhadap gejolak politik dan biasanya
merupakan mata uang negara-nagara yang sedang berkembang.
2.4 Penelitian Terdahulu
Sampai saat penulisan penelitian ini, penulis belum menemukan penelitian yang spesifik meneliti keterkaiatan pajak pertambahan nilai impor dengan nilai
27
tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi. Akan tetapi, penelitian yang mengaitkan antara inflasi dan nilai tukar mata uang rupiah dengan penerimaan
pajak secara umum maupun penerimaan pajak pertambahan nilai baik secara parsial, ataupun digabungkan dengan beberapa variabel lain sudah banyak
dilakukan diantaranya sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian Dwi Nuraini
2011 Pengaruh Inflasi, Nilai
Tukar Rupiah, dan Jumlah Pengusaha Kena
Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai. Variabel
Independen: 1.
Inflasi 2.
Nilai tukar rupiah
3. Jumlah
pengusaha kena pajak PKP
Variabel Dependen:
1. Penerimaan
pajak pertambahan
nilai 1.
Inflasi berpengaruh
positif secara signifikan
terhadap penerimaan
PPN
2. Nilai tukar
rupiah berpengaruh
negatif secara signifikan
terhadap penerimaan
PPN
3. Jumlah PKP
berpengaruh positif secara
signifikan terhadap
penerimaan PPN
Randi Al Safassi
2010 Analisis Pengaruh Suku
Bunga SBI, Fluktuasi Kurs Dolar Amerika
Serikat dan Tingkat Inflasi Terhadap
Penerimaan Pajak Penghasilan
Variabel Independen
1. Suku bunga SBI
2. Fluktuasi kurs
dolar Amerika Serikat.
3. Tingkat inflasi
1. Suku bunga SBI
berpengaruh secara
signifikan terhadap
penerimaan pajak
penghasilan
28
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Variabel Dependen:
1. Penerimaan
pajak penghasilan
2. Kurs USD
berpengaruh secara
signifikan terhadap
penerimaan pajak
penghasilan
2. Inflasi
berpengaruh secara
signifikan terhadap
penerimaan pajak
penghasilan
Khomarul Hidayat 2006
Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI,
Fluktuasi Kurs Dolar dan Tingkat
Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Variabel
Independen: 1.
Suku bunga SBI 2.
Fluktuasi kurs dolar
3. Tingkat inflasi
Variabel dependen:
1. Penerimaan
pajak penghasilan
1. Suku bunga SBI
berpengaruh lemah dan tidak
signifikan terhadap
penerimaan pajak
penghasilan
2. Fluktuasi kurs
dolar berpengaruh
positif secara signifikan
terhadap penerimaan
pajak penghasilan
3. Tingkat inflasi
berpengaruh positif secara
signifikan terhadap
penerimaan pajak
penghasilan
29
2.5 Kerangka Konseptual