Latar Belakang Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Serangkaian usaha pemerintah Indonesia untuk mengembangkan perekonomian negara dalam menyediakan infrastruktur ekonomi, perbaikan lingkungan ekonomi, perbaikan kualitas sumber daya manusia, dan indikator- indikator pembangunan ekonomi lain, membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Setiap program pembangunan tidak akan dapat dilaksanakan selama dana yang dibutuhkan untuk membiayai program tersebut tidak tersedia. Penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar dalam membiayai program- program pembangunan di Indonesia. Menyadari hal itu, pemerintah diharapkan mampu memaksimalkan penerimaan pajak melalui usaha dan kebijakan yang tepat, untuk mendukung tercapainya target yang telah ditetapkan pada anggaran pendapatan dan belanja negara APBN. Sebagai respon pemerintah atas perubahan asumsi perekonomian makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal sejak diundangkannya undang-undang nomor 27 tahun 2014 tentang anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran 2015, pemerintah indonesia menerbitkan undang-undang nomor 3 tahun 2015 pada tanggal 6 Maret 2015. Undang-undang perubahan APBN tersebut merevisi beberapa item yang ada pada undang-undang APBN yang telah diundangkan sebelumnya. Salah satu item yang di revisi adalah target penerimaan pajak yang sebelumnya sebesar Rp1.379.991.627.125.000,00 menjadi Rp1.489.225.488.129.000,00. Perubahan target penerimaan pajak tersebut 2 merupakan respon atas perubahan anggaran pendapatan negara tahun 2015 yang ditetapkan sebesar Rp1.761.642.817.235.000,00. Anggaran pendapatan negara diporeleh dari sumber penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak dan penerimaan hibah. Penerimaan perpajakan terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional. Target penerimaan pajak dalam negeri tahun 2015 mencapai Rp1.439.998.598.239.000.00 yang diperoleh dari penerimaan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai dan pendapatan pajak lainnya. Target penerimaan pajak dalam negeri tersebut mencapai 81.7 dari total rencana penerimaan APBN perubahan tahun 2015. Besarnya kontribusi penerimaan pajak tersebut terhadap penerimaan negara, tentunya akan memberikan efek yang sangat siknifikan terhadap kelangsungan program pemerintah dalam melakukan pembangunan nasional. Keberhasilan kebijakan dan usaha pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan pajak akan berimbas terhadap keberhasilan dalam mencapai target penerimaan, yang akhirnya mempengaruhi keberlangsungan program yang telah ditetapkan pada APBN. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalam secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penerimaan pajak dalam negeri merupakan seluruh penerimaan pajak yang diperoleh dari penerimaan pajak penghasilan, penerimaan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, penerimaan pajak bumi dan bangunan, 3 penerimaan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Sistem pemungutan pajak di Indonesia menerapkan Self Asessment system. Self assessment system adalah sistem di mana Wajib Pajak, baik Wajib Pajak orang pribadi maupun badan diberi kepercayaan oleh undang-undang untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pada sistem ini, seluruh penghitungan dan pelaporan Wajib Pajak dinyatakan benar selama tidak ada koreksi dari otoritas pajak sebagai perpanjangan tangan negara dalam menguji kepatuhan wajib pajak dalam menerapkan undang-undang perpajakan. Otiritas pajak yang ada di indonesia diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak berdasarkan undang-undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang mewah. Kontribusi penerimaan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah terhadap penerimaan menduduki urutan kedua setelah pajak penghasilan. Keberhasilan kebijakan pemerintah dalam mendorong pengumpulan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah tentunya akan sangat berpengaruh dalam pencapaian penerimaan negara yang telah ditetapkan dalam APBN. Kebijakan fiskal yang tepat untuk menstimulus transaksi-transaksi perdagangan dan lingkungan ekonomi yang kondusif tentunya dibutuhkan untuk memacu arus barang dan jasa yang merupakan objek pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah. 4 Pada era globalisasi saat ini, hampir semua negara membutuhkan suplai barang dan jasa dari negara lain. Kebutuhan atas barang yang tidak diproduksi di dalam negeri danatau ketidakmampuan produksi dalam negeri dalam memenuhi permintaan dalam negeri menyebabkan suatu negara membutuhkan suplai barang maupun jasa dari negara lain. Pemenuhan permintaan dalam negeri atas barang dan jasa dari luar negara menimbulkan transaksi perdagangan internasional. Secara umum transaksi perdagangan internasional dapat dibagi menjadi ekspor dan impor. Ekspor adalah penjualan barang dan jasa yang diproduksi suatu negara ke negara lain. Sementara impor merupakan arus kebalikan dari ekspor, yaitu arus barang dan jasa dari luar negara ke dalam suatu negara untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa di negara tersebut. Impor merupakan salah satu objek pemungutan pajak pertambahan nilai di indonesia. hal ini sesuai dengan prinsip pajak pertambahan nilai sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri. Setiap kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksekutif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku undang-undang yang mengatur mengenai kepabeanan. Kegitan impor, baik barang maupun jasa akan mempengaruhi penerimaan pajak, khususnya pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan pasal 22 impor yang dikenakan atas impor barang dan jasa kena pajak. Barang dan jasa kena pajak adalah barang dan jasa yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak pertambahan 5 Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan impor tentunya akan mempengaruhi pencapaian penerimaan APBN khususnya penerimaan pajak pertambahan nilai impor. Penyusunan target penerimaan negara dalam APBN memperhitungkan asumsi-asumsi indikator perekonomian makro. Indikator perekonomian makro merupakan suatu analisis kondisi ekonomi yang digunakan untuk menganalisis perkembangan ekonomi dengan mengunakan indikator-indikator tertentu seperti nilai produk domestik bruto, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, tingkat pengangguran dan sebagainya. Semua indikator ekonomi makro tersebut memiliki porsi pengaruh terhadap penerimaan pajak. Pengaruh setiap indikator tergantung sifat dan karakteristik objek pajak, ada yang memiliki pengaruh positif dan ada yang berpengaruh negatif, ada yang berengaruh yang signifikan dan ada yang tidak signifikan. Karakteristik impor barang dan jasa sebagai objek pajak pertambahan nilai impor sangat memungkinkan dipengaruhi oleh beberapa indikator ekonomi makro indonesia. sebagai transaksi internasional, yang tidak hanya menggunakan mata uang rupiah, tentunya nilai transaksi impor dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang rupiah dibandingkan dengan nilai mata uang internasional yang digunakan dalam transaksi impor tersebut. Tingginya nilai impor akan meningkatkan penerimaan pajak pertambahan nilai impor. Sebaliknya, semakin rendah nilai impor, maka penerimaan pajak dari transaksi impor akan semakin rendah pula. Selain nilai tukar rupiah, nilai barang dan jasa impor yang menjadi objek pajak pertambahan 6 nilai impor tentunya akan membengaruhi nilai impor sebagai dasar pengenaan pajak pertambahan nilai impor. Semakin tinggi nilai barang, semakin tinggi nilai impor yang menjadi objek pajak tersebut. Nilai barang dibandingkan dengan nilai mata uang bisanya dapat dipantau dengan melihat tingkat inflasi pada indikator ekonomi makro. Nilai tukar mata uang rupiah atau sering disebut dengan kurs valuta asing foreign exchange rate adalah jumlah mata uang rupiah yang dubutuhkan untuk memperoleh satu nilai mata uang asing. Ketika mata uang rupiah melemah, maka nilai rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh barang dan jasa dari luar daerah pabean akan semakin besar, dan sebaliknya, jika nilai mata uang rupiah menguat maka jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh barang dan jasa yang sama akan semakin sedikit. Objek pajak pertambahan nilai impor adalah nilai impor yang dihitung dengan satuan mata uang rupiah, tentunya fluktuasi nilai tukar rupiah akan berpengaruh terhadap transaksi impor dan nilai impor. Jika nilai tukar rupiah melemah, kecenderungan dari pelaku pasar dalam memenuhi kebutuhan industri dalam negeri ialah dengan membeli bahan baku di dalam negeri. Sebaliknya, jika nilai tukar rupiah menguat maka kecenderungan pelaku pasar industri dalam negeri seharusnya melakukan impor bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industrinya. Akan tetapi, pilihan sumber bahan baku tersebut hanya bisa dilakukan untuk barang dan jasa yang memiliki ketersediaan baik di daerah pabean maupun diluar daerah pabean. Untuk barang dan jasa yang tidak tersedia di daerah pabean, fluktuasi nilai tukar rupiah tidak akan mengubah asal bahan baku, hanya akan 7 mempengaruhi biaya produksi dari produk yang dihasilkan industri tersebut. Penguatan dan pelemahan nilai tukar rupiah yang mempengaruhi nilai impor akan mempengaruhi penerimaan pajak pertambahan nilai impor. Jadi kebijakan pemerintah dalam upaya mengendalikan nilai tukar rupiah akan mempengaruhi nilai impor dan penerimaan pajak pertambahan nilai impor. Inflasi adalah suatu keadaan dalam perekonomian dimana terjadi kenaikan harga barang dan jasa secara umum. Kenaikan harga terjadi karena naiknya permintaan pasar atas barang dan jasa yang tidak dibarengi oleh kenaikan penawaran. Kenaikan harga yang bersifat sementara akibat gejolak pasar seperti pada saat lebaran tidak digolongkan sebagai inflasi. Kenaikan harga barang dan jasa akan diikuti oleh kenaikan nilai impor dengan syarat jumlah dan jenis barang serta jasa yang dimpor tetap sama. Pengaruh inflasi bisa berpengaruh terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor jika inflasi tersebut berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat atas barang dan jasa yang di impor dari luar daerah pabean. Adanya keterkaitan indikator-indikator ekonomi makro, khususnya nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor menarik untuk diperhatikan dan diteliti. Berangkat dari itu, penulis tertarik untuk meneliti keterkaitan tersebut dengan menjadikan penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan PajakKPP Madya Medan sebagai objek penelitiannya. KPP Madya Medan didirikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132PMK.012006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal 8 Direktorat Jenderal Pajak. Kantor ini merupakan kantor pelayanan yang khusus melayani wajib pajak besar wilayah di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. Wajib pajak besar wilayah sendiri ditentukan melalui surat keputusan direktur jenderal pajak berdasarkan pertimbangan dan indikator yang ditetapkan oleh direktorat jendaral pajak. Wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya medan ditentukan melalui suatu surat keputusan direktur Jenderal Pajak dan tidak bisa berkurang atau bertambah selama tidak ada perubahan atas surat keputusan tersebut. Dengan kondisi tersebut, jumlah wajib pajak yang terdaftar pada kantor ini relatif stabil sehingga menurut penulis sangat tepat dijadikan sebagai objek peneilitian dalam meneliti keterkaitan antara indikator perekonomian makro terhadap penerimaan pajak. Terkait uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh indikator perekonomian makro khususnya nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi dengan penerimaan pajak pertambahan nilai dengan judul “PENGARUH NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI IMPOR PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN.”

1.2 Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 11

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 2

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 10

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 20

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 2

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 5

Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2013 S.D 2015

0 0 3

Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2013 S.D 2015

0 0 2

Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2013 S.D 2015

1 2 22

Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2013 S.D 2015

0 0 5