Awal Masuknya Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

BAB IV GAMBARAN UMUM MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN

4.1 Awal Masuknya Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

Berdasarkan data yang di peroleh dari badan pusat statistika kota Medan diketahui bahwa dahulu kala kota Medan di kenal dengan nama Tanah Deli, keadaan tanahnya berawa -rawa dengan luas kurang lebih 4000 Ha. Beberapa sungai yang bermuara ke selat Malaka melintasi kota Medan. Sungai-sungai tersebut adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan, Dan Sei Sulung. Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Tanah Deli secara berangsur angsur lenyap menjadi kota Medan. Pada zaman penjajahan bangsa Belanda di Tanah Deli masyarakat Indonesia mengalami tantangan yang sangat berat. Sebelum bangsa Belanda menguasai Sumatera Utara, bangsa Belanda harus berperang melawan Aceh, Minangkabau, dan Tapanuli yang pada saat itu dipimpin oleh raja Sisingamangaraja. Tanah Deli dikuasai bangsa Belanda kurang lebih selama 78 tahun yaitu sejak tahun 1864 sampai 1942. Berawal dari Sultan Ismail yang berkuasa di Riau secara tiba-tiba diserang oleh sekutu Inggris yang di pimpin oleh Adam Wilson. Berhubung pada waktu itu kekuatan kesultanan Ismail melemah, maka Sultan Ismail meminta perlindungan dari bangsa Belanda. Sejak saat itu terbukalah kesempatan Belanda untuk menguasai kerajaan Siak Sri Indrapura yang dipimpin Sultan Ismail. Pada tanggal 1 februari 1858 Belanda mendesak Sultan Ismail untuk menandatangani perjanjian agar daerah Sumatera Timur dan Tanah Deli masuk kekuasaan bangsa Belanda. Universitas Sumatera Utara Setalah pusat pemerintahan dan perdagangan pindah ke Medan Putri dan Istana kesultanan Deli yang awalnya berada di Kampong Bahari Labuhan pindah ke Istana Maimoon pada tanggal 18 mei 1891 ibu kota Deli resmi pindah ke Medan, dan kekuasaan dipegang oleh bangsa Belanda. Pada tahun 1918 tercatat jumlah penduduk Medan sebanyak 43.826 jiwa yang terdiri dari bangsa Eropa 409 jiwa, bangsa Indonesia 35.009 jiwa, bangsa Tionghoa 8269 jiwa, dan Timur Asing lainnya bangsa Arab 139 jiwa. Masyarakat Tionghoa masuk ke Sumatera Utara pada abad ke 16 sampai 19. Berawal dari penyalur tenaga kerja di Cina yang menawarkan pekerjaan sebagai kuli bangunan, kuli kontrak, dan petani kebun, lalu masyarakat Tionghoa datang ke Sumatera Utara. Pada masa penjajahan bangsa Belanda, masyarakat Tionghoa bersama masyarakat pribumi Indonesia menjadi budak Belanda. Selama kurang lebih 78 tahun bangsa belanda Belanda menjajah Sumatera Utara, selama itu pula perbudakan atas masyarakat Tionghoa dan masyarakat pribumi Indonesia berlangsung. Sampai akhirnya tahun 1942 penjajahan bangsa Belanda berakhir di Sumatera Utara dan ketika itu juga bangsa Jepang mendarat di Sumatera utara untuk mengambil alih kekuasaan bangsa Belanda. Pada masa berakhirnya kekuasaan bangsa Belanda masyarakat Tionghoa dan masyarakat pribumi yang menjadi budak, kuli kontrak, dan petani kebun mengambil alih tanah garapan untuk di olah secara pribadi. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama dikarenakan bangsa Jepang segera mengerahkan pasukannya yang bernama Kampetai Polisi Militer Jepang untuk kembali menguasai Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara Penguasaan bangsa Jepang di kota Medan membuat masyarakat pribumi dan Tionghoa semakin terpuruk. Bangsa Jepang membentuk kegiatan kerja paksa yang dinamakan Heiho, Romusha , Gyu Gun dan Talapeta . Pada masa ini masyarakat Tionghoa menjadi bulan-bulanan bangsa Jepang. Bangsa Jepang menganggap masyarakat Tionghoa sebagai budak mereka dan menghina mereka karena umumnya masyarakat Tionghoa pada saat itu tidak memgenyam pendidikan. Bangsa Jepang memanggil mereka dengan sebutan Cina. Hal ini lah yang membuat masyarakat Tionghoa hingga saat ini merasa terhina jika dipanggil dengan sebutan orang Cina. Sindiran dengan panggilan orang Cina selalu mengingatkan mereka akan keterpurukan mereka pada masa penjajahan bangsa Jepang. Setelah bom atom jatuh melanda kota Hiroshima, penguasa Jepang menyadari kekalahannya dan segera menghentikan segala kegiatannya terutama kegiatan kerja paksa seperti Heiho, Romusha, Gyu gun, dan Talapeta . Kegiatan ini secara resmi dibubarkan pada tanggal 20 Agustus 1945, dan pada hari itu juga penguasa Jepang yang disebut Tetsuzo Na ka shima mengumumkan kekalahan mereka. Dan bangsa Indonesia mengumumkan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1945. Masyarakat Tionghoa yang datang ke kota Medan berasal dari dua provinsi yang berada di Cina yaitu: Fujian dan Guandong. Setiap provinsi memilki suku yang berbeda-beda yaitu: Hokkia n dan Khek berasal dari provinsi Fujian sedangkan suku Tiochiu dan Konghu berasal dari provinsi Guandong walaupun sedikit banyak masyarakat suku Hokkian juga menyebar di provinsi Guangdong. Masyarakat Tionghoa suku Hokkian yang berasal dari provinsi Fujian merupakan masyarakat pertama yang datang ke kota Medan. Berikut peta yang menunjukakan asal usul leluhur suku masyarakat Tionghoa. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1 Sumber foto: Forum Budaya Tionghoa 2007 Peta asal usul suku Tionghoa

4.2 Penduduk Tionghoa di Kota Medan